Anda di halaman 1dari 3

Belajar Gaya Hidup dari Rakyat Tiongkok

Jumat, 7 Oktober 2016 14:58


Editor: bakri

OLEH HELMI SUARDI, Mahasiswa Program Master Jurusan Developmental and Educational Psychology
di Huazhong University of Science and Technology, melaporkan dari Tiongkok INI merupakan tahun
kedua saya berada di Kota Wuhan, Provinsi Hubei, Tiongkok. Banyak hal yang saya dapatkan dari
kehidupan rakyat di sini. Sambil menyelam minum air, mungkin inilah yang saya lakukan: terus-menerus
belajar di Negeri Tirai Bambu ini untuk mengenali kehidupan dan keseharian rakyatnya.
Saat melangkah ke sana-kemari tentu saja secara tak langsung saya telah diajarkan oleh alam dan
kehidupan sekitar tentang bagaimana cara melihat sesuatu dari sudut pandang yang berbeda-beda, baik
itu positif maupun negatif. Namun, hakikatnya kita sebagai manusia yang telah dianugerahi akal, maka
sisi kebaikan (positif)-lah yang harus kita ikuti dan menjauhkan sisi negatif.

Kali ini saya ingin menyampaikan sesuatu yang menarik tentang rakyat Tiongkok. Dengan berada di sini
hampir dua tahun, saya menjadi lebih mengerti mengapa Rasulullah saw menganjurkan kita supaya
mencari ilmu hingga ke Negeri Cina. Dalam kesehariannya, kehidupan rakyat Tiongkok ini terbilang
cukup unik, baik itu secara sosial maupun pribadi. Warga Tiongkok sangat berdisiplin, baik itu dalam hal
yang kecil maupun hal besar. Jika kita lihat dari segi ekonomi, Cina ini adalah bangsa yang mempunyai
etos kerja tinggi dan tipe pekerja keras. Dalam sehari, orang Cina mampu bekerja 12 jam. Bayangkan,
kita saja yang bekerja delapan jam sehari, sudah merasa berat. Di samping sebagai pekerja keras, orang
Cina adalah pekerja cerdas. Sekarang, tak ada satu barang pun di dunia ini yang tidak ditiru oleh Cina,
lalu dia jual lebih murah. Boleh kita katakana Cina adalah macan ekonomi di Asia kini.
Ekonomi Cina booming dan berkembang sangat pesat. Kenapa? Karena bangsa Cina itu tidak suka hidup
mewah, di samping karena budaya, juga karena faktor politik komunisme yang mereka anut. Cina itu
dari komunis bergeser ke arah sosialis yang agak longgar, bahkan sekarang menjadi kapitalis, namun
bukan “dikapitalisi” oleh orang lain.
Hidup bangsa Cina tetap sederhana, karena budaya mereka mengacu pada filsafat Konghucu, sekalipun
mereka komunis yang menganut ajaran tidak bertuhan (ateisme).

Saya melihat bangsa Cina ini memang aneh. Mereka lebih mendahulukan bekerja daripada makan. Porsi
yang dimakan harus di bawah hasil kerja. Sebenarnya, porsi makan orang Cina itu banyak, sama
banyaknya dengan orang Arab, akan tetapi karena mereka berolahraga terus, sehingga jarang ada yang
gemuk.

Mereka juga sangat jarang naik sepeda motor. Saya lihat di Kota Wuhan, Provinsi Hubei, kalau orang
mau bepergian yang jaraknya kurang dari 1 km, maka mereka memilih jalan kaki. Tapi kalau lebih dari 1
km, mereka memilih naik sepeda, dan kalau lebih dari 5 km, mereka naik bus. Kalau sudah kaya sekali,
barulah mereka membeli mobil. Tapi itu pun jarang dipakai, karena mereka lebih suka naik bus sekalipun
sudah punya mobil sendiri. Alasan mereka sederhana dan rasional: jalan kaki itu lebih hemat, sehat,
lebih selamat, dan antipolusi.
Amatan saya, orang Barat itu hebat dalam hal penelitian dan inovasi. Mereka meneliti sampai bisa
menemukan listrik, kereta api, silinder, dan sebagainya. Tapi dalam urusan berdagang dan mencari
rezeki, jagonya adalah Cina. Sedangkan kalau makan tapi tidak kerja, nah itu jagonya kita, orang
Indonesia. Jadi, orang Indonesia itu maunya: kalau kerja tidak berkeringat, tapi kalau makan harus
berkeringat.
Berarti, kita mengalami hambatan budaya untuk maju. Semua ini membuat saya berpikir, seandainya
ibadah, tauhid, dan akhlak kita digandengkan dengan etos kerjanya orang Cina, maka saya kira itulah
yang dimaksud oleh Rasulullah dalam hadisnya: Bekerjalah untuk duniamu seakan-akan engkau hidup
selamanya dan bekerjalah untuk akhiratmu seakan-akan engkau akan mati esok pagi.
Tak bisa dipungkiri, hubungan sosial antarwarga Cina yang saya lihat di sini sangatlah mengagumkan.
Kaum mudanya sangat menghargai yang tua, menyayangi anak kecil, dan ibu hamil. Saat melihat ibu
hamil di bus, pastilah anak mudanya mempersilakan si ibu untuk duduk dan dia rela berdiri lama. Ini
pemandangan yang umum terlihat di dalam metro/subway maupun bus umum.
Semoga sisi positif gaya hidup orang Cina ini bisa kita jadikan acuan untuk mendisiplinkan diri,
menghargai sesama, terutama anak dan wanita, termasuk dalam membangun negeri penuh gairah.
Sungguh tak ada kata terlambat untuk memulai suatu kebaikan dan perubahan.

Artikel ini telah tayang di SerambiNews.com dengan judul Belajar Gaya Hidup dari Rakyat
Tiongkok, https://aceh.tribunnews.com/2016/10/07/belajar-gaya-hidup-dari-rakyat-tiongkok.

Anda mungkin juga menyukai