Anda di halaman 1dari 4

 1.

Filsafat Ilmu adalah Ikhtiyar untuk melampaui keterbatasan-keterbatasan ilmu dalam


menjawab persoalan-persoalan yang dihadapi/inheren di dalam perkembangannya. Akibat
dari sekularisasi ilmu. Sehingga daya jelajah sains pun terbatas kan. Maka perlu didudukkan
kembali sains pada tempat yang semestinya, termasuk interaksinya dengan filsafat. Sehingga
persoalan2 yang ada di dalam sains itu bisa dibincangkan lebih radikal dan komprehensif

 2. Filsafat Ilmu adalah sebentuk respon terhadap dominasi positivisme terhadap ilmu
khususnya berkenaan dengan kriteria ilmiah dan progress of science

 3. Filsafat Ilmu adalah cabang dari ilmu Filsafat yang mendiskusikan perihal Ontologi ilmu,
Epistemologi Ilmu, Aksiologi Ilmu termasuk menyoal Sejarah dan Sosiologi Ilmu.

 4. Filsafat ilmu secara umum adalah refleksi kritis terhadap ilmu melalui pendekatan filsafat,
khususnya sebuah upaya merefleksikan landasan filosofis ilmu pengetahuan berupa asumsi
dasar, paradigma dan teori.
 Di Barat ilmu sama dengan sains. Pemaknaan terbaik ilmu itu sains. Sains hanya spesiens. Dia
bukan satu-satunya representasi.

 Sejarah ilmu: bagian tak terpisahkan dari filsafat ilmu. Yang membincangkan bagaimana asal
usul suatu teori. Bagaimana proses teori itu terbentuk, dinamika, kemenjadian.
 Sosiologi sains: yang membincangkan antara komunitas (masyarakat) ilmiah dan perannya
terhadap pembentukan dan perkembangan ilmu itu sendiri. Tidak mungkin dipisahkan
 Ontology ilmu: apa yang dikaji ilmu. Apa yang menjadi objek kajian, realitas apa yang
ditunjuk oleh ilmu. Ilmu itu disebut ada, status eksistensial ilmu itu dibangun oleh apa?
Berhubungan sama struktur.
 Epistemology: bagaimana memahami realitas yang dituju? Butuh sarana untuk mengetahui
seperti akal, indra,dll. Epistemology berkaitan dengan metode ilmiah. Perbincangan metode
ilmiah itu pembincangan epistemologi
 Aksiologi: teori tentang nilai. perbincangan baik buruk dari perkembangan ilmu itu.
Bagaimana ilmu itu digunakan. Ada juga yang menyebut saintific responsibility. Apakah sains
terikat nilai atau tidak, universal atau tidak. Bagaimana ilmu itu diterapkan. Apa dampaknya?
Apakah terikat nilai atau tidak
 Masingmasing karya ternyata memiliki pola pikir atau kerangkanya sendiri-sendiri. jika
bermaksud menghasilkan karya ilmiah, seperti menganalisis fakta, mengungkap pemikiran,
atau melakukan riset, menulis di majalah, koran dan jurnal; perlu memetakan dari sudut
pandang mana memasukinya. Secara tidak langsung ketika membaca, kita mengetahui ada
kerangka piker di baliknya. Kerangka pikir di balik kerja ilmiah inilah yang disebut Filsafat
Ilmu (Philosophy of Science).
 tidak ada ilmu yang tidak memiliki landasan flosofs.
 Filsafat Ilmu [Philosophy of Science/Falsafat al-‘Ilm] adalah satu bidang ilmu yang memiliki
lingkup kajian tentang hakikat ilmu pengetahuan dalam pandangan keflsafatan,1 cara kerja
ilmu pengetahuan dan logika atau jalan pikiran melalui mana pengetahuan ilmiah itu
dibangun
 Filsafat Ilmu itu terdiri dari kajian yang bersifat umum, yang dikenal dengan General
Philosophy of Science3 dan kajian yang bersifat khusus, dalam arti secara khusus menyelidiki
berbagai cabang ilmu pengetahuan dan struktur yang mendasarinya, maka ada Filsafat
Biologi, Filsafat Psikologi, dan lain-lain.
 secara lebih fungsional, Filsafat Ilmu dapat dipahami dari dua sisi, yaitu sebagai disiplin ilmu5
dan sebagai landasan flosofs pengembangan ilmu pengetahuan.6
 Filsafat Ilmu sebagai disiplin ilmu
o Sebagai disiplin ilmu, Filsafat Ilmu merupakan cabang dari ilmu flsafat,7 dengan
demikian, juga merupakan disiplin flsafat khusus yang mempelajari bidang khusus,
yaitu ilmu pengetahuan. Maka mempelajari Filsafat Ilmu berarti mempelajari
secara flosofs berbagai hal yang terkait dengan ilmu pengetahuan. Di sini Filsafat
Ilmu dilihat secara teoritis, yang dimaksudkan untuk menjelaskan “apa”,
“bagaimana” dan “untuk apa” ilmu pengetahuan itu. Tiga persoalan ini lazim
disebut ontologi, epistemologi dan aksiologi ilmu pengetahuan
 Persoalan utama ontologi ilmu adalah apa bangunan dasar (fundamental
structure) sehingga sesuatu itu disebut ilmu atau kapan sesuatu itu disebut
ilmiah. Umumnya pembahasan ontologi dikaitkan dengan garis pembatas
antara apa yang ilmiah dengan yang tidak ilmiah. Persoalan ini, membawa
kepada pembahasan tentang kriteria ilmiah.
Sepanjang kajian flsafat ilmu, hal mendasar dari apa yang disebut ilmiah,
adalah jika ada penjelasan tentang logika penemuannya (logic of discovery),
makanya “yang ilmiah” mesti bersifat rasional, logis dan dapat
dipertangungjawabkan.
 Persoalan epistemology ilmu itu tentang “logika apa” atau struktur logis
(logical statement) yang bagaimana yang “dipakai” dalam membangun ilmu.
Maksud dari Epistemologi ilmu (SUMBER) adalah aliran-aliran pemikiran,
madzhab pemikiran atau school of thought. Karena aktiftas ilmiah, teori,
produk-produk ilmu yang ada pada dasarnya terlahir dari madzhab-madzhab
besar pemikiran. Artinya, corak dan karakter keilmuan dari ilmu tertentu
sangat ditentukan oleh pola pikir yang mendasarinya.
Pembahasan epistemologi selalu berakhir dengan dua hal, yang mana
menjadi elemen pokok dari epistemologi: Pertama, struktur nalar ( ), yang
pada dasarnya adalah unsur-unsur pokok dari aliran pemikiran itu, yang
membedakannya dengan aliran pemikiran yang lain. Kedua, proses
pembentukan nalar ( ), yaitu aspek kesejarahan (historicity) dari
epistemologi itu.
 dalam aksiologi ilmu, ilmu dilihat dari sudut “peran dan
tanggungjawabnya” terhadap masyarakat dan sejarah, aplikasinya dalam
kegiatan keilmuan. Maka dari itu perhatian terhadap sosiologi dan sejarah
ilmu jadi pembahasan utama. Aksiologi ilmu bisa dikatakan pembahasan
untuk melihat adanya kaitan antara aktivitas ilmiah, termasuk logika ilmiah
dengan sistem nilai yang bersumber dari kehidupan masyarakat, tradisi dan
budaya, ataupun dari agama.
 Filsafat Ilmu sebagai landasan flosofs bagi ilmu pengetahuan.
Dalam pandangan flsafat ilmu, proses dan hasil keilmuan pada jenis ilmu apapun, sangat
ditentukan oleh landasan flosofs yang mendasarinya, yang memang berfungsi memberikan
kerangka, mengarahkan, menentukan corak dari keilmuan yang dihasilkannya. Landasan
flosofs dimaksud adalah kerangka teori (theoretical framework), paradigma ilmiah, dan
asumsi dasar. Ketiga hal inilah yang di sini disebut dengan flsafat ilmu.
o . Kerangka teori
Teori itu pada dasarnya merupakan penyederhanaan atau simplifkasi dari
kompleksitas realitas. Dalam rangka demikian, teori bisa berujud skema, bagan,
concept map, mind mapping, dan semacamnya, yang sebenarnya merupakan
bangunan logika. Inilah yang disebut framework, atau theoretical framework.
o Paradigma ilmiah
berasal dari teori tertentu yang telah mengalami askalasi (escalation), yang ditandai
dengan perluasan objek dan perspektif yang lebih baru. Paradigma ilmiah itu mirip
seperti payung (scientifc umbrella) yang melindungi sejumlah teori, sehingga bisa
jadi beberapa teori bernaung dalam satu paradigma ilmiah. Paradigma ilmiah itu
merupakan separangkat pola pikir yang membuat para ilmuwan bekerja secara lebih
mudah dan otomatis, karena paradigma menyediakan kerangka, pertimbangan-
pertimbangan dalam pemilihan metodologi, teori, serta analisis yang diperlukan.
Paradigma ilmiah itu terjadi karena konvensi dari para ilmuwan. Paradigma akan
mengalami pergeseran (shifing), jika sudah tidak disepakatinya lagi.
Melihat keberadaan paradigma yang sangat tergantung dengan kesepakatan
ilmuwan, maka paradigma ilmiah itu dikatakan basis kemanusiaan dari ilmu
pengatahuan (science), dalam arti basis sosiologis, basis antropologis, dan basis
historis. Keberadaan paradigma ilmiah sebagai landasan pengembangan ilmu masih
pro-kontra, ada perbedaan pendapat, karena menempatkan subjektiftas ilmuwan
sebagian bagian tak terpersiahkan dari bangunan keilmuan. Memang, peran subjek
tidak bisa sama sekali dinafkan, namun sisi-sisi keilmiahan menuntut objektiftas.
o Asumsi dasar
Asumsi dasar itu merupakan separangkat keyakinan, prinsip-prinsip hidup, spirit,
bahkan keimanan keagamaan ilmuwan yang turut mempengaruhi perilaku keilmuan
atau aktivitas ilmiah yang dijalankannya
Filsafat Ilmu tidak hanya sebagai sarana (instrument) dalam proses penggalian ilmu,
tetapi juga memberikan kerangka pada taraf pra dan post kegiatan keilmuan. Karena
itulah, sebagai landasan flosofs dari ilmu pengetahuan, Filsafat Ilmu memberikan
kerangka bagi ilmu sekaligus menentukan corak keilmuan, bahkan konsekuensi logis
dan sosiologisnya.1
 Isu Sentral Filsafat Ilmu
Kajian Filsafat Ilmu yang paling pokok sepanjang sejarahnya adalah terkait dua isu pokok,
yaitu soal kriteria ilmiah dan perkembangan ilmu.
o Kriteria ilmiah: Isu pertama lalu menjadi ukuran kerja, proses, dan hasil dari apa
yang disebut ilmiah, yang membuat ilmuwan dan researcher tidak dapat sesuka hati
menyatakan aktivitasnya sebagai ilmiah, sebelum lolos uji dengan ukuran kriteria
ilmiah.
o perkembangan ilmu: terkait bagaimana upaya ilmuwan dan researcher berkerja
mengembangkan ilmu.
 Dua isu ‘abadi’
o . Problem Demarkasi
dipopulerkan oleh Karl R. Popper pada awal abad 20.
Inti gagasan Popper ini adalah menemukan garis pemisah antara ilmu dan yang
bukan ilmu, antara yang ilmiah dengan yang tidak ilmiah, dengan memberikan
kriteria secara ketat terhadap apa yang disebut dengan ilmu (science) itu.2
 secara substansial Filsafat Ilmu membawa dua persoalan mendasar tentang sains, yaitu
persoalan demarkasi [garis pemisah antara ilmu dan yang bukan ilmu] dan perkembangan
sains.
o Demarkasi:
 Demarkasi isu tertua dari flsafat keilmuan. refeksi keflsafatan memang selalu
dalam kerangka kebenaran pengetahuan dengan merontokkan “godaan”
apa saja yang mengurangi tingkat kebenaran pengetahuan
 Apa yang ditemukan Descartes pada taraf epistemologis ini adalah peranan
mutlak subjek dalam membentuk realitas. Maka dalam sejarah
epistemologi, flsuf ini telah membawa isu pengetahuan dari wilayah objek
ke subjek. Subjeklah yang membangun dan menciptakan realitas yang
diketahui, sehingga menjadi ada.
 di tangan Descares, Hume hingga Kant ini ilmu pengetahuan dibawa kepada
problem epistemologis, yaitu kerangka berpikir ilmuwan dan batas-batasnya
sehingga mampu melahirkan pengetahuan yang benar.
 Semenara Comte yang lebih berfokus pada sosiologi memusatkan
perhatiannya pada pengetahuan indrawi. Kata ‘positif’ atau positivisme
adalah simbol dari norma dimaksud. Pengetahuan manusia hendaknya tidak
melampaui fakta objektif, karena peran subjek tidak lebih dari sekedar
instrumen untuk menyalin fakta objektif tersebut. Dalam positivisme,
pendulum epistemologis bergerak ke pihak objek lagi,
 Sudah tentu fakta positif dan metodologi ilmiah, mereka setujui sebagai
standar ilmiah, namun mereka menambahkan satu lagi, yaitu bahasa ilmiah
berupa “proposisi” sebagai standar berikutnya. Untuk itu mereka
membedakan pernyataan “yang bermakna” (meaningful) dan “yang tak
bermakna” (meaningless). Hanya pernyataan yang meaningful yang ilmiah,
sedang yang meaningless sudah tentu tidak ilmiah.

Semua disiplin ilmu itu menjadi objek kajian filsafat ilmu

Alfons Taryadi, Epistemologi Pemecahan Masalah Menurut Karl Popper (Jakarta: PT Gramedia
Pustaka Utama, 1991), p. 49

Anda mungkin juga menyukai