TUGAS AKHIR
Diajukan untuk memenuhi persyaratan mencapai gelar Sarjana S1 pada Departemen Teknik Sipil,
Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara
YOHANA EMANUELA
12 0404 165
Dengan ini menyatakan bahwa Tugas Akhir ini disusun sebagai syarat untuk
memperoleh gelar Sarjana Teknik pada Departemen Teknik Sipil, Fakultas Teknik,
Universitas Sumatera Utara adalah benar merupakan hasil karya penulis sendiri.
Yohana Emanuela
iii
Puji syukur dipanjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa sehingga tugas akhir
dengan judul “Analisis Potensi Likuifaksi dengan Data SPT dan Data CPT Pada
Underpass di Jalan Brigjen Katamso - AH Nasution Medan” ini dapat diselesaikan
dengan baik. Tugas akhir ini merupakan salah satu syarat untuk mencapai derajat
sarjana di Departemen Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara,
Medan.
Ucapan terima kasih diberikan kepada semua pihak yang telah membantu dalam
penyelesaian penelitian, terutama orang tua dan keluarga.
Yohana Emanuela
iv
vi
Tabel 2.1 Potensi terjadinya likuifaksi pada endapan berdasarkan umur endapan ........ 19
Tabel 2. 2 Faktor koreksi untuk 𝑁1160 ......................................................................... 25
Tabel 2. 3 Severity index of factor of safety ................................................................... 28
Tabel 2. 4 Hubungan Gmax terhadap qc .......................................................................... 33
Tabel 2. 5 Hubungan Gmax terhadap N – SPT ................................................................ 34
vii
viii
ix
xi
Kata kunci: CPT, CRR, CSR, factor of safety, percepatan puncak, SPT
xii
Empirical analysis was conducted to determine the cyclic stress ratio and the
cyclic resistance ratio at the study site. The research location is Brigjen Katamso
underpass - AH Nasution Medan. The parameter that was also considered in this case
was the peak ground acceleration obtained with the help of the ProShake 2.0 program.
The evaluation results of liquefaction potential based on CPT data and SPT data
show the greater peak acceleration the greater the cyclic stress ratio and the smaller the
value of the factor of safety. The smaller factor of safety indicates liquefaction can
occur. Based on the results of the study, the location reviewed in several layers has the
potential for liquefaction.
xiii
PENDAHULUAN
Youd dkk. (2001) menjelaskan likuifaksi tanah ini sebagai peristiwa berubahnya
sifat tanah granular yang padat dan kompak menjadi cenderung bersifat cair akibat
terjadinya peningkatan tegangan air pori secara bertahap sehingga menyebabkan
penurunan tegangan efektif tanah hingga mencapai nilai nol atau dapat dikatakan bahwa
tanah sudah kehilangan kekuatannya dan tidak mampu menopang beban yang ada.
Likuifaksi tanah sudah diketahui sejak lama. Terzhagi dan Peck (1967)
menyebutnya likuifaksi spontan untuk mendeskripsikan hilangnya tegangan dari pasir
lepas yang mengakibatkan flow slides. Mogami dan Kubo (1953) juga menggunakan
istilah likuifaksi untuk mendeskripsikan fenomena yang mirip dengan kasus Terzhagi
yang diobservasi selama gempa bumi. Gempa bumi Nigata pada tahun 1964 merupakan
peristiwa penting yang mencuri perhatian dunia untuk fokus pada likuifaksi tanah. Sejak
1964, banyak penelitian yang telah dilakukan untuk mengetahui dan memahami apa itu
a. Apakah lokasi dimana lintas bawah pada jalan Brigjen. Katamso – AH Nasution
dibangun berpotensi mengalami likuifaksi ?
Sistematika penulisan dalam penelitian ini akan dibuat dalam 5 bab, uraian
masing-masing bab adalah sebagai berikut:
Bab 1: Pendahuluan
Menjelaskan landasan teori tentang gempa, hal – hal yang berhubungan dengan
gempa, peristiwa likuifaksi, dan tentang metode yang akan digunakan.
Berisikan proses dan hasil analisis yang telah didapatkan dari beberapa metode
yang diterapkan guna menganalisis potensi likuifaksi di area yang ditinjau.
Berisi kesimpulan dan saran dari hasil analisis yang telah diperoleh.
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Gempa
Gempa dinyatakan sebagai gerakan pada tanah yang diakibatkan oleh pelepasan
energi di dalam kulit bumi (Elnashai dan Sarno, 2008). Energi ini bisa berasal dari
berbagai sumber, seperti dislokasi kerak bumi, erupsi vulkanik, atau bahkan ledakan
buatan manusia atau runtuhnya gua bawah tanah, seperti pada tambang atau area kars.
Oleh karena itu, walau gempa bumi digolongkan sebagai gangguan alam, ada berbagai
jenis gempa yang ada: gempa akibat pergeseran sesar, gempa vulkanik, gempa akibat
runtuhnya tambang ataupun bendungan. Richter (1958) telah mengelompokkan
gangguan-gangguan besar pada bumi yang tercatat oleh seismographs seperti pada
Gambar 2.1.
(a)
(b)
Gambar 2. 2 (a) Lempeng tektonik dan (b) persebaran gempa bumi dunia
(Sumber: Elnashai dan Sarno, 2008)
Ketika gempa bumi terjadi, tipe gelombang seismik yang berbeda dihasilkan:
gelombang badan (body waves) dan gelombang permukaan (surface waves).
Gelombang badan dapat merambat melewati bagian dalam bumi, ada dua jenis:
gelombang p (p-waves) dan gelombang s (s-waves). Gelombang p, juga dikenal sebagai
gelombang primer, gelombang kompresi (compressional waves), ataupun gelombang
longitudinal. Gelombang p mirip dengan gelombang suara: arah gerak partikel
gelombang searah dengan arah rambat gelombang. Seperti gelombang suara,
gelombang p dapat merambat melalui zat padat dan zat cair. Gelombang s, juga dikenal
sebagai gelombang sekunder, gelombang geser, ataupun gelombang transversal, yang
mengakibat deformasi geser pada material yang dilaluinya, gerakan partikel gelombang
s tegak lurus arah rambat gelombang (Kramer, 1996).
Gambar 2. 4 Deformasi yang dihasilkan oleh gelombang badan: (a) gelombang p; (b)
gelombang s
(Sumber: Elnashai dan Sarno, 2008)
Kondisi tektonik Indonesia yang terletak pada pertemuan lempeng besar dunia
dan beberapa lempeng kecil atau microblocks (Bird, 2003), menyebabkan daerah
tersebut berpotensi mengalami banyak kejadian gempa. Indonesia dikelilingi oleh empat
lempeng utama yaitu Lempeng Eurasia, Lempeng Indo-Australia, Lempeng Laut
Filipina dan Lempeng Pasifik.
Salah satu usaha awal menjelaskan fenomena hilangnya kekuatan pada tanah
pasir setelah gempa bumi dilakukan oleh Casagrande (1936) dan berdasarkan konsep
void rasio kritis (critical void ratio). Pasir padat kerika diberi tegangan geser, void rasio
cenderung meningkat. Sedangkan pasir lepas pada kondisi yang sama void rasio
berkurang. Ketika void rasio tidak mengalami perubahan ketika diberi tegangan geser
disebut void rasio kritis.
Casagrande menjelaskan pasir yang memiliki void rasio lebih besar dari void
rasio kritis cenderung mengalami penurunan pada volume ketika diberi vibrasi oleh efek
seismik. Jika pengaliran (drainage) tidak dapat terjadi, tegangan air pori akan
meningkat.
𝜎′ = 𝜎 − 𝑢 (2.1)
dengan
𝝈′ : tegangan efektif (kPa)
𝝈 : tegangan total (kPa)
𝒖 : tegangan air pori (kPa)
Menurut Das (1993), jika nilai 𝜎 tetap konstan, tegangan air pori perlahan akan
meningkat, dan sewaktu-waktu nilai 𝜎 akan sama dengan nilai 𝑢. Pada saat itu, nilai 𝜎′
akan sama dengan nol. Pada kondisi ini, pasir tidak memiliki tegangan geser, dan sifat
pasir berubah menjadi seperti sifat zat cair. Namun yang harus diingat konsep void rasio
kritis bisa jadi tidak cukup untuk mengevaluasi potensi likuifaksi tanah di lapangan
karena hal-hal berikut ini:
a. Void rasio kritis bukan nilai yang tetap namun berubah sejajar dengan
tegangan sel (confining pressure).
b. Perubahan volume akibat pembebanan dinamis di kehidupan nyata berbeda
dengan keadaan pembebanan satu arah yang dilakukan di laboratorium
dengan uji direct shear atau uji triaxial.
10
Kenaikan tegangan air pori pada pembebanan dalam kondisi tak terdrainase
adalah tanda umum adanya likuifaksi. Kecenderungan tanah non kohesif kering untuk
memadat pada kondisi pembebanan siklik dan statis sudah lama diketahui. Tanah non
kohesif menjadi jenuh ketika pembebanan terjadi dengan cepat pada kondisi undrained,
sehingga pemadatan (densification) cenderung menyebabkan tegangan air pori berlebih
(excess pore pressures) meningkat dan tegangan efektif menurun (Kramer, 1996).
1. Flow Liquefaction
Flow liquefaction memberikan dampak yang sangat fatal diantara seluruh fenomena
likuifaksi, ketidakstabilan yang luar biasa tersebut dikenal dengan flow failures.
Flow liquefaction dapat terjadi jika tegangan geser yang dibutuhkan untuk
keseimbangan statis pada suatu massa tanah yang lebih besar daripada tegangan
geser izin tanah pada tingkat menjadi cair (liquified). Deformasi yang sangat besar
pada flow liquefaction sepenuhnya digerakkan atau dipengaruhi oleh tegangan geser
statis.
2. Cyclic Mobility
Cyclic mobility adalah fenomena lain yang mengakibatkan deformasi permanen
yang sangat besar selama terjadinya gempa. Berbeda dengan flow liquefaction,
cyclic mobility terjadi pada saat gaya geser statis lebih kecil daripada kuat geser
tanah tersebut. Deformasi yang dihasilkan cyclic mobility mengalami kenaikan
selama terjadinya getaran akibat gempa. Deformasi ini digerakkan oleh tegangan
geser siklik dan statik, yang dikenal juga dengan sebaran lateral (lateral spreading).
11
12
13
14
Tidak semua tanah rentan terhadap likuifaksi; karenanya, langkah awal dalam
mengevaluasi bahaya likuifaksi adalah biasanya evaluasi kerentanan likuifaksi tanah.
Jika tanah pada lokasi tertentu dikatakan tidak rentan terhadap likuifaksi, bahaya
likuifaksi tidak ada dan evaluasi bahaya likuifaksi dapat dihentikan. Jika tanah
dikatakan rentan terhadap likuifaksi, meskipun demikian, inisiasi likuifaksi dan
dampaknya harus dilakukan. Beberapa kriteria mengevaluasi kerentanan terhadap
likuifaksi adalah kriteria sejarah tanah, geologis tanah, komposisi tanah, kondisi awal
tanah (Kramer, 1996).
Youd (1984) mengatakan bahwa perilaku likuifaksi yang telah diamati selama
penelitian pada daerah terdampak pasca gempa, menunjukkan bahwa likuifaksi terjadi
pada lokasi yang sama ketika kondisi tanah dan muka air tanah tidak berubah. Sehingga
kasus lampau dapat digunakan untuk mengidentifikasi kondisi lokasi tertentu secara
15
16
Proses geologis yang menyusun butiran tanah dalam distribusi butir yang
seragam dan mendepositnya ke dalam keadaan renggang menghasilkan deposit tanah
yang sangat rentan terhadap likuifaksi. Karenanya deposit tanah jenis fluvial, colluvial
dan aeolian ketika berada pada keadaan jenuh air kemungkinan besar rentan
terlikuifaksi. Likuifaksi juga telah diamati ditemukan pada deposit tanah jenis alluvial-
fan, alluvial-plain, beach, terrace, playa dan estuarine, tetapi tidak sekonsisten pada
jenis deposit tanah yang telah disebutkan sebelumnya.
Likuifaksi hanya terjadi pada tanah jenuh, jadi kedalaman air tanah
mempengaruhi kerentanan tanah terhadap likuifaksi. Kerentanan likuifaksi menurun
seiring dengan kedalaman air tanah; efek dari likuifaksi umum teramati pada daerah
dimana muka air berada hanya beberapa meter dari permukaan tanah. Daerah dimana
level air tanah berubah-ubah secara signifikan, bahaya likuifaksi juga berubah-ubah.
Deposit tanah buatan juga perlu diperhatikan. Deposit tanah buatan berbutir renggang
yang ditempatkan tanpa compaction sangat rentan terhadap likuifaksi.
17
Likuifaksi pada lanau non plastis telah diobservasi (Ishihara, 1984, 1985) di
laboratorium dan di lapangan mengindikasikan bahwa karakteristik plastisitas tanah
lebih berpengaruh pada likuifaksi tanah berbutir halus dibanding karakteristik ukuran
butir. Lanau berbutir kasar dengan bentuk partikel yang besar, dimana non plastis juga
non kohesif, sepenuhnya rentan terhadap likuifaksi (Ishihara, 1993); lanau berbutir
halus dengan bentuk partikel keping ataupun seperti lempeng umumnya cukup kohesif
untuk mencegah likuifaksi. Lempung tetap tidak terlikuifaksi, walaupun lempung yang
sensitif dapat menunjukkan perilaku strain softening serupa tanah terlikuifaksi. Tanah
berbutir halus yang memenuhi chinese criteria (Wang, 1979) berikut ini dapat dianggap
rentan terhadap penurunan kekuatan tanah yang signifikan :
Bentuk partikel juga dapat mempengaruhi kerentanan tanah. Tanah dengan butir
partikel bulat dikenal lebih mudah memadat dibandingkan tanah dengan butir partikel
bersudut. Karenanya, tanah berpartikel bulat lebih rentan terhadap likuifaksi
dibandingkan tanah dengan butir partikel bersudut.
18
Tanah benua
Sangat
Tanah alluvial Tersebar luas Sedang Rendah Rendah
rendah
Sangat
Tanah delta Tersebar luas Tinggi Sedang Rendah
rendah
Sangat
Bukit pasir Tersebar luas Tinggi Sedang Rendah
rendah
Sangat
Tanah bekas lautan Tersebar luas - Rendah Sangat rendah
rendah
Sangat
Lereng Tersebar luas Rendah Rendah Sangat rendah
rendah
Thepra Tersebar luas Tinggi Tinggi - -
Sangat
Tanah colovium Tidak merata Tinggi Sedang Sangat rendah
rendah
Sangat
Sungai es Tidak merata Rendah Rendah Rendah
rendah
Sangat
Lakustrin dan playa Tidak merata Tinggi Sedang Sangat rendah
rendah
Pasir lepas Tidak merata Tinggi Tinggi Tinggi -
Tidak merata Sangat
Dataran banjir Tinggi Sedang Rendah
local rendah
Tidak merata Sangat Sangat
Kanal sungai Tinggi Rendah
local Tinggi rendah
Tidak merata Sangat
Sebka Tinggi Sedang Rendah
local rendah
Sangat
Tanah residu Jarang Rendah Rendah Sangat rendah
rendah
Sangat
Tuff Jarang Rendah Rendah Sangat rendah
rendah
Tanah Pantai
Pantai berombak Sangat
Tersebar luas Sedang Rendah Sangat rendah
besar rendah
Pantai berombak Sangat
Tersebar luas Tinggi Sedang Rendah
kecil rendah
Sangat Sangat
Delta Tersebar luas Tinggi Rendah
Tinggi rendah
Sangat
Estuarine Tersebar luas Tinggi Sedang Rendah
rendah
Sangat
Pantai diantara laut Tersebar luas Tinggi Sedang Rendah
rendah
Sangat
Lagoonal Tersebar luas Tinggi Sedang Rendah
rendah
Tanah buatan
Sudah dipadatkan Tidak merata Rendah - - -
Sangat
Belum dipadatkan Tidak merata - - -
Tinggi
Sumber: Youd dan Hoose 1977 dalam Robert 2002
19
Karena kecenderungan tanah saat terjadi gempa menghasilkan tegangan air pori
berlebih sangat dipengaruhi oleh kepadatan dan tegangan awal tanah, kerentanan tanah
sangat bergantung pada kondisi awal tanah. Kriteria untuk mengevaluasi kerentanan
tanah terhadap likuifaksi ini, tidak seperti yang dijelaskan sebelumnya, berbeda untuk
flow liquefaction dan cyclic mobility.
Gambar 2. 11 (a) Kurva Stress –strain dan (b) Kurva Stress-void ratio
(Sumber: Kramer, 1996)
Perilaku kuat tanah, menunjukkan bahwa semua spesimen yang telah diuji
dengan tegangan kekang dengan besar yang sama mencapat tingkat kepadatan yang
sama ketika diberi tegangan geser hingga mencapai large strain. Spesimen pasir lepas
memadat selama pengujian dan spesimen pasir padat mengembang. Void ratio yang
terjadi pada pasir diberi tegangan geser disebut critical void ratio, ec. Casagrande juga
menemukan bahwa tegangan geser berhubungan dengan tegangan kekang efektif yang
20
Gambar 2. 12 CVR line sebagai batas pasir padat pada saat keaadaan dilative dan pasir
lepas pada saat keadaan contractive
(Sumber: Kramer, 1996)
Karena kurva CVR menandai batas antara perilaku contractive dan perilaku
dilative tanah, kurva ini juga dianggap sebagai batas keadaan tanah rentan atau tidak
terhadap flow liquefaction.
Gambar 2. 13 CVR line sebagai batas rentan atau tidak rentannya tanah terhadap flow
liquefaction
(Sumber: Kramer, 1996)
21
3. State parameter
Menurut Been dan Jeffries (1985) state parameter dapat dirumuskan sebagai
berikut:
Ψ = e – ess (2.2)
Dimana ess adalah void ratio pada keadaan SSL dengan tegangan kekang efektif
yang diinginkan. Ketika state parameter bernilai positif, tanah menunjukkan perilaku
contractive dan kemungkinan tanah rentan terhadap flow liquefaction. Ketika state
parameter bernilai negatif, perilaku dilative akan terjadi dan tanah tidak rentan terhadap
flow liquefaction. State parameter berhubungan dengan friction angle, dilation angle,
dan CPT resistance.
22
Tegangan vertikal overburden merupakan tegangan yang terjadi akibat dari berat
tanah dari setiap kedalaman lapisan tanah dengan berat tanah yang konstan. Semakin
jauh kedalaman tanah maka tegangan vertikal akan semakin besar. Tegangan vertikal
dapat dihitung dengan:
𝜎𝑣𝑜 = ℎ × 𝛾 (2.3)
dengan
𝝈𝒗𝒐 : tegangan vertikal overburden tanah (𝒌𝒈⁄𝒎𝟐 )
Tegangan efektif vertikal overburden pada tanah dapat dihitung dengan rumus:
𝜎𝑣𝑜 ′ = 𝜎𝑣𝑜 − 𝑢 = (ℎ × 𝛾) − (ℎ𝑤 × 𝛾𝑤 ) (2.4)
dengan
𝝈𝒗𝒐 ′ : 𝐭𝐞𝐠𝐚𝐧𝐠𝐚𝐧 𝐞𝐟𝐞𝐤𝐭𝐢𝐟 𝐯𝐞𝐫𝐭𝐢𝐤𝐚𝐥 𝐨𝐯𝐞𝐫𝐛𝐮𝐫𝐝𝐞𝐧 𝐭𝐚𝐧𝐚𝐡 (𝒌𝒈⁄𝒎𝟐 )
23
24
25
𝑃𝑎 0,5
𝐶𝑁 = ( ′ ) ≤ 1,7 (2.15)
𝜎𝑜𝑣
Dimana 𝐶𝑁 adalah faktor koreksi tegangan overburden tidak memiliki satuan;
𝜎𝑜𝑣 ′ adalah tegangan overburden efektif; 𝑃𝑎 adalah tegangan referensi yang memiliki
satuan yang sama dengan 𝜎𝑜𝑣 ′ (𝑃𝑎 = 100 𝑘𝑃𝑎 jika 𝜎𝑜𝑣 ′ dalam kPa dan 𝑃𝑎 = 0,1 𝑀𝑃𝑎
jika 𝜎𝑜𝑣 ′ dalam MPa).
Robertson dan Wride (1998) memberikan persamaan di bawah ini sehingga nilai
CRR dapat dihitung secara empiris.
(𝑞𝑐1𝑁 )𝑐𝑠
𝐼𝑓 (𝑞𝑐1𝑁 )𝑐𝑠 < 50 → 𝐶𝑅𝑅7,5 = 0,833 [ ] + 0,05 (2.16)
1000
3
(𝑞𝑐1𝑁 )𝑐𝑠
𝐼𝑓 50 ≤ (𝑞𝑐1𝑁 )𝑐𝑠 < 160 → 𝐶𝑅𝑅7,5 = 93 [ ] + 0,08 (2.17)
1000
(𝑞𝑐1𝑁 )𝑐𝑠 = 𝐾𝑐 × 𝑞𝑐1𝑁 (2.18)
𝐼𝑐 < 1,64 → 𝐾𝑐 = 1,0 (2.19)
𝐼𝑐 > 1,64 → 𝐾𝑐 = −0,403 𝐼𝑐 4 + 5,581 𝐼𝑐 3 − 21,63 𝐼𝑐 2 + 33,75 𝐼𝑐 − 17,88 (2.20)
dengan
𝒒𝒄𝟏𝑵 : 𝐧𝐨𝐫𝐦𝐚𝐥𝐢𝐬𝐚𝐬𝐢 𝐭𝐚𝐡𝐚𝐧𝐚𝐧 𝐜𝐥𝐞𝐚𝐧 𝐬𝐚𝐧𝐝 (𝒌𝒈⁄𝒄𝒎𝟐 )
Dalam pelaksanaan uji in situ CPT, dalam hasilnya perlu dilakukan normalisasi
tahanan penetrasi konus dengan ada beberapa faktor eksternal yang dapat mengganggu
kevalidan hasil. Untuk normalisasi tersebut dapat digunakan persamaan berikut ini:
𝑞𝑐
𝑞𝑐1𝑁 = 𝐶𝑄 ( ) (2.21)
𝑃𝑎
26
Variabel n merupakan variabel yang tergantung dari jenis tanah. Untuk tanah
lempung, nilai n adalah 1. Untuk tanah pasir, nilai n sebesar 0,5. Dan untuk tanah lanau
ataupun pasir berlanau digunakan nilai antara 0,5 dan 1,0.
Dalam perhitungan tahanan penetrasi konus, hal terpenting yang harus dilakukan
adalah variabel Ic. Hasil perhitungan tergantung dari perhitungan tersebut dimana hanya
menggunakan dua patokan nilai yang berbeda untuk perhitungannya yaitu Ic ≤ 2,6 dan Ic
≥ 2,6. Selain variabel tersebut di atas, jenis tanah juga akan memberikan efek pada
proses perhitungan. Persamaan untuk menghitung Ic :
27
𝐶𝑅𝑅𝑀
𝐹𝑆 = × 𝑀𝑆𝐹 (2.26)
𝐶𝑆𝑅
𝐶𝑅𝑅𝑀 = 𝐶𝑅𝑅7,5 × 𝑀𝑆𝐹 × 𝐾𝜎 (2.27)
−𝑀
𝑀𝑆𝐹 = 6,9 𝑒𝑥𝑝 ( ) − 0,058 ≤ 1,8 (2.28)
4
174
𝑀𝑆𝐹 = 2,56 (2.29)
𝑀
𝜎𝑜𝑣 ′
𝐾𝜎 = 1 − 𝐶𝜎 × 𝑙𝑛 ( ) ≤ 1,1 (2.30)
𝑃𝑎
1
𝐶𝜎 = ≤ 0,3 (2.31)
18,9 − 2,55√(𝑁1 )60𝑐𝑠
1
𝐶𝜎 = 0,264 ≤ 0,3 (2.32)
37,3 − 8,27(𝑞𝑐1𝑁 )𝑐𝑠
dengan
𝑭𝑺 : 𝐟𝐚𝐜𝐭𝐨𝐫 𝐨𝐟 𝐬𝐚𝐟𝐞𝐭𝐲
𝑴𝑺𝑭 : magnitude scalling factor
𝑲𝝈 : overburden correction factor
𝑪𝝈 : coefficient of clean sand condition
28
𝑦 = 𝐴 + 𝐵𝑥 (2.36)
dimana
𝑦 = ln(−𝑙𝑛𝐺(𝑀)) (2.37)
𝛼 = 𝑒𝐴 (2.38)
𝛽 = −𝐵 (2.39)
𝑥 = 𝑝𝑒𝑟𝑐𝑒𝑝𝑎𝑡𝑎𝑛 (2.40)
29
𝒙𝒋 : 𝐩𝐞𝐫𝐜𝐞𝐩𝐚𝐭𝐚𝐧 𝐠𝐞𝐦𝐩𝐚 𝐤𝐞 − 𝒋
Karena titik – titik ini selalu membentuk garis lurus, maka digunakan metode
kuadrat terkecil (least square) untuk menentukan garis yang paling tepat.
∑ 𝑦𝑗 ∑ 𝑥𝑗 2 − ∑ 𝑥𝑗 ∑(𝑥𝑗 𝑦𝑗 )
𝐴= 2 (2.42)
𝑛 ∑ 𝑥𝑗 2 − (∑ 𝑥𝑗 )
𝑛 ∑(𝑥𝑗 𝑦𝑗 ) − ∑ 𝑥𝑗 ∑ 𝑦𝑗
𝐵= 2 (2.43)
𝑛 ∑ 𝑥𝑗 2 − (∑ 𝑥𝑗 )
Sedangkan hubungan periode ulang (𝑇) dengan percepatan (𝑎) adalah sebagai
berikut:
ln (𝑇𝛼)
𝑎= (2.44)
𝛽
30
1. Mekanisme gempa
Gempa-gempa besar biasanya terjadi karena pergeseran tiba-tiba lempeng
tektonik yang mengakibatkan terlepasnya energi yang sangat besar. Pergeseran tektonik
ini bisa terjadi pada daerah patahan yang tampak di permukaan bumi (subduction),
seperti patahan Semangko di Sumatera. Gempa yang terjadi pada daerah subduction
biasanya merupakan gempa dalam yang mempunyai frekuensi yang berbeda dengan
gempa dangkal. Gempa dalam biasanya mempunyai gelombang permukaan yang lebih
sedikit, sehingga memberikan spektrum respon yang lebih rendah pada periode tinggi.
2. Jarak episenter
Respon spektrum dari gempa yang tercatat pada batuan mempunyai bentuk yang
berbeda tergantung jarak episenternya (near field, mid field, dan far field). Gempa near
field memberikan respon yang tinggi pada perioda yang rendah tetapi mengecil secara
drastis dengan bertambah perioda. Sebaliknya, gempa far field pada perioda rendah
tetapi responnya terlihat konstan sampai pada perioda sekitar satu detik. Hal ini
menunjukkan adanya perubahan kandungan frekuensi gempa ditinjau terhadap
episenter.
3. Kondisi tanah lokal
Kondisi tanah lokal mempunyai peran yang sangat penting dalam menentukan
respon suatu daerah terhadap gelombang gempa. Respon gempa yang tiba di batuan
dasar dapat diperkuat, diperlemah atau berubah frekuensinya karena karena tersaringnya
getaran dengan frekuensi tinggi.
Tidak tersedianya data untuk menurunkan fungsi Atenuasi di wilayah Indonesia,
pemakaian fungsi Atenuasi yang diturunkan dari wilayah lain tidak dapat dielakkan.
Fungsi Atenuasi didasarkan pada kesamaan kondisi geologi dan tektonik dari wilayah
dimana fungsi Atenuasi tersebut dikembangkan (Irsyam dkk., 2010). Mekanisme
31
Fungsi Atenuasi yang diperoleh Joyner & Boore adalah fungsi Atenuasi
percepatan horizontal maksimum, kecepatan horizontal maksimum dan pseudo spectral
relative velocity. Fungsi ini menggunakan data berdasarkan gempa di Amerika Utara
bagian barat dengan magnitudo gempa antara 5,0 – 7,7 dalam jarak 400 km dari
proyeksi permukaan (gempa dangkal) serta ditujukan untuk diluvial deposits.
𝑟 = √𝑟0 2 + 82 (2.46)
Dengan a adalah percepatan tanah, r adalah jarak dalam kilometer, dan r0 adalah
jarak terdekat dari site terhadap proyeksi vertikal dari gempa akibat patahan pada
permukaan tanah dalam kilometer.
32
Nilai Gmax biasanya dikorelasikan dengan kuat geser tanah yang diperoleh dari
tes laboratorium ataupun besaran – besaran yang diperoleh dari tes lapangan seperti
nilai N-SPT dan qc sondir. Beberapa peneliti telah mengajukan korelasi empiris antara
Gmax dan parameter tersebut. Hubungan Gmax terhadap qc dan N – SPT dapat dilihat pada
Tabel (2.4) dan Tabel (2.5) secara berturut – turut.
33
34
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Pendahuluan
Penelitian yang dilakukan berdasarkan data pengujian lapangan CPT dan SPT.
Penelitian ini menganalisis potensi likuifaksi pada proyek underpass terletak di Jalan
Brigjen. Katamso – A.H. Nasution. Untuk data-data yang diperlukan untuk penelitian
ini adalah sebagai berikut:
a. Data gempa
b. Data CPT
c. Data N-SPT dan Boring Log
Data diambil dari data proyek underpass terletak di Jalan Brigjen. Katamso –
A.H. Nasution dengan letak titik kordinat terletak pada 3°32’ Lintang Utara dan 98°40’
Bujur Timur.
35
Data gempa yang diperlukan dalam analisis ini diperoleh dari situs United States
Geological Survey Earthquake Hazards (USGS Earthquake Hazards). Dari situs
tersebut, penulis mendapatkan data rekaman gempa dengan memasukkan beberapa
masukan seperti letak koordinat yang ditinjau, interval magnitudo gempa, radius gempa
terjadi dari pusat lokasi yang dikaji, serta batas kedalaman terjadinya gempa pada
daerah yang akan dikaji.
36
Langkah langkah kerja yang dilakukan untuk menganalisis data gempa adalah sebagai
berikut:
37
38
Output yang dianalisis ialah grafik output – output yang dihasilkan dari analisis
sebelumnya yaitu amax vs Depth, Gmax vs Depth, CSR vs Depth, CRR vs Depth, dan FS vs
Depth. Setelahnya menarik kesimpulan dari hasil analisis output data tanah proyek
underpass terletak di Jalan Brigjen. Katamso – A.H. Nasution.
Seluruh kegiatan dalam penelitian ini diuraikan dalam skema yang sistematis,
seperti ditunjukkan pada diagram aliran.
39
SPT CPT
(𝑵𝟏 )𝟔𝟎 = 𝑁𝑚 𝐶𝑁 𝐶𝐸 𝐶𝐵 𝐶𝑅 𝐶𝑆
2 3 4
(𝑁1 )60𝑐𝑠 (𝑁1 )60𝑐𝑠 (𝑁1 )60𝑐𝑠 (𝑁1 )60𝑐𝑠
𝐶𝑅𝑅7,5 = 𝑒𝑥𝑝 (( )+( ) −( ) +( ) − 2,8)
14,1 126 23,6 25,4
−𝑀
𝑴𝑺𝑭 = 6,9 𝑒𝑥𝑝 ( ) − 0,058 ≤ 1,8
4
𝜎𝑜𝑣 ′
𝑲𝝈 = 1 − 𝐶𝜎 × 𝑙𝑛 ( ) ≤ 1,1
𝑃𝑎
1
𝑪𝝈 = ≤ 0,3
18,9 − 2,55√(𝑁1 )60𝑐𝑠
𝐶𝑅𝑅𝑀
𝑭𝑺 = × 𝑀𝑆𝐹
𝐶𝑆𝑅
40
CPT SPT
𝒒𝒄 𝒇𝒔
(tip resistance) (sleeve friction)
( (
In-Situ Stress (𝝈𝒗𝒐 , 𝝈𝒗𝒐 ′ )
(𝑞𝑐 − 𝜎𝑣𝑜 ) 𝑃𝑎 𝑛 𝑓𝑠
𝑸=( ) ( ′) 𝑭=[ ] 100%
𝑃𝑎2 𝜎𝑣𝑜 (𝑞𝑐 − 𝜎𝑣𝑜 )
𝒒𝒄𝟏𝑵
𝑰𝒄 < 2,6 𝑰𝒄 > 2,6
𝑞𝑐 𝑃𝑎 0,5 𝐼𝑐 = [(3,47 − log 𝑄)2 + (1,22 + log 𝐹)2 ]0,5 𝒒𝒄𝟏𝑵 = 𝑄
= 𝐶𝑄 ( ) ( ′ )
𝑃𝑎 𝜎𝑣𝑜
𝑰𝒄 > 2,6
𝑞𝑐 𝑃𝑎 0,75
𝒒𝒄𝟏𝑵 = 𝐶𝑄 ( ) ( ′ )
𝑃𝑎 𝜎𝑣𝑜
𝑰𝒄 < 2,6
𝑰𝒄 = [(3,47 − log 𝑄)2 + (1,22 + log 𝐹)2 ]0,5
(𝒒𝒄𝟏𝑵 )𝒄𝒔
𝑰𝒇 (𝒒𝒄𝟏𝑵 )𝒄𝒔 < 𝟓𝟎 → 𝑪𝑹𝑹𝟕,𝟓 = 𝟎, 𝟖𝟑𝟑 [ ] + 𝟎, 𝟎𝟓
𝟏𝟎𝟎𝟎
𝟑
(𝒒𝒄𝟏𝑵 )𝒄𝒔
𝑰𝒇 𝟓𝟎 ≤ (𝒒𝒄𝟏𝑵 )𝒄𝒔 < 𝟏𝟔𝟎 → 𝑪𝑹𝑹𝟕,𝟓 = 𝟗𝟑 [ ] + 𝟎, 𝟎𝟖
𝟏𝟎𝟎𝟎
𝐶𝑅𝑅𝑀
𝑭𝑺 = × 𝑀𝑆𝐹
𝐶𝑆𝑅
41
Studi literatur
Pengumpulan data:
a. Data gempa
b. Data SPT
c. Data CPT
Bandingkan nilai
faktor keamanan
42
ANALISIS DATA
Data gempa yang diperlukan dalam analisis ini diperoleh dari situs United States
Geological Survey Earthquake Hazards (USGS Earthquake Hazards). Data yang
diambil adalah data gempa dengan interval magnitudo di atas 5 Mw dengan radius 350
km dari proyek yang diteliti yang pernah terjadi dari 1 Januari 1980 sampai dengan 30
Mei 2018. Tercatat 2131 kejadian gempa terjadi selama rentang waktu tersebut.
Pengujian pengeboran dengan alat bor mesin pada lubang bor titik BH-I berupa
deskripsi tanah (jenis tanah, warna, kadar air, plastisitas dan kepadatan/kekakuan)
secara visual menurut kedalaman lubang bor dapat dilihat seperti pada Tabel 4.1.
Pengujian cone penetration test pada S-I berupa perlawanan konus/ujung (end
resistance/cone resistance) dari lapisan tanah dinyatakan dalam kg/cm2 dan hambatan
lekat (skin friction) yaitu gaya perlawanan konus dinyatakan dalam kg/cm2 menurut
kedalaman lubang dapat dilihat seperti Tabel 4.2.
43
Percepatan gempa yang mewakili semua kejadian gempa dengan periode ulang
tertentu dihitung dengan Distribusi Gumbel seperti pada persamaan (2.44). Dalam
penelitian ini dipakai periode ulang 500 tahun. Perhitungan Peak Base Acceleration
dengan Distribusi Gumbel ditunjukkan pada Tabel 4.5 dan Tabel 4.6. Rekapitulasi PBA
dengan Distribusi Gumbel pada kasus I dan II dapat dilihat pada Tabel 4.7.
44
45
46
47
48
49
A B α β T (Tahun) a (g)
Berdasarkan data SPT dan CPT pada lokasi yang ditinjau, perhitungan Peak
Ground Acceleration di setiap lapisan tanah menggunakan program ProShake 2.0.
Parameter yang digunakan adalah percepatan gempa rencana di batuan dasar (Tabel
4.7), Gmax, dan kedalaman air tanah dengan karakteristik gempa Elcentro. Masukan data
yang digunakan pada Input Manager pada program ProShake 2.0 ditunjukkan pada
Tabel 4.8 dan Tabel 4.9.
Tabel 4. 8 Input data Gmax berdasarkan data SPT pada ProShake 2.0
Depth Tebal Lapisan Berat Isi Gmax
No N-SPT Stratifikasi Tanah
(m) (m) (kN/m3) (MPa)
1 3,45 3,45 5 Clayey gravel with boulder 13,04282569 42,183
2 6,45 3 20 Gravelly sand 13,04282569 108,277
3 8,45 2 11 Gravelly sand 10,59116672 72,108
4 10,45 2 18 Silty Sand 10,68923308 100,791
5 12,45 2 21 Sand 10,68923308 111,929
6 14,45 2 37 Sand 10,68923308 164,517
7 16,45 2 51 Sand 10,68923308 204,636
8 18,45 2 54 Sand 10,68923308 212,747
9 19,45 1 45 Sand 10,68923308 187,940
10 20,45 1 21 Sand 10,68923308 111,929
11 21,45 1 46 Sand 10,68923308 190,770
12 22,45 1 51 Sand 10,68923308 204,636
13 23,45 1 50 Sand 10,68923308 201,899
14 24,45 1 49 Sand 10,68923308 199,144
15 25,45 1 52 Sand 10,68923308 207,356
Sumber: Hasil olahan data penulis
50
51
Sehingga diperoleh ground motions setiap lapisan tanah berdasarkan data SPT
dan CPT seperti Tabel 4.11 dan Tabel 4.12.
52
-5
-10
Depth (m)
-15
-20
-25
Kasus II Kasus I
-30
Peak Acceleration (g)
0
0 0,05 0,1 0,15 0,2
-5
-10
Depth (m)
-15
Kasus II
-20
-25
Kasus I
-30
Peak Velocity (m/sec)
53
54
-1
-2
Depth (m)
-3
-4
-5
-6
Kasus II Kasus I
-7
Peak Acceleration (g)
0
0 0,02 0,04 0,06 0,08 0,1 0,12 0,14 0,16 0,18
-1
-2
Depth (m)
-3
-4
-5
-6
Kasus II Kasus I
-7
Peak Velocity (m/sec)
55
Menentukan CRR berdasarkan data SPT dilakukan seperti metode Idriss dan
Boulanger (2014). Kondisi tanah dikatakan dapat terlikuifaksi bila FS < 1. Tabulasi
CRR dan FS dapat dilihat Tabel 4.17 dan Tabel 4.18.
Data CPT
Perbandingan data BH-I hasil olahan penulis dengan grafik CRRM=7,5 σ’=1 vs
(N1)60cs oleh Idriss dan Boulanger (2014) ditampilkan pada Gambar 4.9. Perbandingan
data S-I hasil olahan penulis dengan grafik Grafik CRRM=7,5 σ’=1 vs qc1N oleh Robertson
dan Wride (1998) ditampilkan pada Gambar 4.10.
56
57
58
59
60
61
62
63
64
65
66
67
Pada Grafik Grafik CRRM=7,5 σ’=1 vs (N1)60cs terlihat bahwa lapisan yang
berpotensi terlikuifaksi memiliki CRRM < 0,5 dan (N1)60cs < 30. Potensi kerusakan
akibat likuifaksi pada lapisan-lapisan tersebut dikategorikan dalam rentang
intermediate.
68
Dari titik BH-I dan S-I yang telah ditampilkan grafiknya seperti di atas
maka dapat dianalisis dari masing-masing kasus I dan Kasus II. Grafik FS vs
Depth pada Gambar 4.5, Gambar 4.6, Gambar 4.7, Gambar 4.8 menunjukkan
likuifaksi akan terjadi jika FS < 1. Dapat dilihat dari grafik di atas bahwa kedua
titik rentan terhadap likuifaksi di beberapa lapisan.
Pada kasus di titik BH-I dengan percepatan gempa yang diperoleh dengan
analisis ProShake 2.0 setiap lapisannya didapatkan 4 lapisan rentan terhadap
likuifaksi dari 15 lapisan tanah yang ditinjau. Pada titik BH-I kasus II juga dengan
percepatan gempa yang diperoleh dari analisis ProShake 2.0 diperoleh 2 lapisan
rentan dari 15 lapisan tanah yang ditinjau.
Rekapitulasi lapisan tanah yang rentan terhadap likuifaksi titik BH-I ditampilkan
pada Tabel 4.21.
Tabel 4. 21 Rekapitulasi lapisan tanah yang rentan terhadap likuifaksi titik BH-I
Depth (m) Factor of Safety
Kasus I
3,45 0,43029
8,45 0,48291
10,45 0,82824
20,45 0,7888
Kasus II
3,45 0,53783
8,45 0,63654
Sumber: Hasil olahan data penulis
Pada kasus di titik S-I dengan percepatan gempa yang diperoleh dengan
analisis ProShake 2.0 suntuk setiap lapisannya didapatkan 16 lapisan rentan
terhadap likuifaksi dari 33 lapisan tanah yang ditinjau. Pada titik S-I kasus II juga
dengan percepatan gempa yang diperoleh dari analisis ProShake 2.0 diperoleh 16
lapisan rentan dari 33 lapisan tanah yang ditinjau.
69
Tabel 4. 22 Rekapitulasi lapisan tanah yang rentan terhadap likuifaksi titik S-I
Depth Kasus I Kasus II
No
(m) FS FS
1 1 0,7993391 0,9950162
3 3 0,4456782 0,5495631
8 4 0,2909437 0,3632966
13 5 0,2685183 0,3368595
16 6 0,4059773 0,5103911
Sumber: Hasil olahan data penulis
70
5.1 Kesimpulan
71
5.2 Saran
72
Aulia, A. F., Sambhodo, K., & Zikra, M. (2013). Analisa Potensi Soil
Liquefaction Pada Pipa Gas Bawah Tanah. Jurnal Sains Dan Seni Pomita
Vol.2 , 2337-3520.
Been, K., & Jeffries, M. G. (1985). A State Parameter for Sands . Geotechnique
Vol 35 , 99-112.
Castro, G., & Poulos, S. J. (1977). Factors Affecting Liquefaction and Cyclic
Mobility . Journal of the Geotechnical Engineering Division ASCE Vol
106 , 501-506.
Hammam, A., & Eliwa, M. (2013). Comparison Between Results of Dynamic &
Static Moduli of Soil Determined by Different Methods. Housing and
Building National Research Center , 144-149.
73
Himawan, M. I., Subki, B. A., & Suntoko, H. (2000). Analisis Seismisitas untuk
Semenanjung Muria. Jurnal Pengembangan Energi Nuklir Vol.2 , 73-92.
Idriss, I., & Boulanger, R. (2014). CPT and SPT Based Liquefaction Trigerring
Procedures. California: University of California Davis.
Ikhsan, R. (2011). Analisis Potensi Likuifaksi dari Data CPT dan Data SPT
dengan Studi Kasus PLTU Ende Nusa Tenggara Timur. Depok:
Universitas Indonesia.
Jia, J. (2018). Soil Dynamics and Foundation Modeling: Offshore and Earthquake
Engineering. Norway: Springer.
74
Kumar, V., Venkatesh, K., & Kumar, Y. (2012). Approaches for Estimating
Liquefaction Potential of Soils. International Journal of Structural and
Civil Engineering , Volume 1 Issue 2.
Liao, S. S., & Whitman, R. V. (1986). Overburden Correction Factors for SPT in
Sand . Journal of Geotechnecal Engineering Vol 112 , 373-377 .
Mogami, T., & Kubo, K. (1953). The Behaviour of Soil During Vibration. In
Proceedings of The 3rd International Conference on Soil Mechanics and
Foundation Engineering , 152-153.
Remai, Z. (2013, January 5). Correlation of Undrained Shear Strength and CPT
Resistance. Periodica Polytechnica , hal. 39-44.
Seed, H. B., & Idriss, I. M. (1971). Simplified Procedure for Evaluating Soil
Liquefaction Potential . Journal of the Soil Mechanics and Foundations
DivisionASCE Vol 107 , 1249-1274.
75
Terzhagi, K., & Peck, R. (1967). Soil Mechanics in Engineering Practice 2nd
Edition. New York: John Wiley & Sons, Inc.
Tim Revisi Peta Gempa Bumi Indonesia 2010. (2010). Ringkasan Hasil Studi Tim
Revisi Peta Gempa Bumi Indonesia. Bandung: Kementerian Pekerjaan
Umum.
Youd, T. L., & dkk. (2001). Liquefaction Resistance of Soils: Summary Report
From The 1996 NCEER and 1998 NCEER/NSF Workshop on
Evaluation of Liquefaction Resistance of Soils. Journal of Geotechnical
and Geoenvironmental Engineering , 817-833.
76