Anda di halaman 1dari 65

PENGEMBANGAN MODUL MODEL 4D PADA MATA PELAJARAN

FRAIS (MILLING) UNTUK SISWA KELAS X DI SMK NEGERI 2


PAYAKUMBUH

PROPOSAL PENELITIAN

Diajukan Kepada Tim Penguji Proposal Penelitian Departemen Mesin Sebagai


Salah Satu Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana

Oleh :
ALBAYHAQI ICHSAN
NIM. 19067079

PROGRAM STUDI S1 PENDIDIKAN TEKNIK MESIN


DEPARTEMEN TEKNIK MESIN
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS NEGERI PADANG
2022
HALAMAN PERSETUJUAN PROPOSAL PENELITIAN

PENGEMBANGAN MODUL MODEL 4D PADA MATA PELAJARAN


FRAIS (MILLING) UNTUK SISWA KELAS X DI SMK NEGERI 2
PAYAKUMBUH

Oleh:

Nama : Albayhaqi Ichsan

Nim : 19067079

Program Studi : Pendidikan Teknik Mesin

Departemen : Teknik Mesin

Fakultas : Teknik

Padang, November 2022

Disetujui Oleh:
Pembimbing

Budi Syahri, S.Pd.,M.Pd.T


NIP. 199002072015041003

i
KATA PENGANTAR
‫س ِم هَّللا ِ ال َّر ْح َم ِن ال َّر ِحيم‬
ْ ِ‫ب‬

Assalamu’alaikum Wr. Wb

Puji syukur peneliti ucapkan kehadirat Allah Subhanahu Wa Ta’ala yang

telah melimpahakan rahmat dan karunia-Nya sehingga peneliti dapat

meneyelesaikan Skripsi penelitian ini dengan judul“Pengembangan Modul

Model 4D Pada Mata Pelajaran Frais (Milling) Untuk Siswa Kelas X di SMK

Negeri 2 Payakumbuh”

Shalawat beserta salam semoga selalu dilimpahkan oleh Allah Subhanahu

Wa Ta’ala kepada junjungan umat kita Nabi besar Muhammad Shallallahu Alaihi

Wasalam yang telah membawa umat manusia dari zaman jahiliyah menuju zaman

yang penuh dengan cahaya ilmu pengetahuan, aqidah yang baik dan berakhlak

mulia.

Dalam menyusun proposal penelitian ini peneliti banyak memperoleh

bimbingan, saran, motivasi dan bantuan dari berbagai pihak baik secara langsung

maupun tidak langsung. Oleh karena itu, peneliti mengucapkan terima kasih yang

sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak Budi Syahri, S.Pd.,M.Pd.T. Selaku dosen penasehat akademik

sekaligus dosen pembimbing, yang telah memberikan bimbingan, saran-saran

dan mengarahkan penulis dalam menyelesaikan proposal penelitian ini.

2. Bapak Drs. Purwantono, M. Pd. selaku ketua Jurusan Teknik Mesin Fakultas

Teknik Universitas Negeri Padang.

ii
3. Bapak dan ibu dosen beserta staf administrasi Jurusan Teknik Mesin Fakultas

Teknik Universitas Negeri Padang.

4. Teman Sejawat angkatan 2019 yang selalu memberikan semangat serta

dukungan kepada penulis.

5. Kedua orang tua dan keluarga saya tercinta yang telah memberikan support

yang besar serta do’a dalam menyelesaikan proposal penelitian ini.

6. Semua pihak yang telah membantu dan memberikan dukungan selama

penulisan proposal penelitian.

Semoga Allah Subhanahu Wa Ta’ala memberikan balasan yang setimpal

kepada semua yang telah membantu dalam menyelesaikan proposal penelitian ini.

Penulis menyadari bahwa proposal penelitian ini masih banyak kekurangan, untuk

itu segala kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penulis harapkan demi

perbaikan penelitian kedepannya. Akhir kata, penulis berharap semoga proposal

penelitian ini dapat bermanfaat bagi pembaca serta bermanfaat bagi komponen

yang terkait dalam kependidikan untuk kemajuan ilmu pengetahuan.

Padang, November 2022

Penulis

iii
DAFTAR ISI

iv
DAFTAR GAMBAR

v
DAFTAR TABEL

vi
1

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

Tahun 1945 salah satu tujuan nasional bangsa Indonesia adalah mencerdaskan

kehidupan bangsa. Pencapaian tujuan nasional pendidikan nasional dilakukan

melalui pendidikan. Pelatihan meliputi kegiatan pembelajaran dan proses

pembelajaran. Belajar mengajar merupakan hal yang harus diperhatikan dalam

melaksanakan pendidikan pada suatu lembaga pendidikan mulai dari

pendidikan dasar hingga pendidikan tinggi (PT).

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005, tentang

Standar Nasional Pendidikan, pada BAB VII (Sarana dan Prasarana), Pasal 42,

Butir 1: “Setiap satuan pendidikan wajib memiliki sarana yang meliputi

perabot, peralatan pendidikan, media pendidikan, buku dan sumber belajar

lainnya, bahan habis pakai, serta perlengkapan lain yang diperlukan untuk

menunjang proses pembelajaran yang teratur dan berkelanjutan”. Peraturan ini

menunjukkan media pendidikan merupakan salah satu sarana yang diperlukan

untuk menunjang proses pembelajaran.

SMK (Sekolah Menengah Kejuruan) merupakan salah satu Lembaga

Pendidikan di Indonesia yang sederajat dengan SMA (Sekolah Menengah

Atas), berbeda dengan SMA yang merupakan jenjang yang memang

dipersiapkan untuk melanjutkan ke Universitas, tapi SMK lebih

mempersiapkan Siswa-siswanya untuk dapat bekerja setelah lulus dari sekolah

ini (Dra. Fitri Yeni Bachtiar). Wina Sanjaya (2008: 159)


2

mengungkapkan bahwa pendidikan menengah kejuruan adalah pendidikan

yang bertujuan meningkatkan kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak

mulia, dan ketrampilan. SMK sering disebut juga STM (Sekolah Teknik

Menengah). Pendidikan menengah kejuruan (sebut: SMK) mempunyai tujuan

yang terfokus pada persiapan untuk masuk kerja, pemilihan karier, dan

mengembangkan kompetensi tertentu sesuai bidang keahliannya (Billett, 2011;

Rivai & Sagala, 2010). SMK memiliki banyak program keahlian. Program

keahlian yang dilaksanakan di SMK menyesuaikan dengan kebutuhan dunia

kerja yang ada. Program keahlian pada jenjang SMK juga menyesuaikan pada

permintaan masyarakat dan pasar.

Tujuan khusus pendidikan menengah kejuruan adalah sebagai berikut: (a)

menyiapkan peserta didik agar menjadi manusia produktif, mampu bekerja

mandiri, mengisi lowongan pekerjaan yang ada sebagai tenaga kerja tingkat

menengah sesuai dengan kompetensi dalam program keahlian yang

dipilihnya; (b) menyiapkan peserta didik agar mampu memilih karir, ulet dan

gigih dalam berkompetensi, beradaptasi di lingkungan kerja dan

mengembangkan sikap profesional dalam bidang keahlian yang diminatinya;

(c) membekali peserta didik dengan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni

agar mampu mengembangkan diri di kemudian hari; dan (d) membekali

peserta didik dengan kompetensii yang sesuai dengan program keahlian.

Penjelasan Undang-undang (UU) Sistem Pendidikan Nasional

(Sisdiknas) nomor 20 tahun 2003 mengenai tujuan pendidikan nasional pasal

3 dan penjelasan pasal 15, menyebutkan bahwa Sekolah Menengah Kejuruan


3

(SMK) merupakan pendidikan menengah yang mempersiapkan peserta didik

terutama untuk bekerja pada bidang tertentu. SMK menyiapkan peserta didik

menjadi manusia produktif yang dapat bekerja sesuai bidang keahliannya

setelah melalui proses pendidikan. Pendidikan merupakan upaya terencana

dalam mengembangkan potensi peserta didik, sehingga mereka memiliki

sistem berpikir, nilai moral, dan keyakinan yang diwariskan masyarakatnya

dan mengembangkan warisan tersebut kearah yang sesuai untuk kehidupan

masa kini dan masa mendatang. Oleh karena itu, rumusan tujuan pendidikan

nasional menjadi dasar dalam pengembangan pendidikan budaya dan karakter

bangsa.

Berdasarkan hasil observasi di SMK Negeri 2 Payakumbuh guru yang

melakukan proses belajar mengajar pada mata pelajaran praktikum di jurusan

Teknik Pemesinan (TPM) masih menggunakan pembelajaran konvensional

yang lazim diterapkan oleh guru lainnya hingga pembelajaran kurang efektif.

Dikarenakan pihak dari Kementrian Pendidikan Nasional Direktorat Jendral

Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah tidak menyediakan Manual

Book ataupun modul yang dapat digunakan oleh guru, hanya memberi

pelatihan selama 1 hari. Jadi penyampaian materi secara konvensional

misalnya ceramah dan menyuruh siswa untuk sering mencatat akan membuat

siswa bosan.

Selain itu jika dalam proses belajar mengajar yang jarang menggunakan

media, maka kebanyakan perhatian siswa pada pelajaran akan terpecah belah,

sehingga siswa banyak yang berbicara sendiri dengan temannya dari pada
4

mendengarkan pelajaran dari guru dan mencatat pelajaran, dan ketika sampai

dirumah siswa lupa dan tidak paham mengenai materi yang disampaikan

waktu disekolah tadi. Sebagai akibatnya prestasi belajar siswa akan menjadi

rendah. Dengan penggunaan media pembelajaran yang minimal dan monoton,

diperkirakan menyebabkan prestasi belajar siswa akan rendah, sehingga

dengan demikian sulit dicapai keberhasilan pembelajaran.

Dengan memperhatikan faktor – faktor di atas, maka perlu dikembangkan

modul pembelajaran kompetensi permesinan frais untuk meningkatkan

prestasi belajar siswa. Pada penelitian ini akan dikembangkan modul

pembelajaran mesin frais di jurusan Teknik Pemesinan (TPM). Dengan

menggunakan modul diharapkan kebosanan siswa, pembelajaran yang

monoton dapat diminimalkan sehingga proses belajar mengajar menjadi lebih

baik, lebih efektif, dan dapat meningkatkan prestasi belajar siswa. Semakin

efektif menggunakan media pengajaran akan semakin tinggi prestasi belajar

siswa, begitu pula sebaliknya. Penelitian ini diharapkan dapat membantu

sekolah dalam meningkatkan pelaksanaan pembelajaran lebih optimal kepada

siswa, sehingga sekolah mampu mengatasi kendala yang di hadapi dan

mampu meningkatkan prestasi belajar siswa.

B. Identifikasi Masalah

Sesuai dengan latar belakang dan masalah diatas yang dapat diidentifikasi

sebagai berikut :

1. Tidak semua SMK memiliki sarana dan prasarana penunjang praktek

pembelajaran mesin frais.


5

2. Materi pembelajaran yang dilakukan oleh guru kurang sesuai dengan

kondisi yang ada di industri.

3. Siswa sulit memahami materi serta gampang bosan dalam proses belajar

mengajar karena menggunakan cara belajar konvensional.

4. Belum memiliki buku pegangan, modul ataupun bahan ajar yang sesuai.

C. Pembatasan Masalah

Dari berbagai identifikasi masalah yang dikemukakan diatas tidak semua

masalah dapat dibahas. Karena disamping keterbatasan kemampuan serta

memperdalam analisa data maka pada penelitian ini hanya akan membahas

pada pengembangan modul pembelajaran permesinan frais untuk siswa SMK

Negeri 2 Payakumbuh agar siswa lebih mudah dalam memahami materi dan

lebih mandiri dalam belajar.

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah dan pembatasan masalah, maka dapat

dirumuskan permasalahan sebagai berikut :

1. Bagaimana karakteristik modul permesinan frais untuk siswa SMK ?

2. Bagaimana tingkat validitas dan praktikalitas modul permesinan frais?

E. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan penelitian ini adalah :

1. Mengetahui karakteristik modul permesinan frais untuk siswa SMK.

2. Mendapatkan modul permesinan frais yang valid dan praktis.


6

F. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

Dapat memberikan gambaran tentang pengembangan modul permesinan

frais yang berguna sebagai penunjang dalam proses praktikum di jurusan

Teknik Permesinan (TPM). Selain itu juga bisa digunakan sebagai bahan

informasi untuk mengambil keputusan yang diperlukan dalam rangka lebih

mengefektifkan proses belajar – mengajar agar dihasilkan prestasi belajar

siswa sesuai harapan.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi Peneliti

Sebagai syarat pada mata kuliah metode penelitian pada prodi pendidikan

teknik mesin Universitas Negeri Padang. Selain itu penelitian ini sangat

barmanfaat bagi peneliti sebagai buah karya ilmiah.

b. Bagi SMKN 2 Payakumbuh

Memberikan bantuan pemikiran dan evaluasi pengembangan modul

untuk menunjang praktikum secara bersama-sama, terhadap motivasi

belajar Siswa Jurusan Teknik Mesin SMKN 2 Payakumbuh,agar dalam

pelaksanaan selanjutnya lebih baik lagi.

c. Bagi Universitas Negeri Padang

Hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan pustaka bagi mahasiswa

Universitas Negeri Padang khususnya Fakultas Teknik dalam

meningkatkan pendidikan Sekolah Menengah Kejuruan.


7

BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Landasan Teori

B. Pembelajaran di Pendidikan Kejuruan

Sesuai dengan UU No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan

Nasional yang dimaksud dengan pendidikan adalah usaha sadar dan

terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar

peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki

kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan,

akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat,

bangsa, dan negara. Visi pendidikan nasional adalah terwujudnya system

pendidikan sebagai pranata sosial yang kauat dan berwibawa untuk

memberdayakan semua warga negara Indonesia berkembang menjadi

manusia yang berkualitas sehingga mampu dan proaktif menjawab

tantangan zaman yang selalu berubah (permendiknas No. 41 tahun 2007)

Pendidikan menengah terdiri atas pendidikan menengah umum dan

pendidikan menengah kejuruan. Pendidikan kejuruan ditujukan untuk

membentuk tenaga kerja terampil tingkat menengah. Menurut Rupert Evans

(1978), pendidikan kejuruan adalah bagian dari sistem pendidikan yang

mempersiapkan seseorang agar lebih mampu bekerja pada satu kelompok

pekerjaan atau satu bidang pekerjaan daripada bidang-bidang pekerjaan

lainnya. Menurut penjelasan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 Pasal

15, pendidikan kejuruan merupakan pendidikan menengah yang

mempersiapkan peserta didik terutama untuk bekerja dalam bidang tertentu.


8

Pendidikan kejuruan terdiri dari Sekolah Menengah Kejuruan, dan

Madrasah Aliyah Kejuruan. Menurut Finch dan Crunkilton (1999:14) tujuan

akhir kurikulum pendidikan kejuruan tidak hanya diukur melalui pencapaian

prestasi berupa nilai tetapi melalui hasil dari pencapaian tersebut, yaitu hasil

dalam bentuk unjuk kerja di dunia kerja. Dengan demikian, kurikulum

pendidikan kejuruan berorientasi pada proses (berupa pengalaman-

pengalaman dan kegiatan-kegiatan dalam lingkungan sekolah) dan produk

(efek dari pengalaman-pengalaman tersebut pada lulusan).

C. Kurikulum SMK

Perubahan kurikulum di Indonesia hingga sampai pada KTSP tahun

2006 menunjukkan kuatnya anggapan bahwa kegagalan penyelenggaraan

pendidikan di Indonesia hanyalah disebabkan oleh kesalahan rancangan

kurikulum. Anggapan seperti itu telah mengabaikan faktor lain yang juga

ikut mempengaruhi terjadinya kegagalan itu sendiri. Dalam beberapa

literatur dijelaskan beberapa faktor yang dimaksud adalah kompetensi guru

dalam melaksanakan kurikulum, ketidaktersediaan sarana dan prasarana

sekolah, kurangnya keterlibatan stakeholder, tidak terciptanya kerjasama

yang baik antara perguruan tinggi sebagai pencetak tenaga guru,

pemerintah, dan sekolah, sistem evaluasi dan standarisasi nasional dan

daerah yang tidak akurat, dan ketidakjelasan arah serta model pendidikan

yang diselenggarakan.

Pendidikan nasional harus mampu menjamin pemerataan kesempatan

pendidikan, peningkatan mutu dan relevansi serta efisiensi manajemen


9

pendidikan. Pemerataan kesempatan pendidikan diwujudkan dalam program

wajib belajar 9 tahun. Peningkatan mutu pendidikan diarahkan untuk

meningkatkan kualitas manusia Indonesia seutuhnya melalui olahhati,

olahpikir, olahrasa dan olahraga agar memiliki daya saing dalam

menghadapi tantangan global. Peningkatan relevansi pendidikan

dimaksudkan untuk menghasilkan lulusan yang sesuai dengan tuntutan

kebutuhan berbasis potensi sumber daya alam Indonesia.

Implementasi Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem

Pendidikan Nasional dijabarkan ke dalam sejumlah peraturan antara lain

Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional

Pendidikan. Peraturan Pemerintah ini memberikan arahan tentang perlunya

disusun dan dilaksanakan delapan standar nasional pendidikan, yaitu:

a. Standar Isi

Standar isi adalah ruang lingkup materi dan tingkat kompetensi yang

dituangkan dalam kriteria tentang kompetensi tamatan, kompetensi bahan

kajian, kompetensi mata pelajaran, dan silabus pembelajaran yang harus

dipenuhi oleh peserta didik pada jenjang dan jenis pendidikan tertentu.

b. Standar Proses

Standar proses adalah standar nasional pendidikan yang berkaitan dengan

pelaksanaan pembelajaran pada satu satuan pendidikan untuk mencapai

standar kompetensi lulusan.


10

c. Standar Kompetensi Lulusan

Standar kompetensi lulusan adalah kualifikasi kemampuan lulusan yang

mencakup sikap, pengetahuan, dan keterampilan.

d. Standar Pendidik dan Tenaga Kependidikan

Standar pendidik dan tenaga kependidikan adalah kriteria pendidikan

prajabatan dan kelayakan maupun mental, serta pendidikan dalam

jabatan. Pendidik harus memiliki kualifikasi akademik dan kompetensi

sebagai agen pembelajaran, sehat jasmanai dan rohani, serta memiliki

kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional.

e. Standar Sarana dan Prasarana

Standar sarana dan prasarana adalah standar nasional pendidikan yang

berkaitan dengan kriteria minimal tentang ruang belajar, tempat

berolahraga, tempat beribadah, perpustakaan, laboratorium, bengkel

kerja, tempat bermain, tempat berkreasi dan berekreasi serta sumber

belajar lain, yang diperlukan untuk menunjang proses pembelajaran.

f. Standar Pengelolaan

Standar pengelolaan adalah standar nasional pendidikan yang berkaitan

dengan perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan kegiatan pendidikan

pada tingkat satuan pendidikan, kabupaten/kota, provinsi, atau nasional.

g. Standar Pembiayaan

Standar pembiayaan adalah standar yang mengatur komponen dan

besarnya biaya operasi satuan pendidikan yang berlaku selama satu

tahun.
11

h. Standar Penilaian Pendidikan

Standar penilaian pendidikan adalah standar nasional pendidikan yang

berkaitan dengan mekanisme, prosedur, dan instrumen penilaian hasil

belajar peserta didik.

Kurikulum dipahami sebagai seperangkat rencana dan pengaturan

mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai

pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan

pendidikan tertentu, maka dengan terbitnya Peraturan Pemerintah Nomor 19

Tahun 2005, pemerintah telah menggiring pelaku pendidikan untuk

mengimplementasikan kurikulum dalam bentuk kurikulum tingkat satuan

pendidikan, yaitu kurikulum operasional yang disusun oleh dan

dilaksanakan di setiap satuan pendidikan.

Pada tahun 2022 ini, SMK akan menggunakan kurikulum merdeka.

Dimana Struktur kurikulum SMK terbagi menjadi 2 (dua), yaitu:

a. Pembelajaran intrakurikuler, yang terbagi 2 (dua) yaitu kelompok mata

pelajaran umum dan kejuruan.

1) Kelompok Umum

Kelompok mata pelajaran yang berfungsi membentuk murid menjadi

pribadi yang utuh, sesuai fase perkembangannya. Murid diharapkan

memiliki norma-norma kehidupan sebagai makhluk individu dan

makhluk sosial, sebagai warga negara Indonesia dan warga dunia.

Beberapa mata pelajaran yang termasuk dalam kelompok umum:


12

a) Projek IPAS. Mata pelajaran yang mengembangkan literasi sains

dengan aspek-aspek ilmu pengetahuan alam dan sosial. Mata

pelajaran ini disampaikan dalam tema-tema kehidupan yang

kontekstual dan aktual.

b) Bahasa Inggris dan Matematika. Di kelas 10, kedua mata pelajaran

ini berisi materi umum dan dasar. Sementara di kelas 11 dan 12,

fokus dua mata pelajaran ini adalah pendalamam materi secara

kontekstual terhadap substansi kejuruan pada masing-masing

Program Keahlian. Keahlian.

c) Informatika. Mata pelajaran ini dirancang sama dengan satuan

pendidikan lain tapi bisa disesuaikan dengan Program Keahlian

peserta didik.

2) Kelompok Kejuruan

Kelompok mata pelajaran yang berfungsi membentuk murid agar

memiliki kompetensi sesuai perkembangan dunia kerja, serta ilmu

pengetahuan, teknologi, seni dan budaya.

Beberapa mata pelajaran Kelompok Kejuruan yang ada di

SMK/MAK:

a) Mata Pelajaran Kejuruan. Di kelas 10, Mata Pelajaran Kejuruan

berpusat pada pelajaran dasar-dasar Program Keahlian. Di kelas 11

dan 12, mata pelajaran ini mencakup kelompok unit kompetensi

yang dikembangkan secara lebih teknis sesuai Konsentrasi

Keahlian yang dipilih.


13

b) Mata Pelajaran Kreatif dan Kewirausahaan. Mata pelajaran ini

menjadi alat bagi murid untuk mengaktualisisasikan dan

mengekspresikan kompetensi yang dikuasai. Hal ini dilakukan

melalui pembuatan produk atau pekerjaan layanan jasa secara

kreatif dan bernilai ekonomis.

c) Mata Pelajaran Pilihan. Mata pelajaran yang dipilih oleh murid

sesuai dengan rencana (passion) untuk pengembangan diri,

melanjutkan pendidikan, berwirausaha, maupun bekerja pada

bidang yang dipilih.

D. Faktor yang Berpengaruh Terhadap Proses Belajar Mengajar

Belajar merupakan suatu proses, sebagai suatu proses sudah barang

tentu harus ada yang diproses (masukan atau input), dan hasil dari

pemrosesan (keluaran atau output). Jadi dalam hal ini kita dapat

menganalisis kegiatan belajar dengan pendekatan analisis sistem.

(Purwanto, 2003: 106)

Dengan pendekatan sistem, menurut Purwanto (2003: 106), kegiatan

proses belajar mengajar dapat dilihat pada gambar berikut:


14

Gambar 2.1. Proses Belajar Mengajar


15

Dari Gambar 2.1 tersebut menunjukkan masukan mentah (raw input),

merupakan bahan baku yang perlu diolah. Dalam hal ini siswa, yang

memiliki karakteristik tertentu, baik fisiologis (fisiknya, panca inderanya)

maupun psikologis (minatnya, tingkat kecerdasannya, bakatnya,

motivasinya, kemampuan kognitifnya, dan sebagainya).

Dalam proses belajar-mengajar (teaching - learning process) siswa

diberi pengalaman belajar tertentu, seperti penggunaan metode dan media

pembelajaran tertentu pada proses pembelajaran. Didalam proses belajar-

mengajar itu turut berpengaruh pula sejumlah faktor lingkungan yang

merupakan masukan lingkungan (environmental input). Faktor lingkungan

terdiri dari faktor alam dan faktor sosial seperti: kondisi orang tua,

lingkungan keluarga, lingkungan sekolah, dan lingkungan masyarakat.

Selain itu juga berfungsi sejumlah faktor yang sengaja dirancang dan

dimanipulasikan (instrumental input), guna tercapainya hasil atau tujuan

pembelajaran yang dikehendaki (output). Yang termasuk instrumental input

yaitu: kurikulum, guru pengajaran, sarana dan fasilitas, serta manajemen di

sekolah. Dalam proses belajar-mengajar salah satu output yang dikehendaki

adalah tercapainya prestasi belajar yang tinggi. Dari penjelasan tersebut

maka didalam keseluruhan sistem instrumental input khususnya sarana dan

fasilitas merupakan faktor yang sangat penting dan menentukan pula dalam

pencapaian hasil belajar yang dikehendaki, karena instrumental input inilah

yang menentukan bagaimana proses belajar-mengajar itu akan terjadi

didalam diri peserta didik.


16

E. Media Pembelajaran

a. Pengertian Media Pembelajaran

Salah satu komponen penting dalam proses pembelajaran adalah

media pembelajaran. Agar proses pembelajaran dapat berhasil dan

berjalan lancar peranan penggunaan media pembelajaran sangat

dianjurkan. Karena disamping dapat membantu mempermudah dalam

penyampaian materi juga dapat membuat proses interaksi belajar

mengajar antara guru dengan peserta diklat menjadi tidak membosankan,

sehingga dapat menimbulkan minat dan motivasi belajar bagi peserta

diklat itu sendiri.

Kata media berasal dari bahasa Latin dan merupakan bentuk jamak

dari kata medium yang secara harfiah berarti perantara atau pengantar

(Sardiman & dkk, 2003: 6). Dengan demikian, media adalah perantara

atau pengantar pesan dari pengirim ke penerima pesan.

Prastati & Irawan (2005: 3), media adalah apa saja yang dapat

menyalurkan informasi dari sumber informasi ke penerima informasi.

Dalam proses penyaluran informasi atau komunikasi, media hanyalah

satu dari empat komponen yang harus ada, yaitu: sumber informasi,

informasi, penerima informasi, serta media. Jika satu dari empat

komponen ini tidak ada maka proses komunikasi tidak akan terjadi.

Menurut Locatis & Atkinson (1984: 2), media are the means

(usually audiovisual or electronic) for transmitting or delivering

messages. Pernyataan tersebut kurang lebihnya menerangkan bahwa


17

media adalah alat (biasanya audiovisual atau elektronik) untuk mengirim

atau menyampaikan pesan. Pernyataan tersebut didukung oleh Suparman

(2001: 187) yang menyatakan media adalah alat yang digunakan untuk

menyalurkan pesan atau informasi dari pengirim kepada penerima pesan.

Pengirim dan penerima pesan itu dapat berbentuk orang atau lembaga,

sedangkan media tersebut dapat berupa alat-alat elektronik, gambar,

buku, dan sebagainya.

Berdasarkan beberapa pernyataan tersebut maka dapat disimpulkan

bahwa media pembelajaran adalah alat yang digunakan sebagai sarana

komunikasi menyalurkan pesan atau informasi dari pengirim kepada

penerima pesan. Bentuk dari media dapat berupa alat-alat elektronik,

gambar, buku, modul, dan sebagainya.

b. Jenis – Jenis Media Pembelajaran

Media dapat digolongkan menjadi beberapa jenis. Menurut Bahri

& Zain (1997: 140) menurut jenisnya media dapat dibagi kedalam:

1) Media Auditif.

Media auditif adalah media yang hanya mengandalkan kemampuan

suara saja, seperti radio, cassette recorder, piringan hitam.

2) Media Visual.

Media visual adalah media yang hanya mengandalkan indera

penglihatan. Media visual ini ada yang menampilkan gambar diam,

seperti: film strip, slides, foto, gambar atau lukisan, dan cetakan (buku
18

teks, modul, handout, dll). Ada pula media visual yang menampilkan

gambar atau simbol yang bergerak seperti film bisu, film kartun.

3) Media Audiovisual.

Media audiovisual adalah media yang mempunyai unsur suara dan

unsur gambar. Media ini dibagi lagi kedalam:

a) Audiovisual Diam, yaitu media yang menampilkan suara dan

gambar diam, seperti film bingkai suara, film rangkai suara, dan

cetak suara.

b) Audiovisual Gerak, yaitu media yang dapat menampilkan unsur

suara dan gambar yang bergerak, seperti: film suara dan video-

cassette.

c. Manfaat Media Pembelajaran

Menurut Sudjana & Rivai (1992) yang dikutip oleh Arsyad (2002:

25), manfaat media pengajaran dalam proses belajar siswa diantaranya

adalah sebagai berikut:

1) Pengajaran akan lebih menarik perhatian siswa, sehingga dapat

menumbuhkan motivasi belajar.

2) Bahan pelajaran akan lebih jelas maknanya, sehingga lebih dapat

dipahami oleh siswa dan memungkinkannya menguasai dan mencapai

tujuan pengajaran.

3) Metode mengajar akan lebih bervariasi, sehingga siswa tidak bosan

dan guru dapat menghemat tenaga, apalagi guru mengajar pada setiap

jam pelajaran.
19

4) Siswa dapat lebih banyak melakukan kegiatan belajar, sebab tidak

hanya mendengarkan uraian guru, tetapi juga melakukan aktivitas lain,

seperti mengamati, melakukan, mendemonstrasikan, memerankan,

dan lain-lain.

Hamalik (1986) mengemukakan bahwa pemakaian media

pengajaran dalam proses belajar-mengajar dapat membangkitkan

keinginan dan minat yang baru, membangkitkan motivasi dan rangsangan

kegiatan belajar, bahkan membawa pengaruh-pengaruh psikologi

terhadap siswa.

Dari uraian tersebut jelaslah bahwa media pembelajaran sangat

besar manfaatnya dalam kegiatan belajar-mengajar. Dengan dipakainya

media pembelajaran dalam kegiatan belajar-mengajar maka dapat

membangkitkan minat dan motivasi dalam belajar. Selain itu dengan

digunakannya media dalam proses belajar-mengajar maka bahan

pelajaran akan lebih jelas dipahami oleh siswa, sehingga siswa dapat

menguasai tujuan pengajaran dan dapat mencapai prestasi belajar yang

lebih tinggi.

F. Tinjauan Tentang Modul

a. Pengertian Modul

Modul merupakan satuan paket program pembelajaran yang dapat

dipelajari oleh peserta didik dengan bantuan yang minimal dari

instruktur. Suatu modul adalah suatu konsep dari pada bahan pelajaran

(Vembriarto, 1976 :20). Modul merupakan satuan paket usaha


20

penyelenggaraan pengajaran individual yang memungkinkan peserta

didik menguasai satu unit kompetensi ke unit kompetensi berikutnya.

Modul disajikan dalam bentuk yang bersifat self – instructional. Modul

belajar disusun berdasarkan materi pembelajaran yang dikemas secara

sistematis sehingga siap dipelajari oleh peserta didik untuk mencapai

kompetensi atau sub kompetensi (tujuan). Penyusunan modul mengacu

pada kompetensi yang terdapat dalam Garis – Garis Besar Program

Pendidikan dan Pelatihan (GBPP) kurikulum, atau unit kompetensi yang

dibutuhkan di dunia kerja yang telah dikembangkan dalam format GBPP.

Dalam Kamus Bahasa Indonesia Lengkap, modul diartikan sebagai

kegiatan program belajar mengajar dengan memberikan banyak tugas

sesuai dengan aturan yang dipakai. Tugas yang diberikan sudah

mencakup petunjuk, tujuan, serta materi pelajaran dan evaluasinya.

Endang Suwarno (dalam id.shvoong.com, 2011) menyebutkan bahwa

paket pembelajaran adalah materi pembelajaran yang terdiri atas

beberapa unsur dan memiliki spesifikasi tertentu yang diperlukan

terutama jika bahan belajar bersifat mandiri. Modul adalah alat ukur yang

lengkap. Modul adalah satu kesatuan program yang dapat mengukur

tujuan. Modul dapat dipandang sebagai paket program yang disusun

dalam bentuk satuan tertentu guna keperluan belajar. “...module as a self-

contained, independent unit of a planned series of learning activities

designed to help the student accomplish certain well defined

objectives....” (Goldschmid dalam Rahma, 2010:22).


21

Menurut Winkel (1987 : 275) yang dikutip oleh Aneu Liana Dewi

menjelaskan bahwa modul adalah merupakan suatu program belajar

mengajar terkecil yang dipelajari oleh siswa sendiri kepada dirinya

sendiri (self instructional) setelah siswa menyelesaikan yang satu dan

melangkah maju dan mempelajari satuan berikutnya. Modul sebagaimana

pengertian diatas merupakan salah satu media cetak lainnya

perbedaannya dapat dilihat dari ciri-ciri yang dimiliki oleh modul itu

sendiri. Dari beberapa pendapat tentang modul diatas dapat disimpulkan

bahwa modul merupakan salah satu media pembelajaran dalam bentuk

buku paket mandiri yang meliputi serangkaian pengalaman belajar yang

direncanakan dan disusun secara sistematis dengan tujuan membantu

peserta didik. Tujuan utama sistem modul adalah untuk meningkatkan

efisiensi dan efektifitas pembelajaran di sekolah, baik waktu, dana,

fasilitas, maupun tenaga guna mencapai tujuan secara optimal.

Menurut B. Suryobroto (1986: 172) modul merupakan sumber

pelajaran yang berisi tujuan yang harus dicapai, petunjuk kegiatan yang

harus dilakukan, materi dan alat – alat yang dibutuhkan serta alat

penilaian untuk mengukur keberhasilan. Modul belajar merupakan paket

belajar yang lengkap yang berisi tujuan belajar baik umum maupun

khusus, metode belajar maupun metode latihan, evaluasi hasil belajar

yang menghendaki peserta didik latihan dalam menyelesaikan soal dan

petunjuk untuk mencapai modul beikutnya.


22

Dari penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa modul

mengandung komponen – komponen yaitu tujuan pembelajaran

(Instruksional Umum dan Khusus), Bahan atau materi belajar, Metode

belajar/jenis kegiatan belajar, Alat dan sumber belajar, dan sistem

evaluasi.

b. Latar Belakang Penyusunan Modul

Menjawab tantangan pengembangan pendidikan menengah

kejuruan sebagaimana yang termuat dalam Rencana Strategis Tahun

2004-2009, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan

melakukan berbagai strategi peningkatan mutu sumber daya manusia

(SDM) dan pelaksanaan pembelajaran di sekolah.

Peningkatan mutu pelaksanaan pembelajaran di sekolah dilakukan

dengan berbagai strategi, salah satu diantaranya melalui penerapan

pendekatan pendidikan dan pelatihan berbasis kompetensi (competency

based education and training). Pendekatan berbasis kompetensi

digunakan sebagai acuan dalam pengembangan kurikulum,

pengembangan bahan ajar, pelaksanaan pembelajaran,dan pengembangan

prosedur penilaian.

Terkait dengan pengembangan bahan ajar, saat ini pengembangan

bahan ajar dalam bentuk modul menjadi kebutuhan yang sangat

mendesak. Hal ini merupakan konsekuensi diterapkannya kurikulum

tingkat satuan pendidikan berbasis kompetensi di sekolah. Pendekatan


23

kompetensi mempersyaratkan penggunaan modul dalam pelaksanaan

pembelajarannya.

Untuk membantu guru dalam pengembangan modul, perlu disusun

suatu acuan yang bersifat operasional. Acuan yang dimaksud berupa

pedoman teknis yang minimal memuat prinsip-prinsip, kaidah-kaidah,

ketentuan-ketentuan dan prosedur pengembangan modul. Pedoman teknis

perlu dirancang sedemikian rupa sehingga praktis dan menarik untuk

digunakan oleh guru dan unsur-unsur lain dalam penyusunan modul.

c. Pedoman Pengembangan Modul

1) Undang Undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2003 tentang

Sistem Pendidikan Nasional;

2) PP No.19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan;

3) Permen Diknas No 22 tahun 2006 tentang Standar Isi;

4) Permen Diknas No 23 tahun 2006 tentang Standar Kompetensi

Lulusan;

5) Permen Diknas No 24 tentang Pelaksanaan Permen No 22 dan 23

tahun 2006; dan kemudian disempurnakan dengan Permen Diknas No.

6 tahun 2007;

6) Permen Diknas No 19 tahun 2007 tentang Standar Pengelolaan

Pendidikan;

7) Permen Diknas No 20 tahun 2007 tentang Standar Penilaian

Pendidikan;

8) Permen Diknas No 2 tahun 2008 tentang Buku;


24

d. Pengembangan Penyusunan Modul

Modul belajar disusun dan dikembangakan mencakup pengetahuan,

ketrampilan, dan sikap yang dipersyaratkan untuk menguasai suatu

kompetensi. Sangat disarankan agar satu kompetensi dapat dikembangkan

menjadi satu modul. Namun mengingat karakteristik khusus, keluasan dan

kompleksitas kompetensi, dimungkinkan satu kompetensi dikembangakan

lebih dari satu modul. Karakteristik modul berbasis kompetensi menurut

Marwati (2004 : 1) yaitu :

1) Setiap modul harus memberikan informasi dan petunjuk pelaksanaan

yang jelas tentang apa dan bagaimana yang harus dilakukan peserta didik,

serta sumber belajar apa yang digunakan.

2) Modul merupakan pembelajaran invidual, sehingga mengupayakan untuk

melibatkan sebanyak mungkin peserta didik.

3) Materi pembelajaran disajiakan secara logis dan sistematis sehingga

peserta didik mengetahui kapan memulai dan kapan mengakhiri suatu

modul.

4) Setiap modul memiliki mekanisme untuk mengukur pencapaian tujuan

belajar peserta didik.

Prosedur penyusun modul ajar berdasarkan kurikulum merdeka

diawali dengan analisis kondisi dan kebutuhan terkait guru, siswa, dan

satuan pendidikan. Hal ini penting untuk membagi tugas mengajar guru

dalam melaksanakan struktur kurikulum Merdeka dan merancang

pembelajaran yang sesuai dengan kondisi siswa dalam rangka mewujudkan

tujuan pendidikan yang ditetapkan pemerintah dan satuan pendidikan.


25

Selanjutnya, sekolah bersama guru mengidentifikasi dan menentukan

dimensi profil pelajar Pancasila yang akan dikembangkan, baik melalui

projek penguatan profil pelajar Pancasila maupun dalam pembelajaran.

Guru merumuskan capaian pembelajaran yang nantinya akan dikembangkan

menjadi alur tujuan pembelajaran sebagai dasar dalam menyusun bahan ajar.

Setelah modul ajar disusun, guru melaksanakan pembelajaran sesuai dengan

modul ajar yang telah disusun. Apabila pembelajaran selesai dilakukan, guru

melakukan evaluasi terhadap pelaksanaan pembelajaran dan memberikan

tindak lanjut terkait hasil evaluasi yang telah dilakukan. Prosedur

penyusunan modul ajar dapat dilihat secara ringkas di bawah ini :

1) Analisis kondisi dan kebutuhan guru, peserta didik, serta satuan

pendidikan.

2) Identifikasi dan tentukan dimensi profil pancasila.

3) Tentukan alur tujuan pembelajaran yang akan dikembangkan menjadi

modul ajar.

4) Susun modul ajar berdasarkan komponen yang tersedia.

5) Pelaksanaan pembelajaran.

6) Evaluasi dan tindak lanjut.

e. Komponen Modul

Berdasarkan kurikulum merdeka,komponen modul berisikan

sebagai berikut:

1) Informasi Umum

a) Identitas Modul

Informasi tentang modul ajar yang dikembangkan terdiri dari:


26

3) Nama penyusun, institusi, dan tahun disusunnya Modul Ajar.

4) Jenjang sekolah (SD/SMP/SMA)

5) Kelas

6) Alokasi waktu (penentuan alokasi waktu yang digunakan adalah

alokasi waktu sesuai dengan jam pelajaran yang berlaku di unit

kerja masing-masing)

b) Kompetensi Awal

Kompetensi awal adalah pengetahuan dan/atau keterampilan yang

perlu dimiliki siswa sebelum mempelajari topik tertentu.

Kompetensi awal merupakan ukuran seberapa dalam modul ajar

dirancang.

c) Profil Pelajar Pancasila

Merupakan tujuan akhir dari suatu kegiatan pembelajaran yang

berkaitan erat dengan pembentukan karakter peserta didik. Profil

Pelajar Pancasila (PPP) dapat tercermin dalam konten dan/atau

metode pembelajaran. Di dalam modul pembelajaran, Profil Pelajar

Pancasila tidak perlu mencantumkan seluruhnya, namun dapat

memilih Profil Pelajar Pancasila yang sesuai dengan kegiatan

pembelajaran dalam modul ajar. Enam dimensi Profil Pelajar

Pancasila saling berkaitan dan terintegrasi dalam seluruh mata

pelajaran melalui (terlihat dengan jelas di dalam): materi/isi

pelajaran, pedagogi dan/atau, kegiatan atau projek, dan asesmen.


27

d) Sarana dan Prasarana

Merupakan fasilitas dan bahan yang dibutuhkan untuk menunjang

kegiatan pembelajaran. Sarana merujuk pada alat dan bahan yang

digunakan, sementara prasarana di dalamnya termasuk materi dan

sumber bahan ajar lain yang relevan yang digunakan dalam

kegiatan pembelajaran. Ketersediaan materi disarankan

mempertimbangkan kebutuhan peserta didik baik dengan

keterbatasan atau kelebihan. Teknologi, termasuk sarana dan

prasarana yang penting untuk diperhatikan, dan juga dimanfaatkan

agar pembelajaran lebih dalam dan bermakna.

e) Target Peserta Didik

Peserta didik yang menjadi target yaitu Peserta didik

reguler/tipikal: umum, tidak ada kesulitan dalam mencerna dan

memahami materi ajar. Peserta didik dengan kesulitan belajar:

memiliki gaya belajar yang terbatas hanya satu gaya misalnya

dengan audio. Memiliki kesulitan dengan Bahasa dan pemahaman

materi ajar, kurang percaya diri, kesulitan berkonsentrasi jangka

panjang, dsb. Peserta didik dengan pencapaian tinggi: mencerna

dan memahami dengan cepat, mampu mencapai keterampilan

berfikir aras tinggi (HOTS), dan memiliki keterampilan memimpin.

f) Model Pembelajaran

Merupakan model atau kerangka pembelajaran yang memberikan

gambaran sistematis pelaksanaan pembelajaran. Model


28

pembelajaran dapat berupa model pembelajaran tatap muka,

pembelajaran jarak jauh dalam jaringan (PJJ Daring), pembelajaran

jarak jauh luar jaringan (PJJ Luring), dan blended learning.

2) Komponen Inti

a) Tujuan Pembelajaran

Tujuan pembelajaran harus mencerminkan hal-hal penting dari

pembelajaran dan harus bisa diuji dengan berbagai bentuk asesmen

sebagai bentuk dari unjuk pemahaman. Tujuan pembelajaran

menentukan kegiatan belajar, sumber daya yang digunakan,

kesesuaian dengan keberagaman murid, dan metode asesmen yang

digunakan.

Tujuan pembelajaran bisa dari berbagai bentuk, yaitu pengetahuan

yang berupa fakta dan informasi, dan juga prosedural, pemahaman

konseptual, pemikiran dan penalaran keterampilan, dan kolaboratif

dan strategi komunikasi.

b) Pemahaman Bermakna

Pemahaman bermakna adalah informasi tentang manfaat yang akan

peserta didik peroleh setelah mengikuti proses pembelajaran.

Manfaat tersebut nantinya dapat peserta didik terapkan dalam

kehidupan sehari-hari. Contoh kalimat pemahaman bermakna:

 Manusia berorganisasi untuk memecahkan masalah dan

mencapai suatu tujuan.

 Makhluk hidup beradaptasi dengan perubahan habitat.


29

c) Pertanyaan Pemantik

Pertanyaan pemantik dibuat oleh guru untuk menumbuhkan rasa

ingin tahu dan kemampuan berpikir kritis dalam diri peserta didik.

Pertanyaan pemantik memandu siswa untuk memperoleh

pemahaman bermakna sesuai dengan tujuan pembelajaran.

Contohnya pada pembelajaran menulis cerpen, guru dapat

mendorong pertanyaan pemantik sebagai berikut:

 Apa yang membuat sebuah cerpen menarik untuk dibaca?

 Jika kamu diminta untuk membuat akhir cerita yang berbeda,

apa yang akan kamu usulkan?

d) Kegiatan Pembelajaran

Urutan kegiatan pembelajaran inti dalam bentuk langkah-langkah

kegiatan pembelajaran yang dituangkan secara konkret, disertakan

opsi/pembelajaran alternatif dan langkah untuk menyesuaikan

dengan kebutuhan belajar siswa. Langkah kegiatan pembelajaran

ditulis secara berurutan sesuai dengan durasi waktu yang

direncanakan, meliputi tiga tahap, yakni pendahuluan, inti, dan

penutup berbasis metode pembelajaran aktif.

e) Asesmen

Asesmen digunakan untuk mengukur capaian pembelajaran di

akhir kegiatan. Kriteria pencapaian harus ditentukan dengan jelas

sesuai dengan tujuan pembelajaran yang ditetapkan. Jenis asesmen

yang bisa dilakukan ada 3, yaitu :


30

 Asesmen sebelum pembelajaran (diagnostik)

 Asesmen selama proses pembelajaran (formatif)

 Asesmen pada akhir proses pembelajaran (sumatif).

Bentuk asesmen yang bisa dilakukan:

 Sikap (Profil Pelajar Pancasila) dapat berupa: observasi,

penilaian diri, penilaian teman sebaya, dan anekdotal.

 Performa (presentasi, drama, pameran hasil karya, jurnal, dsb.)

 Tertulis (tes objektif: essay, pilihan ganda, isian, jawaban

singkat, benar-salah).

f) Pengayaan dan Remedial

Pengayaan adalah kegiatan pembelajaran yang diberikan pada

peserta didik dengan capaian tinggi agar mereka dapat

mengembangkan potensinya secara optimal. Remedial diberikan

kepada peserta didik yang membutuhkan bimbingan untuk

memahami materi atau pembelajaran mengulang. Saat merancang

kegiatan pengayaan, perlu diperhatikan mengenai diferensiasi

contohnya lembar belajar/kegiatan yang berbeda dengan kelas.

3) Lampiran

a) Lembar Kerja Peserta Didik

Lembar kerja siswa ini ditujukan untuk peserta didik (bukan guru)

dan dapat diperbanyak sesuai kebutuhan untuk diberikan kepada

peserta didik termasuk peserta didik nonreguler. Bahan Bacaan

Guru dan Peserta Didik Bahan bacaan guru dan peserta didik
31

digunakan sebagai pemantik sebelum kegiatan dimulai atau untuk

memperdalam pemahaman materi pada saat atau akhir kegiatan

pembelajaran.

b) Glosarium

Glosarium merupakan kumpulan istilah-istilah dalam suatu bidang

secara alfabetikal yang dilengkapi dengan definisi dan artinya.

Glosarium diperlukan untuk kata atau istilah yang memerlukan

penjelasan lebih mendalam.

c) Daftar Pustaka

Daftar pustaka adalah sumber-sumber referensi yang digunakan

dalam pengembangan modul ajar. Referensi yang dimaksud adalah

semua sumber belajar (buku siswa, buku referensi, majalah, koran,

situs internet, lingkungan sekitar, narasumber, dsb.)

f. Karakteristik Modul

Untuk mendapatkan modul yang mampu meningkatkan motivasi

penggunanya, modul harus mencakup beberapa karakteristik tertentu.

Karakteristik untuk pengembangan modul antara lain sebagai berikut ::

pertama, self instructional. Melalui modul, peserta didik mampu belajar

mandiri dan tidak tergantung pada pihak lain. Untuk memenuhi karakter

self instructional, modul harus:

1) Merumuskan standar kompetensi dan kompetensi dasar dengan jelas

2) Mengemas materi pembelajaran kedalam unit-unit kecil/spesifik

sehingga memudahkan peserta didik belajar secara tuntas


32

3) Menyedikan contoh ilustrasi pendukung kejelasan pemaparan materi

pembelajaran

4) Menyediakan soal-soal latihan, tugas dan sejenisnya yang

memungkinkan peserta didik memberikan respons dan mengukur

penguasaannya.

5) Kontekstual, yakni materi-materi yang disajikan terkait dengan suasana

atau konteks tugas dan lingkungan peserta didik

6) Menggunakan bahasa yang sederhana dan komunikatif

7) Menyediakan rangkuman materi pembelajaran

8) Menyediakan instrumen penilaian yang memungkinkan peserta didik

melakukan self assessment

9) Menyediakan umpan balik atas penilaian peserta didik, sehingga peserta

didik mengetahui tingkat penguasaan materi

10) Menyediakan informasi tentang rujukan (referensi) yang mendukung

materi didik

Kedua, self contained. Modul dikatakan self contained bila seluruh

materi pembelajaran yang dibutuhkan termuat dalam modul tersebut.

Tujuan dari konsep ini adalah memberikan kesempatan peserta didik

mempelajari materi pembelajaran secara tuntas, karena materi belajar

dikemas kedalam satu kesatuan yang utuh. Jika harus dilakukan

pembagian atau pemisahan materi dari satu standar kompetensi atau

kompetensi dasar, harus dilakukan dengan hati-hati dan memperhatikan

keluasan standar kompetensi atau kompetensi dasar yang harus dikuasai

oleh peserta didik.


33

Ketiga, stand alone. Stand alone atau berdiri sendiri merupakan

karakteristik modul yang tidak tergantung pada bahan ajar/media lain,

atau tidak harus digunakan bersama-sama dengan bahan ajar/media lain.

Dengan menggunakan modul, peserta didik tidak perlu bahan ajar yang

lain untuk mempelajari dan atau mengerjakan tugas pada modul tersebut.

Jika peserta didik masih menggunakan dan bergantung pada bahan ajar

lain selain modul yang digunakan, maka bahan ajar tersebut tidak

dikategorikan sebagai modul yang berdiri sendiri.

Keempat, adaptive. Modul hendaknya memiliki daya adaptasi yang

tinggi terhadap perkembangan ilmu dan teknologi. Dikatakan adaptive

jika modul tersebut dapat menyesuaikan perkembangan ilmu

pengetahuan dan teknologi, serta fleksibel/luwes digunakan di berbagai

perangkat keras (hardware).

Kelima, user friendly. Modul hendaknya juga memenuhi kaidah

user friendly atau bersahabat/akrab dengan pemakainya. Setiap instruksi

dan paparan informasi yang tampil bersifat membantu dan bersahabat

dengan pemakainya, termasuk kemudahan pemakai dalam merespon dan

mengakses sesuai dengan keinginan. Penggunaan bahasa yang sederhana,

mudah dimengerti, serta menggunakan istilah yang umum digunakan,

merupakan salah satu bentuk user friendly.

g. Prinsip Pengajaran Modul

Menyusun modul tidaklah gampang. Modul harus disesuaikan dengan

minat, perhatian, dan kebutuhan peserta didik. Oleh karena itu penyusun
34

modul perlu memperhatikan prinsip-prinsip tersebut menurut Cece

Wijaya, dkk. (1992: 98) adalah sebagai berikut:

1) Modul disusun sebaiknya menurut prosedur pengembangan system

instruksional.

2) Modul disusun hendaknya berdasar atas tujuan-tujuan pembelajaran

yang jelas dan khusus.

3) Penyusun modul harus lengkap dan dapat mewujudkan kesatuan bulat

antara jenis-jenis kegiatan yang harus ditempuh.

4) Bahasa modul harus menarik dan selalu merangsang peserta didik

untuk berpikir.

5) Modul harus memungkinkan penggunaan multimedia yang relevan

dengan tujuan.

6) Waktu mengerjakan modul sebaiknya berkisar antara 4 sampai dengan

8 jam pelajaran.

7) Modul harus disesuaikan dengan tingkat kemampuan peserta didik,

dan modul member kesempatan kepada peserta didik untuk

menyelesaikannya secara individual.

G. Tinjauan Pembelajaran Frais (Milling)

a. Pengertian Proses Pemesinan Frais (Milling)

Proses pemesinan frais adalah proses penyayatan benda kerja

dengan alat potong dengan mata potong jamak yang berputar. Proses

penyayatan dengan gigi potong yang banyak yang mengitari pahat ini

bisa menghasilkan proses pemesinan lebih cepat. Permukaan yang


35

disayat bisa berbentuk datar, menyudut, atau melengkung. Permukaan

benda kerja bisa juga berbentuk kombinasi dari beberapa bentuk. Mesin

(Gambar 2.2) yang digunakan untuk memegang benda kerja, memutar

pahat, dan penyayatannya disebut mesin frais (Milling Machine).

Gambar 2.2. Gambar skematik dari gerakan-gerakan dan komponen-


komponen dari (a) mesin frais vertikal tipe column and knee dan
(b) mesin frais horisontal tipe column and knee.
Mesin frais (Gambar 2.2) ada yang dikendalikan secara mekanis

(konvensional manual) dan dengan bantuan CNC. Mesin konvensional

manual ada biasanya spindelnya ada dua macam yaitu horisontal dan

vertikal. Sedangkan mesin frais dengan kendali CNC hampir semuanya

adalah mesin frais vertikal .

b. Klasifikasi Proses Frais (Milling)

Proses frais dapat diklasifikasikan dalam tiga jenis. Klasifikasi ini

berdasarkan jenis pahat, arah penyayatan, dan posisi relatif pahat

terhadap benda kerja (Gambar 2.3).


36

Gambar 2.3. Tiga Klasifikasi proses frais : (a) frais periperal/ slab
milling, (b) frais muka/ face milling, (c) frais jari / end milling.
a) Frais Periperal (Peripheral Milling )

Proses frais ini disebut juga slab milling, permukaan yang difrais

dihasilkan oleh gigi pahat yang terletak pada permukaan luar badan

alat potongnya. Sumbu dari putaran pahat biasanya pada bidang yang

sejajar dengan permukaan benda kerja yang disayat.

b) Frais muka (Face Milling )

Pada frais muka, pahat dipasang pada spindel yang memiliki sumbu

putar tegak lurus terhadap permukaan benda kerja. Permukaan hasil

proses frais dihasilkan dari hasil penyayatan oleh ujung dan selubung

pahat.

c) Frais jari (End Milling )

Pahat pada proses frais ujung biasanya berputar pada sumbu yang

tegak lurus permukaan benda kerja.. Pahat dapat digerakkan menyudut

untuk menghasilkan permukaan menyudut. Gigi potong pada pahat

terletak pada selubung pahat dan ujung badan pahat.


37

c. Metode Frais (Milling)

Metode proses frais ditentukan berdasarkan arah relatif gerak

makan meja mesin frais terhadap putaran pahat (Gambar 2.4). Metode

proses frais ada dua yaitu frais naik dan frais turun.

Gambar 2.4. (a) frais naik (up milling) dan (b) frais turun (down milling)
a) Frais naik (Up Milling )

Frais naik biasanya disebut frais konvensional (conventional milling).

Gerak dari putaran pahat berlawanan arah terhadap gerak makan meja

mesin frais. Sebagai contoh, pada proses frais naik apabila pahat

berputar searah jarum jam, benda kerja disayat ke arah kanan.

Penampang melintang bentuk beram (chips) untuk proses frais naik

adalah seperti koma diawali dengan ketebalan minimal kemudian

menebal. Proses frais ini sesuai untuk mesin frais konvensional/

manual, karena pada mesin konvensional backlash ulir transportirnya

relatif besar dan tidak dilengkapi backlash compensation.

b) Frais turun (Down Milling)

Arah dari putaran pahat sama dengan arah gerak makan meja mesin

frais. Sebagai contoh jika pahat berputar berlawanan arah jarum jam,
38

benda kerja disayat kekanan. Penampang melintang bentuk beram

(chips) untuk proses frais naik adalah seperti koma diawali dengan

ketebalan maksimal kemudian menipis. Untuk mesin frais

konvensional tidak direkomendasikan melaksanakan proses frais

turun, karena meja mesin frais akan tertekan dan ditarik oleh pahat.

d. Parameter Yang Dapat Diatur Pada Frais (Milling)

Maksud dari parameter yang dapat diatur adalah parameter yang

dapat langsung diatur oleh operator mesin ketika sedang mengoperasikan

mesin frais. Seperti pada mesin bubut, maka parameter yang dimaksud

adalah putaran spindel (n), gerak makan (f), dan kedalaman potong (a).

Putaran spindel bisa langsung diatur dengan cara mengubah posisi handel

pengatur putaran mesin. Gerak makan bisa diatur dengan cara mengatur

handel gerak makan sesuai dengan tabel f yang ada di mesin. Gerak

makan ini pada proses frais ada dua macam yaitu gerak makan per gigi

(mm/gigi), dan gerak makan per putaran (mm/putaran). Kedalaman

potong diatur dengan cara menaikkan benda kerja, atau dengan cara

menurunkan pahat.

Putaran spindel (n) ditentukan berdasarkan kecepatan potong.

Kecepatan potong ditentukan oleh kombinasi material pahat dan material

benda kerja. Kecepatan potong adalah jarak yang ditempuh oleh satu titik

(dalam satuan meter) pada selubung pahat dalam waktu satu menit.

Rumus kecepatan potong identik dengan rumus kecepatan potong pada


39

mesin bubut. Pada proses frais besarnya diameter yang digunakan adalah

diameter pahat. Rumus kecepatan potong :

πdn
V=
1000

Dimana :

V = kecepatan potong; m/menit

d = diameter pahat ;mm

n = putaran benda kerja; putaran/menit

Setelah kecepatan potong diketahui, maka gerak makan harus

ditentukan. Gerak makan (f) adalah jarak lurus yang ditempuh pahat

dengan laju konstan relatif terhadap benda kerja dalam satuan waktu,

biasanya satuan gerak makan yang digunakan adalah mm/menit.

Kedalaman portong (a) ditentukan berdasarkan selisih tebal benda

kerja awal terhadap tebal benda kerja akhir. Untuk kedalaman potong

yang relatih besar diperlukan perhitungan daya potong yang diperlukan

untuk proses penyayatan. Apabila daya potong yang diperlukan masih

lebih rendah dari daya yang disediakan oleh mesin (terutama motor

listrik), maka kedalaman potong yang telah ditentukan bisa digunakan.

H. Pengembangan Pembelajaran Model 4D

a. Pengertian

Model 4D merupakan salah satu metode penelitian dan

pengembangan. Model 4D digunakan untuk mengembangkan perangkat

pembelajaran. Model 4D dikembangkan oleh S. Thiagarajan, Dorothy S.


40

Semmel, dan Melvyn I. Semmel pada tahun 1974. Model tahapan

pengembangan media pembelajaran yang paling terkenal dan paling

simpel adalah model 4D. Penamaan model pengembangan Four D (4D)

ini diambil dari empat tahap pengembangan yang searah yaitu Define,

Design, Develop, dan Disseminate. Penamaan ini diinisiasi langsung oleh

pencetusnya yaitu Sivasailam Thiagarajan, Dorothy Semmel, dan Melvyn

Semmel.

Model pengembangan media pembelajaran 4D ini sudah mulai

mereka kembangkan sejak awal tahun 1970-an. Sebenarnya model ini

merupakan pengembangan dari langkah-langkah umum yang sudah biasa

dilakukan oleh para pengembang di eranya, yaitu analisis, desain, dan

evaluasi. Model 4D ini kemudian disusun berdasarkan pada model

tersebut dengan mempertimbangkan pengalaman aktual mereka di

lapangan dalam merancang, mengembangkan, mengevaluasi, dan

menyebarkan materi pelatihan untuk guru dalam pendidikan luar biasa

(anak berkebutuhan khusus).

b. Tahap Pengembangan

1) Tahap Define (Pendefinisian).

Tahap awal dalam model 4D ialah pendefinisian terkait sayarat

pengembangan. Sederhananya, pada tahap ini adalah tahap analisis

kebutuhan. Dalam pengembangan produk pengembang perlu mengacu

kepada syarat pengembangan, manganalisa dan mengumpulkan

informasi sejauh mana pengembangan perlu dilakukan. Tahap


41

pendefinisian atau analisa kebutuhan dapat dilakukan melalui analisa

terhadap penelitian terdahulu dan studi literatur. Thiagarajan dkk

(1974) menyebut ada lima kegiatan yang bisa dilakukan pada tahap

define, yakni meliputi:

a) Front-end Analysis (Analisa Awal)

Analisa awal dilakukan untuk mengidentifikasi dan menentukan

dasar permasalahan yang dihadapi dalam proses pembelajaran

sehingga melatarbelakangi perlunya pengembangan (Thiagarajan,

dkk 1974). 

b) Learner Analysis (Analisa Peserta Didik)

Analisa peserta didik merupakan kegiatan mengidentifikasi

bagaimana karakteristik peserta didik yang menjadi target atas

pengembangan perangkat pembelajaran. Karakteristik yang

dimaksud ialah berkaitan dengan kemampuan akademik,

perkembangan kognitif, motivasi dan keterampilan individu yang

berkaitan dengan topik pembelajaran, media, format, dan bahasa.

c) Task Analysis (Analisa Tugas)

Analisa tugas bertujuan untuk mengidentifikasi keterampilan yang

dikaji peneliti untuk kemudian dianalisa ke dalam himpunan

keterampilan tambahan yang mungkin diperlukan (Thiagarajan,

dkk 1974).
42

d) Concept Analysis (Analisa Konsep)

Dalam analisa konsep dilakukan identifkasi konsep pokok yang

akan diajarkan, menuangkannya dalam bentuk hirarki, dan merinci

konsep-konsep individu ke dalam hal yang kritis dan tidak relevan

(Thiagarajan, dkk 1974). Analisa konsep ini meliputi analisa

standar kompetensi yang bertujuan untuk menentukan jumlah dan

jenis bahan ajar dan analisis sumber belajar, yaitu identifikasi

terhadap sumber-sumber yang mendukung penyusunan bahan ajar.

e) Specifying Instructional Objectives (Perumusan Tujuan

Pembelajaran)

Perumusan tujuan pembelajaran berguna untuk merangkum hasil

dari analisa konsep (concept analysis) dan analisa tugas (task

analysis) untuk menentukan perilaku objek penelitian (Thiagarajan,

dkk 1974). Rangkuman tersebut akan menjadi landasan dasar

dalam menyusun tes dan merancang perangkat pembelajaran untuk

selanjutnya diintegrasikan ke dalam materi perangkat pembelajaran

yang akan digunakan.

2) Tahap Design (Perancangan)

Tahap kedua dalam model 4D adalah perancangan (design). Ada 4

langkah yang harus dilalui pada tahap ini yakni constructing criterion-

referenced test, media selection, format selection, dan initial design

(Thiagarajan, dkk 1974).


43

a) Constructing Criterion-Referenced Test (Penyusunan Standar Tes)

Penyusunan standar tes adalah langkah yang menghubungkan tahap

pendefinisan dengan tahap perancangan. Penyusunan standar tes

didasarkan pada hasil analisa spesifikasi tujuan pembelajaran dan

analisa peserta didik. Dari hal ini disusun kisi-kisi tes hasil belajar.

b) Media Selection (Pemilihan Media)

Secara garis besar pemilihan media dilakukan untuk identifikasi

media pembelajaran yang sesuai/relevan dengan karakteristik

materi. Pemilihan media didasarkan kepada hasil analisa konsep,

analisis tugas, karakteristik peserta didik sebagai pengguna, serta

rencana penyebaran menggunakan variasi media yang beragam.

c) Format Selection (Pemilihan Format)

Pemilihan format dalam pengembangan perangkat pembelajaran

bertujuan untuk merumuskan rancangan media pembelajaran,

pemilihan strategi, pendekatan, metode, dan sumber pembelajaran.

c) Initial Design (Rancangan Awal)

Thiagarajan dkk (1974) menyebut bahwa rancangan awal adalah

keseluruhan rancangan perangkat pembelajaran yang harus

dikerjakan sebelum ujicoba dilakukan. Rancangan ini meliputi

berbagai aktifitas pembelajaran yang terstruktur dan praktik

kemampuan pembelajaran yang berbeda melalui praktik mengajar

(Microteaching).
44

3) Tahap Develop (Pengembangan)

Tahap ketiga dalam pengembangan perangkat pembelajaran model

4D adalah pengembangan (develop). Tahap pengembangan

merupakan tahap untuk menghasilkan sebuah produk pengembangan.

Tahap ini terdiri dari dua langkah yaitu expert appraisal dan

delopmental testing.

a) Expert Appraisal (Penilaian Ahli)

Expert appraisal merupakan teknik untuk mendapatkan saran

perbaikan materi Thiagarajan dkk (1974). Dengan melakukan

penilaian oleh ahli dan mendapatkan saran perbaikan perangkat

pembelajaran yang dikembangkan selanjutnya direvisi sesuai saran

ahli.

b) Delopmental Testing (Uji Coba Pengembangan)

Uji coba pengembangan dilaksanakan untuk mendapatkan masukan

langsung berupa respon, reaksi, komentar peserta didik, para

pengamat atas perangkat pembelajaran yang sudah disusun. Uji

coba dan revisi dilakukan berulang dengan tujuan memperoleh

perangkat pembelajaran yang efektif dan konsisten (Thiagarajan

dkk, 1974).

4) Tahap Disseminate (Penyebarluasan)

Tahap terakhir dalam pengembangan perangkat pembelajaran

model 4D ialah tahap penyebarluasan. (Thiagarajan dkk, 1974)

menjelaskan bahwa tahap akhir pengemasan akhir, difusi, dan adopsi


45

adalah yang paling penting meskipun paling sering diabaikan. Tahap

penyebarluasan dilakukan untuk mempromosikan produk hasil

pengembangan adar diterima pengguna oleh individu, kelompok, atau

sistem. Pengemasan materi harus selektif agar menghasilkan bentuk

yang tepat. Menurut Thiagarajan (1974) ada tiga tahap utama dalam

tahap disseminate yakni validation testing, packaging, serta diffusion

and adoption.

Dalam tahap validation testing, produk yang selesai direvisi pada

tahap pengembangan diimplementasikan pada target atau sasaran

sesungguhnya. Pada tahap ini juga dilakukan pengukuran ketercapaian

tujuan yang bertujuan untuk mengetahui efektivitas produk yang

dikembangkan. Selanjutnya setelah diterapkan, peneliti/pengembang

perlu mengamati hasil pencapaian tujuan, tujuan yang belum dapat

tercapai harus dijelaskan solusinya agar tidak berulang saat setelah

produk disebarluaskan. Pada tahap packaging serta diffusion and

adoption, pengemasan produk dilakukan dengan mencetak buku

panduan penerapan yang selanjutnya disebarluaskan agar dapat

diserap (difusi) atau dipahami orang lain dan dapat digunakan

(diadopsi) pada kelas mereka.

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam melaksanakan diseminasi /

penyebarluasan adalah analisa pengguna, strategi dan tema, pemilihan

waktu penyebaran, dan pemilihan media penyebaran.


46

I. Penelitian Relevan

1. Fhina Haryanti dan Bagus Ardi Saputra dari Universitas PGRI Semarang

tahun 2016, dengan judul “ Pengembangan Modul Berbasis Discovery

Learning Berbantuan Flipbook Maker Untuk Meningkatkan Kemampuan

Pemahaman Konsep Pada Materi Segitiga”.

Hasil penelitiannya menyatakan bahwa modul berbasis discovery learning

berbantuan flipbook maker valid dan efektif dalam meningkatkan

kemampuan pemahaman konsep siswa pada materi segitiga.

2. Rahayu dkk dari IAIN Kediri tahun 2022, dengan judul “Pengembangan

Prototipe E-modul Berorientasi HOTS pada Materi Transformasi Geometri

Kelas IX”.

Hasil penelitian ini menunjukkan Prototipe e-modul dikategorikan valid

dengan skor kevalidan sebesar 81% darisegi materi dan 84,14% dari segi

media. Prototipe e-modul juga dikategorikan praktis dengan skor

kepraktisan sebesar 88,14%.

3. Puspita dkk dari Universitas Syiah Kuala tahun 2021, dengan judul

“Pengembangan E-modul Praktikum Kimia Dasar Menggunakan Aplikasi

Canva Design”.

Hasil penelitian didapatkan bahwa e-modul praktikum kimia dasar

tergolong ke dalam e-modul yang baik untuk digunakan sebagai sumber

belajar di masa pandemi.


47

J. Kerangka Pikiran

Peningkatan prestasi belajar dilakukan dengan berbagai upaya, salah

satunya seperti penggunaan media pembelajaran. Guru sebagai pengampu

tanggung jawab pada kondisi yang ada di dalam kelas harus memaksimalkan

strategi pembelajaran yang efektif sehingga tujuan SMK dapat tercapai.

Pengajaran menggunakan modul adalah salah satu strategi pengajaran yang

dapat digunakan oleh guru sebagai peningkat mutu pembelajaran, tentu

penggunaannya harus berkesinambungan.

Modul akan bermanfaat jika dalam penggunaannya: (1) memperjelas dan

mempermudah penyajian pesan agar tidak bersifat verbal; (2) mengatasi

keterbatasan waktu, ruang dan daya indra baik siswa, peserta diklat maupun

guru/instruktur; (3) meningkatkan motivasi dan gairah belajar bagi siswa atau

peserta diklat; (4) mengembangkan kemampuan peserta didik dalam

berinteraksi langsung dengan lingkungan dan sumber belajar lainnya; (5)

memungkinkan siswa atau peserta diklat belajar mandiri sesuai kemampuan

dan minatnya; (6) memungkinkan siswa atau peserta diklat dapat mengukur

atau mengevaluasi sendiri hasil belajarnya.

Kriteria keberhasilan penggunaan media pembelajaran modul pemesinan

pada mata diklat Frais (Milling) di antaranya: (1) siswa dapat menjelaskan

bagian-bagian utama mesin frais (Milling), (2) siswa dapat menjelaskan system

koordinat pada mesin frais (Milling), (3) siswa dapat menjelaskan prinsip kerja

pada mesin frais (Milling), (4) siswa dapat melakukan pengaturan zero point

offset pada mesin frais (Milling), (5) siswa dapat melakukan penyetingan
48

benda kerja pada mesin frais (Milling), (6) siswa dapat melakukan penyetingan

pahat pada mesin frais (Milling), (7) siswa dapat mengoperasikan mesin frais

(Milling) untuk membuat produk.

GURU PENGEMBANGAN SISWA  MINAT


 PERHAT
MODUL IAN
 PEMAH
AMAN

KEGIATAN BELAJAR HASIL BELAJAR

MENGAJAR (TINGGI)

Gambar 2.5. Diagram Alur Kerangka Pikiran

K. Hipotesis

Hipotesis penelitian adalah jawaban sementara dari suatu masalah

berdasarkan kajian teori yang harus diuji kebenarannya. Berdasarkan kajian

teori dan kerangka berfikir, pada penelitian ini diajukan hipotesis penelitian ini

diajukan hipotesis penelitian dengan rumusan bahwa :

1. Terdapat validitas dan praktikalitas pada pengembangan media

pembelajaran modul terhadap hasil belajar siswa pada pembelajaran teknik

pemesinan frais.

2. Tidak terdapat validitas dan praktikalitas pada pengembangan media

pembelajaran modul terhadap hasil belajar siswa pada pembelajaran teknik

pemesinan frais.
49

BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian dan pengembangan atau

Research And Development (R&D). Menurut Nana Syaodih (2009: 169)

penelitian dan pengembangan adalah suatu proses atau langkah-langkah untuk

mengembangkan suatu produk baru atau menyempurnakan produk yang telah

ada, yang dapat dipertanggung jawabkan.

Produk yang dihasilkan dalam penelitian dan pengembangan dapat berupa

buku, modul, buku paket, program pembelajaran, maupun alat bantu belajar.

Produk-produk itu digunakan untuk mengatasi permasalahan dalam

pembelajaran di kelas, laboratoriom, bengkel, atau di luar kelas. Secara garis

besar, keseluruhan proses penelitian pengembangan mencakup studi

pendahuluan tentang produk atas dasar hasil perencanaan, uji lapangan produk

yang sudah dikembangkan, dan penyempurnaan produk berdasarkan hasil uji

lapangan. Dengan demikian, pengembangan lebih diarahkan pada upaya

menghasilkan produk siap untuk digunakan secara nyata di lapangan, bukan

hanya menemukan pengetahuan atau menguji hipotesis atau teori tertentu.

Penelitian pengembangan yang dilakukan saat ini difokuskan pada

pengembangan media modul mata pelajaran frais khusunya pada jurusan

pemesinan. Agar produk yang dihasilkan dalam pengembangan sesuai dengan

tujuan, maka penelitian ini menggunakan model pengembangan berdasarkan

pada model pengembangan Gall, Gall and Borg (2003 : 570-575).


50

B. Tempat dan Waktu Penelitian

1. Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan di SMK Negeri 2 Payakumbuh.

2. Waktu Peneltian

Penelitian pengembangan modul model 4D mata pelajaran frais (Miliing)

dimulai pada bulan Januari sampai Juni tahun 2023.

C. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Populasi didefiniskan sebagai wilayah generalisasi yang terdiri dari obyek,

atau subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang telah

di tetapkan oleh peneliti yang kemudian akan dipelajari dan ditarik

kesimpulannya (Sugiyono, 2015). Populasi dalam penelitian ini adalah guru

di SMK Negeri 2 Payakumbuh.

2. Sampel

Sampel adalah bagian dari seluruh karakteristik yang dimiliki oleh populasi

tersebut (Sugiyono, 2015, h. 81). Mengingat populasi dalam penelitian ini

sangat luas maka perlu adanya pembatasan sampel, adapun pembatasan

yang dilakukan dengan menggunakan sampel menggunakan teknik yang

berdasarkan kebetulan (Sugiyono, 2015, h.85). Kebetulan adalah anggota

sampel yang siapa saja ditemui secara tidak sengaja atau kebetulan

dijumpai bila orang tersebut tersebut cocok dijadikan sebagai responden.

Sampel yang digunakan adalah guru kelas X jurusan Teknik Pemesinan di

SMK Negeri 2 Payakumbuh.


51

D. Instrumen Penelitian

Menurut Arikunto (2006: 134) yang dimaksud instrumen adalah alat

bantu yang dipilih dan digunakan oleh peneliti dalam kegiatan pengumpulan

data agar menjadi mudah dan sistematis. Maka, instrumen penelitian adalah

alat bantu yang digunakan peneliti guna membantu dan mempermudah dalam

pengumpulan data penelitian.

Terdapat tiga macam instrumen dalam penelitian ini yaitu lembar

observasi, lembar angket dan lembar wawancara. Instrumen yang berupa

lembar observasi ini dibuat dalam bentuk pernyataan yang akan dijawab oleh

responden dan terdapat beberapa alternatif jawaban yang dibuat dengan model

skala likert. Lembar observasi satu adalah lembar untuk mengobservasi sarana

dan prasarana yang diuraikan dalam beberapa indikator, dan setiap indikator

dijabarkan menjadi butir-butir pertanyaan. Dalam setiap butir pertanyaan,

disediakan empat pilihan jawaban yang berupa Tidak Layak, Cukup Layak,

Layak dan Sangat Layak. Lembar observasi dua adalah lembar untuk

mengobservasi kegiatan pembelajaran di kelas yang telah menerapkan

Kurikulum Merdeka. Lembar ini juga diuraikan dalam beberapa indikator dan

butir pertanyaan dengan alternatif jawaban seperti Tidak Maksimal, Belum

Maksimal, Cukup Maksimal, dan Maksimal.

Instrumen angket adalah sejumlah pertanyaan tertulis yang digunakan

untuk memperoleh informasi dari responden dalam arti laporan tentang

pribadinya atau hal-hal yang ia ketahui (Arikunto, 2010:194).


52

E. Instrumen Pengumpulan Data

Pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini ditujukan untuk

menilai kelayakan dari modul pembelajaran Frais (Milling) . Instrumen

penelitian pada penelitian pengembangan modul Frais (Milling) ini dibuat

menjadi tiga kelompok besar yang digunakan untuk mengevaluasi modul

yang dibuat dan mengetahui kelayakan dari modul tersebut, yaitu (1)

Instrumen uji kelayakan untuk ahli materi teknik pemesinan; (2) Instrumen uji

kelayakan untuk ahli media pembelajaran dan; (3) Instrumen uji terbatas dan

lapangan untuk siswa. Namun pada penelitian ini hanya sampai tahap kedua

karena ada keterbatasan dalam pembuatan penelitian. Sumber data pada

penelitian ini diperoleh dari ahli materi (dosen ahli materi teknik pemesinan

dan guru program studi teknik pemesinan SMK Negeri 2 Payakumbuh), ahli

media (dosen media pembelajaran).

Berikut adalah kisi-kisi instrumen yang digunakan untuk menilai modul

Frais (Milling) Dasar yang dikembangkan. Berikut kisi-kisi instrumen

penilaian untuk masing-masing penilai:

1. Instrumen Uji Kelayakan untuk Ahli Materi Teknik Pemesinan

Instrumen yang digunakan ahli materi ditinjau dari aspek (1) Kompetensi;

(2) Kualitas materi; (3) Kelengkapan materi. Kisi-kisi instrumen untuk ahli

materi dapat dilihat pada Tabel 3.1 dibawah ini :


53

Tabel 3.1. Kisi – Kisi Uji Kelayakan untuk Ahli Materi


No. Aspek Indikator

- Kesesuaian SK, KD, dan Indikator dengan


1 Kompetensi
materi.

- Kejelasan materi.

- Kesesuaian materi dengan kompetensi yang

diharapkan.

-Sistematika sajian materi.

Kualitas - Keakuratan materi.


2
Materi - Ketuntasan materi.

- Kesesuaian contoh dengan materi.

- Ilustrasi penarik perhatian.

- Tingkat kesulitan materi.

- Cakupan isi materi

- Judul modul.

Kelengkapan - Deskripsi penjelasan materi.


3
Materi - Contoh.

- Daftar pustaka.

2. Instrumen Uji Kelayakan untuk Ahli Media

Instrumen untuk ahli media ditinjau dari aspek : (1) Konsistens;, (2)

Format; (3) Organisasi; (4) Daya Tarik; (5) Ukuran Huruf; (6) Ruang

(spasi) kosong. Kisi-kisi instrumen untuk ahli media dapat dilihat pada

Tabel 3.2 dibawah ini :


54

Tabel 3.2. Kisi – Kisi Instrumen untuk Ahli Media


No. Aspek Indikator

- Konsistensi format dari halaman ke halaman


1 Konsistensi
- Konsistensi dalam jarak spasi

- Kesesuaian Paragraf pada tulisan pajang.

2 Format - Isi materi dalam modul.

- Sistem secara visual

- Keterbacaan teks pada modul.

3 Organisasi - Susunan teks pada modul

- Kotak pemisahan teks

- Bagian – bagian dari modul.


4 Daya Tarik
- Tampilan teks, gambar pada modul.

- Ukuran huruf pada modul.


5 Ukuran Huruf
- Penggunaan huruf

- Ruangan sekitar judul

- Batas tepi (margin) pada modul


Ruang (spasi)
6 - Spasi antar kolom
kosong
- Permulaan paragraf diindentasi

- Kesesuaian spasi antar paragraf


55

F. Teknik Analisis Data

Setelah melakukan kegiatan uji coba data yang diperoleh adalah data

kualitatif. Data kualitatif mengenai kualitas media modul akan diperoleh dari

masukan saran dan kritik ahli materi, ahli media, dan siswa subyek uji coba,

dan akan dihimpun dan disimpulkan untuk memperbaiki produk media modul

yang akan dikembangkan proses perbaikan dari penghimpunan data tersebut

diberikan istilah revisi produksi. Revisi produksi akan dipaparkan secara rinci

sesuai tahap-tahap revisi yang dilakukan berdasarkan hasil dari setiap tahap uji

coba sebelum revisi dan sesudahnya disertai proses revisi.

1. Analisis Validitas

Ketercapaian suatu produk dilihat dari kegiatan pembelajaran yang

optimal, guru dituntut untuk menyiapkan dan merencanakannya dengan

sebaik-baiknya. Oleh karena itu, suatu perangkat pembelajaran yang valid

sangatlah diperlukan bagi setiap guru. Validasi dalam suatu penelitian

pengembangan meliputi validasi isi dan validasi konstruk. Validitas isi

(relevancy) menurut Nieveen (dalam Plomp, 2013:160) adalah ada sebuah

kebutuhan untuk intervensi (perangkat yang dibuat), dan rancangan didasari

pada pengetahuan ilmiah yang ada. Sedangkan validitas konstruk

(consistency) masih menurut Nieveen (dalam Plomp, 2013:160) adalah

perancangan intervensi (perangkat pembelajaran) sesuai dengan

logika/alasan-alasan yang tepat.

Analisis validitas dilakukan dengan cara menganalisis seluruh aspek

yang dinilai oleh setiap validator terhadap instrumen lembar validasi yang
56

terdiri dari lembar validasi modul, RPP, dan soal. Analisis tersebut disajikan

dalam bentuk tabel. Untuk mengetahui persentase kevalidan menggunakan

rumus :

P=
∑ skor per item x 100 %
skor maksimal

Hasil yang diperoleh kemudian diinterpretasikan dengan menggunakan

kategori berikut :

Tabel 3.3. Kategori Validitas Lembar Validasi


Interval Kategori

0 < P ≤ 0,20 Tidak Valid

0,20 < P ≤ 0,40 Kurang Valid

0,40 < P ≤ 0,60 Cukup Valid

0,60 < P ≤ 0,80 Valid

0,80 < P ≤ 1,00 Sangat Valid

(Riduwan, 2007 : 89)

2. Analisis Kepraktisan

Kepraktisan adalah suatu kualitas yang menunjukkan kemungkinan dapat

dijalankan suatu kegunaan umum dari suatu teknik penilaian, dengan

mendasarkan pada biaya, waktu, kemudahan penyusunan dan penskoran

serta penginterpretasian hasil-hasilnya (Purwanto, 2008:137). Kepraktisan

juga diartikan pula sebagai kemudahan dalam menyelenggarakan membuat

instrumen, dan dalam pemeriksaan atau penentuan keputusan yang objektif

sehingga keputusan tidak menjadi bias atau meragukan. Uji praktikalitas

yang dilakukan pada penelitian ini untuk melihat keterpakaian modul yang
57

dikembangkan. Pada penelitian ini modul dikatakan praktis jika mudah

digunakan oleh siswa ditandai dengan hasil angket respon siswa setelah

mengikuti proses pembelajaran. Analisis praktikalitas yang dilakukan

adalah praktis dari segi penyajian dan kemudahan dalam penggunaan

modul.

Analisis praktikalitas dilakukan dengan pengisian angket oleh siswa.

Angket diberikan kepada siswa setelah mengikuti pembelajaran

menggunakan modul. Data hasil tanggapan siswa melalui angket yang

terkumpul dianalisa dengan menggunakan rumus :

P=
∑ skor per item x 100 %
skor maksimal

Hasil yang diperoleh kemudian diinterpretasikan dengan menggunakan

kategori berikut :

Tabel 3.4. Kategori praktikalitas modul.


Interval Kategori

0 < P ≤ 0,20 Tidak Praktis

0,20 < P ≤ 0,40 Kurang Praktis

0,40 < P ≤ 0,60 Cukup Praktis

0,60 < P ≤ 0,80 Praktis

0,80 < P ≤ 1,00 Sangat Praktis

(Riduwan, 2007 : 89)


58

DAFTAR PUSTAKA
Abdul Majid. 2007. Perencanaan Pembelajaran. Bandung: PT Remaja Rosda

Karya.

Anderson, Ronald H. 1994. Pemilihan dan pengembangan media untuk

pembelajaran. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada.

Arief, S. Sadiman. Dkk. 2006. Media pendidikan pengertian, pengembangan, dan

pemanfaatannya. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Arief S. Sadiman, dkk. 2011. Media Pendidikan: Pengertian, Pengembangan, dan

Pemanfaatannya. Jakarta: CV Rajawali.

Azhar, Arsyad. 2005. Media Pembelajaran. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada.

Azhar, Arsyad. 2002. Media Pembelajaran. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada

Bahri & Zain. 1997. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Rineka Cipta

B. Suryosubroto. 1983 Sistem Pengajaran dengan Modul, Jakarta: Bina Aksara.

Anda mungkin juga menyukai