Anda di halaman 1dari 4

SOAL UAS

PIDANA KESEHATAN

Dosen Pengampu
Dr. H. M Yusuf Daeng, SH.,MH

SifatUjian : Close Book


Berdoalahsebelummengerjakan

1. Ketika kapan menurut anda adanya unsur pidana dari perbuatan seseorang dari
Undang-undang Kesehatan dan bagaimana pula perbuatan itu masuk perbuatan
pidana tapi dibenarkan oleh Undang-undang, Jelaskan.
Jawab :
Unsur-unsur tindak pidana Pasal 196 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009
adalah :
a) Unsur-unsur objektif :
1) Perbuatan : memproduksi atau mengedarkan;
2) Objeknya : sediaan farmasi dan/atau alat kesehatan;
3) Yang tidak memenuhi standar dan/atau persyaratan keamanan, khasiat atau
kemanfaatan, dan mutu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 98 ayat (2) dan
ayat (3).
b) Unsur subjektif : dengan sengaja.
Ada dua perbuatan yakni memproduksi atau mengedarkan. Bisa saja pembuat
yang melakukan perbuatan memproduksi atau mengedarkannya. Objek kejahatan
yang sekaligus objek kedua perbuatan tersebut ialah sediaan farmasi dan/atau alat
kesehatan. Sediaan farmasi adalah obat, bahan obat, obat tradisional, dan
kosmetika (Pasal 1 Angka 4). Alat kesehatan adalah instrumen, aparatus, mesin
dan/atau implan yang tidak mengandung obat yang digunakan untuk mencegah,
mendiagnosis, menyembuhkan dan meringankan penyakit, merawat orang sakit,
memulihkan kesehatan pada manusia, dan/atau membentuk struktur dan
memperbaiki fungsi tubuh (Pasal 1 angka 5).

Hukum Pidana sebagai Hukum yang mengatur perbuatan-perbuatan yang


dilarang oleh Undang-Undang dan berakibat diterapkannya hukuman bagi siapa
yang melakukannya dan memenuhi unsur-unsur perbuatan yang disebutkan
dalam Undang-Undang Pidana. Seperti perbuatan yang dilarang dalam Kitab
Undang-Undang Hukum Pidana, Undang-Undang Korupsi, Undang-Undang
HAM dan lain sebagainya. Hukum pidana adalah hukum yang mengatur
perbuatan-perbuatan apa yang dilarang dan memberikan hukuman bagi yang
melanggarnya.
Dalam hukum pidana terdapat keadaan-keadaan yang membuat hakim
tidak dapat mengadili seorang pelaku pidana, hingga hakim pun tidak dapat
menjatuhkan hukuman terhadap pelaku tersebut atau yang disebut juga sebagai
dasar-dasar yang meniadakan hukuman. Dalam “dasar-dasar yang meniadakan
hukuman” terdapat dua jenis alasan yang masuk ke dalam kategori tersebut, yaitu
alasan pembenar dan alasan pemaaf. Alasan pembenar dan alasan pemaaf
merupakan alasan penghapus pidana, yaitu alasan-alasan yang menyebabkan
seseorang tidak dapat dipidana/dijatuhi hukuman.
Alasan pembenar adalah alasan yang meniadakan sifat melawan hukum
suatu perbuatan.   Jenis-jenis alasan pembenar adalah:
a. daya paksa (Pasal 48 KUHP); 
b. pembelaan terpaksa (Pasal 49 Ayat (1) KUHP); 
c. sebab menjalankan perintah undang-undang (Pasal 50 KUHP); dan
d. sebab menjalankan perintah jabatan yang sah (Pasal 51 Ayat (1)
KUHP)
Sedangkan alasan pemaaf adalah alasan yang meniadakan unsur
kesalahan dalam diri pelaku. Pada umumnya, pakar hukum mengkategorikan
suatu hal sebagai alasan pemaaf, yaitu:
a. ketidakmampuan bertanggung jawab (Pasal 44 KUHP); 
b. daya paksa (Pasal 48 KUHP);
c. pembelaaan terpaksa yang melampaui batas (Pasal 49 Ayat (2)
KUHP); dan
d. menjalankan perintah jabatan tanpa wewenang  (Pasal 51 Ayat (2)
KUHP)
Sebagai kesimpulan, alasan pemaaf berarti alasan yang menghapuskan
kesalahan dari pelaku tindak pidana. Sementara itu, alasan pembenar berarti
alasan yang menghapuskan sifat melawan hukum dari suatu tindak pidana. Selain
itu, alasan pemaaf bersifat subjektif dan melekat pada diri orangnya, khususnya
mengenai sikap batin sebelum atau pada saat akan berbuat. Sedangkan alasan
pembenar bersifat obyektif dan melekat pada perbuatannya atau hal-hal lain di
luar batin si pelaku.

2. Seorang medis membuat kesalahan fatal tapi karena keterbatasan ilmu bagimana
menurut anda dari aspek hukum? Kemudian para medis melakukan suatu
perbuatan pidana dengan sengaja tapi dia hanya sebagai asisten menurut printah,
pertanyaan coba uraikan pertanggung jawaban pidananya dengan contoh
perbuatan.
Jawab :
Dikutip oleh HM.Soedjatmiko, merumuskan malpraktek sebagai :
“any profesional misconduct, unreasonable lack of skill or fidelity in professional
or judiary duties, evil practice, or illegal or illegal or immoral conduct…”
(perbuatan jahat seseorang medis, kekurangan dalam keterampilan yang di bawah
standar, atau tidak cermatnya seorang ahli dalam menjalankan kewajibannya
secara hukum, praktek yang jelek atau illegal atau perbuatan yang tidak
bermoral).
Anny Isfandyarie, menyimpulkan sebagai kesalahan dokter karena tidak
mempergunakan ilmu pengetahuan dan tingkat keterampilan sesuai dengan
standar profesinya yang akhirnya mengakibatkan pasien terluka atau cacat badan
bahkan meninggal dunia.

Sebagai dasar pertanggungjawaban pidana adalah kesalahan yang terdapat


pada jiwa pelaku dalam hubungannya (kesalahan itu) dengan kelakukan yang
dapat dipidana dan berdasarkan kejiwaan itu pelaku dapat dicela karena
kelakuannya. Untuk adanya kesalahan pada pelaku harus dicapai dan ditentukan
terlebih dahulu beberapa hal yang menyangkut pelaku, yaitu:
a) Kemampuan bertanggungjawab;
b) Hubungan, kejiwaan antara pelaku dan akibat yang ditimbulkan (termasuk
pula kelakuan yang tidak bertentangan dalam hukum dalam kehidupan sehari-
hari;
c) Dolus dan culpa, kesalahan merupakan unsur subjektif dari tindak pidana. Hal
ini sebagai konsekuensi dari pendapatnya yang menghubungkan (menyatukan)
straafbaarfeit dengan kesalahan.
3. Jika seorang pimpinan instansi medis dengan gelar dokter atau SKM atau lainnya
dia diduga melakukan pidana korupsi, pertanyaannya Undang-undang apa
dikenakan? Jelaskan.
Jawab :
Seorang pimpinan instansi medis dengan gelar dokter atau SKM r dapat dijerat
dengan pasal obstruction of justice melalui Undang-Undang Tindak Pidana
Korupsi dan Pasal 263 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Ancamannya 4-8
tahun 6 bulan penjara.
Adapun untuk penindakan, selain mendukung upaya penegak hukum memproses
secara pidana terhadap oknum dokter yang melanggar, pihak konsil kedokteran
dan Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia sebaiknya harus berani
menjatuhkan sanksi atas pelanggaran etik dan disiplin yang dilakukan dokter.
Beberapa sanksi yang dapat dijatuhkan terhadap dokter yang melakukan tindak
pidana itu antara lain peringatan tertulis hingga rekomendasi pencabutan surat
tanda registrasi, yang berarti gelar profesi dokternya dapat dicabut.
Sanksi tegas dari organisasi profesi dan ancaman hukuman pidana maksimal
tersebut diharapkan dapat membuat jera oknum dokter sekaligus mengembalikan
citra dokter di mata publik. Pada masa mendatang, jangan ada lagi dokter yang
merintangi KPK atau tidak mendukung upaya pemberantasan korupsi

4. Tulis Judul membahas tentang apa? kerja dimana? Alumni dimana?

SEMOGA BERHASIL

Anda mungkin juga menyukai