Anda di halaman 1dari 95

i

KPPPA
2018
Hak cipta © kpppa, 2018

Modul ini adalah bagian dari desiminasi Konvensi Hak Anak.

Modul ini disusun oleh Dr. Hamid Patilima, S.Sos., M.Sos.


Tim Ahli Pengembangan Kabupaten/Kota Layak Anak ii

Untuk informasi lebih lanjut tentang Konvensi Hak Anak, harap hubungi:
Tim Penyusun Modul

Desain grafis: @hp


MENTERI PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK
REPUBLIK INDONESA

iii
SAMBUTAN

Negara, Pemerintah, dan Pemerintah Daerah berkewajiban dan bertanggung jawab


menghormati pemenuhan Hak Anak tanpa membedakan suku, agama, ras,
golongan, jenis kelamin, etnik, budaya dan bahasa, status hukum, urutan kelahiran,
dan kondisi fisik dan/atau mental. Pemerintah Daerah untuk melaksanakan dan
mendukung kebijakan nasional dalam penyelenggaraan Perlindungan Anak di
daerah melalui upaya daerah membangun kabupaten/kota layak Anak.
Kabupaten/Kota Layak Anak yang selanjutnya disingkat KLA adalah kabupaten/kota
dengan sistem pembangunan yang menjamin pemenuhan hak anak dan
perlindungan khusus anak, dan dilakukan secara terencana, menyeluruh, dan
berkelanjutan.
Pengukuran KLA menggunakan 24 indikator, yang mencerminkan pemenuhan dan
perlindungan anak dari aspek kelembagaan dan 5 (lima) klaster substantif Konvensi
Hak Anak (KHA). Setiap indikator KLA mensyaratkan Sumber Daya Manusia yang
terlatih Konvensi Hak Anak. Salah satunya adalah di bidang kesehatan dasar dan
kesejahteraan.
Terkait dengan hal tersebut, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan
Perlindungan Anak, Deputi Bidang Tumbuh Kembang Anak menyusun “Modul
Pelatihan tentang Kesehatan Dasar dan Kesejahteraan bagi Tenaga Kesehatan dan
Pengelola Layanan Kesehatan.”
Untuk mempercepat tersedianya Sumber Daya Manusia Terlatih Konvensi Hak Anak
di seluruh pemangku kepentingan terkait di tingkat nasional, provinsi, dan
kabupaten/kota dapat menggunakan Modul Pelatihan ini sebagai rujukan dalam
melakukan Pelatihan Konvensi Hak Anak di masing-masing wilayah.
Terima kasih dan penghargaan yang tinggi disampaikan kepada tim penyusun dan
semua pihak atas upaya dan kerjasamanya sehingga tersusunnya publikasi ini.
Semoga kerjasama yang telah terjalin dapat terus ditingkatkan pada masa yang akan
datang.

Jakarta, Juli 2018


Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak,
Republik Indonesia

Yohana Susana Yembise


KATA PENGANTAR

Pemenuhan hak dan perlindungan anak di era otonomi daerah dilakukan melalui
pengembangan Kabupaten/Kota Layak Anak (KLA), yang telah dirintis sejak tahun
2006 dan selanjutnya KLA telah direvitalisasi tahun 2010. KLA adalah
iv
kabupaten/kota dengan sistem pembangunan yang menjamin pemenuhan hak anak
dan perlindungan khusus anak, dan dilakukan secara terencana, menyeluruh, dan
berkelanjutan.
Pengukuran KLA menggunakan 31 indikator, yang mencerminkan pemenuhan dan
perlindungan anak dari aspek kelembagaan dan 5 (lima) klaster substantif Konvensi
Hak Anak (KHA). Setiap indikator KLA mensyaratkan Sumber Daya Manusia yang
terlatih Konvensi Hak Anak. Salah satunya adalah di bidang kesehatan dasar dan
kesejahteraan.
Terkait dengan hal tersebut, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan
Perlindungan Anak, Deputi Bidang Tumbuh Kembang Anak menyusun “Modul
Pelatihan tentang Kesehatan Dasar dan Kesejahteraan bagi Tenaga Kesehatan dan
Pengelola Layanan Kesehatan.”
Untuk mempercepat tersedianya Sumber Daya Manusia Terlatih Konvensi Hak Anak
di seluruh pemangku kepentingan terkait di tingkat nasional, provinsi, dan
kabupaten/kota dapat menggunakan Modul Pelatihan ini sebagai rujukan dalam
melakukan Pelatihan Konvensi Hak Anak di masing-masing wilayah.
Penyusunan Modul Pelatihan ini melibatkan berbagai pihak, untuk itu kami ucapkan
terima kasih.

Jakarta, Juli 2018


Deputi Bidang Tumbuh Kembang Anak

Lenny N. Rosalin SE., MSc., M.Fin.


DAFTAR ISI

SAMBUTAN ......................................................................................................................................... iii


KATA PENGANTAR ........................................................................................................................... iv
DAFTAR ISI .......................................................................................................................................... v v

PENGANTAR ........................................................................................................................................ 1
Alokasi Waktu Pelatihan ............................................................................................................. 2
Alat Bantu ...................................................................................................................................... 4
Langkah Kegiatan......................................................................................................................... 4
KERANGKA KERJA HAK ASASI MANUSIA .................................................................................. 8
KONVENSI HAK ANAK .................................................................................................................... 13
HAK KESEHATAN ANAK ................................................................................................................ 39
ANAK PENYANDANG DISABILITAS............................................................................................. 55
HIV-AIDS DAN HAK ANAK............................................................................................................. 62
KESEHATAN DAN PERKEMBANGAN REMAJA DALAM KONTEKS KONVENSI HAK
ANAK ................................................................................................................................................... 68
KABUPATEN/KOTA LAYAK ANAK ............................................................................................... 79
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................................... 89
PENGANTAR

Konvensi Hak Anak (KHA) merupakan instrumen internasional yang diratifikasi


oleh Indonesia pada tahun 19901. Konvensi ini dibagi menjadi delapan klaster, salah 1

satunya adalah Klaster Kesehatan Dasar dan Kesejahteraan.


KHA Pasal 42 menyebutkan bahwa “Negara-Negara Peserta berupaya agar Prinsip-
prinsip dan Ketentuan-ketentuan Konvensi ini diketahui secara luas oleh orang
dewasa dan anak-anak melalui cara-cara dan aktif.” Salah satu upaya yang dilakukan
adalah desiminasi ke publik, antara lain kepada tenaga kesehatan dan pengelola
layanan kesehatan.
Atas alasan dimaksud di atas, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan
Perlindungan Anak menyusun modul KHA Klaster Kesehatan Dasar dan
Kesejahteraan. Modul ini, menjadi bahan pegangan bagi para perencana program
atau kegiatan, pelaksana lapangan, dan pemantau dan evaluator di bidang
kesehatan.
Modul ini bertujuan, antara lain:
1. Memberikan pengetahuan tentang Kerangka Kerja Hak Asasi Manusia dan latar
belakang lahirnya kesepakatan internasional mengenai Hak Asasi Manusia.
2. Memberikan pengetahuan tentang sejarah, substansi, prinsip, dan komentar
umum Konvensi Hak Anak.
3. Memberikan informasi dan pengetahuan tentang hak kesehatan anak dari usia 0-
<18 tahun.
4. Memberikan panduan lebih lanjut tentang perwujudan hak anak penyandang
disabilitas.
5. Memajukan perwujudan hak anak dalam konteks HIV-Aids.
6. Memfokuskan penanganan kesehatan dan perkembangan remaja dalam konteks
Konvensi Hak Anak.
7. Memberikan informasi dan pengetahuan tentang pengembangan kabupaten/kota
layak anak, khususnya klaster kesehatan dasar dan kesejahteraan.

1 Keputusan Presiden Nomor 36 Tahun 1990 pada tanggal 25 Agustus 1990.


Alur Implementasi KHA Pasal 6

Prinsip
Pasal 27
Nondiskriminasi (P.2) Standar Hidup Isu Hak Anak:
Kepentingan Anak (P.3) Layak
Pandangan Anak (P.12) Standar Kesehatan
Tertinggi Anak
Disabilitas
Pasal 24 2
Anak dengan Hiv-Aids
Kesehatan
Remajaa
Pasal 6
Hak hidup & Pasal 18
Bantuan Negara
Tumbuh untuk Orang tua

Pelayanan Ramah
Anak di PKM, Klinik,
Pasal 26
Jaminan Sosial RS
Pasal Terkait
· Pasal 5: Perkembangan anak
· Pasal 7: Dirawat oleh orang tua Pasal 23
· Pasal 9: Tidak dipisahkan (orang Hak Anak
disabilitas
tua)
· Pasal 10: Reunifikasi keluarga
· Pasal 16: Privasi
· Pasal 17: Informasi Pasal 33
· Pasal 19: Kekerasan Narkoba
· Pasal 25: Pengobatan berkala
· Pasal 28: Pendidikan
· Pasal 29: Tujuan pendidikan
· Pasal 32-36: Eksploitasi
· Pasal 39: Pemulihan dan
reintegrasi

Alokasi Waktu Pelatihan2


Hari Kesatu
Total 45x7 = 315 menit:
 30 menit Pengantar sesi dan curah pendapat
 45 menit Presentasi dan Tanya Jawab
 90 menit Diskusi Kelompok
 120 menit Presentasi Kelompok (pleno): masing-masing kelompok diberi waktu
30 menit untuk presentasi dan tanya jawab / tanggapan peserta
 30 menit refleksi dan rangkuman

Membahas tentang:
 Kerangka Kerja Hak Asasi Manusia dan Hubungannya dengan Konvensi Hak
Anak dan Konvensi lainnya;
 Konvensi Hak Anak dan Sejarahnya;
 Hak kesehatan anak menurut kelompok umur; dan
 Anak Penyandang Disabilitas

2 Pengaturan waktu pelatihan bersumber dari bahan yang dipersiapkan oleh Hadi Utomo, dkk.
Langkah Kegiatan Hari 1:

Diskusi Kelompok
Pengantar Sesi dan Presentasi dan Tanya
dibagi dalam 5
Curah Pendapat Jawab HAM dan KHA
kelompok
(20’) (45’)
(90’)
3

Presentasi Kelompok Refleksi dan


(Pleno) Rangkuman
(150’) (10’)

Hari Kedua
Total 45x7 = 315 menit:
 30 menit Pengantar sesi dan curah pendapat
 45 menit Presentasi dan Tanya Jawab
 90 menit Diskusi Kelompok
 120 menit Presentasi Kelompok (pleno): masing-masing kelompok diberi waktu
30 menit untuk presentasi dan tanya jawab / tanggapan peserta
 30 menit refleksi dan rangkuman

Membahas tentang:
 HIV-Aids dan Hak Anak;
 Kesehatan dan Perkembangan Remaja dalam konteks KHA; dan
 Kabupaten/Kota Layak Anak.

Langkah Kegiatan Hari 2:


Presentasi dan Tanya Diskusi Kelompok
Pengantar Sesi dan
Jawab Klaster VI dan dibagi dalam 3
Curah Pendapat
KLA kelompok
(30’)
(45’) (90’)

Presentasi Kelompok Refleksi dan


(Pleno) Rangkuman
(120’) (30’)
Alat Bantu
 5 unit Laptop dan 5 unit LCD/proyektor
 Kertas flipchart, spidol, ketas metaplan (MP), pita perekat kertas.
 Bahan presentasi
 Lembar Kerja (LK) 1 – 8, yang berisi tugas dan bahan pembelajaran

4
Langkah Kegiatan
Hari Kesatu :
1. Perkenalan, harapan dan kekhawatiran.
2. Pembagian kelompok (5 kelompok), setiap kelompok atas ketua, sekretaris,
moderator (moderator pleno), dan anggota.
3. Pengantar sesi dan curah pendapat
a. Fasilitator menanyakan pemahaman peserta tentang:
i. Kerangka Kerja Hak Asasi Manusia dan hubungannya dengan
Konvensi Hak Anak dan Konvensi lainnya; Prinsip Hak Asasi
Manusia;
ii. Konvensi Hak Anak dan sejarahnya, mengenal berbagai Komentar
Umum; Pembagian klaster; isu-isu terkait dengan Klaster
Kesehatan Dasar dan Kesejahteraan;
iii. Hak kesehatan anak menurut Kelompok Umur; dan
iv. Anak Penyandang Disabilitas.
b. Fasilitator atau Co-Fasilitator mencatat komentar peserta;
c. Fasilitator atau Co-Fasilitator melakukan klarifikasi pendapat peserta di
lakukan dalam presentasi.
4. Presentasi Fasilitator dan tanya jawab Slide Modul KHA dan Instrumen
Internasional dan Nasional.
5. Diskusi Kelompok tentang :

a. Kerangka Kerja Hak Asasi Manusia dan hubungannya dengan Konvensi Hak
Anak dan Konvensi lainnya; Prinsip Hak Asasi Manusia;
b. Konvensi Hak Anak dan sejarahnya; mengenal berbagai Komentar Umum;
Pembagian klaster; isu-isu terkait dengan Klaster Kesehatan Dasar dan
Kesejahteraan;
c. Hak kesehatan anak menurut kelompok umur; dan
d. Anak Disabilitas.

Catatan:
a. Fasilitator membagi peserta menjadi 5 kelompok.
b. Fasilitator mengelompokkan peserta berdasarkan penghitungan angka 1
hingga 5 yang dilakukan berulang hingga semua peserta selesai menghitung
c. Masing-masing peserta bergabung dengan peserta lain yang memiliki angka
yang sama
Catatan 1:
Lembar kerja (LK), berisi tugas-tugas yang harus dikerjakan oleh peserta melalui
kelompok.
Lembar kerja juga berisi tentang bahan pembelajaran

a. Pembahasan dalam diskusi kelompok hari kesatu, terdiri dari:


i. Kelompok 1: Lembar Kerja (LK) 1 Kerangka Kerja Hak Asasi Manusia 5
dan hubungannya dengan Konvensi Hak Anak dan Konvensi lainnya;
Prinsip Hak Asasi Manusia
ii. Kelompok 2: Lembar Kerja (LK) 2 Konvensi Hak Anak dan
sejarahnya; mengenal berbagai Komentar Umum; Pembagian klaster;
isu-isu terkait dengan klaster kesehatan dasar dan kesejahteraan;
iii. Kelompok 3: Lembar Kerja (LK) 3 hak kesehatan anak menurut
kelompok umur
iv. Kelompok 4: Lembar Kerja (LK) 4 Anak penyandang disabilitas.

d. Fasilitator mempersilahkan tiap kelompok yeng telah terbentuk, untuk


melakukan diskusi

Catatan 2:
Pembentukan kelompok untuk kepentingan diskusi di dalam kelompok yang tidak
berubah selama proses pelatihan.
Peserta yang telah tergabung pada masing-masing kelompok membahas
berdasarkan lembar kerja

Presentasi Kelompok (Pleno)


Fasilitator mempersilahkan presentasi tiap kelompok secara bergantian dan tiap-
tiap peserta diperbolehkan bertanya atau berpendapat atas presentasi tersebut.
i. Presentasi kelompok 1 dan tanggapan peserta
ii. Presentasi kelompok 2 dan tanggapan peserta
iii. Presentasi kelompok 3 dan tanggapan peserta
iv. Presentasi kelompok 4 dan tanggapan peserta

Hari Kedua :
1. Pengantar sesi dan curah pendapat
a. Review hari kesatu3
b. Fasilitator menanyakan pemahaman peserta tentang:
i. HIV-Aids dan Hak Anak;
ii. Kesehatan dan Perkembangan Remaja dalam konteks Konvensi Hak
Anak; dan
iii. Kabupaten/Kota Layak Anak.
c. Fasilitator atau Co-Fasilitator mencatat komentar peserta;
3 Setiap peserta diberi kesempatan menyampaikan satu kalimat atas materi hari pertama
d. Fasilitator atau Co-Fasilitator melakukan klarifikasi pendapat peserta di
lakukan dalam presentasi.
2. Presentasi Fasilitator dan tanya jawab
3. Diskusi Kelompok tentang:
a. Fasilitator mempersilahkan tiap kelompok membahas lembar kerja yang
terdiri dari:
ii. Kelompok 1: Lembar Kerja (LK) 5 HIV-Aids dan Hak Anak. 6
iii. Kelompok 2: Lembar Kerja (LK) 6 Kesehatan dan Perkembangan
Remaja dalam konteks Konvensi Hak Anak.
iv. Kelompok 3: Lembar Kerja (LK) 7 Pengembangan Kabupaten/Kota
Layak Anak, khususnya indikator, struktur, dan lainnya terkait
dengan Klaster Kesehatan Dasar dan Kesejahteraan.
b. Fasilitator mempersilahkan tiap kelompok yeng telah terbentuk, untuk
melakukan diskusi
4. Presentasi Kelompok (Pleno)
Fasilitator mempersilahkan presentasi tiap kelompok secara bergantian dan tiap-
tiap peserta diperbolehkan bertanya atau berpendapat atas presentasi tersebut.
i. Presentasi kelompok 1 dan tanggapan peserta
ii. Presentasi kelompok 2 dan tanggapan peserta
iii. Presentasi kelompok 3 dan tanggapan peserta

5. Refleksi dan Rangkuman hari kedua4

4 Fasilitator mempersilakan salah satu peserta untuk melakukan refleksi dan rangkuman.
7
KERANGKA KERJA HAK ASASI MANUSIA
Tujuan: Memberikan pengetahuan tentang Kerangka Kerja
Hak Asasi Manusia dan latar belakang lahirnya
kesepakatan internasional mengenai Hak Asasi
Manusia.

Bertambahnya pengetahuan peserta tentang Sejarah dan Prinsip Manfaat:


Hak Asasi Manusia sebagai dasar lahirnya hak anak.

Waktu: 90 menit

Latar Belakang5
Untuk Memahami Kerangka Kerja Hak Asasi Manusia,
perlu diketahui urutan Deklarasi dan Konvensi yang disepakati
oleh Kepala Negara dan Kepala Pemerintahan di seluruh dunia
sejak tahun 1948 sampai dengan 2016. Berikut ini Deklarasi dan
Konvensi dimaksud, antara lain:
1. Tahun 1948 - Deklarasi Hak Asasi Manusia.6
2. Tahun 1965 - Konvensi Penghapusan Semua Bentuk
Diskriminasi Rasial.7
3. Tahun 1966 - Kovenan Hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya.8
4. Tahun 1966 - Kovenan Hak Sipil dan Politik.9
5. Tahun 1979 - Konvensi Penghapusan Segala Bentuk
Diskrimasi terhadap Perempuan.10

5 Eva Geidenmark, Child Rights Programming: How to Apply Rights-Based Approaches to


Programming A Handbook for International Save the Children Alliance Members, 2nd ed.(Lima:
Save the Children, 2005), hh. 14-17.
6 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.
7 Undang-Undang Nomor 29 Tahun 1999 tentang Pengesahan Konvensi Internasional tentang

Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Rasial, 1965.


8 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2005 tentang Pengesahan Kovenan Internasional tentang Hak

Ekonomi, Sosial, dan Budaya.


9 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2005 tentang Pengesahan Kovenan Internasional tentang Hak

Sipil dan Politik.


10 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1984 tentang Pengesahan Kovenan mengenai Penghapusan Segala

Bentuk Diskriminasi terhadap Wanita.


6. Tahun 1984 - Konvensi Menentang Penyiksaan dan
Kekejaman Lain, Tidak Manusiawi atau Perlakuan
Melecehkan atau Penghukuman.
7. Tahun 1986 - Deklarasi tentang Hak Pembangunan.
8. Tahun 1989 - Konvensi Hak Anak.11
9. Tahun 2000 - Deklarasi Millenium.
10. Tahun 2003 - Konvensi Perlindungan Hak Semua Pekerja
Migran dan Anggota Keluarganya.12 9
11. Tahun 2006 - Konvensi Hak Penyandang Disabilitas.13
12. Tahun 2015 – Tujuan Pembanguan Berkelanjutan.

Prinsip Hak Asasi Manusia


Prinsip hak asasi manusia:
1. Universal.
2. Dipisahkan dan saling tergantung.
3. Tidak dapat dicabut.
4. Akuntabilitas.
5. Pemegang hak bertanggung jawab untuk menghormati dan
tidak melanggar hak orang lain, baik secara moral atau
secara hukum.
6. Negara memiliki kewajiban untuk menghormati,
melindungi, dan memenuhi hak.

Persiapan: Modul ini mendorong peserta mencari tahu isi dari setiap
Deklarasi dan Konvensi, dan memahami makna dari setiap
substansi dan prinsip. Peserta juga didorong untuk mengetahui
apakah setiap Deklarasi dan Konvensi yang telah diadopsi
melalui kebijakan peraturan perundang-undangan di Indonesia.

Apa Yang Untuk memperlancar kegiatan diskusi, dibutuhkan sebagai


Dibutuhkan: berikut, antara lain:
1. Kertas A4.
2. Alat tulis.
3. Dokumen Undang-Undang.

11 Keputusan Presiden Nomor 36 Tahun 1990 tentang Konvensi Hak Anak.


12 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2012 tentang Pengesahan Konvensi Internasional mengenai
Perlindungan Hak Seluruh Pekerja Migran dan Anggota Keluarganya.
13 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2011 tentang Pengesahan Konvensi mengenai Hak Penyandang

Disabilitas.
Memulai Peserta dibagi dalam kelompok. Setiap anggota kelompok
Pelatihan: dipastikan aktif dalam berdiskusi.

10

Kegiatan: Apakah nama Peraturan Perundang Undangan untuk


meratifikasi masing-masing Konvensi Perserikatan
Bangsa-Bangsa?

Sesi 1:
Peserta berdiskusi mengenai:
1. Kerangka Kerja Hak Asasi Manusia.
2. Apa maksud dari setiap Konvensi dan Deklarasi?
3. Apakah Indonesia telah meratifikasi Konvensi yang ada?
4. Apakah konvensi tersebut telah diimplementasikan di
Indonesia?

Kegiatan Kedua: Apa makna dari setiap Prinsip Hak Asasi


Manusia?

Sesi 2:

Peserta mendiskusikan:
1. Apa makna dari setiap Prinsip Hak Asasi Manusia?
2. Berikan contoh setiap prinsip!

Apa yang Boleh  Tekankan materi diskusi kepada setiap peserta sangat
dan tidak Boleh penting untuk diingat dan dipahami.
dilakukan:  Setiap peserta dituntut memahami produk Konvensi
Perserikatan Bangsa-Bangsa dan peraturan perundang-
undangan yang meratifikasinya.
 Jangan terlalu lama waktu habis untuk berdiskusi.
 Jangan memaksakan kehendak kepada peserta lain.

Diskusi Akhir Mengakhiri sesi ini, peserta diminta untuk mendiskusikan


mengenai apa yang dapat dipahami dari Kerangka Hak Asasi
Manusia dan Prinsip Hak Asasi Manusia. Peserta diharapkan
lebih mengenal, mengetahui, dan memahami masing-masing
Konvensi dan nomor perundang-undangan.
Evaluasi dan Poin penting dari modul ini peserta memahami Konvensi dan
Tindak Lanjut Deklarasai Perserikatan Bangsa Bangsa. Konvensi tersebut
harapannya dapat diimplementasikan di Indonesia, sehingga
produk perundang undangan, termasuk produk peraturan di
daerah apakah telah diharmonisasikan dengan kebijakan
internasional. Setiap daerah diharapkan dapat
menerjemahkan setiap Konvensi dan Peraturan Perundang-
Undangan ke dalam bahasa daerah masing-masing. 11
12
KONVENSI HAK ANAK

Tujuan: Memberikan pengetahuan tentang sejarah,


substansi, prinsip, dan komentar umum Konvensi
Hak Anak.

13

Manfaat: Bertambah pengetahuan peserta tentang makna yang tertuang


dalam Konvensi Hak Anak.

Waktu: 90 menit

Latar Belakang Pengertian


Konvensi Hak Anak adalah Konvensi internasional yang
mengatur secara lengkap tentang hak sipil anak, hak budaya
anak, hak sosial anak, dan hak politik anak. Negara yang telah
meratifikasi terikat untuk menjalankannya sesuai dengan
hukum internasional. Pelaksanaan Konvensi Hak Anak diawasi
oleh Komite Hak Anak. Komite memberikan laporan ke Komite
Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa setiap tahun.

Sejarah
1. Tahun 1924 Liga Bangsa-Bangsa mengadopsi Deklarasi
tentang Hak Anak yang ditulis oleh Eglantyne Jebb, pendiri
Save the Children.
2. Tahun 1948 Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia
mengakui sifat "Khusus Anak dan Ibu.”
3. Tahun 1959 Perserikatan Bangsa-Bangsa mengadopsi
Deklarasi tentang Hak Anak.
4. Tahun 1989 Perserikatan Bangsa-Bangsa mengadopsi
Konvensi Hak Anak.

Substansi
Substansi dari Konvensi Hak Anak adalah sebagai berikut:
1. Penjelasan Langkah-Langkah Umum (Pasal 4, 41, 42, 44.6).
2. Definisi Anak (Pasal 1).
3. Prinsip Umum (Pasal 2, 3, 6, 12).
4. Hak Sipil dan Kebebasan (Pasal 7, 8, 13-17, 37).
5. Lingkungan Keluarga dan Pengasuhan Alternatif (Pasal 5, 9-
11, 18-21, 25, 27, 39).
6. Kesehatan Dasar dan Kesejahteraan (Pasal 6, 18, 23-24, 26-
27, 33).
7. Pendidikan, Waktu Luang, dan Kegiatan Budaya (Pasal 28, 14
29, 31).
8. Perlindungan Khusus (Pasal 22, 23, 30, 32-40).

Penjelasan
Negara yang telah meratifikasi Konvensi Hak Anak
diharuskan untuk menjelaskan beberapa hal penting berikut ini:
1. Legislasi – Kebijakan peraturan perundang-undangan
nasional dan daerah diharmonisasikan dengan Konvensi
Hak Anak.
2. Desentralisasi – Pembagian peran antara pemerintah pusat,
pemerintah provinsi, dan pemerintah kabupaten/kota dalam
pembangunan di bidang anak.
3. Koordinasi dan Rencana Aksi – Negara menunjuk
koordinator dan menyusun Rencana Aksi baik di tingkat
nasional maupun tingkat daerah (provinsi dan
kabupaten/kota) tentang Implementasi Konvensi Hak Anak.
Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan
Anak sebagai koordinator.
4. Pemantau Independen – Implementasi Konvensi Hak Anak
dipantau oleh Pemantau Independen, yaitu Komisi
Perlindungan Anak Indonesia.
5. Pengumpulan Data – Negara diharuskan memiliki
mekanisme pengumpulan data secara berkala dan selalu
diperbaharui. Data diharapkan berisi tentang profil anak
secara terpilah berdasarkan umur, jenis kelamin, dan
kewilayahan.
6. Desiminasi – Konvensi, Laporan Pelaksanaan Konvensi, dan
Rekomendasi Komite Hak Anak didesiminasikan kepada
semua pemangku kepentingan di bidang anak. Konvensi
dianjurkan untuk diterjemahkan ke dalam bahasa ibu.
7. Penyiapan Laporan – laporan implementasi Konvensi Hak
Anak disiapkan oleh tim penyusun yang melibatkan semua
pemangku kepentingan baik nasional maupun daerah.
Laporan tersebut diuji publik sebelum dikirimkan ke Komite
Hak Anak. Penyiapan Laporan dilakukan oleh Kementerian
Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak dan
Kementerian Luar Negeri mengirimkan laporan tersebut ke
Komite Hak Anak.

Prinsip
Konvensi Hak Anak berdasarkan pada empat prinsip,
yaitu:
1. Non-diskriminasi - Pasal 2.
2. Kepentingan Terbaik Anak - Pasal 3.
3. Kelangsungan Hidup, Tumbuh, dan Berkembang - Pasal 6.
4. Mendengar Pandangan Anak - Pasal 12.

Protokol Opsional
Konvensi Hak Anak dilengkapi dengan tiga protokol
opsional, yaitu:
1. Protokol Opsional Konvensi Hak Anak tentang Keterlibatan 15
Anak dalam Konflik Bersenjata.14
2. Protokol Opsional Konvensi Hak Anak tentang Penjualan
Anak, Prostitusi Anak, dan Pornografi Anak.15
3. Protokol Opsional Konvensi Hak Anak tentang Prosedur
Komunikasi.16

Komentar Umum Konvensi Hak Anak


Komite Hak Anak menerbitkan 17 Komentar umum
(General Comment) untuk memudahkan Negara Pihak
memahami isi dalam Konvensi Hak Anak. Komentar umum
dimaksud adalah sebagai berikut:
1. Nomor 1 Tahun 2001 tentang Tujuan Pendidikan.
2. Nomor 2 Tahun 2002 tentang Promosi dan Proteksi Hak
Anak.
3. Nomor 3 Tahun 2003 tentang HIV - AIDS dan Hak Anak.
4. Nomor 4 Tahun 2003 tentang Kesehatan dan Perkembangan
Remaja.
5. Nomor 5 Tahun 2003 tentang Langkah Umum Pelaksanaan
KHA.
6. Nomor 6 Tahun 2005 tentang Penanganan Anak Tanpa
Pendamping dan Terpisah Di Luar Negara Asal.
7. Nomor 7 Tahun 2005 tentang Pelaksanaan Hak Anak Usia
Dini.
8. Nomor 8 Tahun 2006 tentang Perlindungan Anak dari
Penghukuman Badan dan lainnya.
9. Nomor 9 Tahun 2006 tentang Hak Anak Penyandang
Disabilitas.
10. Nomor 10 Tahun 2007 tentang Hak Anak pada Sistem
Peradilan Anak.
11. Nomor 11 Tahun 2009 tentang Anak Masyarakat Adat dan
Hak-hak Mereka di Bawah Konvensi
12. Nomor 12 Tahun 2009 tentang Hak Anak untuk Didengar.
13. Nomor 13 Tahun 2011 tentang Bebas dari Semua Bentuk
Kekerasan.
14. Nomor 14 Tahun 2013 tentang Hak Anak - Kepentingan
Terbaik Anak sebagai Pertimbangan Utama.
15. Nomor 15 Tahun 2013 tentang Hak Anak untuk Menikmati
Standar Kesehatan Tinggi
14 Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2012 tentang Pengesahan Protokol Opsional Konvensi Hak Anak
mengenai Keterlibatan Anak dalam Konflik Bersenjata.
15 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2012 tentang Pengesahan Protokol Opsional Konvensi Hak Anak

mengenai Penjualan Anak, Prostitusi Anak, dan Pornografi Anak.


16 Indonesia belum menandatangani dan meratifikasi Protokol Opsional ini.
16. Nomor 16 Tahun 2013 tentang Kewajiban Negara mengenai
Dampak Sektor Bisnis pada Hak Anak.
17. Nomor 17 Tahun 2013 tentang Hak Anak untuk Beristirahat,
Bersantai, Bermain, Kegiatan Rekreasi, Kehidupan Budaya
dan Seni.

Klaster
Komite Hak Anak mengelompokkan Konvensi Hak Anak 16
menjadi delapan klaster. Tujuannya adalah untuk memudahkan
membaca dan memahami substansi Konvensi Hak Anak.
Klaster yang dimaksud adalah sebagai berikut:
1. Penjelasan Langkah-Langkah Umum (Pasal 4, 41, 42, 44.6).
2. Definisi Anak (Pasal 1).
3. Prinsip Umum (Pasal 2, 3, 6, 12).
4. Hak Sipil dan Kebebasan
a. Nama dan Kebangsaan (Pasal 7).
b. Mempertahankan Identitas (Pasal 8).
c. Kebebasan Berpendapat (Pasal 13).
d. Kemerdekaan Berpikir, Hati Nurani, dan Beragama
(Pasal 14).
e. Kebebasan Berserikat dan Berkumpul Secara Damai
(Pasal 15).
f. Perlindungan Privasi (Pasal 16).
g. Akses terhadap Informasi yang Layak (Pasal 17).
h. Hak untuk tidak Mengalami Penyiksaan dan
Perlakuan atau Penghukuman lain yang Kejam, Tidak
Manusiawi, atau Merendahkan Martabat Manusia
(Pasal 37 (a)).
5. Lingkungan Keluarga dan Pengasuhan Alternatif
a. Bimbingan Orang Tua (Pasal 15).
b. Tanggung Jawab Orang tua (Pasal 18 paragraf 1-2).
c. Terpisah dari Orang tua (Pasal 9).
d. Reunifikasi Keluarga (Pasal 10).
e. Pemindahan Secara Ilegal dan Tidak Kembalinya
Anak (Pasal 11).
f. Pemulihan Pernafkahan Bagi Anak (Pasal 27, paragraf
4).
g. Anak-anak yang Kehilangan Lingkungan Keluarga
(Pasal 20).
h. Pengangkatan Anak (Pasal 21).
i. Tinjauan Penempatan Secara Berkala (Pasal 25).
j. Kekerasan dan Penelantaran (Pasal 19), Termasuk
Pemulihan Fisik dan Psikologis serta Reintegrasi
Sosial (Pasal 39).
6. Kesehatan Dasar dan Kesejahteraan
a. Anak penyandang disabilitas (Pasal 23).
b. Kesehatan dan Layanan Kesehatan (Pasal 24).
c. Jaminan Sosial, Layanan dan Fasilitas Perawatan
Anak (Pasal 26 dan 18, paragraf 3).
d. Standar Hidup (Pasal 27, paragraf 1-3).
e. Penyalahgunaan obat-obatan (Pasal 33)
7. Pendidikan Pengisian Waktu Luang dan Kegiatan Budaya
a. Pendidikan, Termasuk Pelatihan dan Panduan
Kejuruan (Pasal 28).
b. Tujuan Pendidikan (Pasal 29).
c. Kegiatan Liburan, Rekreasi dan Kegiatan Seni Budaya
(Pasal 31).
8. Perlindungan Khusus
a. Anak dalam Situasi Darurat. 17
b. Anak Berkonflik dengan Hukum.
c. Anak dalam Situasi Eksploitasi, Termasuk Pemulihan
Fisik Dan Psikologis Dan Reintegrasi Sosial.
d. Anak-anak yang Termasuk dalam Suatu Kelompok
Minoritas atau Masyarakat Adat (Pasal 30).

Laporan dan Rekomendasi


Negara yang telah meratifikasi Konvensi Hak Anak diharuskan
memberikan laporan periodik ke Komite Hak Anak. Laporan
tersebut berisikan kemajuan implementasi Konvensi Hak Anak.
Komite Hak Anak membahas laporan periodik setiap Negara,
selanjutnya Komite Hak Anak memberikan rekomendasi untuk
ditindaklanjuti oleh Negara untuk dilaporkan pada laporan
periode selanjutnya ke Komite Hak Anak. Indonesia telah
memberikan Laporkan I, II, dan III dan IV implementasi
Konvensi Hak Anak ke Komite Hak Anak. Komite Hak Anak
menjadwalkan untuk Indonesia untuk memberikan laporan V
dan VI Implementasi Konvensi Hak Anak pada tahun 2019.

Perkembangan Implementasi Konvensi Hak Anak di


Indonesia
Indonesia menandatangani Konvensi Hak Anak pada 26
Januari 1990 dan diratifikasi dengan Keputusan Presiden
Nomor 36 Tahun 1990 pada tanggal 25 Agustus 1990. Indonesia
menyatakan menarik pernyataan atas ketentuan-ketentuan
Pasal 1, 14, 16, 17, 21, 22, dan 29 dari Konvensi Hak Anak pada
tanggal 11 Januari 2005.
Langkah yang dilakukan Indonesia dalam melaksanakan
Konvensi Hak Anak adalah melakukan Amandemen kedua
Undang Undang Dasar Tahun 1945 pada 18 Agustus 2000
dengan memasukkan Pasal 28B Ayat (2), “Setiap anak berhak
atas kelangsungan hidup, tumbuh, dan berkembang serta
berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.”
Langkah selanjutnya untuk melaksanakan Konvensi 1989 dan
Undang Undang Dasar 1945, Presiden menerbitkan Undang-
Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak
(diubah dengan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014);
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional; Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2003
tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga;
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 tentang
Kewarganegaraan; Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006
tentang Perlindungan Saksi/Korban (diubah dengan Undang-
Undang Nomor 31 Tahun 2014); Undang-Undang Nomor 23
Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan (diubah
dengan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013); Undang-
Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak
Pidana Perdagangan Orang; Undang-Undang Nomor 24 Tahun
2007 tentang Penanggulangan Bencana; Undang-Undang
Nomor 43 Tahun 2007 tentang Perpustakaan; Undang-Undang 18
Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi; Undang-Undang
Nomor 11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial; Undang-
Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan; Undang-
Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana
Anak; Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang
Penyandang Disabilitas.

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan


Daerah Pasal 12 ayat (2) huruf b menetapkan bahwa
perlindungan anak menjadi Urusan Pemerintahan Wajib yang
tidak berkaitan dengan Pelayanan Dasar.17
17
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah Pasal 12 ayat (1) Urusan
Pemerintahan Wajib yang berkaitan dengan Pelayanan Dasar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11
ayat (2) meliputi: a. pendidikan; b. kesehatan; c. pekerjaan umum dan penataan ruang; d. perumahan
rakyat dan kawasan permukiman; e. ketenteraman, ketertiban umum, dan pelindungan
masyarakat; dan f. sosial. Ayat (2) Urusan Pemerintahan Wajib yang tidak berkaitan dengan
Pelayanan Dasar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (2) meliputi: a. tenaga kerja; b.
pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak; c. pangan; d. pertanahan; e. lingkungan hidup;
f. administrasi kependudukan dan pencatatan sipil; g. pemberdayaan masyarakat dan Desa; h.
pengendalian penduduk dan keluarga berencana; i. perhubungan; j. komunikasi dan informatika; k.
koperasi, usaha kecil, dan menengah; l. penanaman modal; m. kepemudaan dan olah raga; n.
statistik; o. persandian; p. kebudayaan; q. perpustakaan; dan r. kearsipan. Ayat (3) Urusan
Pemerintahan Pilihan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1) meliputi: a. kelautan dan
perikanan; b. pariwisata; c. pertanian; d. kehutanan; e. energi dan sumber daya mineral; f.
perdagangan; g. perindustrian; dan h. transmigrasi.
Untuk mentransformasikan Konvensi Hak Anak dari bahasa
hukum ke dalam kebijakan dan program, Pemerintah melalui
Pasal 21 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang
Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002
tentang Perlindungan Anak, menegaskan bahwa Negara,
Pemerintah, dan Pemerintah Daerah berkewajiban dan
bertanggung jawab menghormati pemenuhan Hak Anak tanpa
membedakan suku, agama, ras, golongan, jenis kelamin, etnik, 19
budaya dan bahasa, status hukum, urutan kelahiran, dan
kondisi fisik dan/atau mental; Untuk menjamin pemenuhan
Hak Anak, negara berkewajiban untuk memenuhi, melindungi,
dan menghormati Hak Anak; Untuk menjamin pemenuhan Hak
Anak, Pemerintah berkewajiban dan bertanggung jawab dalam
merumuskan dan melaksanakan kebijakan di bidang
penyelenggaraan Perlindungan Anak; Untuk menjamin
pemenuhan Hak Anak dan melaksanakan kebijakan,
Pemerintah Daerah berkewajiban dan bertanggung jawab untuk
melaksanakan dan mendukung kebijakan nasional dalam
penyelenggaraan Perlindungan Anak di daerah dapat
diwujudkan melalui upaya daerah membangun kabupaten/kota
layak Anak. Khusus untuk Klaster Kesehatan Dasar dan
Kesejahteraan diterjemahkan melalui Pelayanan Ramah Anak di
Puskesmas.

Isi Konvensi Hak Anak terkait dengan Klaster III : Kesehatan Dasar dan
Kesejahteraan (Pasal 6, 18, paragraf. 3, 23, 24, 26, dan 27, paragraf. 1-3), 33 18

Pasal 6 1. Negara-negara Pihak mengakui bahwa tiap-tiap anak mempunyai


hak yang melekat atas kehidupan.

2. Negara-negara Pihak harus menjamin sampai pada jangkauan


semaksimum mungkin ketahanan dan perkembangan anak.

Pasal 18 3. Negara-negara Pihak harus mengambil semua langkah untuk


(3) menjamin bahwa anak-anak dari orang tua yang bekerja berhak atas
keuntungan dari pelayanan-pelayanan dan fasilitas-fasilitas
pengasuhan anak, yang untuknya mereka memenuhi syarat.

Pasal 23 1. Negara-negara Pihak mengakui bahwa seorang anak yang cacat


mental atau cacat fisik harus menikmati kehidupan yang utuh dan
layak, dalam keadaan-keadaan yang menjamin martabat,
meningkatkan percaya diri dan memberikan fasilitas partisipasi aktif
si anak dalam masyarakat.

2. Negara-negara Pihak mengakui hak anak penyandang disabilitas


atas perawatan khusus dan harus mendorong dan menjamin, dengan

18 Kompilasi dilakukan oleh Hadi Utomo CS.


tunduk pada sumber-sumber yang tersedia, pemberian kepada anak
yang memenuhi syarat dan mereka yang bertanggung jawab atas
perawatannya, bantuan yang untuknya permintaan diajukan dan yang
sesuai dengan keadaan si anak dan keadaan-keadaan orang tua atau
orang-orang lain yang merawat anak itu.

3. Dengan mengakui kebutuhan-kebutuhan khusus seorang anak


penyandang disabilitas, maka bantuan yang diberikan, sesuai dengan 20
ketentuan ayat 2 pasal yang sekarang ini, harus diadakan dengan
Cuma-Cuma, setiap waktu mungkin, dengan memperhatikan sumber-
sumber keuangan orang tua atau orang lain yang merawat si anak, dan
harus dirancang untuk menjamin bahwa anak penyandang disabilitas
tersebut mempunyai akses yang efektif ke dan menerima pendidikan,
pelatihan, pelayanan perawatan kesehatan, pelayanan rehabilitasi,
persiapan bekerja dan kesempatan rekreasi dalam suatu cara yang
menghasilkan pencapaian integrasi sosial yang paling sepenuh
mungkin, dan pengembangan perseorangan si anak termasuk
pengembangan budaya dan jiwanya.

4. Negara-negara Pihak harus meningkatkan, dalam semangat kerja


sama internasional, pertukaran informasi , di bidang perawatan
kesehatan yang preventif dan perlakuan medis, psikologis dan
fungsional dari anak penyandang disabilitas, termasuk
penyebarluasan dan akses ke informasi mengenai metode-metode
rehabilitasi, pendidikan dan pelayanan kejuruan, dengan tujuan
memungkinkan Negara Pihak untuk memperbaiki kemampuan dan
keahlian mereka dan untuk memperluas pengalaman mereka di
bidang-bidang ini. Dalam hal ini, perhatian khusus harus diberikan
mengenai kebutuhan-kebutuhan negara-negara sedang berkembang.

Pasal 24 1. Negara-negara Pihak mengakui hak anak atas penikmatan standar


kesehatan yang paling tinggi dapat diperoleh dan atas berbagai
fasilitas untuk pengobatan penyakit dan rehabilitasi kesehatan.
Negara-negara Pihak harus berusaha menjamin bahwa tidak seorang
anak pun dapat dirampas haknya atas aksers ke pelayanan perawatan
kesehatan tersebut.

2. Negara-negara Pihak harus mengejar pelaksanaan hak ini


sepenuhnya dan terutama, harus mengambil langkah-langkah untuk:
(a) Mengurangi kematian bayi dan anak; (b) Menjamin penyediaan
bantuan kesehatan yang diperlukan dan perawatan kesehatan untuk
semua anak dengan penekanan pada perawatan kesehatan primer; (c)
Memerangi penyakit dan kekurangan gizi yang termasuk dalam
kerangka kerja perawatan kesehatan primer melalui, antara lain,
penerapan teknologi yang dengan mudah tersedia dan melalui
penyediaan pangan bergizi yang memadai dan air minum bersih,
dengan mempertimbangkan bahaya-bahaya dan resiko-resiko
pencemaran lingkungan; (d) Menjamin perawatan kesehatan sebelum
dan sesudah kelahiran untuk para ibu; (e) Menjamin bahwa semua
bagian masyarakat, terutama orang tua

dan anak, diinformasikan, mempunyai akses ke pendidikan dan


ditunjang dalam penggunaan pengetahuan dasar mengenai kesehatan
dan gizi anak, manfaat-manfaat ASI, kesehatan dan sanitasi
lingkungan dan pencegahan kecelakaan; (f) Mengembangkan
perawatan kesehatan yang preventif, bimbingan bagi orang tua dan
pendidikan dan pelayanan keluarga berencana. 21

3. Negara-negara Pihak harus mengambil semua langkah yang efektif


dan tepat dengan tujuan menghilangkan praktek-praktek tradisional
yang merusak kesehatan anak.

4. Negara-negara Pihak berusaha meningkatkan dan mendorong kerja


sama internasional dengan tujuan mencapai realisasi hak yang diakui
dalam pasal ini sepenuhnya dan secara progresif. Dalam hal ini, maka
harus diberikan perhatian khusus pada kebutuhan-kebutuhan negara-
negara sedang berkembang.

Pasal 26 1. Negara-negara Pihak harus mengakui untuk setiap anak hak atas
kemanfaatan dari jaminan sosial termasuk asuransi sosial dan harus
mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk mencapai
realisasi hak ini sepenuhnya sesuai dengan hukum nasional mereka.

2. Kemanfaatan-kemanfaatan, apabila tepat, akan diberikan, dengan


memperhatikan sumber-sumber dan keadaan-keadaan anak itu dan
orang-orang yang bertanggung jawab memelihara dan mengasuh anak
tersebut, dan juga setiap pertimbangan lain yang relevan untuk
mengajukan permohonan berbagai kemanfaatan-kemanfaatan yang
dibuat oleh anak itu atau atas nama anak itu.

Pasal 27 1. Negara-negara Pihak mengakui hak setiap anak atas suatu standar
(1-3) kehidupan yang memadai bagi perkembanga fisik, mental, spiritual,
moral dan sosial anak.

2. Orang tua atau orang-orang lain yang bertanggung jawab atas anak
itu mempunyai tanggung jawab primer untuk menjamin di dalam
kesanggupan dan kemampuan keuangan mereka, penghidupan yang
diperlukan bagi perkembangan si anak.

3. Negara-negara Pihak, sesuai dengan keadaan-keadaan nasional dan


di dalam sarana-sarana mereka, harus mengambil langkah-langkah
untuk membantu orang tua dan orang-orang lain yang bertanggung
jawab atas anak itu untuk melaksanakan hak ini, dan akan
memberikan bantuan material dan mendukung program-program,
terutama mengenai gizi, pakaian dan perumahan.

Pasal 33 Negara-negara Peserta harus mengambil langkah-langkah yang layak,


termasuk langkah-langkah legislatif, administratif, sosial dan
pendidikan, guna melindungi anak-anak dari penyalahgunaan obat-
obatan narkotika dan zat-zat psikotropika sebagaimana ditetapkan
dalam perjanjian-perjanjian internasional yang relevan, dan guna
mencegah penggunaan anak dalam produksi dan pengedaran gelap
zat-zat seperti itu.

Peraturan Perundang-Undangan terkait Kesehatan Dasar dan Kesejahteraan 19 22

Undang- Pasal 62
Undang Nomor
39 Tahun 1999 Setiap anak berhak memperoleh pelayanan kesehatan dan
Tentang HAM jaminan sosial secara layak, sesuai dengan kebutuhan fisik dan
mentak spiritualnya.

Pasal 64

Setiap anak berhak untukmemperoleh perlindungan dari


kegiatan eksploitasi ekonomi dan setiap pekerjaan yang
membehayakan dirinya, sehingga dapat mengganggu
pendidikan, kesehatan fisik, moral, kehidupan sosial, dan
mental spiritualnya.

Undang- Pasal 8
Undang Nomor
23 Tahun 2002 Setiap anak berhak memperoleh pelayanan kesehatan dan
Tentang jaminan sosial sesuai dengan kebutuhan fisik, mental, spiritual,
Perlindungan dan sosial.
Anak diubah
dengan Pasal 44
Undang-
Undang Nomor (1) Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib menyediakan
35 Tahun 2014 fasilitas dan menyelenggarakan upaya kesehatan yang
komprehensif bagi Anak agar setiap Anak memperoleh derajat
kesehatan yang optimal sejak dalam kandungan.
(2) Penyediaan fasilitas dan penyelenggaraan upaya kesehatan
secara komprehensif sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
didukung oleh peran serta Masyarakat.
(3) Upaya kesehatan yang komprehensif sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) meliputi upaya promotif, preventif, kuratif, dan
rehabilitatif, baik untuk pelayanan kesehatan dasar maupun
rujukan.
(4) Upaya kesehatan yang komprehensif sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) diselenggarakan secara cuma-cuma bagi Keluarga
yang tidak mampu.

(5) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

19 Kompilasi dilakukan oleh Hadi Utomo CS.


sampai dengan ayat (4) disesuaikan dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.

Pasal 45

(1) Orang Tua dan Keluarga bertanggung jawab


menjaga kesehatan Anak dan merawat Anak sejak
dalam kandungan. 23

(2) Dalam hal Orang Tua dan Keluarga yang tidak


mampu melaksanakan tanggung jawab sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib
memenuhinya.

(3) Kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (2),


pelaksanaannya dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.

Pasal 45A
Setiap Orang dilarang melakukan aborsi terhadap Anak yang
masih dalam kandungan, kecuali dengan alasan dan tata cara
yang dibenarkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
Pasal 45B
(1) Pemerintah, Pemerintah Daerah, Masyarakat, dan Orang Tua
wajib melindungi Anak dari perbuatan yang mengganggu
kesehatan dan tumbuh kembang Anak.
(2) Dalam menjalankan kewajibannya sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), Pemerintah, Pemerintah Daerah, Masyarakat, dan
Orang Tua harus melakukan aktivitas yang melindungi Anak.

Pasal 46

Negara, Pemerintah, Pemerintah Daerah, Keluarga, dan Orang


Tua wajib mengusahakan agar Anak yang lahir terhindar dari
penyakit yang mengancam kelangsungan hidup dan/atau
menimbulkan kecacatan.

Pasal 47

(1) Negara, Pemerintah, Pemerintah Daerah, Masyarakat,


Keluarga, dan Orang Tua wajib melindungi Anak dari upaya
transplantasi organ tubuhnya untuk pihak lain.
(2) Negara, Pemerintah, Pemerintah Daerah, Masyarakat,
Keluarga, dan Orang Tua wajib melindungi Anak dari
perbuatan:
a. pengambilan organ tubuh Anak dan/atau jaringan tubuh
Anak tanpa memperhatikan kesehatan Anak;
b. jual beli organ dan/atau jaringan tubuh Anak; dan
c. penelitian kesehatan yang menggunakan Anak sebagai objek
penelitian tanpa seizin Orang Tua dan tidak mengutamakan
kepentingan yang terbaik bagi Anak.

Pasal 65

Perlindungan Khusus bagi Anak dari kelompok minoritas dan


terisolasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59 ayat (2) huruf c 24
dilakukan melalui penyediaan prasarana dan sarana untuk
dapat menikmati budayanya sendiri, mengakui dan
melaksanakan ajaran agamanya sendiri, dan menggunakan
bahasanya sendiri.

Pasal 71B

Perlindungan khusus bagi Anak yang menjadi korban


stigmatisasi dari pelabelan terkait dengan kondisi Orang Tuanya
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59 ayat (2) huruf o
dilakukan melalui konseling, rehabilitasi sosial, dan
pendampingan sosial.

Undang- Pasal 55
Undang Nomor
35 Tahun 2009 (1) Orang tua atau wali dari Pecandu Narkotika yang belum
tentang cukup umur wajib melaporkan kepada pusat kesehatan
Narkotika masyarakat, rumah sakit, dan/atau lembaga rehabilitasi medis
dan rehabilitasi sosial yang ditunjuk oleh Pemerintah untuk
mendapatkan pengobatan dan/atau perawatan melalui
rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial.

Pasal 133

(1) Setiap orang yang menyuruh, memberi atau menjanjikan


sesuatu, memberikan kesempatan, menganjurkan, memberikan
kemudahan, memaksa dengan ancaman, memaksa dengan
kekerasan, melakukan tipu muslihat, atau membujuk anak yang
belum cukup umur untuk melakukan tindak pidana
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 111, Pasal 112, Pasal 113,
Pasal 114, Pasal 115, Pasal 116, Pasal 117, Pasal 118, Pasal 119,
Pasal 120, Pasal 121, Pasal 122, Pasal 123, Pasal 124, Pasal 125,
Pasal 126, dan Pasal 129 dipidana dengan pidana mati atau
pidana penjara seumur hidup, atau pidana penjara paling
singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun
dan pidana denda paling sedikit Rp2.000.000.000,00 (dua
miliar rupiah) dan paling banyak Rp20.000.000.000,00 (dua
puluh miliar rupiah).
Undang- Pasal 128
Undang Nomor
36 Tahun 2009 (1) Setiap bayi berhak mendapatkan air susu ibu eksklusif sejak
Tentang dilahirkan selama 6 (enam) bulan, kecuali atas indikasi medis.
Kesehatan
(2) Selama pemberian air susu ibu, pihak keluarga, Pemerintah,
pemerintah daerah, dan masyarakat harus mendukung ibu bayi
25
secara penuh dengan penyediaan waktu dan fasilitas khusus.

(3) Penyediaan fasilitas khusus sebagaimana dimaksud pada


ayat (2) diadakan di tempat kerja dan tempat sarana umum.

Pasal 129

(1) Pemerintah bertanggung jawab menetapkan kebijakan dalam


rangka menjamin hak bayi untuk mendapatkan air susu ibu
secara eksklusif.

(2) Ketentuan lebih lanjut sebagaimana dimaksud pada ayat (1)


diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 130

Pemerintah wajib memberikan imunisasi lengkap kepada setiap


bayi dan anak.

Pasal 131

(1) Upaya pemeliharaan kesehatan bayi dan anak harus


ditujukan untuk mempersiapkan generasi yang akan datang
yang sehat, cerdas, dan berkualitas serta untuk menurunkan
angka kematian bayi dan anak.

(2) Upaya pemeliharaan kesehatan anak dilakukan sejak anak


masih dalam kandungan, dilahirkan, setelah dilahirkan, dan
sampai berusia 18 (delapan belas) tahun.

(3) Upaya pemeliharaan kesehatan bayi dan anak sebagaimana


dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) menjadi tanggung jawab
dan kewajiban bersama bagi orang tua, keluarga, masyarakat,
dan Pemerintah, dan pemerintah daerah.

Pasal 132

(1) Anak yang dilahirkan wajib dibesarkan dan diasuh secara


bertanggung jawab sehingga memungkinkan anak tumbuh dan
berkembang secara sehat dan optimal.

(2) Ketentuan mengenai anak yang dilahirkan sebagaimana


dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
(3) Setiap anak berhak memperoleh imunisasi dasar sesuai
dengan ketentuan yang berlaku untuk mencegah terjadinya
penyakit yang dapat dihindari melalui imunisasi.

(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai jenis-jenis imunisasi dasar


sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditetapkan dengan
Peraturan Menteri.
26
Pasal 133

(1) Setiap bayi dan anak berhak terlindungi dan terhindar dari
segala bentuk diskriminasi dan tindak kekerasan yang dapat
mengganggu kesehatannya.

(2) Pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat


berkewajiban untuk menjamin terselenggaranya perlindungan
bayi dan anak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan
menyediakan pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan.

Pasal 134

(1) Pemerintah berkewajiban menetapkan standar dan/atau


kriteria terhadap kesehatan bayi dan anak serta menjamin
pelaksanaannya dan memudahkan setiap penyelenggaraan
terhadap standar dan kriteria tersebut.

(2) Standar dan/atau kriteria sebagaimana dimaksud pada ayat


(1) harus diselenggarakan sesuai dengan pertimbangan moral,
nilai agama, dan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-
undangan.

Pasal 135

(1) Pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat wajib


menyediakan tempat dan sarana lain yang diperlukan untuk
bermain anak yang memungkinkan anak tumbuh dan
berkembang secara optimal serta mampu bersosialisasi secara
sehat.

(2) Tempat bermain dan sarana lain yang diperlukan


sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib dilengkapi sarana
perlindungan terhadap risiko kesehatan agar tidak
membahayakan kesehatan anak.

Pasal 138

(1) Upaya pemeliharaan kesehatan bagi lanjut usia harus


ditujukan untuk menjaga agar tetap hidup sehat dan produktif
secara sosial maupun ekonomis sesuai dengan martabat
kemanusiaan.

(2) Pemerintah wajib menjamin ketersediaan fasilitas pelayanan


kesehatan dan memfasilitasi kelompok lanjut usia untuk dapat
tetap hidup mandiri dan produktif secara sosial dan ekonomis.

Pasal 139

(1) Upaya pemeliharaan kesehatan penyandang cacat harus


ditujukan untuk menjaga agar tetap hidup sehat dan produktif
secara sosial, ekonomis, dan bermartabat. 27

(2) Pemerintah wajib menjamin ketersediaan fasilitas pelayanan


kesehatan dan memfasilitasi penyandang cacat untuk dapat
tetap hidup mandiri dan produktif secara sosial dan ekonomis.

Pasal 140

Upaya pemeliharaan kesehatan bagi lanjut usia dan penyandang


cacat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 138 dan Pasal 139
dilakukan oleh Pemerintah, pemerintah daerah, dan/atau
masyarakat.

Pasal 142

(1) Upaya perbaikan gizi dilakukan pada seluruh siklus


kehidupan sejak dalam kandungan sampai dengan lanjut usia
dengan prioritas kepada kelompok rawan:

a. bayi dan balita;

b. remaja perempuan; dan

c. ibu hamil dan menyusui.

(2) Pemerintah bertanggung jawab menetapkan standar angka


kecukupan gizi, standar pelayanan gizi, dan standar tenaga gizi
pada berbagai tingkat pelayanan.

(3) Pemerintah bertanggung jawab atas pemenuhan kecukupan


gizi pada keluarga miskin dan dalam situasi darurat.

(4) Pemerintah bertanggung jawab terhadap pendidikan dan


informasi yang benar tentang gizi kepada masyarakat.

(5) Pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat melakukan


upaya untuk mencapai status gizi yang baik.

Pasal 200

Setiap orang yang dengan sengaja menghalangi program


pemberian air susu ibu eksklusif sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 128 ayat (2) dipidana penjara paling lama 1 (satu) tahun
dan denda paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta
rupiah)
Undang- Pasal 59
Undang Nomor
18 tahun 2012 Pemerintah dan Pemerintah Daerah berkewajiban
Tentang meningkatkan pemenuhan kuantitas dan kualitas konsumsi
Pangan Pangan masyarakat melalui: a. penetapan target pencapaian
angka konsumsi Pangan per kapita pertahun sesuai dengan
angka kecukupan Gizi; b. penyediaan Pangan yang beragam, 28
bergizi seimbang, aman, dan tidak bertentangan dengan agama,
keyakinan, dan budaya masyarakat; dan c. pengembangan
pengetahuan dan kemampuan masyarakat dalam pola konsumsi
Pangan yang beragam, bergizi seimbang, bermutu, dan aman.

Pasal 67

(1) Keamanan Pangan diselenggarakan untuk menjaga Pangan


tetap aman, higienis, bermutu, bergizi, dan tidak bertentangan
dengan agama, keyakinan, dan budaya masyarakat.

(2) Keamanan Pangan dimaksudkan untuk mencegah


kemungkinan cemaran biologis, kimia, dan benda lain yang
dapat mengganggu, merugikan, dan membahayakan kesehatan
manusia.

Pasal 68

(1) Pemerintah dan Pemerintah Daerah menjamin terwujudnya


penyelenggaraan Keamanan Pangan di setiap rantai Pangan
secara terpadu.

(2) Pemerintah menetapkan norma, standar, prosedur, dan


kriteria Keamanan Pangan.

(3) Petani, Nelayan, Pembudi Daya Ikan, dan Pelaku Usaha


Pangan wajib menerapkan norma, standar, prosedur, dan
kriteria Keamanan Pangan sebagaimana dimaksud pada ayat
(2).

(4) Penerapan norma, standar, prosedur, dan kriteria Keamanan


Pangan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan secara
bertahap berdasarkan jenis Pangan dan skala usaha Pangan.

(5) Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah wajib membina


dan mengawasi pelaksanaan penerapan norma, standar,
prosedur, dan kriteria Keamanan Pangan sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4).
Kesimpulan Pengamatan Komite Hak Anak terhadap Laporan Indonesia
dalam Pelaksanaan Konvensi Hak Anak Periode ke-tiga (1997-2002) dan
ke-empat (2002-2007)20

Anak-anak Penyandang Disabilitas

Komite merekomendasikan agar Indonesia melakukan segala upaya untuk


melaksanakan Rencana Aksi Nasional Penyandang Disabilitas 2013-2022, dan 29
mendesak Indonesia untuk:

1) Mengamandemen undang-undang untuk memastikan diskriminasi atas dasar


disabilitas secara tegas dilarang memastikan bahwa semua ketentuan yang
mengakibatkan diskriminasi de facto para penyandang disabilitas dicabut;

2) Melakukan peningkatan kesadaran dan kampanye pendidikan bertujuan


menghilangkan segala macam diskriminasi secara de facto, khususnya hambatan
sikap dan lingkungan, terhadap anak-anak penyandang disabilitas,
menginformasikan dan membuat masyarakat tentang hak-hak dan kebutuhan
khusus anak disabilitas dan memastikan anak-anak penyandang disabilitas
disediakan dengan dukungan keuangan yang memadai dan memiliki akses penuh
ke layanan sosial dan kesehatan;

3) Menjamin bahwa anak-anak penyandang disabilitas dapat sepenuhnya


menggunakan hak pendidikan dan mengambil semua langkah yang diperlukan
untuk memasukkan mereka ke dalam sistem sekolah umum;

4) Mengumpulkan data spesifik anak-anak Penyandang Disabilitas dan terpilah


sehingga dapat diadaptasi pada kebijakan dan program untuk kebutuhan mereka.

Sehubungan dengan Rencana Aksi Nasional Penyandang Disabilitas 2013 - 2022,


Komite prihatin tentang Situasi Anak-anak Penyandang Disabilitas, khususnya:

1) Anak-anak Penyandang Disabilitas, terutama anak perempuan, yang menghadapi


berbagai bentuk diskriminasi dalam menjalankan hak-hak mereka, termasuk hak
mereka untuk mendapatkan pendidikan dan perawatan kesehatan;

2) Banyak anak-anak penyandang disabilitas yang tersembunyi atau ditempatkan di


lembaga-lembaga karena stigma sosial dari biaya ekonomi membesarkan mereka;

3) Sejumlah kecil anak-anak penyandang disabilitas bersekolah dan memiliki akses


ke perawatan kesehatan, layanan khusus, dan pusat-pusat rehabilitasi;

4) Tidak adanya pengumpulan data secara sistematis terhadap anak-anak


penyandang disabilitas.

20Committee on the Rights of the Child, Concluding observations on the combined third and fourth
periodic reports of Indonesia, 10 July 2014
Kesehatan dan Pelayanan Kesehatan

Komite prihatin akan:

1) Tingginya persentase neonatal, tingkat kematian bayi dan balita, terutama akibat
diare dan pneumonia, dan sejumlah besar anak-anak di bawah usia 5 tahun yang
menderita stunting dan di bawah berat badan;
30
2) Tingkat kematian ibu masih sangat tinggi;

3) Tingkat ketimpangan kematian bayi dan ibu antar provinsi;

4) Tidak adanya peraturan kesehatan publik tertentu pada masalah preventif


kesehatan seperti imunisasi, serta pelaksanaan memuaskan dari program
imunisasi;

5) Melanjutkan defisit mengenai infrastruktur dan dukungan untuk fasilitas


pelayanan kesehatan, serta keterampilan petugas kesehatan dan kehadiran di
tempat kerja tidak teratur.

Kesehatan Remaja

Komite merekomendasikan Indonesia untuk :

1) Mengamandemen peraturan perundang-undangan untuk memastikan remaja,


terutama perempuan, memiliki akses penuh dan tanpa syarat terhadap informasi
dan layanan mengenai kesehatan seksual dan reproduksi dan kontrasepsi, tanpa
perlu persetujuan dari orang tua atau suami, dan memastikan bahwa permintaan
mereka diperlakukan secara rahasia;

2) Mengembangkan dan menerapkan kebijakan yang ditujukkan untuk melindungi


hak-hak remaja hamil, ibu remaja, dan anak-anak mereka dan menghapus
diskriminasi terhadap mereka.

Keprihatinan selanjutnya adalah :

1) Layanan tertentu yang berkaitan dengan kesehatan reproduksi memerlukan


persetujuan dari orang tua atau suami; pada remaja putri khususnya menikah
harus meminta izin suami mereka untuk mendapatkan beberapa jenis layanan
kontrasepsi dari fasilitas kesehatan yang dikelola pemerintah;

2) Gadis remaja yang belum menikah, termasuk korban perkosaan, mungkin tidak
dapat mengakses layanan kesehatan reproduksi karena mereka tidak dapat
menyadari bahwa mereka berhak atau mereka takut stigmatisasi, yang mengarah
ke, antara lain, penyakit menular seksual, tingkat kehamilan remaja, resiko
aborsi yang tidak aman, kawin paksa pada usia muda dan putus sekolah.
HIV-AIDS

Komite mendesak Indonesia: mengembangkan dan memperkuat kebijakan dan


program untuk mencegah penyebaran HIV-AIDS dan untuk memberikan perawatan
dan dukungan bagi anak-anak yang terinfeksi atau terkena dampak HIV-AIDS;
Mempertahankan langkah-langkah mencegah penularan HIV-AIDS dari ibu-ke-bayi,
menyediakan konseling dan meningkatkan tindak lanjut pengobatan untuk ibu dan
31
bayi mereka yang terinfeksi HIV-AIDS, sehingga untuk memastikan diagnosis dini
dan memulai pengobatan.

Komite sangat prihatin terus meningkatnya prevalensi HIV-AIDS antara tahun


2000-2009 dan langkah-langkah cukup diambil oleh Indonesia secara efektif
mengatasi pandemi. Komite juga menggarisbawahi peningkatan jumlah orang
dengan HIV-AIDS di Papua dan peningkatan jumlah perempuan dengan HIV-AIDS,
yang telah menyebabkan kenaikan infeksi HIV pada anak.

Obat dan penyalahgunaan zat

Komite merekomendasikan: mengalokasikan semua sumber daya manusia, teknis,


dan keuangan yang diperlukan guna mengatasi penggunaan narkoba oleh anak-anak
dan remaja, antara lain, memberikan mereka informasi yang akurat dan objektif
yang bertujuan untuk menghindari dan mencegah penyalahgunaan zat, termasuk
tembakau dan alkohol, dan mengembangkan pengobatan ketergantungan obat dan
pengurangan dampak buruk dengan pelayanan yang dapat diakses dan ramah
remaja serta pendidikan kecakapan hidup.

Menyusui

Komite merekomendasikan untuk: memperkuat promosi pemberian ASI, termasuk


dengan membentuk sebuah program untuk mempromosikan manfaat menyusui dan
memungkinkan semua ibu menyusui bayinya secara eksklusif selama enam bulan
pertama kehidupan bayi.

Komite prihatin dengan rendahnya tingkat pemberian ASI di Indonesia, tercatat


secara khusus hanya 42 persen dari anak-anak Indonesia yang mendapatkan ASI
eksklusif selama enam bulan pertama kehidupan mereka.

Tingkat kehidupan

Komite merekomendasikan: mengembangkan strategi anti-kemiskinan holistik dan


mengambil semua langkah yang diperlukan untuk memahami dan mengatasi akar
penyebab, dan menghilangkan kemiskinan anak. Komite juga merekomendasikan
agar Indonesia:

1) Membangun strategi dan program penanggulangan kemiskinan di semua tingkat,


memberikan perhatian khusus pada daerah-daerah pedesaan dan terpencil, dan
menjamin akses yang adil terhadap pelayanan dasar, khususnya gizi yang cukup,
perumahan, air dan sanitasi, serta layanan pendidikan, sosial dan kesehatan, dan
menyediakan bahan bantuan kepada keluarga tidak mampu secara ekonomi;

2) Adaptasi program bantuan sosial pada bidang pendidikan guna memastikan


akses oleh anak-anak yang berada di luar sekolah;

3) Menetapkan program dukungan yang memadai guna memperbaiki situasi


perempuan pedesaan dan masyarakat adat untuk menjaga mereka dan anak-anak
mereka keluar dari kemiskinan secara berkelanjutan; 32

4) Menyediakan pekerja sosial terlatih, memadai, mampu mengidentifikasi keluarga


dan anak-anak berisiko, mengelola skema sosial secara efektif dan
menindaklanjuti pelaksanaannya.

Komite prihatin :

1) Diperkirakan 13,8 juta anak-anak yang hidup di bawah garis kemiskinan


nasional, dan 8,4 juta anak-anak yang hidup dalam kemiskinan yang ekstrim;

2) Proses desentralisasi, yang menyebabkan pembentukan banyak provinsi dan


kabupaten baru dan dengan demikian menimbulkan kesenjangan antar daerah
dalam akses terhadap pelayanan publik seperti pencatatan kelahiran, pendidikan
dasar, dan air minum yang bersih;

3) Kesenjangan perkotaan-pedesaan, etnis, dan jenis kelamin tentang kemiskinan,


menjadikan anak-anak di Papua menjadi sangat dirugikan;

4) Program bantuan sosial untuk pendidikan tidak mencapai anak-anak miskin


yang putus sekolah dan karena itu tidak dapat mengakses skema perlindungan
sosial;

5) Perempuan perdesaan dan masyarakat adat berhadapan dengan kemiskinan


tertentu, yang mengarah ke hasil yang lebih buruk bagi anak-anak mereka.

Persiapan: Modul ini membutuhkan perhatian dari peserta, karena mereka


harus membaca secara seksama substansi dari Konvensi Hak
Anak dan Protokol Opsional Konvensi Hak Anak. Peserta
diharuskan membaca dokumen peraturan perundang-undangan
yang berkaitan dengan substansi Konvensi Hak Anak.
Peserta juga diharuskan untuk memastikan apakah setiap
peraturan perundang-undangan yang terkait dengan anak telah
terharmonisasikan dengan Konvensi Hak Anak.
Apa Yang Untuk memperlacar proses diskusi, dibutuhkan beberapa
Dibutuhkan: kebutuhan penting sebagai berikut:
1. Dokumen Konvensi Hak Anak, Komentar umum Konvensi
Hak Anak, dan Perundang-undangan.
2. Papan tulis.
3. Kertas.
4. Alat tulis.
33

Memulai Peserta pelatihan dikelompokkan sesuai dengan


Pelatihan: pengelompokan klaster Konvensi Hak Anak.
Upayakan setiap peserta aktif dalam diskusi kelompok.

Kegiatan: Konvensi Hak Anak dan Perundang-Undangan

Sesi 1

Peserta mendiskusikan:
1. Apa makna Konvensi Hak Anak bagi pembangunan di
bidang kesehatan?
2. Apakah Konvensi Hak Anak telah diimplementasikan di
Indonesia, khususnya klaster Kesehatan Dasar dan
Kesejahteraan? Ukurannya?
3. Apakah setiap Pasal Konvensi Hak Anak menjadi rujukan
perundang-undangan di Indonesia? Bagaimana kebijakan
di Provinsi dan Kabupaten/Kota?
4. Bagaimana capaian dan kendala pelaksanaan KHA,
khususnya klaster Kesehatan Dasar dan Kesejahteraan?

Lembar Kerja (Kesehatan)

Identifikasi dan analisa atas implementasi Klaster III Tentang Kesehatan Dasar dan
Kesejahteraan.21

Aksi
Aksi
Situasi Aksi Dunia
Pasal Tantangan Pemerintah
Sekarang Masyarakat Usaha/
Daerah
Media
(1) (2) (3) (4) (5) (6)

Pasal 23. (Right of


Disable Children)

21 Adaptasi dari Modul yang disusun oleh Hadi Utomos CS.


Negara mengakui
Hak-hak anak
penyandang
disabilitas untuk
menikmati secara
penuh
kehidupannya:
Martabat, 34
Meningkatkan rasa
percaya diri,
Partisipasi aktif di
dalam masyarakat;
Hak anak
penyandang
disabilitas atas
perawatan khusus;
Menjamin
tersedianya
kebutuhankhusus
anak penyandang
disabilitas: Gratis,
Pendidikan,
Pelatihan,
Pelayanan,
kesehatan,
Pelayanan
rehabilitasi,
Persiapan kerja,
Kesempatan
rekreasi, Kerjasama
internasional
Pasal 24. (Child‘s
Right to Health and
Health Service)
Hak anak untuk
menikmati
standard kesehatan
yang tertinggi;
Menjamin akses
kesehatan tak
tercabut;
Implementasi
sepenuhnya atas
hak ini khususnya:
Mengurangi angka
kematian bayi dan
anak, Menjamin
bantuan medis dan
kesehatan/ Primary
Health Care,
Memerangi
penyakit dan
malnutrisi,
menjamin
perawatan
kesehatan bagi para
ibu ketika sebelum
dan sesudah
melahirkan, 35
Menjamin
pendidikan
kesehatan: Preventif,
Bimbingan dan
Pelayanan KB dan
orangtua, Kerjasama
internasional
Pasal 6. (2) (child‘s
right to life and
maximum survival
and development)
Negara menjamin
kelangsungan
hidup dan
perkembangan
anak semaksimal
mungkin
Pasal 18. (3)
(Parent‘s Joint
Responsibilities,
Assisted by the
State)
o Orangtua/Wali
bertanggung jawab
membesarkan dan
mengembangkan
anak
o Negara memberi
bantuan kepada
orangtua/wali yang
syah
o Menjamin anak
(orangtua
yangbekerja)
berhak
memperoleh
manfaat dan jasa
pemeliharaan anak
pasal 27. (1-3)
Child‘s Right to an
Adequate Standard
of Living
o Mengakui hak
anak atas standard
kehidupan yang
layak bagi
perkembangannya
meliputi: fisik,
mental, spiritual,
moral, dan sosial
anak 36
Negara harus
mengambil
langkah-langkah
untuk membantu
orangtua dalam
mengimplementasi-
kan kebutuhan
Gizi, Pakaian dan
Perumahan
Pasal 26. Child‘s
Right to Benefit
from Sosial Security
Mengakui hak anak
atas jaminan sosial
termasuk asuransi
sosial;
Melaksanakan
realisasi penuh atas
hak ini
Pasal 33 tentang
Penyalahgunaan
Narkotika
Negara-negara
Peserta harus
mengambil
langkah-langkah
yang layak,
termasuk langkah-
langkah legislatif,
administratif, sosial
dan pendidikan,
guna melindungi
anak-anak dari
penyalahgunaan
obat-obatan
narkotika dan zat-
zat psikotropika
sebagaimana
ditetapkan dalam
perjanjian-
perjanjian
internasional yang
relevan, dan guna
mencegah
penggunaan anak
dalam produksi dan
pengedaran gelap
zat-zat seperti itu

Apa yang Boleh  Dorong peserta aktif untuk memahami setiap substansi
dan tidak Boleh Konvensi Hak Anak. 37
dilakukan:  Dorong peserta menggali perundang-undangan yang
terkait dengan Konvensi Hak Anak.
 Hindari waktu terlalu lama untuk berdiskusi.

Diskusi Akhir Pastikan setiap peserta mengetahui dan memahami substansi


Konvensi Hak Anak. Ambil waktu 5-10 menit untuk
mendorong peserta mengajukan satu atau dua pertanyaan
untuk didiskusikan secara bersama-sama.

Evaluasi dan Inti dari Modul ini peserta memahami Konvensi Hak Anak
Tindak Lanjut dan mampu mengimplementasikannya pada proses
perencanaan, pelaksanaan, pemantauan, dan evaluasi pada
pembangunan di Bidang Kesehatan Dasar dan Kesejahteraan.
38
HAK KESEHATAN ANAK

Tujuan: Meningkatkan pengetahuan tentang hak kesehatan


anak.

39

Peserta mengetahui secara lengkap hak kesehatan anak dari usia Manfaat:
nol sampai di bawah 18 tahun.

Waktu: 90 menit

Latar Belakang

Hak kesehatan anak

Hak kesehatan anak meliputi hak untuk hidup dan tumbuh secara
wajar sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan serta
terlindungi dari kekerasan dan diskriminasi.
Hak-hak kesehatan anak, sebagai berikut:
1. Hak Kesehatan Janin dalam Kandungan
Hak kesehatan janin dalam kandungan adalah hak untuk
hidup, kelangsungan hidup, tumbuh dan dilindungi dari
tindak kekerasan. Upaya pemenuhan hak kesehatan janin
yang menjadi kewajiban orang tua/keluarga yakni menjaga
dan merawat kesehatan janin dalam kandungan dengan cara:
a. ibu hamil didukung keluarga untuk memeriksakan
kehamilannya secara rutin minimal 4 kali selama
kehamilan kepada petugas kesehatan terlatih, untuk
memantau kesehatan ibu dan perkembangan janin,
kemungkinan adanya penyakit yang berdampak pada janin
(misalnya infeksi HIV) serta adanya kelainan bawaan.
b. Memastikan bahwa ibu hamil telah mendapatkan suntikan
tetanus toksoid (TT) untuk mencegah kematian bayi akibat
penyakit tetanus pada bayi baru lahir.
c. Ibu hamil didukung keluarga mengkonsumsi: Makanan
bergizi yang kaya zat besi, vitamin A dan asam folat dalam
jumlah yang lebih banyak daripada ketika sebelum hamil.
1) garam beryodium untuk mencegah bayi cacat fisik dan
mental.
2) Tabletbesi untuk mengatasi anemia pada ibu hamil
serta vitamin lain yang dapat mempengaruhi
perkembangan bayi sesuai anjuran petugas kesehatan. 40
d. Ibu hamil tidak mengkonsumsi bahan berbahaya,
minuman keras dan tidak merokok.
e. Ibu hamil tidak bekerja berat dan cukup istirahat.
f. Memberi rangsangan perkembangan bayi dengan cara
mengelus perut dengan kasih sayang, mengajak bayi dalam
kandungan bicara serta memperdengarkan lagu klasik
didekat perut ibu, mulai usia kandungan 4 bulan. Tidur
dengan menggunakan kelambu yang telah diberi perlakuan
insektisida pada daerah endemis, untuk mencegah
malaria.
g. Mencari informasi tentang cara merawat anak yang benar.
h. Tidak mengkonsumsi obat kecuali yang diberikan atau
disarankan oleh petugas kesehatan Puskesmas/Rumah
Sakit.
i. Mempersiapkan dan memastikan persalinan oleh tenaga
kesehatan terlatih.
j. Pasangan suami isteri melakukan hubungan seksual yang
sehat dan bertanggung jawab untuk mencegah penyakit
menular seksual yang membahayakan bayi.
2. Hak Kesehatan Bayi Baru Lahir
a. Hak kesehatan bayi baru lahir, meliputi:
 Hak untuk mendapatkan air susu ibu (ASI) sebagai
makanan pertama dan utama bagi bayi;
 Hak untuk mendapatkan perawatan pencegahan,
meliputi imunisasi Hepatitis B (HBO), tetes mata,
vitamin K, lingkungan yang bersih dan sehat, serta
bebas dari penularan penyakit;
 Hak untuk mendapat perawatan bila sakit atau
mengalami gangguan gizi;
 Hak untuk tumbuh dan berkembang;
 Hak untuk mendapatkan perlindungan dari
kekerasan.
b. Upaya pemenuhan hak kesehatan bagi bayi baru lahir
yang merupakan kewajiban orang tua keluarga adalah:
 Ibu melahirkan di fasilitas pelayanan kesehatan,
mendapatkan vitamin A;
 Memastikan dilakukannya Inisiasi Menyusu Dini
(IMD). Yang dimaksud IMD adalah memberi
kesempatan kepada bayi untuk menyusu sendiri segera
setelah lahir dengan cara menengkurapkan bayi pada
perut ibunya dan dibiarkan kurang lebih 1jam untuk
menemukan sendiri puting susu ibunya;
 Tidak memberi makanan apapun selain ASI (ASI
eksklusif), ketika memberikan ASI biarkan bayi
menghisap dan melepaskan puting ibunya sendiri lalu
dipindah ke payudara lainnya;
 Memberikan ASI siang dan malam, sepanjang bayi
memerlukan;
 Membawa bayi kesarana pelayanan kesehatan untuk
pemeriksaan 41
 kesehatan bayi;
 Memastikan bayi mendapat imunisasi hepatitis B;
 Menjaga bayi agar tetap dalam keadaan hangat dan
tidak kedinginan;
 Menjaga kebersihan rumah dan lingkungan;
 Menjauhkan bayi dari asap rokok, asap dapur, asap
sampah, asap kendaraan bermo tor dan menjag a
agar ud ara ruan ga n selalu meng al ir/ berganti;
 Menjauhkan bayi dari orang sakit;
 Menjaga kebersihan diri bayi;
 Memberi kelambu nyamuk berinsektisida, pada daerah
endemis malaria;
 Segera membawa bayi ke petugas atau pelayanan
kesehatan bila bayi sakit;
 Memberi perawatan bayi sakit sesuai anjuran petugas
kesehatan;
 Memberikan rangsangan perkembangan dengan
memberikan senyuman dan berkomunikasi serta
memberi rangsangan dengan melantunkan nyanyian
atau suara lembut berirama, misalnya berirama klasik.
Disamping itu bayi harus selalu tidur dalam jangkauan
ibunya;
 Melindungi bayi dari tindak kekerasan;
 Ibu menjaga kesehatan dirinya dengan mengkonsumsi
makanan bergizi dan cukup istirahat;
 Ibu menggunakan kontrasepsi agar jarak usia kedua
anak paling tidak 2 tahun untuk mengoptimalkan
tumbuh kembang anak. Pilihan KB untuk ibu menyusui
meliputi:
o Metode Amenore Laktasi (LAM) dengan sering
memberikan ASI siang dan malam hari;
o Kondom;
o IUD dalam waktu 48 jam atau ditunda 4 minggu;
o Kontrasepsi oral yang hanya mengandung
progestogen;
o Implant.
3. Hak Kesehatan Neonatus (Bayi Usia 7-28
Hari)
a. Hak kesehatan Neonatus, meliputi:
 Hak untuk mendapatkan ASI saja tanpa makanan atau
minuman lainnya;
 Hak untuk mendapatkan perawatan pencegahan,
meliputiimunisasi Hepatitis B(HB), lingkungan yang
bersih dan sehat, serta bebas dari penularan penyakit;
 Hak untuk mendapat perawatan bila sakit atau
mengalami gangguan gizi;
 Hak untuk tumbuh dan berkembang;
 Hak untuk mendapat perlindungan dari kekerasan.
b. Upaya pemenuhan hak kesehatan Neonatus yang 42
merupakan kewajiban orang tua/keluarga adalah:
 Memberikan ASI saja tanpa makanan atau minuman
lain kepada bayinya baik siang maupun malam hari
sesuai kebutuhan bayi, sepanjang bayi memintanya;
 Membawa bayi kesarana pelayanan kesehatan untuk
pemeriksaan
 kesehatan bayi;
 Memastikan bayi mendapat imunisasi hepatitis B (bila
belum
 mendapatkannya);
 Menjaga bayi agar tetap dalam keadaan hangat dan
tidak kedinginan;
 Menjaga kebersihan rumah dan lingkungan;
 Menjauhkan bayi dari asap rokok, asap dapur, asap
sampah, asap kendaraan bermotor dan menjaga agar
udara ruangan selalu mengalir;
 Menjauhkan bayi dari orang sakit;
 Menjaga kebersihan diri bayi, memandikan bayi
dengan sabun dan air hangat;
 Segera membawa bayi ke petugas atau pelayanan
kesehatan bila bayi mengalami kesulitan bernafas,
gemetar atau kejang-kejang, demam panas atau dingin,
mengalami pendarahan, menderita diare, tidak mau
diberi ASI sama sekali, atau ASI kurang dari 5x dalam
24 jam, mengeluarkan tahi mata (cairan dari mata),
bisul di kulit, kulit menguning, tali pusar yang merah
atau mengeluarkan nanah/cairan;
 Memberi perawatan bayi sakit sesuai anjuran petugas
kesehatan;
 Memberikan rangsangan perkembangan dengan
memegang, memeluk, memberikan senyuman dan
berbicara kepada bayi dengan penuh kasih sayang;
 Melindungi bayi dari tindak kekerasan;
 Memberi kelambu nyamuk berinsektisida, pada daerah
endemis malaria;
 Ibu mengkonsumsi makanan bergizi dalam jumlah
lebih banyak dari ketika sebelum hamil dan cukup
minum.
4. Hak Kesehatan Bayi Sampai Usia 1 Tahun
a. Hak kesehatan bayi sampai usia 1 tahun, meliputi:
 Hak untuk mendapatkan ASI dan makanan
pendamping ASI (MP ASI);
 Hak untuk mendapatkan perawatan pencegahan,
meliputi imunisasi,
 lingkungan yang bersih dan sehat, serta bebas dari
penularan penyakit;
 Hak untuk mendapat perawatan bila sakit atau
mengalami gangguan gizi;
 Hak untuk mendapat rangsangan perkembangan anak; 43

 Hak untuk mendapat perlindungan dari kekerasan;


 Hak untuk mendapat perlindungan dari kecelakaan;
 Hak mendapatkan makanan pendamping ASI yang
aman, bermutu dan bergizi.
b. Upaya pemenuhan hak kesehatan bayi sampai usia 1
tahun yang merupakan kewajiban orang tua/keluarga
adalah:
 Memberi ASI saja sampai usia bayi 6 bulan(ASI
eksklusif), setelah 6 bulan selain ASI bayi harus mulai
diberi makanan pendamping ASI;
 Membawa bayi keposyandu atau fasilitas kesehatan
setiap bulan untuk memantau tumbuh kembang bayi.
Dengan pemantauan tersebut keluarga/orang tua
memahami tumbuh kembang anaknya, mendapat
informasi dalam melakukan upaya menumbuh-
kembangkan anak selanjutnya serta pemecahan
masalah bila ada hambatan dalam tumbuh kembang
anaknya;
 Memastikan bayi mendapat imunisasi dasar lengkap
dengan jadwal sebagai berikut:
UMUR VAKSIN
0 - 7 hari Hepatitis-B (HB-0)
1 bulan BCG, Polio-
2 Bulan DPT/HB-1, Polio-
3 Bulan DPT/HB-2, Polio-
4 Bulan DPT/HB3, Polio-
9 Bulan Campak/Measles

Dalam perkembangan program, vaksin untuk DPT


dan HB akan digantikan dengan vaksin polivalen
yang berisi DPT, HB dan HIB.

 Memastikan bayi mendapat vitamin A, 2 kali setahun;


 Menjaga bayi agar tetap dalam keadaan hangat dan
tidak kedinginan;
 Menjaga kebersihan rumah dan lingkungan;
 Menjauhkan bayi dari asap rokok,asapdapur,asap
sampah, asap kendaraan bermotor, menjaga agar
udara ruangan yang selalu mengalir;
 Menjauhkan bayi dari orang sakit;
 Menjaga kebersihan diri bayi, memandikan bayi
dengan sabun dan air hangat;
 Segera membawa bayi ke petugas atau pelayanan
kesehatan bila bayi mengalami kesulitan bernafas,
gemetar atau kejang-kejang, demam panas atau
dingin, mengalami pendarahan, menderita diare, tidak
mau diberi ASI sama sekali, atau ASI kurang dari 5x
dalam 24 jam, mengeluarkan tahi mata (cairan dari
mata), bisul di kulit,kulit menguning, dan tali pusar 44
yang merah atau mengeluarkan nanah/cairan;
 Memberi perawatan bayi sakit sesuai anjuran petugas
kesehatan;
 Memberikan rangsangan perkembangan bayi;
o Usia sampai 4 bulan dengan sering memeluk dan
menimang bayi dengan penuh kasih sayang,
mengajak bayi tersenyum dan bicara, merangsang
penglihatan bayi, memperdengarkan musik.
o Usia 4-6 bulan dengan sering menengkurapkan
bayi, merangsang penglihatan, memperdengarkan
berbagai bunyi, memberi mainan dengan benda
besar dan berwarna, berbicara, menyanyi bersama
bayi.
o Usia 6-12 bulan dengan mengajarkan duduk atau
berjalan, memegang benda kecil, mengajak bermain
dan berbicara sesering mungkin, mendorong
pergaulan.
 Melindungi bayi dari tindak kekerasan dengan cara
tidak melakukan kekerasan terhadap bayi baik fisik,
psikologi maupun penelantaran; serta menjaga dan
melindungi bayi dari segala bentuk kekerasan serta
tidak melakukan praktik tradisional yang merusak alat
kelamin anak.
 Melindungi anak dari kecelakaan dengan cara:
o Menjaga keamanan lingkungan dengan menjauhkan
hal-hal yang dapat menyebabkan kecelakaan dalam
jangkauan anak;
o Tidak membiarkan anak sendirian disekitar air;
o Memasang tutup pada colokan listrik (stop contact);
o Menjaga atau mengawasi bila anak memanjat dan
tidak menaruh meja/kursi dekat jendela yang
memungkinkan anak akan menaiki.
 Memberi kelambu nyamuk berinsektisida, pada daerah
endemis malaria;
 Ibu menyusui, menjaga kesehatan dan kebersihan diri
dengan mengkonsumsi makanan bergizi dan minum
dalam jumlah lebih banyak dari ketika sebelum hamil
dan selalu mencuci tangan dengan sabun ketika akan
menyusui atau memberikan MP ASI.
5. Hak Kesehatan Anak Usia 1-5 Tahun
a. Hak kesehatan anak usia 1-5 tahun, meliputi:
 Hak untuk mendapatkan ASI sampai usia 2 tahun dan
selanjutnya hak mendapat gizi seimbang;
 Hak untuk mendapatkan perawatan pencegahan,
meliputi imunisasi, lingkungan yang bersih dan sehat,
serta bebas dari penularan penyakit;
 Hak untuk mendapat perawatan bila sakit atau
mengalami gangguan gizi;
 Hak untuk mendapatkan rangsangan perkembangan
anak; 45
 Hak untuk mendapat perlindungan dari tindak
kekerasan;
 Hak untuk mendapat perlindungan dari kecelakaan;
 Hak mendapatkan makanan termasuk makanan
jajanan dan minuman yang aman, bermutu dan
bergizi.
b. Upaya pemenuhan hak kesehatan anak usia 1-5 tahun
yang merupakan kewajiban orang tua/keluarga adalah:
 Memberi ASI sampai anak usia 2 tahun, mulai anak
usia 1 tahun disamping ASI anak sudah dapat diberi
makanan keluarga yang aman, bermutu dengan gizi
seimbang;
 Membawa anak keposyandu atau fasilitas kesehatan
setiap bulan untuk memantau tumbuh kembang dan
mendapatkan nasehat serta solusi bila ada gangguan
kesehatan;
 Memastikan anak telah mendapat imunisasi dasar
lengkap;
 Memastikan anak mendapat vitamin A, dua kali
setahun.
 Menjaga kebersihan rumah dan lingkungan;
 Menjauhkan anak dari asap rokok,asapdapur,asap
sampah, asap kendaraan bermotor dan menjaga agar
udara ruangan/rumah selalu mengalir/berganti;
 Menjauhkan anak dari orang sakit;
 Menjaga kebersihan diri termasuk alat reproduksi
anak dengan memandikan dengan sabun dan air
hangat, menyikat gigi, selalu mencuci tangan dengan
sabun bila akan memegang makanan dan
membiasakan anak memakai alas kaki. Kebiasaan
tersebut akan mencegah beberapa penyakit antara lain
diare dan kecacingan;
 Segera membawa anak ke petugas atau pelayanan
kesehatan bila anak sakit, serta memberi perawatan
anak sakit sesuai anjuran petugas kesehatan;
 Mencari informasi tentang pertolongan pertama
menghadapi kedaruratan atau adanya gejala penyakit;
 Memberikan rangsangan untuk perkembangan gerak
kasar, gerak halus, pengamatan atau pengetahuan,
bicara/bahasa, sosialisasi serta mengembangkan nilai
dan moral, kemandirian dan disiplin serta agama dan
seni. Hal ini dapat dilakukan pada pos pendidikan
anak usia dini(PAUD), tetapi juga harus dilakukan
ketika anak dirumah oleh keluarga/orang tua;
 Melindungi anak dari tindak kekerasan dengan cara
tidak melakukan
kekerasanterhadapanakbaikfisik,psikologi,seksualmau
punpenelantaran serta waspada akan kemungkinan
anak mendapat kekerasan dari anak atau orang 46
dewasa lain;
 Melindungi anak dari kecelakaan dengan cara:
o Mengajarkan perilaku aman bila dijalan;
o Menjaga keamanan lingkungan dengan
menjauhkan hal-hal yang dapat menyebabkan
kecelakaan dari jangkauan anak-anak;
o Tidak membiarkan anak sendirian disekitar air;
o Memasang tutup pada colokan listrik (stop
contact);
o Menjaga atau mengawasi, ketika anak memanjat
dan tidak menaruh kursi/meja dekat jendela.
 Memberi kelambu nyamuk berinsektisida, pada
daerah endemis malaria;
 Orang tua/keluarga menjaga kesehatan dan
kebersihan diri;
 Selalu memantau perkembangan anak dan waspada
apabila ada perubahan negatif pada anak. Orang
tua/keluarga sebaiknya mencari informasi untuk dapat
memenuhi hak kesehatan anak dengan maksimal.
 Memastikan anak mengkonsumsi pangan yang aman,
bermutu, dan bergizi.
6. Hak Kesehatan Anak Usia 6-12 Tahun
a. Hak kesehatan anak usia 6-12 tahun meliputi:
 Hak untuk mendapatkan gizi seimbang;
 Hak untuk mendapatkan imunisasi ulang atau
tambahan(Campak, Td (Tetanud difteri), DT (Difteri
Tetanus));
 Hak untuk berada pada lingkungan yang bersih dan
sehat;
 Hak kesehatan reproduksi antara lain hak untuk
mendapat informasi dan pelayanan tentang kesehatan
reproduksi, dan hak untuk membuat
keputusantentang reproduksinya, serta bebas dari
diskriminasi, pemaksaan dan kekerasan seksual;
 Hak untuk mendapat pelayanan kesehatan dan
rehabilitasi bila sakit;
 Hak untuk mendapat perlindungan dari bahaya rokok,
narkotika, alkohol, psikotropika dan zat adiktif
lainnya;
 Hak untuk mendapat perlindungan dari tindak
kekerasan;
 Hak untuk mendapat perlindungan dari kecelakaan;
 Hak mendapatkan makanan termasuk makanan
jajanan dan minuman yang aman, bermutu, dan
bergizi.
b. Upaya pemenuhan hak kesehatan anak usia 6-12 tahun
yang menjadi kewajiban orang tua meliputi:
 Memberi makan cukup kalori sesuai kebutuhan anak;
 Memberi sarapan pagi;
 Memberi makan aneka ragam baik makanan pokok 47
lauk pauk maupun sayur dan buah serta menggunakan
garam beryodium ketika memasak makanan;
 Memberi makanan sumber zat besi, dan bagi anak
perempuan yang telah
 haid diberi tablet asam folat dan tablet besi;
 Memberi minum air bersih yang telah dimasak dan
aman dalam jumlah cukup;
 Mendorong agar anak rajin melakukan aktivitas fisik
dan olah raga teratur;
 Melarang dan mengawasi agar anak tidak merokok,
tidak minum alkohol serta zat berbahaya lainnya; dan
segera mencari pertolongan bila anak menggunakan
bahan tersebut;
 Mengajarkan memilih makanan jajanan yang sehat
dan membaca label bila membeli makanan kemasan
agar mengetahui isi makanan/ minuman dan tanggal
kadaluwarsa;
 Memastikan anak perempuan mendapatkan imunisasi
TT;
 Melaksanakan praktek perilaku hidup bersih bagi
seluruh anggota
 keluarga dengan cara:
o mencuci tangan dengan sabun setelah buang air
besar dan sebelum makan atau menyiapkan
makanan;
o menyikat gigi;
o menggunakan air bersih dari sumber air yang aman;
o membuang kotoran/sampah jauh dari tempat
bermain dan sumber air;
o menjaga kebersihan jamban;
o menjaga kebersihan rumah dan halaman.
 Menjaga kesehatan dan kebersihan alat reproduksi
anak. Memberikan atau menunjukkan sumber
informasi tentang kesehatan reproduksi yang sesuai
untuk anak. Informasi antara lain tentang sistem
reproduksi serta perlindungan hak reproduksi
termasuk tentang HIV-AIDS sesuai usia anak;
 Mencegah atau tidak menikahkan anak usia dini;
 Membawa anak ke fasilitas pelayanan bila anak sakit
atau sarana rehabilitasi bila diperlukan;
 Mengasuh, mendidik, membimbing, menjaga dan
memelihara anak hingga dewasa dengan kasih sayang
tanpa kekerasan fisik, psikologis, maupun
penelantaran; menghargai pendapat dan tidak
diskriminasi terhadap anak atau membandingkan
dengan anak lain;
 Selalu menyediakan/ meluangkan waktu untuk
berkomunikasi dengan anak-anak. Terdapat beberapa
aturan untuk menjalin komunikasi yang baik, yaitu: 48
mendengarkan secara aktif, penuh pengertian dan
peka terhadap perasaan anak, menghormati hak
pribadi anak, mengajarkan anak bertanggung jawab
atas apa yang mereka rasakan dan tidak mengalihkan
subyek pembicaraan;
 Memberikan teladan dalam berpikir,bersikap dan
berperilaku yang baik kepada anak (role model);
 Mengetahui bahaya NAPZA sehingga dapat menjadi
pendidik pencegahan penyalahgunaan NAPZA;
 Berperan sebagai pengawas yang mengetahui segala
aktivitas anak;
 Mengajarkan kepada anak untuk berani berkata
“tidak” (menolak) bila diberikan obat atau diajak
melakukan hal buruk oleh teman atau orang tidak
dikenal;
 Orangtua dapat berperan sebagai mitra masyarakat
dalam pencegahan penyalahgunaan narkoba;
 Bekerja sama dengan orangtua lain di lingkungannya
(parents network)
 untuk berkomunikasi serta menyebarluaskan
informasi yang benar;
 Orang tua harus mengetahui tentang gejala
penyalahgunaan NAPZA misalnya;ditemukannya obat
obatan atau alat-alat yang lazim digunakan dalam
mengkonsumsi NAPZA, penurunan prestasi belajar
disekolah, perubahan perilaku dan sikap dalam
pergaulan serta kurang mempedulikan kebersihan dan
perawatan diri;
 Jika anak telah terlanjur menyalahgunakan NAPZA
orang tua wajib untuk membimbing anak untuk keluar
dari masalah ini dengan cara tetap berkomunikasi
dengan baik serta membawa anak ke tempat terapi
dan rehabilitasi;
 Mengajarkan, mengenai, dan mengonsumsi pangan
yang aman, bermutu, dan bergizi kepada anak agar
dapat terhindar dari kecelakaan dan mengawasinya.
 Membiasakan membaca label dengan seksama
sebelum membeli pangan olahan dalam kemasan
untuk mengetahui keterangan mengenai pangan, di
antaranya komposisi, nomor izin edar, dan tanggal
kedaluwarsa.
7. Hak Kesehatan Anak Remaja (12-18 Tahun)
a. Hak kesehatan anak usia 12-18 tahun meliputi:
 Hak untuk mendapatkan gizi seimbang;
 Hak untuk berada pada lingkungan yang bersih dan
sehat;
 Hak kesehatan reproduksi antara lain hak untuk
mendapatkan informasi dan pelayanan tentang
kesehatan reproduksi, dan hak untuk membuat
keputusantentang reproduksinya serta bebas dari 49
diskriminasi, pemaksaan dan kekerasan seksual;
 Hak untuk mendapat pelayanan kesehatan dan
rehabilitasi;
 Hak untuk mendapat perlindungan dari bahaya
narkotika, alkohol, psikotropika dan zat adiktif
lainnya;
 Hak untuk mendapat perlindungan dari tindak
kekerasan;
 Hak untuk mendapat perlindungan dari kecelakaan;
 Hak mendapatkan makanan termasuk makanan
jajanan dan minuman yang aman, bermutu dan
bergizi.
b. Upaya pemenuhan hak kesehatan anak remaja yang
menjadi kewajiban orang tua meliputi:
 Memberi makan cukup kalori sesuai kebutuhan anak;
 Memberi sarapan pagi;
 Memberi makan aneka ragam baik makanan pokok,
lauk pauk maupun sayur dan buah serta menggunakan
garam beryodium ketika memasak makanan;
 Memberi makanan sumber zat besi, bagi anak
perempuan yang telah haid diberi tablet asam folat
dan tablet besi;
 Memberi dan mengajarkan minum air bersih yang
telah dimasak dan aman dalam jumlah cukup;
 Mendorong agar anak rajin melakukan aktivitas fisik
dan olah raga teratur;
 Melarang dan mengawasi agar anak tidak merokok,
tidak minum alkohol atau melakukan hubungan
seksual pranikah;
 Mengajarkan, mengenai, dan mengonsumsi pangan
yang aman, bermutu, dan bergizi kepada anak agar
dapat terhindar dari kecelakaan dan mengawasinya.
 Membiasakan membaca label dengan seksama
sebelum membeli pangan olahan dalam kemasan
untuk mengetahui keterangan mengenai pangan, di
antaranya komposisi, nomor izin edar, dan tanggal
kedaluwarsa;
 Melaksanakan praktek hidup bersih bagi seluruh
anggota keluarga dengan cara:
o mencuci tangan dengan sabun setelah buang air
besar dan sebelum makan atau menyiapkan
makanan;
o menggunakan air bersih dari sumber air yang aman;
o membuang kotoran/ sampah jauh dari tempat
bermain dan sumber air;
o menjaga kebersihan jamban;
o menjaga kebersihan rumah dan halaman.
 Mengajarkan kepada anak agar menjaga kebersihan
diri termasuk alat reproduksinya. Memberikan atau 50
menunjukkan sumber informasi tentang kesehatan
reproduksi yang sesuai untuk anak. Informasi antara
lain tentang sistem reproduksi serta perlindungan hak-
hak reproduksi.
 Mencegah atau tidak menikahkan anak usia dini;
 Membawa anak ke fasilitas pelayanan bila anak sakit
atau sarana rehabilitasi bila diperlukan;
 Mengasuh, mendidik, membimbing, menjaga dan
memelihara anak hingga dewasa dengan kasih sayang
tanpa kekerasan fisik maupun psikologis;
 Selalu menyediakan/ meluangkan waktu untuk
berkomunikasi dengan anak-anak. Terdapat beberapa
aturan untuk menjalin komunikasi yang baik, yaitu:
mendengarkan secara aktif, penuh pengertian dan
peka terhadap perasaan anak, menghormati hak
pribadi anak, mengajarkan anak bertanggung jawab
atas apa yang mereka rasakan dan tidak mengalihkan
subyek pembicaraan;
 Memberikan teladan dalam berpikir, bersikap dan
berperilaku yang baik kepada anak (role model);
 mengetahui bahaya NAPZA sehingga dapat menjadi
pendidik pencegahan penyalahgunaan NAPZA;
 berperan sebagai pengawas yang mengetahui segala
aktivitas anak;
 Mengajarkan kepada anak untuk berani berkata
“tidak” (menolak) bila diberikan obat atau diajak
melakukan perbuatan negatif lainnya,oleh teman atau
orang tidak dikenal;
 Orangtua sebagai mitra masyarakat dalam pencegahan
penyalahgunaan narkoba;
 Bekerja sama dengan orangtua lain di lingkungannya
(parents network)
 untuk berkomunikasi, menyebarluaskan informasi
yang benar;
 Orang tua harus mengetahui tentang gejala-gejala
penyalahgunaan NAPZA misalnya: ditemukannya
obat-obatan atau alat-alat yang lazim digunakan untuk
mengkonsumsi NAPZA, penurunan prestasi belajar di
sekolah, perubahan perilaku dan sikap dalam
pergaulan serta kurang mempedulikan kebersihan dan
perawatan diri;
 Jika anak telah terlanjur menyalahgunakan NAPZA
orang tua wajib membimbing anak untuk keluar dari
masalah ini dengan cara tetap berkomunikasi dengan
baik serta membawa anak ke tempat terapi dan
rehabilitasi;
 Mengajarkan anak untuk disiplin lalulintas guna
menjauhi kecelakaan.
8. Hak Anak Berkebutuhan Khusus
Disamping hak kesehatan anak tersebut diatas bagi anak 51
berkebutuhan khusus mempunyai hak untuk mendapat
pelayanan khusus sesuai kebutuhan/ kekhususannya.

Persiapan: Peserta membaca berbagai kebijakan dan program di bidang


pemenuhan hak kesehatan anak, agar mereka mengetahui
proses penyusunan, pelaksanaan, pemantauan, dan evaluasi
kebijakan dan program.

Untuk memudahkan peserta dalam mengikuti modul ini, hal yang Apa Yang
dibutuhkan adalah: Dibutuhkan:
1. Dokumen perencanaan.
2. Data statistik.
3. Kliping koran atau majalah.
4. Kertas dan alat tulis.
5. Lem/selotip

Memulai Peserta dibagi ke dalam kelompok. Setiap kelompok


Pelatihan: membahas satu kebijakan dan program dengan salah satu
prinsip.

Kegiatan: Memilah Hak Kesehatan Anak menurut Usia

Sesi 1

Hal yang perlu dibahas:


1. Kelompokan Hak Kesehatan Anak menurut usia?
2. Bagaimana kondisi sekarang dari setiap kelompok umur
atas pemenuhan Hak Kesehatan Anak?
3. Apakah ada program yang dibuat untuk melaksanakan hak
anak tersebut?
4. Berapa target yang ditetapkan?
Matriks: Pemenuhan Hak atas Kesehatan

Aksi
Hak Anak Aksi
Kelompok Situasi Aksi Dunia
atas Tantangan Pemerintah 52
Umur Sekarang Masyarakat Usaha/
Kesehatan Daerah
Media
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7)
Janin
dalam
kandungan

Bayi baru
lahir

Bayi Usia
7-28 Hari

Bayi
Sampai
Usia 1
Tahun

Anak Usia
1-5 Tahun

Anak Usia
6-12
Tahun

Anak
Remaja
(12-18
Tahun)

 Peserta dapat berbagi cerita berdasarkan pengalaman selama Apa yang


ini yang berhubungan langsung dengan anak. Boleh dan
 Pastikan peserta memanfaatkan waktu secara efektif, tidak Boleh
sehingga peserta lain dapat berbagi cerita atau pengalaman. dilakukan:
Diskusi Akhir Memastikan setiap kelompok umur teridentifikasi Hak
Kesehatan Anak, bagaimana situasi sekarang di wilayah kerja.

53

Evaluasi dan Hasil diskusi dapat ditindaklanjuti dalam penyusunan


Tindak Lanjut kebijakan dan perencanaan program di setiap Bidang
Pemenuhan Hak Kesehatan Anak.
54
ANAK PENYANDANG DISABILITAS

Tujuan:  Memberikan panduan lebih lanjut tentang


perwujudan hak anak penyandang disabilitas.
 Memastikan semua hak dalam Konvensi Hak
Anak tanpa diskriminasi dalam segala 55
bentuknya, memasukkan anak penyandang
disabilitas atau orang tua ataupun wali di antara
daftar yang tidak bersifat mendalam dari alasan
diskriminasi.

Bertambah pengetahuan peserta tentang pentingnya memenuhi Manfaat:


Hak Anak Penyandang Disabilitas, sehingga para peserta dapat
mempertimbangkan pada saat melakukan perencanaan,
pelaksanaan, pemantauan, dan evaluasi program di Bidang
Kesehatan.

Waktu: 90 menit

Latar Belakang22,23

Anak Penyandang Disabilitas telah lama luput dari prioritas


pembangunan perlindungan anak. Anak Penyandang Disabilitas
adalah salah satu kelompok paling rentan mengalami kekerasan,
perlakuan salah, eksploitasi, dan penelantaran. Menurut data PPLS
2011 Indonesia mempunyai 130.572 Anak Penyandang Disabilitas
yang hidup dalam keluarga miskin atau hampir miskin. Statistik
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan menyatakan bahwa
sampai dengan tahun 2007 Indonesia memiliki 4.029 Sekolah Luar
Biasa dari tingkat TKLB sampai SLTA LB. Jumlah sekolah inklusi di
Indonesia saat ini adalah 2.630 sekolah melayani 46.783 anak
berkebutuhan khusus.

Penelitian yang didanai oleh TNP2K (2013) menyatakan bahwa


kesempatan atau odd ratio bagi Anak Penyandang Disabilitas
ringan untuk menyelesaikan pendidikan dasar 6 tahun hanyalah

22 Bappenas, Background Study RPJMN 2015-2019


23 General Comment Nomor 9 (2006) - The Rights of Children with Disabilities.
0.64% dibanding dengan teman-temannya yang tidak mengalami
disabilitas. Sedangkan Anak Penyandang Disabilitas yang berat
hanya mempunyai kesempatan 0.24%. Deteksi dini belum berjalan
dengan baik, perawatan dini dan layanan rehab medik masih
merupakan layanan spesialistik yang tidak terdapat di tingkat
Puskesmas.

Untuk memberikan hak bagi anak-anak penyandang disabilitas, 56


telah dilakukan berbagai upaya antara lain adalah:

 Indonesia telah meratifikasi Konvensi tentang Hak Orang


Penyandang Disabilitas dengan Undang-Undang Nomor 19
Tahun 2011 tentang Pengesahan Konvensi mengenai Hak-hak
Penyandang Disabilitas.

 Diterbitkannya Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang


Penyandang Disabilitas sebagai pengganti Undang-Undang
Nomor 4 Tahun 1997 tentang Penyandang Cacat.

 Indonesia telah mulai memperkenalkan konsep pendidikan


inklusi, disertai peraturannya (Peraturan Menteri Pendidikan
Nasional Nomor 70 Tahun 2009 tentang Inklusi).

 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan,


Pasal 139 dan 140 menyatakan bahwa upaya pemeliharaan
kesehatan untuk Anak Penyandang Disabilitas adalah untuk
mewujudkan pemeliharaan kesehatan yang berkelanjutan, agar
akan tetap produktif secara sosial dan ekonomis, dan
bermartabat.

 Anak Penyandang Disabilitas didukung oleh dana beasiswa


siswa miskin dan dana Bantuan Operasional Sekolah untuk
dapat berpartisipasi di sekolah dasar dan menengah.

 Anak Penyandang Disabilitas dapat mengakses Jaminan Sosial


dan Kesehatan yang diselenggarakan Negara.

 Berbagai layanan spesialistik untuk orang penyandang


disabilitas seperti prostetik, rehabilitasi medik, fisioterapi telah
tersedia walau hanya terbatas di kota besar dan belum
terjangkau secara merata.

 Alat-alat asistif tersedia (alat bantu pendengaran, kruk, kursi


roda, prostetik) dan sebagian dapat diakses secara cuma-cuma.

Diperlukan kehendak politik dan komitmen untuk menyelidiki dan


mempraktikkan tindakan efektif untuk mencegah disabilitas dengan
partisipasi semua lapisan masyarakat; Anak Disabilitas mengalami
diskriminasi di bidang pendidikan, pekerjaan, perumahan,
transportasi, kehidupan budaya, dan akses ke tempat umum.
Persiapan: Mendorong peserta untuk mengulas kebijakan dan program yang
terkait dengan Anak Penyandang Disabilitas pada Rencana
Pembangunan Jangka Pendek, Rencana Pembangunan Jangka
Menengah, dan Rencana Pembangunan Jangka Panjang. Selain itu,
peserta membaca dokumen perencanaan lainnya di masing-masing
pemangku kepentingan di Bidang Kesehatan (Renstra).

57

Untuk memperlancar proses diskusi, kebutuhan apa yang Apa Yang


dibutuhkan adalah: Dibutuhkan:
1. Dokumen kebijakan.
2. Dokumen perencanaan.
3. Kertas.
4. Papan dan alat tulis.

Memulai Peserta dipersiapkan untuk membahas kebijakan dan program


Pelatihan: di bidang kesehatan.

Kegiatan: Bagaimana Hak Anak Penyandang Disabilitas?

Sesi 1

Kelompok mendiskusikan:

Permasalahan24:

(1) Normatif

a. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang


Disabilitas sebagai pengganti Undang-Undang Nomor 4 Tahun
1997 tentang Penyandang Cacat yang telah dicabut, perlu
disosialisasikan ke masyarakat, pemerintah, pemerintah
daerah, dunia usaha, media massa, dan keluarga, termasuk
anak.

b. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 70 Tahun


2009 tentang Inklusi belum mampu memberikan peluang bagi
semua anak penyandang disabilitas untuk sekolah di sekolah
umum. Jumlah sekolah inklusi masih sangat sedikit dibanding
kebutuhannya dan persyaratan siswa yang dapat masuk ke

24 Bappenas, Background Study RPJMN 2015-2019.


sekolah inklusi masih sangat ketat sehingga anak penyandang
disabilitas ringan saja yang dapat masuk sekolah inklusi.

c. Masih tidak jelas apakah Jaminan Kesehatan (Peraturan


Presiden Nomor 12 Tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan)
akan menjamin tersedianya alat-alat bantu, prostetik, dan
tindakan medik yang rekonstruktif.
58
d. Ketersediaan data yang dapat dipercaya mengenai Anak
Penyandang Disabilitas masih problematik.

e. Meninjau kembali dan merevitalisasi Rencana Aksi Nasional


untuk Orang Penyandang Disabilitas disesuaikan dengan
Konvensi tentang Hak Orang Penyandang Disabilitas.

f. Adanya anggapan bahwa anak yang lahir dengan disabilitas


sebagai aib atau kutukan.

g. Pengetahuan dan keterampilan orang tua dalam menangani


Anak Penyandang Disabilitas sangat kurang memadai.

(2) Struktur

a. Sekolah-sekolah inklusi maupun sekolah-sekolah luar biasa


lebih tersedia di kabupaten/kota dan diselenggarakan oleh
pihak swasta sehingga cenderung mahal dan tidak terjangkau
bagi masyarakat kecil.

b. Pelayanan rehab medis juga terbatas di kota besar dan tidak


terjangkau biayanya.

c. Kurangnya sarana-prasarana pendidikan yang aksesibel/


bebas hambatan bagi Anak-anak Penyandang Disabilitas.

d. Kurangnya sarana dan prasarana olahraga, wisata/rekreasi,


dan sosial budaya yang bersahabat bagi Anak Penyandang
Disabilitas.

(3) Proses

a. Kurang tersedianya guru-guru pembimbing khusus karena


sedikitnya program pendidikan di tingkat sekolah menengah
atas dan perguruan tinggi.

b. Kurangnya tenaga medis yang memiliki sertifikasi rehab


medik.

c. Tidak tersedianya layanan rehab medik di tingkat


Puskesmas.

d. Kurangnya kesadaran pimpinan pemerintahan di semua


tingkatan untuk mengimplementasikan peraturan perundang-
undangan nasional yang telah mensyaratkan aksisibilitas bagi
orangtu dan penyandang disabilitas, (terutama Undang-
Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung).

e. Masih banyak Anak-anak Penyandang Disabilitas yang tidak


memperoleh bantuan alat-alat assistive seperti kursi roda, alat
bantu pendengaran, tongkat putih, kacamata, sehingga tidak
dapat beraktivitas di luar rumah. 59

f. Masih banyaknya keluarga yang menyembunyikan Anak-


anak Penyandang Disabilitas sehingga mereka tidak terjagkau
pelayanan dasar kesehatan maupun pendidikan.

g. Masih banyak anak remaja dengan gangguan skizophrenia


yang mengalami pemasungan karena tidak memperoleh akses
pengobatan modern.

Matriks : Pemenuhan Hak Anak Penyandang Disabilitas

Aksi
Aksi
Permasalahan Situasi Aksi Dunia
Tantangan Pemerintah
Anak Sekarang Masyarakat Usaha/
Daerah
Media
(1) (2) (3) (4) (5) (6)

 Memberi keleluasaan bagi peserta untuk mengemukakan Apa yang


pengalaman dalam penyusunan perencanaan kebijakan dan Boleh dan
program terkait dengan Anak Penyandang Disabilitas. tidak Boleh
 Menghindari diskusi yang terlalu lama. dilakukan:

Diskusi Akhir Memastikan peserta memahami tentang Hak Anak


Penyandang Disabilitas. Pada akhir sesi ini, fasilitator
meluangkan waktu untuk berdiskusi tentang isu yang terkait
langsung dengan program yang tidak memperhatikan Hak
Anak Penyandang Disabilitas.
Evaluasi dan Setiap peserta didorong untuk mempraktikkan pemenuhan
Tindak Lanjut Hak Anak Penyandang Disabilitas di tempat kerja masing-
masing.

60
61
HIV-AIDS DAN HAK ANAK

Tujuan:  Mengidentifikasi dan memperkuat pemahaman


semua hak anak dalam konteks HIV-Aids;

 Mengidentifikasi langkah dan praktik untuk


62
meningkatkan pelaksanaan hak anak terkait
dengan pencegahan, dukungan, perawatan, dan
perlindungan anak yang terinfeksi atau
terpengaruh oleh pandemi HIV-Aids.

Adanya pemahaman baru tentang HIV-Aids dan hak anak. Manfaat:

Waktu: 90 menit

Latar Belakang25

• Epidemi HIV-Aids mengubah hidup jutaan anak yang telah


terinfeksi dan meninggal yang menyebar melalui keluarga dan
masyarakat;

• Anak rentan:

– terinfeksi HIV;

– terpengaruh oleh epidemi, karena kehilangan orang tua


atau pengasuh;

– terinfeksi atau terpengaruh.

Pendekatan Holistik Berbasis Hak

• Masalah anak dan HIV-Aids dianggap sebagai masalah medis

25 General Comment Nomor 3 (2003) – HIV-Aids and The Rights of The Child.
atau kesehatan; masalah ini berdampak pada kehidupan anak
yang mempengaruhi semua hak – sipil, politik, ekonomi, sosial,
dan budaya;

Yang perlu Dipertimbangkan Prinsip:

• Kepentingan terbaik bagi anak (p.3);


63
• Hak untuk menghormati pandangan anak (12) di semua
tingkatan pencegahan, perawatan, pengobatan, dan dukungan.

• Langkah untuk mengatasi HIV-Aids dapat dilakukan apabila hak


anak dan remaja dihormati:

– Hak untuk mengakses informasi yang bertujuan untuk


promosi sosial, spiritual, moral, kesehatan dan
kesejahteraan, fisik, dan mental anak (p.17);

– Hak untuk perawatan kesehatan preventif, pendidikan


seks, dan pendidikan keluarga berencana (p.24(f));

– Hak atas standar hidup yang sesuai (p.27);

– Hak untuk privasi (p.16);

– Hak untuk tidak dipisahkan dari orang tua (p.9);

– Hak untuk dilindungi dari kekerasan (p.19);

– Hak atas perlindungan khusus dan bantuan oleh Negara


(p.20);

– Hak anak penyandang disabilitas (p.23);

– Hak kesehatan anak (p.240;

– Hak atas jaminan sosial, termasuk asuransi sosial (p.26);

– Hak atas pendidikan dan rekreasi (p.28 & 31);

– Hak untuk dilindungi dari eksploitasi ekonomi dan


seksual serta penyalahgunaan narkotika (p.32, 33, 34, &
36);

– Hak untuk dilindungi dari penculikan, penjualan, dan


perdagangan serta penyiksaan atau perlakuan kejam,
tidak manusiawi atau hukuman merendahkan lainnya
(p.35 dan 37);

– Hak untuk pemulihan fisik dan psikologis serta


reintegrasi sosial (p.39).

Pencegahan, Perawatan, Pengobatan, dan Dukungan

• Informasi tentang pencegahan HIV dan peningkatan kesadaran


kepada anak, keluarga, dan masyarakat;

• Peran pendidikan untuk memberi akses ke pendidikan; 64

• Layanan kesehatan yang sensitif anak dan remaja untuk


mempekerjakan tenaga terlatih yang menghormati hak anak
untuk privasi (p.16);

• Konseling dan tes HIV;

• Pencegahan penularan HIV dari ibu ke bayi;

• Pengobatan dan perawatan;

• Keterlibatan anak dalam penelitian dengan memastikan anak


tidak menjadi subyek penelitian (informed concent);

Kerentanan Anak dan Membutuhkan Perlindungan


Khusus
Anak yang hidup dengan HIV-Aids perlu mendapatkan perhatian,
antara lain:
• Anak yatim piatu karena HIV-Aids;

• Korban eksploitasi seksual dan ekonomi;

• Korban kekerasan dan pelecehan;

• Penyalahgunaan zat narkotika.

Persiapan: Peserta yang belum menguasai substansi Konvensi Hak Anak


dianjurkan untuk banyak membaca Konvensi Hak Anak. Para
peserta mendalami Komentar Umum Nomor 3 Tahun 2003
tentang HIV-Aids dan Hak Anak.

Untuk memperlancar diskusi pada modul ini, hal yang Apa Yang
dibutuhkan adalah: Dibutuhkan:
1. Dokumen Konvensi Hak Anak dan Peraturan Perundang-
Undangan.
2. Bahan bacaan lain.
3. Kertas dan alat tulis.
Memulai Para peserta dibagi dalam kelompok. Sebelum bergabung
Pelatihan: dalam kelompok dipastikan setiap peserta memiliki dokumen
tentang Program Pencegahan dan Penanganan HIV-Aids.

65

Kegiatan: Bagaimana Menangani Anak yang Hidup dengan HIV-


AIDS?

Sesi 1

Permasalahan yang dihadapi oleh anak yang hidup dengan


HIV-Aids26:

1. Normatif

a. Undang-Undang Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan


dan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang
Perlindungan Anak (diubah dengan Undang-Undang Nomor
35 Tahun 2014) tidak memberikan perlindungan spesifik bagi
anak dengan penyakit kronis menular sehingga terhindar dari
stigma dan diskriminasi.

b. Anak-anak yang terinfeksi dengan HIV-Aids masih


mengalami stigma dan diskriminasi di institusi maupun dalam
masyarakat.

2. Struktur

a. Kurangnya akses pelayanan di daerah-daerah.

b. Tidak ada jaminan tersedianya obat-obatan serta


pemeriksaan penunjang lainnya, misal laboratorium. Obat dan
teknologi kedokteran masih mahal dan sulit dijangkau.

c. Masih sedikit lembaga berbasis masyarakat dan pemerintah


yang membantu anak-anak ini.

d. Kurangnya tenaga kesehatan yang menangani HIV-Aids


pada anak.

3. Proses

Kurang tersosialisasinya berbagai penyakit kronis – yang


menular maupun yang tidak menular pada masyarakat luas.

26 Bappenas, Background Study RPJMN 2015-2019.


Matriks : HIV-Aids dan Hak Anak

Aksi
Aksi
Permasalahan Situasi Aksi Dunia
Tantangan Pemerintah
Anak Sekarang Masyarakat Usaha/
Daerah
Media
(1) (2) (3) (4) (5) (6)

66

 Memberi kesempatan kepada setiap peserta untuk Apa yang


menguraikan program pencegahan dan penanganan HIV- Boleh dan
Aids di unit kerja masing-masing. tidak Boleh
 Hindari untuk mengabaikan pemaparan peserta lain. dilakukan:

Diskusi Akhir HIV-Aids dan Hak Anak merupakan isu yang menarik tetapi
kadang terabaikan. Dorong peserta yang mewakili setiap unit
kerja baik kementerian/lembaga maupun dari satuan kerja
perangkat daerah untuk menaruh perhatian isu HIV-AIDs dan
Hak Anak ke dalam perencanaan, pelaksanaan, pemantauan,
dan evaluasi program.

Evaluasi dan Pogram Pemenuhan Hak Anak dengan HIV-Aids


Tindak Lanjut membutuhkan komitmen dan kesadaran dari setiap penyusun
program untuk selalu menjadikan Prinsip Konvensi Hak Anak
sebagai filter.
67
KESEHATAN DAN PERKEMBANGAN REMAJA DALAM
KONTEKS KONVENSI HAK ANAK

Tujuan: Memfokuskan Penanganan Kesehatan dan


Perkembangan Remaja dalam konteks Konvensi Hak
68
Anak.

Terbangun kesadaran tentang pentingnya Pemenuhan Hak Manfaat:


Kesehatan dan Perkembangan Remaja sebagai fokus program di
setiap unit kerja di pemerintah, masyarakat, dan dunia usaha.

Waktu: 90 menit

Latar Belakang27

• Remaja hingga 18 tahun berhak atas tindakan perlakuan khusus


dan menurut kapasitas perkembangan mereka;

• Masa remaja adalah periode yang ditandai dengan perubahan


fisik, kognitif, dan sosial yang cepat, termasuk kematangan
seksual dan reproduksi;

• Mempromosikan dan melindungi remaja: mengembangkan cara


hidup yang seimbang, siap memasuki masa dewasa, dan
memainkan peran konstruktif dalam komunitas dan masyarakat.

Prinsip Dasar

• Non diskriminasi (p.2):

– remaja yang mengalami diskriminasi lebih rentan

27General comment Nomor 4 (2003) - Adolescent Health and Development in The Context of The
Convention on The Rights of The Child.
terhadap abuse, kekerasan, dan eksploitasi;

– perkembangan kesehatan berada dalam risiko yang lebih


besar memiliki hak mendapatkan perhatian khusus dan
perlindungan dari semua segmen masyarakat.

• Bimbingan sesuai hak (p.5):


69
– memperhitungkan pandangan remaja sesuai dengan usia
dan kedewasaan, dan menyediakan lingkungan yang
aman;

– mendukung remaja sebagai pemegang hak yang aktif


memiliki kapasitas menjadi warga yang bertanggung
jawab, diberi bimbingan, dan arahan .

• Menghargai pandangan anak (p.12):

– remaja diberikan kesempatan untuk mengekspresikan


pandangan secara independen pada hal-hal yang
mempengaruhi mereka, terutama dalam keluarga,
sekolah, dan komunitas. Orang tua dan orang dewasa
menciptakan lingkungan yang berdasarkan kepercayaan,
berbagi informasi, kapasitas untuk mendengarkan dan
membimbing remaja bersama-sama berpartisipasi,
termasuk dalam proses pengambilan keputusan.

• Proses hukum dan peradilan: remaja memiliki akses yang


mudah ke sistem pengaduan, proses peradilan, dan non yudisial
sesuai mekanisme penanganan yang menjamin proses yang adil
dan memberi perhatian khusus pada hak privasi (p.16);

• Hak sipil dan kebebasan:

– hak remaja untuk mengakses informasi ;

– mempromosikan langkah efektif berkaitan dengan


kesehatan, seperti keluarga berencana, pencegahan
kecelakaan, perlindungan dari praktik tradisional yang
berbahaya, termasuk perkawinan usia anak, sunat
perempuan, dan penyalahgunaan alkohol, tembakau, dan
zat berbahaya lainnya;

– menjaga informasi rahasia mengenai kesehatan remaja


(p.16).

• Perlindungan dari segala bentuk pelecehan, kekerasan,


penelantaran, dan eksploitasi;
• Pengumpulan data: mekanisme pengumpulan data yang
memungkinkan desegregasi oleh jenis kelamin, usia, dan status
ekonomi sehingga situasi kelompok berbeda dapat diikuti
(termasuk kelompok minoritas dan masyarakat adat).

Menciptakan Lingkungan yang Aman dan Mendukung

• Kesehatan dan perkembangan remaja ditentukan oleh 70

lingkungan di mana mereka tinggal dengan dukungan keluarga,


teman sebaya, sekolah, tokoh masyarakat, tokoh agama, media,
kebijakan, dan peraturan di tingkat lokal dan nasional;

• Anggota keluarga dan masyarakat secara hukum bertanggung


jawab atas remaja (p.5 dan 18);

• Mempromosikan kesehatan dan perkembangan remaja dengan:

– menyediakan bantuan kepada orang tua melalui


pengembangan lembaga, fasilitas, dan layanan yang
memadai mendukung kesejahteraan remaja, bila perlu
pemberian bantuan material dan dukungan gizi, sandang,
dan perumahan;

– menyediakan informasi yang memadai dan dukungan


orang tua untuk memfasilitasi pengembangan hubungan
kepercayaan dan keyakinan tentang isu seksualitas dan
perilaku seksual dan gaya hidup berisiko dapat
dibicarakan secara terbuka dan menemukan solusi yang
dapat diterima dan menghormati hak remaja;

– ibu atau ayah memberi dukungan dan bimbingan;

– menghormati nilai-nilai dan norma dari etnis yang


berbeda dengan remaja;

– intervensi keluarga untuk melindungi remaja atau


memisahkan dari keluarga dalam kasus pelecehan atau
pengabaian sesuai dengan hukum dan prosedur;

• Sekolah berperan penting dalam kehidupan remaja sebagai


tempat belajar, pengembangan, dan sosialisasi;

• Pernikahan usia anak dan kehamilan menjadi faktor penting


dalam masalah kesehatan yang berkaitan dengan kesehatan
seksual dan reproduksi, termasuk HIV-Aids;

• Kecelakaan dan kekerasan adalah penyebab kematian utama


atau cacat permanen di kalangan remaja untuk meningkatkan
keselamatan di jalan; kewajiban memiliki SIM, mengenakan
sabuk pengaman, dan helm, serta pelatihan berjalan;

• Menyediakan layanan untuk mengatasi gangguan mental dan


penyakit psikososial di kalangan remaja, akibat dari kekerasan,
penganiayaan, penyiksaan, pengabaian, termasuk pelecehan
seksual, harapan yang terlalu tinggi, bullying atau perpeloncoan
71
di dalam dan di luar sekolah;

• Mencegah dan menghentikan:

– Kekerasan institusional terhadap remaja (sekolah,


lembaga tempat Remaja Penyandang Disabilitas,
reformatories remaja);

– Kekerasan interpersonal pada remaja;

• Menghilangkan semua tindakan dan kegiatan yang mengancam


hak anak untuk hidup, termasuk pembunuhan demi
kehormatan.

• Informasi, pengembangan keterampilan, pelayanan konseling,


dan kesehatan.

• Mengakses informasi tentang cara untuk perlindungan dan


perkembangan kesehatan, serta mempraktikkan perilaku sehat
untuk menghindari penggunaan dan penyalahgunaan zat,
tembakau, alkohol, perilaku sosial dan seksual, pola makan, dan
aktivitas fisik;

• Mengembangkan keterampilan perawatan diri:

– bagaimana merencanakan dan menyiapkan makanan


bergizi seimbang dan kebiasaan mengenai kebersihan diri
, dan keterampilan untuk menghadapi situasi sosial
tertentu (komunikasi antar pribadi, pengambilan
keputusan, dan mengatasi stres dan konflik);

• Memberikan akses terhadap informasi tentang seksual dan


reproduksi, termasuk keluarga berencana, kontrasepsi, bahaya
kehamilan dini, pencegahan HIV-Aids, pencegahan, dan
pengobatan penyakit menular seksual;

• Memberikan pengobatan dan rehabilitasi remaja dengan


gangguan mental, membuat masyarakat menyadari tanda-tanda
awal dan gejala serta keseriusan masalah remaja;

• Memastikan layanan informasi untuk pencegahan dan


pengobatan PMS, termasuk HIV-Aids tersedia dan mudah
diakses;

• Gadis remaja memiliki akses ke informasi tentang bahaya


pernikahan usia anak dan penyebab kehamilan, dan yang hamil
memiliki akses terhadap pelayanan kesehatan yang sensitif
terhadap hak dan kebutuhan khusus, mengambil tindakan untuk
72
mengurangi morbiditas ibu dan angka kematian pada remaja
perempuan (kehamilan dini dan praktik aborsi, dan mendukung
orangtua remaja).

Persiapan: Banyak membaca referensi yang terkait dengan kesehatan dan


perkembangan remaja. Ada baik pula untuk melakukan refleksi diri
mengenai pengalaman yang dialami peserta semasa usia remaja;
pengalaman yang baik atau buruk terkait dengan Pelayanan Kesehatan
dan Perkembangan semasa Remaja.

Untuk memperlacar diskusi, hal yang dibutuhkan adalah: Apa Yang


1. Peran dan tanggung jawab kementerian/lembaga atau satuan Dibutuhkan:
kerja yang mempunyai pelayanan untuk kesehatan dan
perkembangan remaja.
2. Daftar lembaga layanan untuk remaja.
3. Kertas dan alat tulis.

Memulai Peserta dibagi dalam kelompok sesuai dengan Kebijakan dan


Pelatihan: Program Kesehatan dan Perkembangan Remaja.

Kegiatan: Bagaimana Penanganan Kesehatan dan


Perkembangan Remaja?

Sesi 1

Berbagai permasalahan yang perlu dipecahkan dalam


perencanaan pembangunan yang akan datang adalah28:

28 Bappenas, Background Study RPJMN 2015-2019.


(1) Normatif

a. Beberapa pasal mengenai pemberian informasi dan


penyediaan alat kontrasepsi dalam Undang-Undang Nomor 52
Tahun 2009 tentang Perkembangan Kependudukan dan
Pembangunan Keluarga yang secara spesifik dibatasi
sasarannya adalah pasutri dapat menjadi kendala program-
program kesehatan reproduksi remaja dan pencegahan 73
perkawinan dini.

b. Batasan usia boleh kawin dalam Undang-Undang Nomor 1


Tahun 1974 tentang perkawinan masih menjadi normatif.

c. Belum ada implementasi hukum yang tegas yang meregulasi


iklan/ promosi rokok dengan sanksi yang memadai.

d. Belum adanya produk hukum yang mampu mencegah


merebaknya tawuran antar remaja ataupun antar anggota
komunitas

(2) Struktural

a. Kemenag belum melakukan upaya kajian yang mendasar


mengenai Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 terhadap
Pembangunan Keluarga.

b. Kementerian/ Lembaga lainnya tidak berupaya sungguh-


sungguh dalam mendorong Kementerian Agama untuk
melakukan perubahan Undang-Undang tersebut.

c. Tidak ada lembaga pemerintah yang secara aktif/ proaktif


yang memonitor rokok di Indonesia dan sekaligus dapat
menerapkan sanksi atas pelanggaran yang terjadi.

d. Selama ini, penyelesaian konflik sosial menjadi tanggung


jawab aparat keamanan dan Kementerian Sosial atau
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Karena akar
permasalahannya cukup luas, perlu adanya kerjasama antar
Kementerian/ Lembaga untuk menyelesaikan konflik secara
komprehensif.

(3) Proses

a. Wacana mengenai pendidikan reproduksi sehat bagi remaja


masih dihadapkan pada ketidaksiapan lembaga pendidikan
untuk membicarakan mengenai seks dan seksualitas sebagai
bagian penting dan tak terpisahkan dari kesehatan reproduksi.

b. Kekuatan lobi industri tembakau sangat mempengaruhi


pembuatan kebijakan publik yang pro-kesehatan.

c. Pendidikan keterampilan hidup lebih banyak diwarnai


dengan pelatihan vokasional dan kurang mengembangkan
keterampilan sosial dan emosional.

d. Perlu perbaikan kualitas pelajaran-pelajaran di sekolah


yang menumbuhkan rasa tanggung jawab sosial, budaya
damai, dan toleransi serta keterampilan untuk mengatasi
konflik.
74
e. Perlunya ada keterlibatan tokoh-tokoh masyarakat secara
aktif untuk memberikan pendidikan non-formal tentang
resolusi konflik dan pendidikan budaya yang menghargai
perbedaan.

f. Kurangnya partisipasi anak muda sendiri dalam


memberikan peer-konseling atau pendidikan sebaya tentang
reproduksi.

g. Masih kuatnya tabu di dalam keluarga dan masyarakat, jika


berbicara mengenai reproduksi sehat dan seks, serta
seksualitas.

h. Kurangnya dukungan terhadap lembaga-lembaga swadaya


masyarakat yang telah berupaya membantu pelajar dan anak
muda untuk membiasakan diri menyelesaikan konflik dengan
cara yang konstruktif dan damai.

i. Anak-anak muda kita juga sering terlibat dalam berbagai


konflik horizontal yang melibatkan komunitas-komunitas
yang hidup berdekatan untuk merebutkan bagian yang adil
dalam pemanfaatan sumber daya alam atau sumber daya
lainnya, namun hingga saat ini belum ada intervensi yang
spesifik dilakukan terhadap kondisi ini.

Sesi II
Apa yang dapat dilakukan dengan Fakta yang
Ditampilkan berikut? 29

Remaja dan anak muda merupakan segmen populasi yang


kurang memperoleh perhatian publik secara positif.
Kebanyakan yang disorot adalah masalah-masalah yang
merundung mereka. Dari kajian pustaka, diketahui barbagai
masalah yang membuat orangtua prihatin dengan kondisi
remaja dan anak muda kita.

Setiap tahun terjadi kurang lebih 125.000 penduduk usia 10-


14 tahun dan 1,1 juta penduduk usia 15-19 tahun yang telah
menikah (Sensus Penduduk 2010). Perkawinan dini terkait
dengan berbagai permasalahan seperti kematian ibu dan anak,

29 Bappenas, Background Study RPJMN 2015-2019


intergenerational transmition of poverty, kekerasan dalam
perkawinan dan erat hubungannya dengan insiden perceraian
dan eksploitasi seksual anak. Menurut status gizi, masih
cukup banyak remaja yang mengalami kekurangan gizi
Penelitian E. Arumsari (2008) terhadap remaja puteri di
Bekasi (400 remaja SLTP), ada indikasi bahwa 38.8%
mengalami anemi dan 6,0% mengalami anemi sedang.
Pemenuhan zat gizi besi merupakan faktor penting dalam 75
persiapan menjadi Ibu.

Riskesdas 2010 juga memberikan informasi yang


mengkhawatirkan. Survei menunjukkan bahwa 22% anak
peremuan dan 18% anak laki-laki telah melakukan hubungan
seks pertama kali pada usia sebelum 16 tahun. Selanjutnya,
menurut BKKBN (2012) 1% kelahiran bayi dialami oleh
perempuan berusia 15 tahun. Kehamilan dan kelahiran pada
usia ini dianggap berisiko tinggi terhadap komplikasi yang
membahayakan janin dan ibunya. Selain itu, Ibu yang masih
berusia remaja tidak siap menghadapi berbagai tantangan
sosial dan ekonomi dalam perkawinan modern yang makin
kompleks, sebagai mana tercermin dalam statistik berikut ini.
Menurut SDKI 2007 - 13,3% remaja putri tidak tahu sama
sekali soal perubahan fisiknya saat sudah akil balik. Bahkan
hampir separuh (47,9%) remaja perempuan tidak mengetahui
waktu dirinya memiliki masa subur. Pengetahuan remaja
untuk menghindari infeksi HIV masih sangat terbatas, yakni
hanya 14% remaja yang mempunyai pengetahuan yang benar
tentang penularan HIV.

Merokok merupakan salah satu masalah kesehatan serius di


Indonesia, khususnya pada kaum remaja dan kaum muda (15-
19 tahun). Menurut Riskesdas 2007, prevalensi merokok pada
kelompok usia 15-19 tahun adalah 18.8% (L = 37.3%; P =
1.6%). Di kota-kota besar, seperti di Jakarta, perokok remaja
perempuan lebih tinggi, yaitu sekitar 2.3% - 4.0% dari taun
2001 sampai 2006 (Global Youth Tobacco Survey 2001, 2004,
2006). Dari pelajar (13-15) yang merokok pada tahun 2006,
sebesar 24.5% laki-laki dan 2.3% perempuan adalah perokok
aktif. Sebanyak 30% di antara mereka pernah merokok
sebelum berusia 10 tahun.

Remaja atau anak muda kita juga sering menjadi sumber


berita media massa karena persoalan tawuran dari tahun
2010-2013, di Jakarta dan sekitarnya saja telah terjadi rata-
rata lebih dari 100 kasus dengan jumlah korban meninggal di
atas 19 anak dan jumlah yang luka-luka ringan dan berat lebih
dari 50 anak. Walaupun tawuran ini dilakukan oleh pelajar
dari segelintir sekolah di Jabodetabek, yaitu 50 dari 1093
sekolah, tetapi tetap merupakan persoalan serius karena
kerugian jiwa dan material yang besar. Sampai saat ini, akar
dari persoalan tawuran masih belum disepakati dan
diintervensi dengan selayaknya untuk menyelesaikan masalah.

Data mengenai anak dan remaja yang telah putus sekolah dan
harus bekerja di luar rumah, baik karena kemiskinan maupun
karena kekerasan rumah tangga cukup besar. Susenas (2010)
menunjukkan bahwa 7.6% anak usia 10-15 bekerja, 61% anak
laki-laki dan 39% anak perempuan. Di antara mereka 30%
bekerja di 2009 dalam 7 hari per minggu. Menjadi anak laki- 76
laki meningkatkan kemungkinan dipekerjakan sebesar 97%.
Statistik Depnakertrans juga menunjukkan bahwa
pengangguaran di antara anak muda 15-24 tahun adalah 6.5%,
tertinggi di di antara negara-negara sekawasan.

Data yang dikumpulkan oleh BKKBN (2012) mengenai


pengalaman anak dalam pengasuhan orangtua menunjukkan
bahwa 78% remaja menyatakan merasakan pengasuhan dan
tumbuh kembang jiwa/mental/spiritual anak remaja terutama
yang berkaitan dengan penanaman moral agama. Sedangkan
aspek lain seperti komunikasi efektif dengan remaja masih
kurang dari 36 persen. Bila dibandingkan tahun 2011;
pengalaman pengasuhan pada aspek jiwa, hampir tidak
mengalami perubahan. Aspek lain seperti pelibatan anak
remaja dalam memecahkan masalah dan penggalian bakat,
relatif masih kurang, masing-masing 16 persen dan 22 persen;
Pembinaan dari petugas seperti pemberian informasi,
penyuluhan dan pembekalan dalam pengasuhan dan tumbuh
kembang anak balita, lebih banyak dibandingkan dengan anak
remaja dalam 12 bulan terakhir, yakni 37 persen dan 21
persen.

Matriks : Kesehatan Dan Perkembangan Remaja Dalam Konteks Konvensi Hak Anak

Aksi
Aksi
Permasalahan Situasi Aksi Dunia
Tantangan Pemerintah
Anak Sekarang Masyarakat Usaha/
Daerah
Media
(1) (2) (3) (4) (5) (6)

Sesi III. Pencegahan Narkotika Sejak Dini pada Anak


dan Remaja

Penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika menjadi isu


yang strategis bagi masyarakat dunia, kejahatan narkotika
merupakan kejahatan serius, terorganisir dan bersifat lintas
negara yang dapat menimpa seluruh lapisan masyarakat
sehingga menimbulkan kerugian sangat besar, terutama dari
segi kesehatan, sosial ekonomi dan keamanan. Fatalnya,
kejahatan ini dapat menyebabkan hilangnya generasi bangsa
(lost generation), cikal bakal penerus pembangunan. Untuk
itu diperlukan strategi yang terbaik dalam penanganan
narkotika di Indonesia, salah satunya adalah pencegahan
dengan sasaran prioritas anak-anak dan pemuda. 77

Berdasarkan hasil penelitian Badan Narkotika Nasional


bekerjasama dengan Pusat Penelitian Kesehatan Universitas
Indonesia Tahun 2014 tentang Survei Nasional Perkembangan
Penyalahgunaan Narkoba di Indonesia, diketahui bahwa
angka prevalensi penyalahguna Narkoba di Indonesia telah
mencapai 2,18% atau sekitar 3,8 juta sampai 4,1 juta orang
yang pernah pakai narkoba dalam setahun terakhir (current
users) pada kelompok usia 10-59 tahun. 27,32 % dari mereka
berstatus pelajar dan mahasiswa. Angka ini akan terus
meningkat jika tidak ada upaya proteksi dini bagi generasi
muda yang belum terkena penyalahgunaan narkotika.
Penyebaran narkoba menjadi makin mudah karena anak SD
juga sudah mulai mencoba-coba mengisap rokok.

Matriks : Pencegahan Narkotika Sejak Dini pada Anak dan Remaja

Aksi
Aksi
Permasalahan Situasi Aksi Dunia
Tantangan Pemerintah
Anak Sekarang Masyarakat Usaha/
Daerah
Media
(1) (2) (3) (4) (5) (6)

 Memberi ruang kepada setiap peserta menggambarkan Apa yang


peran dan tanggung jawab kementerian/lembaga atau Boleh dan
satuan kerja yang mempunyai pelayanan untuk kesehatan tidak Boleh
dan perkembangan remaja. dilakukan:
 Hindari mengganggu teman lain untuk menyampaikan
paparannya.
Diskusi Akhir Menambah waktu untuk diskusi tentang sikap dan aksi
kementerian/lembaga atau satuan kerja yang mempunyai
pelayanan untuk Pemenuhan Hak Kesehatan dan
Perkembangan Remaja.

78
Evaluasi dan Memastikan Kebijakan dan Program Berpihak pada Kesehatan
Tindak Lanjut dan Perkembangan Remaja.
79
KABUPATEN/KOTA LAYAK ANAK

Tujuan: Memberikan informasi dan pengetahuan tentang


pengembangan kabupaten/kota layak anak.

80

Mendorong peserta memahami secara utuh mengenai definisi, Manfaat:


tahapan, dan indikator pengembangan kabupaten/kota.

Waktu: 60 menit

Latar Belakang
Definisi
Kabupaten/Kota Layak Anak yang selanjutnya disingkat KLA
adalah kabupaten/kota dengan sistem pembangunan yang
menjamin pemenuhan hak anak dan perlindungan khusus anak,
dan dilakukan secara terencana, menyeluruh, dan berkelanjutan.

Tujuan
Pengembangan KLA bertujuan untuk:

1. meningkatkan komitmen pemerintah, pemerintah


daerah, masyarakat, media massa, dan dunia usaha di
kabupaten/kota dalam upaya mewujudkan
pembangunan yang peduli terhadap pemenuhan hak
anak dan perlindungan khusus anak;
2. mengimplementasikan kebijakan terkait pemenuhan hak
anak dan perlindungan khusus anak melalui perumusan
strategi dan perencanaan pembangunan kabupaten/kota
secara menyeluruh dan berkelanjutan sesuai dengan
indikator KLA; dan
3. memperkuat peran dan kapasitas pemerintah
kabupaten/kota dalam mewujudkan pembangunan di
bidang pemenuhan hak anak dan perlindungan khusus
anak.
Tahapan Pengembangan KLA
Untuk mengefektifkan segala upaya untuk
mewujudkan KLA, maka pendekatan KLA yang dilakukan
memperhatikan tahapan pengembangan KLA yang 81
meliputi:
1. Perencanaan;
2. Pelaksanaan;
3. Pemantauan;
4. Evaluasi; dan
5. Pelaporan.

Sumber: Patilima, 2017

Setiap kabupaten/kota dapat dikategorikan sebagai KLA


apabila telah memenuhi hak anak yang diukur dengan Indikator
KLA. Indikator KLA, dikelompkan kedalam enam kelompok, dan
salah satunya adalah Kelompok Indikator Kesehatan Dasar dan
Kesejahteraan, yaitu:
1. Persentase Persalinan di Fasilitas Kesehatan;
2. Prevalensi Status Gizi Balita;
3. Persentase Cakupan Pemberian Makan pada Bayi dan Anak
(PMBA) Usia di Bawah 2 Tahun;
4. Persentase Fasilitas Kesehatan dengan Pelayanan Ramah Anak;
5. Persentase Rumah Tangga dengan Akses Air Minum dan
Sanitasi yang Layak; dan
6. Tersedia Kawasan Tanpa Rokok.
Struktur Gugus Tugas Kabupaten/Kota Layak Anak
No Penanggung Jawab Organisasi Mitra Tugas Pokok
(1) (2) (3) (4)
Kesehatan Dasar dan Kesejahteraan
1. Kepala Dinas Kesehatan  Memastikan tersedianya
(Ketua Sub Gugus Tugas kebijakan, anggaran,
Kesehatan Dasar dan SDM terlatih KHA, 82
Kesejahteraan) partisipasi anak,
kemitraan (pemerintah,
masyarakat, dunia
usaha/industri, dan
media massa), dan
inovasi pada klaster
kesehatan dasar dan
kesejahteraan.
 Memimpin rapat
koordinasi pada klaster
kesehatan dasar dan
kesejahteraan.
2. Penanggung jawab urusan IBI, IDAI, PPK  Memastikan
KIA di dinas kesehatan Ormas agama, meningkatnya prosentasi
BKOW, dunia cakupan persalinan di
usaha, Media lokal, fasilitas kesehatan
forum anak (puskesmas) memastikan
peningkatan cakupan
buku KIA
3. Penanggungjawab urusan IBI, IDAI, PKK,  Memastikan peningkatan
keamanan, mutu, dan gizi Ormas Agama, presentase asi ekslusif
pangan di Balai BKOW, dunia  Memastikan peningkatan
Besar/Balai POM di usaha, media local, ruang menyusui
tingkat provinsi; Balai POM, forum  Memastikan tersedianya
Penanggungjawab urusan anak dan Dinas pangan yang aman,
gizi di dinas kesehatan; tenaga kerja. bermutu, dan bergizi
 Memastikan terjadinya
penurunan prevalensi gizi
buruk, gizi kurang,
stanting, gizi lebih
 Memastikan semua anak
mendapatkan imunisasi
lengkap
4. Penanggung jawab urusan Dinas Pekerjaan  Menjamin peningkatan
Penyelenggaraan Umum, Badan jumlah puskesmas
Puskesmas di dinas Keluarga dengan pelayanan ramah
kesehatan Berencana, KPPPA anak
dan KB, Badan
Narkotika Nasional
Provinsi, Kab/Kota,
Komisi
Penanggulangan
Aids Kab./Kota,
Ormas, dunia usaha
dan forum anak
5. Penanggujawab Urusan Promkes dan Jiwa  Memastikan jumlah
Pelayanan Kesehatan lembaga yang
keluarga di dinas memberikan layanan
kesehatan kesehatan jiwa
 Memastikan adanya 83
peningkatan pelayanan
reproduksi
6. Penanggungjawab urusan Dinas  Peningkatan prosentasi
Penyehatan Lingkungan Kesehatan,Dinas rumah tangga dengan air
PU, Bapelda bersih
dampak lingkungan
daerah dan PDAM
7. Penanggungjawab urusan Dinas Kesehatan,  Memastikan adanya
Promosi BNN Kab/Kota, kebijakan kawasan tanpa
kesehatan/Kesehatan Kominfo, Ormas, rokok
Keluarga dinas pendidikan,  Meningkatnya jumlah
dishub kominfo, kawasan tanpa rokok
Badan PP dan KB  Memastikan adanya
dinas tenaga kerja, kebijakan tentang
dinas keagamaan pencegahan dan
dan forum anak, penanganan Kasus
dinas pertamanan Narkoba
 Memastikan
menghindari Seks bebas,
NAPZA/ Narkotika
Kategori KLA
1. Kabupaten/Kota Layak Anak  901-1000  31 komponen tidak
ada angka di bawah 70% nilai maksimal dan komponen tertentu
harus mencapai angka mutlak
2. Utama  801-900  28 komponen tidak ada angka di bawah
70% nilai maksimal dan komponen tertentu harus mencapai
angka mutlak
3. Nindya  701-800  25 komponen tidak ada angka di bawah
70% nilai maksimal dan komponen tertentu harus mencapai
angka mutlak
4. Madya  601-700 21 komponen tidak ada angka di bawah
70% nilai maksimal dan komponen tertentu harus mencapai
angka mutlak
5. Pratama  501-600 17 komponen tidak ada angka di bawah
70% nilai maksimal dan komponen tertentu harus mencapai
angka mutlak.
Persiapan: Mendorong peserta untuk lebih banyak membaca dokumen
Rencana Pembangunan Jangka Menengah, agar setiap peserta
mampu memahami kebijakan dan program di masing-masing
unit kerja. Apabila setiap peserta mampu memahami secara
utuh RPJMD, mudah untuk pengembangan Kabupaten/Kota
Layak Anak.

84

Untuk memperlancar proses diskusi, dibutuhkan beberapa Apa Yang


kebutuhan: Dibutuhkan:
1. Dokumen perencanaan.
2. Kertas dan alat tulis.

Memulai Peserta dibagi dalam kelompok diskusi.


Pelatihan:

Kegiatan: Pengembangan Kabupaten/Kota Layak Anak

Sesi 1

Topik diskusi:
1. Bagaimana membangun kabupaten/kota layak anak?
2. Apa langkah pengembangan kabupaten/kota layak anak?

Matriks Kebijakan dan Program di Bidang Urusan Wajib Perlindungan


Anak Pada Masing-masing SKPD
Tahun.....

TARGET INSTANSI
RENCANA DATA PROGRAM/
NO INDIKATOR UKURAN SATUAN DASAR PENANGGUNG
AKSI 2018 2019 KEGIATAN
JAWAB
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10)
IV. KLASTER KESEHATAN DASAR DAN KESEJAHTERAAN
12 Persalinan di Peningkatan Persentase % Dinas Program
Fasilitas kesehatan ibu Ibu Bersalin Kesehatan Kesehatan
Kesehatan dan anak di Fasilitas Masyarakat
Pelayanan
Kesehatan
(PF)
Persentase % Program
kunjungan Pembinaan
neonatal Kesehatan
TARGET INSTANSI
RENCANA DATA PROGRAM/
NO INDIKATOR UKURAN SATUAN DASAR PENANGGUNG
AKSI 2018 2019 KEGIATAN
JAWAB
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10)
pertama Keluarga
(KN1)
13 Status Gizi Perbaikan gizi Persentase % DINASPPPA Program
Balita anak balita kurus Pembinaan
yang Perbaikan Gizi
mendapat Masyarakat
makanan
tambahan 85
Fasilitasi Jumlah Kec./ Program
Penguatan daerah yang Desa/ Kel. Perlindungan
peran Forum memiliki Anak
Anak dan Forum Anak Pemenuhan
Forum 2P Gizi Hak Anak atas
Keluarga Jumlah Kec./ Kesehatan dan
sebagai 2P daerah yang Desa/ Kel. Kesejahteraan
Gizi memiliki
Forum
Keluarga 2P
Gizi
14 Pemberian Peningkatan Persentase % Dinas Program
Makan pada gizi anak di bayi usia Kesehatan Pembinaan
Bayi dan bawah usia kurang dari 6 Perbaikan Gizi
Anak dua tahun bulan yang Masyarakat
(PMBA) Usia mendapat ASI
di Bawah 2 eksklusif
Tahun Persentase %
bayi baru
lahir
mendapat
Inisiasi
Menyusu Dini
(IMD)
Fasilitasi Jumlah Kec./ DINASPPPA Program
peningkatan daerah yang Desa/ Kel. Perlindungan
ASI Eksklusif difasilitasi Anak
dan gizi anak Ruang ASI di
ruang publik Pemenuhan
(terminal, Hak Anak atas
pelabuhan Kesehatan dan
dan pasar Kesejahteraan
tradisional)
Jumlah Kec./
daerah yang Desa/ Kel.
difasilitasi
dalam PMBA
di wilayah
stunting
tinggi
15 Fasilitas Fasilitasi Jumlah kecamatan Dinas Program
Kesehatan pelayanan kecamatan Kesehatan Pembinaan
dengan ramah anak di yang memiliki Upaya
Pelayanan fasilitas minimal 1 Kesehatan
Ramah Anak kesehatan Puskesmas
yang
tersertifikasi
akreditasi
Jumlah Kec./
daerah yang Desa/ Kel.
memiliki
minimal 1
RSUD yang
tersertifikasi
akreditasi
nasional
Pelayanan Persentase % Program
kesehatan anak usia 0 Surveilans dan
anak sampai 11 Karantina
bulan yang Kesehatan
mendapat
TARGET INSTANSI
RENCANA DATA PROGRAM/
NO INDIKATOR UKURAN SATUAN DASAR PENANGGUNG
AKSI 2018 2019 KEGIATAN
JAWAB
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10)
imunisasi
dasar lengkap

Persentase % Program
Puskesmas Pembinaan
yang Kesehatan 86
melaksanakan Keluarga
penjaringan
kesehatan
untuk peserta
didik kelas 7
dan 10
Fasilitasi Jumlah Puskesmas DINASPPPA Program
Pelayanan Puskesmas Perlindungan
Ramah Anak yang Anak
di Puskesmas difasilitasi
dengan Pemenuhan
Pelayanan Hak Anak atas
Ramah Anak Kesehatan dan
Jumlah kab/ Kec./ Kesejahteraan
kota yang Desa/ Kel.
difasilitasi
dalam
Pelayanan
Ramah Anak
di Puksesmas
Pelatihan Jumlah tenaga orang
Konvensi Hak kesehatan
Anak (KHA) (Puskesmas)
bagi tenaga terlatih KHA
kesehatan
Fasilitasi Jumlah Kec./
penguatan daerah yang Desa/ Kel.
peran Forum memiliki
Keluarga Forum
sebagai 2P Keluarga 2P
Pemenuhan
Hak Anak atas
Kesehatan
dan
Kesejahteraan
16 Rumah Fasilitasi Persentase % Dinas Program
Tangga peningkatan sarana air Kesehatan Kesehatan
dengan kualitas air minum yang lingkungan
Akses Air minum dilakukan
Minum dan pengawasan
Sanitasi yang Persentase %
Layak tempat-
tempat umum
yang
memenuhi
syarat
kesehatan
Jumlah Kec./
kumulatif Desa/ Kel.
Kec./ Desa/
Kel. yang
mengadakan
tatanan
kawasan
sehat
Promosi Persentase % Program
kesehatan Kec./ Desa/ Promosi
Kel. yang Kesehatan dan
memilki Pemberdayaan
kebijakan Masyarakat
Perilaku
Hidup Bersih
TARGET INSTANSI
RENCANA DATA PROGRAM/
NO INDIKATOR UKURAN SATUAN DASAR PENANGGUNG
AKSI 2018 2019 KEGIATAN
JAWAB
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10)
dan Sehat
(PHBS)
Fasilitasi Jumlah SR Dinas Program
peningkatan sambungan Pekerjaan Pengaturan,
kualitas air rumah (SR) Umum dan Pembinaan
minum yang terlayani Perumahaan Pengawasan
air minum di Rakyat Pengembangan,
kawasan Sumber 87
regional Pembiayaan
Jumlah SR SR dan Pola
yang terlayani Investasi dan
air minum di Pengadaan
perkotaan Serta
Jumlah SR SR Pengembangan
yang terlayani Sistem
air minum Penyediaan Air
melalui Minum (SPAM)
penyediaan
air minum
berbasis
masyarakat
Jumlah SR SR
yang terlayani
air minum di
kawasan
khusus
Pembangunan Jumlah SR SR
66.200 yang terlayani
Sambungan air minum di
Rumah (SR) kawasan
SPAM di nelayan
Kawasan
Nelayan
Pembangunan Jumlah Kec./
Instalasi terbangunnya Desa/ Kel.
Pengolahan IPAL terpusat
Air Limbah skala kota
(IPAL) Jumlah kawasan
terpusat skala terbangunnya
kota dan skala IPAL terpusat
kawasan (di skala
2.749 kawasan
Kawasan)
Peningkatan Persentase % Dinas Program
cakupan peningkatan Pekerjaan Pembinaan dan
pelayanan cakupan Umum dan Pengembangan
akses air pelayanan Perumahaan Infrastruktur
minum akses air Rakyat Permukiman
minum
Peningkatan Persentase %
cakupan peningkatan
pelayanan cakupan
akses sanitasi pelayanan
akses sanitasi
Penguatan Jumlah Forum DINASPPPA Program
peran Forum daerah yang Anak Perlindungan
Anak dan memiliki prov Anak
Forum Forum Anak Kec./
Keluarga 2P Sanitasi Desa/ Kel. Pemenuhan
sebagai 2P Jumlah Forum Hak Anak atas
Sanitasi daerah yang Keluarga Kesehatan dan
memiliki prov Kesejahteraan
Forum Kec./
Keluarga 2P Desa/ Kel.
Sanitasi
17 Ketersediaan Penyediaan Persentase Kec./ Dinas Program
Kawasan KTR dan Kec./ Desa/ Desa/ Kel. Kesehatan Pencegahan
Tanpa Rokok Larangan IPS Kel. yang dan
(KTR) dan Rokok melaksanakan Pengendalian
TARGET INSTANSI
RENCANA DATA PROGRAM/
NO INDIKATOR UKURAN SATUAN DASAR PENANGGUNG
AKSI 2018 2019 KEGIATAN
JAWAB
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10)
Larangan kebijakan Penyakit Tidak
Iklan, Kawasan Menular
Promosi dan Tanpa Rokok Langsung
Sponsor (KTR) dan
(IPS) Rokok pelarangan
IPS rokok
minimal 50%
Fasilitasi Jumlah prov DINASPPPA Program 88
daerah untuk daerah yang Kec./ Perlindungan
penyediaan memiliki FA Desa/ Kel. Anak
KTR dan 2P Hebat
Larangan IPS Tanpa Rokok Pemenuhan
Rokok Hak Anak atas
Kesehatan dan
Kesejahteraan
Sumber: Draf PerPresKLA, 2018

 Memberi kesempatan masing-masing peserta menjelaskan Apa yang


peran unit kerja dalam melaksanakan rencana Boleh dan
pengembangan kabupaten/kota layak anak. tidak Boleh
 Disksui lebih fokus. dilakukan:

Diskusi Akhir Mewujudkan Kabupaten/Kota Layak Anak membutuhkan


komitmen dan tanggung jawab dari masing-masing pemangku
pentingan. Luangkan sedikit waktu untuk diskusi terakhir,
agar dapat ditemui pemecahan masalah untuk mewujudkan
Kabupaten/Kota Layak Anak.

Evaluasi dan Mewujudkan Kabupaten/Kota Layak Anak menjadi tugas dari


Tindak Lanjut setiap wakil unit kerja.
DAFTAR PUSTAKA
A World Fit For Children. New York: Unicef, 2002.

Bappenas, Background Study RPJMN 2015-2019.

Committee on the Rights of the Child, Concluding Observations on the Combined


Third and Fourth Periodic Reports of Indonesia, 10 July 2014. 89

Crain, William. Teori Perkembangan: Konsep dan Aplikasi. Yogyakarta: Pustaka


Pelajar, 2007.

Geidenmark, Eva. Child Rights Programming: How to Apply Rights-Based


Approaches to Programming A Handbook for International Save the Children
Alliance Members. 2nd ed. Lima: Save the Children, 2005.

General Comment Nomor 3 (2003) – Hiv-Aids and The Rights of The Child.

General comment Nomor 4 (2003) - Adolescent Health and Development in The


Context of The Convention on The Rights of The Child.

General Comment Nomor 9 (2006) - The Rights of Children with Disabilities.

General Comment Nomor 15 (2013) - On The Right of The Child to The Enjoyment of
The Highest Attainable Standard of Health (Art. 24).

Hurlock, Elisabeth B. Psikologi Perekembangan: Suatu Pendekatan Sepanjang


Rentang Kehidupan. Jakarta: Erlangga, 1980.

Konvensi Hak Anak, Jakarta: Unicef, 1989.

Papalia, Diane E., Sally Wendkos Old, dan Ruth Duskin Feldman. Human
Development (Psikologi Perkembangan). (Edisi Kesembilan). Jakarta:
Kencana, 2010.

Salkind, Neil J. Teori-teori Perkembangan Manusia: Sejarah Kemunculan,


Konsepsi Dasar, Analisis Komparatif, dan Aplikasi. Bandung: Nusa
Media, 2009.

Santrock, John W. Perkembangan Anak. Jilid Satu. Edisi 11. Jakarta: Erlangga,
2007.

_______. Perkembangan Anak. Jilid Dua. Edisi 11. Jakarta: Erlangga, 2007.

Peraturan Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan Nomor 11 Tahun 2012 tentang


Kebijakan Pengembangan Kabupaten/Kota Layak Anak.

Peraturan Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan Nomor 12 Tahun 2012 tentang


Indikator Kabupaten/Kota Layak Anak.
90

Anda mungkin juga menyukai