Anda di halaman 1dari 1

Ringkasan Ide Penelitian.

https://doi.org/10.1016/j.psj.2021.101509

Telur merupakan produk pangan yang berasal dari komuditi perunggasan sebagai sumber
protein, karotenoid, antioksidan, fosfolipid, dan vitamin (Lesnierowski dan Stangierski, 2018).
Kondisi penyimpanan dan kontaminasi di dalam kuning telur atau albumen dapat
mempengaruhi kualitas internal telur. Ketika telur baru dikeluarkan dari induk, terjadi
penurunan kualitas seiring bertambahnya waktu penyimpanan dari karakteristik kimia, fisik,
dan fungsional. Kandungan internal telur dapat terkontaminasi mikroba yang masuk melalui
pori-pori kulit telur, mengkonsumsi telur yang terkontaminasi mikroorganisme, seperti
Salmonella, menimbulkan risiko bagi konsumen. Pelapisan telur merupakan teknologi yang
efektif dan ekonomis untuk menjaga kualitas internal telur. Melapisi permukaan telur
bertujuan untuk menjaga kualitas internal, meningkatkan kekuatan cangkang, dan
menurunkan cemaran mikroba pada permukaan kerabang. Oleh karena itu, diperlukan
metode pelapisan untuk melindungi kualitas internal telur dengan rendah biaya dan
teknologi yang efektif. Pelapis telur yang bersifat Edible menggunakan bahan yang tidak
berbahaya sangat dibutuhkan oleh industri untuk menjaga kualitas telur sampai ditangan
konsumen. Maka dari itu penggunaan Tapioka sebagai pelapis telur diduga mampu menjaga
kualitas internal telur pada waktu dan suhu penyimpanan yang berbeda.

https://doi.org/10.1080/00071668.2019.1673315

Sistem penetasan buatan telah dikembangkan untuk mengoptimalkan produksi anak ayam
(DOC). Kondisi suhu, kelembaban, dan sirkulasi udara dikontrol secara akurat dengan
optimal menggunakan sistem otomatis Selain itu, waktu pembalikan dan sterilisasi telur
menjadi faktor terpenting untuk memperoleh keberhasilan inkubasi. Faktor lain yang berada
diluar dari pengaturan mesin tetas telah menjadi perhatian beberapa peneliti, seperti
pengaruh suara selama waktu inkubasi. Diketahui bahwa embrio ayam broiler dapat
mendeteksi dan menanggapi suara eksternal dari kira-kira hari ke-16 waktu inkubasi. Selain
itu, terdapat komunikasi vokal antara induk dan embrio. Embrio mulai mengeluarkan suara
saat pipping sejak hari ke-19 inkubasi, yang terbukti penting untuk sinkronisitas hatch
windows Edgar et al., 2016). Roy et al. (2014) melaporkan terdapat peningkatan jumlah
dan kepadatan saraf di korteks pendengaran dan hippocampus, serta perubahan perilaku
pasca menetas. Maka dari itu diduga penambahan vokalisasi spesifik dari suara induk dan
anak ayam selama inkubasi dapat meningkatkan animal welfare anak ayam, meningkatkan
performa tetas, serta menurunkan rentang waktu hatch windows. Ditambah lagi, kebisingan
dari mesin tetas dapat terjadi dapat mempengaruhi perkembangan embrio dan performa
tetas anak ayam.

Anda mungkin juga menyukai