Anda di halaman 1dari 21

MANAJEMEN PENETASAN

LAPORAN PRAKTIKUM

Oleh:

Kelompok IIB

Malik Suryo Putro 23010117130154

PROGRAM STUDI S1 PETERNAKAN


DEPARTEMEN PETERNAKAN
FAKULTAS PETERNAKAN DAN PERTANIAN
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2019
BAB I

PENDAHULUAN

Unggas adalah ternak kelompok burung yang dimanfaatkan untuk daging


dan telurnya serta jenis burung yang tubuhnya ditutupi oleh bulu. Telur yang
dihasilkan dapat berupa fertil atau infertil, telur yang dapat ditetaskan harus fertil
atau lazim disebut dengan telur tetas. Permintaan bibit unggas atau yang sering
dikenal dengan DOC/DOQ oleh industri pembesaran unggas pedaging dan petelur
selalu meningkat setiap tahunnya. Hal ini menjadi peluang yang besar bagi industri
penetasan telur unggas. Penetasan pada prinsipnya adalah menyediakan lingkungan
yang sesuai untuk perkembangan embrio unggas. Untuk memperbanyak populasi
hewan unggas seperti ayam dan burung puyuh dibutuhkan cara penetasan telur yang
tepat. Adapun beberapa persyaratan yang mempengaruhi keberhasilan dalam
menetaskan telur unggas antara lain : suhu, kelembapan, kandungan oksigen,
kandungan CO2, aliran udara serta pemutaran telur.
Tujuan dari praktikum manajemen penetasan ini adalah agar mahasiswa
mampu mengetahui cara kerja dari mesin tetas dan cara fumigasi mesin tetas yang
benar, mengetahui cara menetaskan telur tetas secara buatan melalui mesin tetas,
cara menentukan telr fertil dan infertil serta mengetahui perkembangan embrio dari
hari pertama sampai penetasan. Manfaat dari praktikum manajemen penetasan yaitu
mampu menyiapkan mesin tetas sebelum digunakan, mampu memilih telur yang
baik untuk ditetaskan, mampu menangani telur tetas dari hari pertama hingga
menetas, mampu melakukan pullchick dan menempatkan DOC pada tempat yang
benar.
BAB II

MATERI DAN METODE

Praktikum Manajemen Penetasan dengan materi egg in dan seleksi telur

dilaksanakan pada tanggal 30 Maret 2019, pengamatan embrio dilaksanakan pada

tanggal 3 April 2019, 13 April 2019 dan 18 April 2019 dan pull chick dilaksanakan

pada tanggal 17 April 2019 dan 20 April 2019 pukul 17.00-18.30 WIB di

Laboratorium Produksi Ternak Unggas Fakultas Peternakan dan Pertanian

Universitas Diponegoro, Semarang.

3.1. Materi

Materi yang digunakan terdiri dari alat dan bahan. Alat yang digunakan

meliputi timbangan untuk menimbang telur dan DOC, nampan untuk menaruh air

di dalam mesin tetas, sprayer untuk tempat larutan desinfektan, botol untuk tempat

formalin, mesin tetas untuk menetaskan telur, mesin tetas untuk menetaskan telur,

thermohygrometer untuk mengukur kelembaban mesin tetas, thermostate digital

untuk mengatur suhu mesin tetas, lap untuk ditaruh di nampan air, alat tulis untuk

mencatat, candler untuk mengamati telur yang telah diinkubasi, pisau kecil untuk

memecah telur, cawan petri untuk menaruh telur yang telah dipecah, box DOC

untuk menempatkan DOC dan lampu sebagai sumber penghangat DOC. Bahan

yang digunakan meliputi telur tetas, formalin, desinfektan, KMnO4 dan air.
3.2. Metode

Kegiatan diawali dengan pembersihan mesin tetas. Mesin tetas didesinfeksi

dengan larutan desinfektan dosis 5-10 ml/liter air. Mesin dicatat sumber, tipe

pemanas dan komponen-komponennya, ting gi dan volumenya, dihitung kapasitas

atau daya tampungnya serta digambar bentuk luar dan dalamnya. Selanjutnya

seluruh komponen seperti rak telur, nampan yang berisi air, thermoregulator,

hygrometer dan komponen lainnya diatur dan diletakkan. Mesin tetas disetting

(suhu dan kelembapannya) hingga mencapai kondisi yang diharapkan ( suhu 39-

40*C dan RH 75%). Setelah itu, mesin tetas didesinfeksi ulang dan dilanjutkan

dengan proses fumigasi. Fumigasi dilakukan dengan dosis berupa perbandingan

formalin dan KMNO4 sebesar 60ml : 30 g dalam ruangan fumigasi 0,5m3 selama

30 menit.

Telur tetas disiapkan lalu dilakukan grading dan seleksi. Telur tetas diukur

diameter panjang dan diameter pendeknya. Grading dan seleksi telur tetas

dilakukan terhadap ada tidaknya keretakan atau pecah, ukuran telur, bentuk telur,

letak rongga udara dari telur, kotoran yang menempel serta ada tidaknya noda darah

pada telur tetas. Kemudian telur tetas diberi label sebagai penanda lalu diletakkan

dan ditata pada egg tray yang sebelumnya sudah disiapkan dengan posisi telur yang

runcing berada dibawah. Telur tetas dimasukkan, ditata dengan sudut 45 derajat dan

di turning minimal 3x sehari. Turning dilakukan dengan cara memutar tuas rak telur

sehingga kemiringan telur berganti dari kiri ke kanan maupun sebaliknya. Turning
dilakukan setiap 6 jam sekali yaitu jam 05.00 (pagi), jam 11.00 (siang), jam 16.00

(sore) dan jam 23.00 (malam).

Pengamatan embrio pada telur tetas dilakukan pada umur 4 hari dan 14 hari

pada telur tetas DOC dan DOQ serta umur 19 hari pada telur tetas DOC.

Pengamatan embrio dilakukan dengan mengambil 1 telur tetas DOC dan 2 telur

tetas DOQ secara acak dari mesin tetas. Telur tetas diamati terlebih dahulu pada

egg candler untuk melakukan pengecekan fertil atau intfertil terhadap telur tetas.

Kemudian telur dipecahkan dan embrio dikeluarkan kedalam cawan petri dengan

hati-hati supaya tetap utuh. Lalu diamati dan dicatat perkembangan yang terjadi

pada masing-masing embrio.

Pull chick diawali dengan sterilisasi box DOC menggunakan penyemprotan

desinfektan. Kemudian pull chick dilakukan dengan cara DOC dikeluarkan dari

mesin tetas lalu diamati dan diseleksi terhadap Warna bulu, kondisi navel,

keseragaman ukuran tubuh, cacat tubuh dan kering tidaknya dengan sempurna.

Hasil pengamatan dicatat di tempat yang sudah disediakan.


BAB III

HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Tabel 1. Seleksi telur tetas ayam


Parameter ∑ %
Dirty 0 0
Crack 0 0
Abnorma bl shape 1 12,5
Size:
- Peewee 3 37,5
- Jumbo 0 0
- Normal 5 62,5
Sumber : data primer praktikum manajemen penetaan, 2019.
Berdasarkan hasil pengamatan diketahui bahwa tidak terdapat telur yang

kotor saat penyeleksian telur tetas. Telur kotor adalah telur tetas yang cangkangnya

terdapat kotoran seperti ekskreta yang menempel, bercak darah dan kotoran

lainnya. Cangkang telur yang kotor dapat menurunkan tingkat keberhasilan

penetasan. Hal ini sesuai denga pendapat Hasanuddin (2017) bahwa telur yang

kotor merupakan salah satu faktor kematian pada embrio dan agen kontaminan

bagi telur lainnya. Microorganisme dalam kotoran dapat mengkontaminasi lalu

masuk kedalam telur dan berkembangbiak yang dapat menyebabkan telur tetas

membusuk dan bahkan meledak/meletus. Hariani et al.,(2017) menyatakan bahwa

telur yang bersih memiliki daya tetas yang lebih tinggi dibandingkan dengan telur

yang kotor, karena telur yang kotor mengandng microorganisme yang akan masuk

ke dalam telur pada proses penetasan, sehingga menurunkan daya tetas.

Berdasarkan hasil pengamatan diketahui bahwa tidak ada cangkang telur

yang retak saat penyeleksian telur tetas. Keretakan pada cangkang telur dapat

menyebabkan kontaminan seperti bakteri dan jamur masuk ke dalam telur yang

menyebabkan telur membusuk. Hal ini sesuai dengan pendapat

Bachari et al.,(2009) bahwa telur yang retak akibat saling berbenturan dapat
menyebabkan kontaminasi mikroba. Cangkang telur berfungsi untuk melindungi

isi telur dari gangguan kontaminan dan guncangan mekanis dari luar. Menurut

Jazil et al.,(2013) bahwa kerabang telur berfungsi melindungi telur dari penurunan

kualitas baik disebabkan kontaminasi mikroba, kerusakan fisik maupun

penguapan. Keretakan pada cangkang telur biasanya disebabkan oleh benturan

mekanis yang terlalu kuat dan terinjaknya telur oleh cakar induk ayam saat

mengeram.

Berdasarkan hasil pengamatan diketahui bahwa terdapat telur yang

memiliki bentuk abnormal saat penyeleksian telur tetas sebesar 12,5 %.

Abnormalitas telur dapat dilihat dari bentuk telur apakah terlalu bulat ataupun

terlalu lonjong. Menurut Setiawati et al., (2016) abnormalitas telur meliputi bentuk

telur yang tidak semestinya, kerabang lunak dan kerabang kasar akibat deposisi

kalsium yang tidak merata. Bentuk telur yang abnormal dapat mepengaruhi lama

tidaknya waktu penetasan. Telur yang terlalu lonjong akan menetas lebih dini

karena rongga udara yang terlalu besar, sedangkan telur yang terlalu bulat akan

menetas lebih lama karena rongga udara yang terlalu sempit/kecil. Menurut

Diniati et al., (2016) bentuk telur ini dipengaruhi oleh umur induk ayam, induk

yang tua cenderung menghasilkan telur lebih bulat sedangkan induk yang muda

cenderung menghasilkan telur lebih lonjong.

Berdasarkan hasil pengamatan diketahui bahwa terdapat telur yang

memiliki ukuran normal saat penyeleksian telur tetas sebesar 62,5 % dan telur yang

memiliki ukuran kecil sebesar 37,5 %. Telur yang normal memiliki bobot per

butir berkisar antara 45-65 gram. Telur dengan bobot diatas 65 gram dianggap telur

jumbo dan telur dengan bobot dibawah 45 gram dianggap telur peewee atau kecil.

Menurut Okatama et al.,(2018) bobot telur dibagi menjadi 3 kelas yaitu jumbo
dengan bobot telur lebih dari 60 g/butir, sedang yaitu telur dengan bobot 50-60

g/butir dan kecil yaitu telur dengan bobot kurang dari 50 g/butir. Perbedaan bobot

telur tetas biasanya dipengaruhi oleh induk ayam dan lingkungannya. Menurut

Herlina et al., (2016) faktor yang mempengaruhi bobot telur yaitu lingkungan,

umur induk, komposisi telur dan periode bertelur.

2. Tabel 2. Seleksi telur tetas puyuh


Parameter ∑ %
Dirty 1 10
Crack 2 20
Abnormal shape 0 0
Size:
- Peewee 0 0
- Jumbo 0 0
- Normal 10 100
Sumber : Data Primer Praktikum Manajemen Penetaan, 2019.
Berdasarkan hasil pengamatan diketahui bahwa terdapat telur yang kotor

saat penyeleksian telur tetas sebesar 10%. Telur yang kotor dapat

mengkontaminasi telur yang lain di dalam mesin tetas. Akibatnya kematian pada

embrio akibat kontaminasi mikroba dapat meningkat yang mengarah pada

menurunnya daya tetas. Hal ini sesuai dengan pendapat Hariani et al.,(2017) yang

menyatakan bahwa telur yang bersih memiliki daya tetas yang lebih tinggi

dibandingkan dengan telur yang kotor, karena telur yang kotor mengandng

microorganisme yang akan masuk ke dalam telur pada proses penetasan, sehingga

menurunkan daya tetas. Kontaminasi mikroba dapat dicegah dengan dilakukannya

fumigasi telur sebelum dimasukkan ke dalam mesin tetas. Telur yang kotor dapat

dibersihkan dengan kain lap yang dibasahi dengan air hangat. Hal ini sesuai dengan

Okatama et al., (2018) yang menyatakan bahwa telur tetas yang sudah

dikumpulkan harus dibersihkan dari kotoran menggunakan air hangat dan

dibersihkan lagi dengan alkohol 70%.


Berdasarkan hasil pengamatan diketahui bahwa terdapat cangkang telur

yang retak saat penyeleksian telur tetas sebesar 20%. Cangkang telur yang retak

dapat menyebabkan masuknya mikroorganisme ke dalam telur dan meny ebabkan

telur membusuk. Hal ini sesuai dengan pendapat Bachari et al.,(2009) bahwa telur

yang retak akibat saling berbenturan dapat menyebabkan kontaminasi mikroba

masuk ke dalam telur. Telur yang cangkangnya rusak sebaiknya diseleksi dan

dipisahkan dengan telur tetas yang baik sehingga tidak mengkontaminasi saat

terjadi pembusukan. Hal ini sesuai dengan Paputungan et al., (2017) bahwa telur

tetas yang terdeteksi retak saat di candling harus segera dipisahkan dan diafkirkan

untuk dijual.

Berdasarkan hasil pengamatan diketahui bahwa tidak ada telur yang

memiliki bentuk abnormal saat penyeleksian telur tetas. Abnormalitas telur dapat

dilihat dari bentuk telur apakah terlalu bulat ataupun terlalu lonjong. Menurut

Setiawati et al., (2016) abnormalitas telur meliputi bentuk telur yang tidak

semestinya, kerabang lunak dan kerabang kasar akibat deposisi kalsium yang tidak

merata. Bentuk telur yang abnormal dapat mepengaruhi lama tidaknya waktu

penetasan. Telur yang terlalu lonjong akan menetas lebih dini karena rongga udara

yang terlalu besar, sedangkan telur yang terlalu bulat akan menetas lebih lama

karena rongga udara yang terlalu sempit/kecil. Menurut Diniati et al., (2016)

bentuk telur ini dipengaruhi oleh umur induk ayam, induk yang tua cenderung

menghasilkan telur lebih bulat sedangkan induk yang muda cenderung

menghasilkan telur lebih lonjong.

Berdasarkan hasil pengamatan diketahui bahwa semua telur memiliki

ukuran normal yaitu tidak terlalu kecil atau terlalu besar. Telur yang normal

memiliki bobot per butir berkisar antara 10-12gram. Telur dengan bobot diatas 12
gram dianggap telur jumbo dan telur dengan bobot dibawah 10 gram dianggap telur

peewee atau kecil. Hal ini sesuai dengan pendapat Suparyanti et al., (2013) bahwa

bobot telur burung puyuh berkisar antara 10-12 g/butir dengan rata-rata 10,88

g/butir. Perbedaan bobot telur tetas biasanya dipengaruhi oleh induk ayam dan

lingkungannya. Menurut Herlina et al., (2016) faktor yang mempengaruhi bobot

telur yaitu lingkungan, umur induk, komposisi telur dan periode b ertelur.

3. Suhu dan RH mesin tetas selama masa penetasan/inkubasi

Suhu mesin tetas yang digunakan dalam praktikum berkisar antar

36-38 ֯C dengan Rh55-60%. Menurut Meliyati et al., (2012) bahwa suhu

dan kelembaban normal mesin tetas berkisar antara 36-39 ֯C dan 60-70%.

Suhu dan Kelembaban mesin tetas sangat berpengaruh pada lama menetas

dan daya tetas telur. Menurut Herlina et al., (2016) bahwa suhu normal

selama penetasan akan berpengaruh pada telur menetas tepat waktu dan

daya tetas tinggi, karena perkembangan embrio berjalan normal

4. Tabel 3. Evaluasi Perkembangan Embrio Ayam dan Puyuh


Umur Inkubasi Ayam Puyuh
(hari) ∑ % ∑ %
4 1 12,5 1 10
14 1 12,5 2 20
19 1 12,5 3 30

Sumber : Data Primer Praktikum Manajemen Penetaan, 2019.

Berdasarkan hasil praktikum diketahui bahwa pada hari ke-4

inkubasi telur ayam dan telur puyuh fertil. Keadaan ini tidak lepas dari

faktor-faktor yang dapat mempengaruhi baik dari dalam maupun dari luar.

Menurut Dewanti, et al., (2014) bahwa fertilitas telur dipengaruhi oleh


nutrien, motilitas sperma dan lingkungan yang mempengaruhi

perkembangan embrio. Telur yang fertil memiliki warna agak gelap yang

dapat dilihat dengan senter. Menurut Nawawi, et al., (2015) bahwa telur

fertil akan berwarna gelap saat dideteksi menggunakan sumber cahaya .

Pada pengamatan hari ke-14 diketahui bahwa telur ayam dan telur

puyuh fertil. Hal ini diketahui dari adanya perkembangan embrio yang baik

dalam telur ayam maupun telur puyuh. Menurut Nafik, et al., (2014) bahwa

telur yang fertil pada hari ke-14 inkubasi ditandai dengan bertambahnya

jumlah dan ukuran akar-akar seraut pada telur serta embrio memutar

kepalanya menuju bidang yang besar. Telur fertil terlihat adanya gumpalan.

Menurut Nafik, et al., (2014) bahwa telur yang fertil dapat diketahui dari

adanya gumpalan-gumpalan yang mengelilingi telur.

Pada pengamatan hari ke-19 diketahui bahwa telur ayam dan telur

puyuh fertil. Proses perkembangan embrio pada hari ke-19 ini berjalan

dengan baik sehingga tidak menyebabkan terjadinya kematian embrio.

Menurut Suryani,et al., (2012) bahwa embrio yang mati pada hari ke-19

dapat diakibatkan kuning telur yang belum sempurna masuk sehingga

kekurangan vitamin A dan E. Perkembangan embrio hari ke-19 yaitu yolk

sac sudah masuk ke dalam tubuh dan cairan amnion hilang. Menurut

Helendra (2011) bahwa pada hari ke-19 embrio sudah hampir memenuhi

ruang dalam telur.


Berdasarkan pengamatan embrio pada hari ke-4 diperoleh hasil sebagai
berikut

4
Kasus 1.telur ayam fertil Kasus 2. Telr puyuh fertil
Ilustrasi 3. Pengamatan Embrio Ayam dan puyuh pada Hari ke-4

Keterangan : 1. Jantung
2. Pembuluh Darah
3. Kuning Telur
4. Putih Telur

Berdasarkan hasil praktikum diketahui bahwa pada telur ayam

inkubasi hari ke-4 telah terbentuk jantung dan pembuluh darah. Menurut

Paputungan, et al., (2017) bahwa pada umur 4 hari telah berkembang rongga

amniotic untuk melindungi embrio, allantois untuk penyerapan kalsium serta

jantung. Herlina, et al., (2017) menambahkan bahwa pada hari ke-4 telah

terbentuk pigmentasi mata. Telur ayam dan telur puyuh telah terjadi

perubahan yaitu sudah tebentuk jantung dan pembuluh darah telah berfungsi.

Hal tersebut menandakan telur berkembang dengan normal.

Berdasarkan hasil praktikum diketahui bahwa pada telur puyuh

inkubasi hari ke-4 telah terbentuk jantung dan pembuluh darah. Telur puyuh

telah terjadi perubahan dari sebelumnya yaitu mulai tebentuknya jantung

sederhana dan pembuluh darah telah berfungsi. Hal tersebut menandakan

telur berkembang dengan normal. Menurut Paputungan, et al., (2017) bahwa


perkembangan embrio sampai hari ke-4 inkubasi terjadi perubahan yaitu

adanya pembuluh darah, jantung mulai berdetak Herlina, et al., (2016)

menambahkan bahwa perkembangan embrio pada hari ke-4 juga telah terjadi

pembentukan pigmentasi mata

Berdasarkan pengamatan embrio pada hari ke-14 diperoleh hasil sebagai


berikut

1
2
3
4
5
6
7
8
9
Kasus 1. Telur ayam fertil Kasus 2. Telur puyuh fertil
Ilustrasi 4. Pengamatan Embrio Ayam pada Hari ke-14

Keterangan : 1. Paruh 6. Pembuluh Darah


2. Mata 7. Bulu-bulu Halus
3. Cakar 8. Putih Telur
4. Kepala 9. Kuning Telur
5. Sayap

Berdasarkan hasil praktikum diketahui bahwa telur ayam umur

inkubasi 14 hari terbentuk paruh, mata, cakar, kepala, sayap, pembuluh darah

dan bulu-bulu halus. Menurut Kusumawati, et al., (2016) bahwa pada hari ke

13 dan 14 bulu sudah mulai tumbuh dan kelopak mata menutup sempurna.

Telur ayam umur inkubasi 14 hari telah terjadi perubahan yang signifikan

dibandingkan dengan pengamatan sebelumnya yaitu telah terlihat ayam

dalam skala keci seperti kepala, sayap, mata, paruh, kaki dan cakar. Menurut
Kusumawati, et al., (2016) bahwa pada hari ke-5 sampai hari ke-14 telah

terbentuk sayap dan kaki, paruh mulai terlihat dan bulu mulai tumbuh.

Berdasarkan hasil praktikum diketahui bahwa telur puyuh umur

inkubasi 14 hari terbentuk paruh, mata, cakar, kepala, sayap, pembuluh darah

dan bulu-bulu halus. Menurut Wahyuri, et al., (2017) bahwa perkembangan

embrio puyuh sampai hari ke-14 sudah mulai terbentuk mata, cakar, sayap

dan kepala. Telur puyuh sudah terjadi perubahan yaitu perkembangan embrio

sudah mendekati sempurna. Menurut Kasiyati, et al., (2010) bahwa

perkembangan embrio pada unggas pada umur inkubasi 14 hari sudah mulai

terbentuk mata, sayap, paruh, cakar dan kaki.

Berdasarkan pengamatan embrio pada hari ke-19 diperoleh hasil sebagai


berikut

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Kasus 1. Telur ayam fertil Kasus 2. Telur ayam fertil
Ilustrasi 5. Pengamatan Embrio Ayam pada Hari ke-19

Keterangan : 1. Paruh 6. Kaki


2. Mata 7. Jari-jari Kaki
3. Kepala 8. Pembuluh Darah
4. Leher 9. Kuning Telur
5. Sayap 10. Putih Telur
Berdasarkan hasil praktikum diketahui bahwa telur ayam umur inkubasi 19

hari fertile. Karakteristik embrio telur fertil berbeda dengan telur infertil. Menurut

Nawawi, et al., (2015) bahwa telur infertile merupakan telur yang tidak mengalami

perkembangan embrio hal ini disebabkan oleh kesalahan pada waktu seleksi telur.

Telur ayam umur inkubasi 19 hari terjadi perkembangan yaitu paruh, kepala, mata,

leher, sayap, kaki, jari-jari kaki, pembuluh darah, embrio masih terdapat kuning dan

putih telur serta cairan amnion sudah hilang. Menurut Rakhman (2018) bahwa

embrio bisa tidak berkembang apabila terjadi kesalahan dalam menyeleksi telur dan

pemutaran yang dilakukan supaya telur tidak menempel pada salah satu sisi

kerabang.

Berdasarkan hasil praktikum diketahui bahwa telur ayam umur inkubasi 19

hari telah terjadi perkembangan embrio yaitu paruh, kepala, mata, leher, sayap,

kaki, jari-jari kaki, pembuluh darah dan cairan amnion sudah hilang. Menurut

Suryani, et al., (2012) bahwa pada hari ke-19 perkembangan embrio sudah

sempurna dan kuning telur sudah masuk ke dalam tubuh embrio. Telur ayam umur

inkubasi 19 hari terjadi perubahan yaitu paruh, leher, sayap, mata, kaki dan

pembuluh darah. Menurut Herlina, et al., (2016) bahwa perkembangan embrio pada

unggas pada umur inkubasi 19 hari embrio sudah berkembang dengan sempurna

dan hampir seluruh tempat sudah terpenuhi embrio.


5. Tabel 4. Pull Chick dan Evaluasi Daya Tetas
Parameter Ayam Puyuh
∑ % ∑ %
DIS (Dead In 4 66,67 3 50
Shell)
Daya tetas:
- Normal 1 12,5 3 75
- Early
- Late
Daya hidup (48 1 20 3 100
Hour)
DOC/DOC grading
- Normal 1 20 3 100
- Abnormal 0 0 0 0
Sumber : Data Primer Praktikum Manajemen Penetasan, 2019

Berdasarkan hasil praktikum diketahui bahwa nilai embrio yang

mati di dalam telur pada ayam dan puyuh masing-masing sebanyak 4 ekor

dan 3 ekor dengan persentase pada ayam 66,67% dan pada puyuh 50%. Hal

ini menunjukan bahwa kematian embrio cukup banyak. Menurut

Nafik, et al., (2014) bahwa kematian embrio dapat disebabkan oleh

pemutaran yang kurang halus sehingga terjadi getaran, pemutaran tidak

merata dan panas dalam mesin tetas kurang stabil. Hal ini didukung

pengamatan Wicaksono, et al., (2013) bahwa kontaminasi dari kotoran

dapat mengakibatkan rendahnya daya tetas.

Daya tetas untuk ayam normal sebanyak 1 ekor dengan persentase

12,5%. Daya tetas pada telur ayam normal ini tergolong rendah. Menurut

Alkhakim, et al., (2016) bahwa daya tetas rendah karena adanya kotoran

terutama ekskreta yang memiliki potensi sebagai sumber bakteri patogen

yang dapat menghambat perkembangan embrio hingga kematian embrio.

Telur ayam menentas normal ditandai dengan menetas di waktu normal.


Menurut Herlina, et al., (2016) bahwa lama telur menetas dipengaruhi oleh

lingkungan dalam mesin tetas, dengan waktu yang normal maka telur akan

menetas tepat pada waktunya.

DOC yang telah menetas mempunyai daya hidup 20%. Penetasan

ini sangat dipengaruhi oleh manajemen yang dilakukan sebelumnya.

Menurut Indrawati, et al., (2015) bahwa daya hidup sangat dipengaruhi oleh

pemutaran yang hati-hati. Hal ini didukung pernyataan Apriasih, et al.,

(2016) bahwa daya hidup anak ayam (DOC) dapat disebakan adanya kuning

telur didalam tubuh DOC yang membantu pembentukan antibodi.

DOC yang digrading semuanya normal. DOC yang normal ditandai

dengan nomalnya semua anggota tubuhnya dan ciri-ciri nya sesuai dengan

bangsanya. Menurut Hartono (2016) bahwa ciri-ciri DOC normal yaitu

dapat berdiri dan lincah, anggota badan lengkap, pusar sehat, warna sesuai

dengan bangsanya dan tidak ada cacat. DOC yang akan diambil dari mesin

tetas bulunya harus sudah kering. Menurut Rifa’i (2012) bahwa ciri-ciri

DOC yang siap di pull chick yaitu bulu leher basah 5%, pusar tertutup

sempurna, tidak cacat dan cangkang kering.

6. Tabel 5. Analisis Usaha


Parameter Ayam Puyuh
BEP:
- Harga Rp. Rp. 2.472.340
- Unit 707 ekor
Pembahasan per paramater dibandingkan dengan literatur.......
BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil praktikum yang diperoleh dapat disimpulkan

bahwa manajemen penetasan mulai dari seleksi telur hingga pull chick sangat

mempengaruhi hasil DOC/DOQ yang dipanen. Seleksi yang dilakukan

diawal penetasan berperan sangat penting untuk keberhasilan proses

selanjutnya. Fertilitas tinggi pada telur yang sudah diseleksi akan

menyebabkan daya tetas juga akan tinggi. Faktor-faktor dari dalam maupun

luar telur dapat mempengaruhi keberhasilan penetasan. Faktor-faktor tersebut

yaitu genetic telur tetas, kebersihan telur tetas, manajemen penanganan telur

tetas, lingkungan yang sesuai, pengoperasian mesin tetas yang benar dan

manajemen pemanenan DOC/DOQ yang benar.

5.2. Saran

Sebaiknya manajemen penanganan telur tetas harus dilakukan

dengan hati-hati dan konsisten dari awal penerimaan telur tetas hingga

pemanenan DOC/DOQ. Evaluasi harus sering dilakukan agar kemungkinan

terjadinya kesalahan dalam proses penetasan dapat diminimalisir.


DAFTAR PUSTAKA

Alkhakim, F. H., M. N. Huda, G. D. Fitri, D. Ambarwati dan H. Tistina. 2016.


Pengaruh ekstrak daun kersen terhadap daya tetas dan mortalitas telur itik
hibrida. J. Ilmu-Ilmu Peternakan. 26(2):8-11.

Apriasih, D. R., N. Suthama dan H. I. Wahyuni. 2016. Pengaruh kualitas ransum


berbeda terhadap bobot relatif kuning telur dan profil leukosit ayam kedu
pasca tetas. J. Ilmu-Ilmu Peternakan. 26(2):60-66.

Bachari, I., I. Sembiring dan D. S. Tarigan. 2009. Pengaruh frekuensi pemutaran


telur terhadap daya tetas dan bobot badan DOC ayam kampung. J. Agribisnis
Peternakan 2(3): 101-105.

Dewanti, R., Yuhan dan Sudiyono. 2014. Pengaruh bobot dan frekuensi pemutaran
telur terhadap fertilitas, daya tetas dan bobot tetas itik lokal. J. Buletin
Peternakan. 38(1):16-20.

Diniari, Rukmiasih dan R. Afnan. 2016. Pengaruh waktu dimulainya pendinginan


selama penetasan terhadap daya tetas telur itik persilangan Cihateup alabio.
J. Ilmu Produksi dan Teknologi Hasil Peternakan. 1(4):251-256.

Hariani, F., M. A. Pagala dan R. Aka. 2017. Karakteristik telur tetas parent stock
ayam broiler yang difumigasi dan tanpa fumigasi. J.ITRO 4(1) :6-12.

Hartono, T., dan Isman. 2012. Kiat Sukses Menetaskan Telur Ayam. Agromedia
Pustaka, Jakarta.

Hasanuddin, A. 2017. Pengaruh Suhu Penetasan Terhadap Fertilitas, Daya Tetas


dan Berat Tetas Telur Burung Puyuh. Fakultas Peternakan. Universitas
Hasanuddin, Makassar. (Skripsi).

Helendra, Imanidar dan R. Sumarmin. 2011. Fertilitas dan daya tetas telur ayam
kampung (Gallus domesticus) dari Kota Padang. J. Eksakta. 2(1):29-37.

Herlina, B., T. Karyono, R. Novita dan P. Novantoro. 2016. Pengaruh lama


penyimpanan telur ayam merawang (gallus gallus) terhadap daya tetas. J. Sain
Peternakan Indonesia. 11(1):48-57.
Indrawati, E., T. Saili, S. Rahadi dan L. O. Nafik. 2015. Fertilitas, daya hidup
embrio, daya tetas dan bobot tetas telur ayam ras hasil ensiminasi buatan. J.
Ilmu dan Teknologi Peternakan Tropis. 2(2):10-18.

Jazil, N., A. Hintono dan S. Mulyani. 2013. Penurunan kualitas telur ayam ras
dengan intensitas warna coklat kerabang berbeda selama penyimpanan. J.
Aplikasi Teknologi Pangan. 1(2):43-47.

Kasiyati, N. Kusumarini, H. Maherwati dan W. Manalu. 2010.kajian fisiologis


status kalsium puyuh ( Coturnix coturnix japonica) setelah pemberian cahaya
monokromatik. J. Anatomi dan Fisiologi. 17(1):1-11.

Kusumawati, A., R. Febriani, S. Hananti, M. S. Dewi dan N. Istiyawati. 2016.


Perkembangan embrio dan penentuan jenis kelamin DOC (Day Old Chicken)
ayam jawa super. J. Sain Veteriner. 34(1):29-41.

Meliyati, N., K. Nova dan D. Septinova. 2012. Pengaruh umur telur tetas itik
mejosari dengan penetasan kombinasi terhadap fertilitas dan daya tetas. J.
Ilmiah Peternakan Terpadu. 1(1):1-9.

Nafik, L. O., M. Rusdin dan A.S. Aku. 2014. Daya tetas dan lama menetas telur
ayam tolaki pada mesin tetas dengan sumber panas yang berbeda. J. Ilmiah
dan Teknologi Peternakan Tropis. 1(1):32-44.

Nawawi, M. Z., R. F. Rahmat dan M. F. Syahputra. 2015. Klasifikasi telur fertil dan
infertil menggunakan jaringan saraf tiruan multilayer perception berdasarkan
ekstraksi telur warna dan bentuk. J. Teknologi Informasi dan Komunikasi.
4(2):100-109.

Okatama, M. S., S. Maylinda dan V. M. A. Nurgiartiningsih. 2018. Hubungan bobot


telur dan indeks telur dengan bobot tetas itik dabung di Kabupaten Bangkalan.
J. Ternak Tropika 19(1):1-8.

Paputungan, S., L. J. Lambey, L. S. Tangkau, Jaqualine dan Laihad. 2017. Pengaruh


bobot telur tetas itik terhadap perkembangan embrio, fertilitas dan bobot tetas.
J. Zootek. 37(1):96-116.

Rakhman, A. 2018. Mesin Penetasan Telur Sistem Turning Berbasis


Microcontroller Arm (TM32FA). Fakultas Teknik. Universitas
Muhammadiyah, Gresik. (Skripsi).
Rifa’i, M. 2012. Manajemen Pull Chick Di PT. Super Unggas Jaya Hatchery Unit
Sukoharjo Pasuruan. Fakultas Pertanian. Universitas Sebelas Maret,
Surakarta. (Skripsi).

Setiawati, T., R. Afnan dan N. Ulupi. 2016. Performa produksi dan kualitas telur
ayam petelur pada sistem litter dan cage dengan suhu kandang berbeda. J.
Ilmu Produksi dan Teknologi Hasil Peternakan. 1(4):197-203.

Suparyanti, K. Praseno dan T. R. Saraswati. 2013. Indeks kuning telur (IKT) dan
haught unit (HU) telur puyuh (Coturnix coturnix japonica) setelah
penambahan tepung kunyit (Curcuma longa L) dan tepung ikan pada pakan.
J. Biologi. 2(3)67-75.

Suryani, S., T. Kurtini dn D. Seftinova. 2015. Pengaruh lama penyimpanan


terhadap fertilitas,surut tetas, daya tetas dan bobot tetas telur ayam arab. J.
Ilmiah Peternakan Terpadu. 3(4):185-190.

Wahyuri, M., E. Rahmadani dan Elfawati. 2014. Manajemen teknis produksi


peternakan puyuh (studi kasus di peternakan masagena kecamatan tenayan
raya). J. Peternakan. 11(1):8-21.

Wangefela, L., N. M. Santa, A. H. S. Salendu dan L. S. Kalangi. 2018. Analisis


Margin Of Safety Usaha Peternakan Puyuh “Merryland” di Desa Kali
Kecamatan Pineleng Kabupaten Minahasa. J. Zootek. 30(1):183-191

Yamesa, N. 2009. Stretegi Pengembangan Usaha Peternakan Ayam Ras Petelur pada
Perusahaan APS Kecamatan Guguak Kabupaten Kota Sumatera Barat. Fakultas
Pertanian Institut Pertanian Bogor, Bogor. (Skripsi)

Zentiko, B. D., H. Migie dan S. I. Santoso. 2015. Analisis break event usaha peternakan
ayam broiler di kecamatan limbangan kabupaten kendal. J. Animal Agriculture.
4(1):15-21

Anda mungkin juga menyukai