LAPORAN PRAKTIKUM
Oleh:
Kelompok IIB
PENDAHULUAN
tanggal 3 April 2019, 13 April 2019 dan 18 April 2019 dan pull chick dilaksanakan
pada tanggal 17 April 2019 dan 20 April 2019 pukul 17.00-18.30 WIB di
3.1. Materi
Materi yang digunakan terdiri dari alat dan bahan. Alat yang digunakan
meliputi timbangan untuk menimbang telur dan DOC, nampan untuk menaruh air
di dalam mesin tetas, sprayer untuk tempat larutan desinfektan, botol untuk tempat
formalin, mesin tetas untuk menetaskan telur, mesin tetas untuk menetaskan telur,
untuk mengatur suhu mesin tetas, lap untuk ditaruh di nampan air, alat tulis untuk
mencatat, candler untuk mengamati telur yang telah diinkubasi, pisau kecil untuk
memecah telur, cawan petri untuk menaruh telur yang telah dipecah, box DOC
untuk menempatkan DOC dan lampu sebagai sumber penghangat DOC. Bahan
yang digunakan meliputi telur tetas, formalin, desinfektan, KMnO4 dan air.
3.2. Metode
dengan larutan desinfektan dosis 5-10 ml/liter air. Mesin dicatat sumber, tipe
atau daya tampungnya serta digambar bentuk luar dan dalamnya. Selanjutnya
seluruh komponen seperti rak telur, nampan yang berisi air, thermoregulator,
hygrometer dan komponen lainnya diatur dan diletakkan. Mesin tetas disetting
(suhu dan kelembapannya) hingga mencapai kondisi yang diharapkan ( suhu 39-
40*C dan RH 75%). Setelah itu, mesin tetas didesinfeksi ulang dan dilanjutkan
formalin dan KMNO4 sebesar 60ml : 30 g dalam ruangan fumigasi 0,5m3 selama
30 menit.
Telur tetas disiapkan lalu dilakukan grading dan seleksi. Telur tetas diukur
diameter panjang dan diameter pendeknya. Grading dan seleksi telur tetas
dilakukan terhadap ada tidaknya keretakan atau pecah, ukuran telur, bentuk telur,
letak rongga udara dari telur, kotoran yang menempel serta ada tidaknya noda darah
pada telur tetas. Kemudian telur tetas diberi label sebagai penanda lalu diletakkan
dan ditata pada egg tray yang sebelumnya sudah disiapkan dengan posisi telur yang
runcing berada dibawah. Telur tetas dimasukkan, ditata dengan sudut 45 derajat dan
di turning minimal 3x sehari. Turning dilakukan dengan cara memutar tuas rak telur
sehingga kemiringan telur berganti dari kiri ke kanan maupun sebaliknya. Turning
dilakukan setiap 6 jam sekali yaitu jam 05.00 (pagi), jam 11.00 (siang), jam 16.00
Pengamatan embrio pada telur tetas dilakukan pada umur 4 hari dan 14 hari
pada telur tetas DOC dan DOQ serta umur 19 hari pada telur tetas DOC.
Pengamatan embrio dilakukan dengan mengambil 1 telur tetas DOC dan 2 telur
tetas DOQ secara acak dari mesin tetas. Telur tetas diamati terlebih dahulu pada
egg candler untuk melakukan pengecekan fertil atau intfertil terhadap telur tetas.
Kemudian telur dipecahkan dan embrio dikeluarkan kedalam cawan petri dengan
hati-hati supaya tetap utuh. Lalu diamati dan dicatat perkembangan yang terjadi
desinfektan. Kemudian pull chick dilakukan dengan cara DOC dikeluarkan dari
mesin tetas lalu diamati dan diseleksi terhadap Warna bulu, kondisi navel,
keseragaman ukuran tubuh, cacat tubuh dan kering tidaknya dengan sempurna.
kotor saat penyeleksian telur tetas. Telur kotor adalah telur tetas yang cangkangnya
terdapat kotoran seperti ekskreta yang menempel, bercak darah dan kotoran
penetasan. Hal ini sesuai denga pendapat Hasanuddin (2017) bahwa telur yang
kotor merupakan salah satu faktor kematian pada embrio dan agen kontaminan
masuk kedalam telur dan berkembangbiak yang dapat menyebabkan telur tetas
telur yang bersih memiliki daya tetas yang lebih tinggi dibandingkan dengan telur
yang kotor, karena telur yang kotor mengandng microorganisme yang akan masuk
yang retak saat penyeleksian telur tetas. Keretakan pada cangkang telur dapat
menyebabkan kontaminan seperti bakteri dan jamur masuk ke dalam telur yang
Bachari et al.,(2009) bahwa telur yang retak akibat saling berbenturan dapat
menyebabkan kontaminasi mikroba. Cangkang telur berfungsi untuk melindungi
isi telur dari gangguan kontaminan dan guncangan mekanis dari luar. Menurut
Jazil et al.,(2013) bahwa kerabang telur berfungsi melindungi telur dari penurunan
mekanis yang terlalu kuat dan terinjaknya telur oleh cakar induk ayam saat
mengeram.
Abnormalitas telur dapat dilihat dari bentuk telur apakah terlalu bulat ataupun
terlalu lonjong. Menurut Setiawati et al., (2016) abnormalitas telur meliputi bentuk
telur yang tidak semestinya, kerabang lunak dan kerabang kasar akibat deposisi
kalsium yang tidak merata. Bentuk telur yang abnormal dapat mepengaruhi lama
tidaknya waktu penetasan. Telur yang terlalu lonjong akan menetas lebih dini
karena rongga udara yang terlalu besar, sedangkan telur yang terlalu bulat akan
menetas lebih lama karena rongga udara yang terlalu sempit/kecil. Menurut
Diniati et al., (2016) bentuk telur ini dipengaruhi oleh umur induk ayam, induk
yang tua cenderung menghasilkan telur lebih bulat sedangkan induk yang muda
memiliki ukuran normal saat penyeleksian telur tetas sebesar 62,5 % dan telur yang
memiliki ukuran kecil sebesar 37,5 %. Telur yang normal memiliki bobot per
butir berkisar antara 45-65 gram. Telur dengan bobot diatas 65 gram dianggap telur
jumbo dan telur dengan bobot dibawah 45 gram dianggap telur peewee atau kecil.
Menurut Okatama et al.,(2018) bobot telur dibagi menjadi 3 kelas yaitu jumbo
dengan bobot telur lebih dari 60 g/butir, sedang yaitu telur dengan bobot 50-60
g/butir dan kecil yaitu telur dengan bobot kurang dari 50 g/butir. Perbedaan bobot
telur tetas biasanya dipengaruhi oleh induk ayam dan lingkungannya. Menurut
Herlina et al., (2016) faktor yang mempengaruhi bobot telur yaitu lingkungan,
saat penyeleksian telur tetas sebesar 10%. Telur yang kotor dapat
mengkontaminasi telur yang lain di dalam mesin tetas. Akibatnya kematian pada
menurunnya daya tetas. Hal ini sesuai dengan pendapat Hariani et al.,(2017) yang
menyatakan bahwa telur yang bersih memiliki daya tetas yang lebih tinggi
dibandingkan dengan telur yang kotor, karena telur yang kotor mengandng
microorganisme yang akan masuk ke dalam telur pada proses penetasan, sehingga
fumigasi telur sebelum dimasukkan ke dalam mesin tetas. Telur yang kotor dapat
dibersihkan dengan kain lap yang dibasahi dengan air hangat. Hal ini sesuai dengan
Okatama et al., (2018) yang menyatakan bahwa telur tetas yang sudah
yang retak saat penyeleksian telur tetas sebesar 20%. Cangkang telur yang retak
telur membusuk. Hal ini sesuai dengan pendapat Bachari et al.,(2009) bahwa telur
masuk ke dalam telur. Telur yang cangkangnya rusak sebaiknya diseleksi dan
dipisahkan dengan telur tetas yang baik sehingga tidak mengkontaminasi saat
terjadi pembusukan. Hal ini sesuai dengan Paputungan et al., (2017) bahwa telur
tetas yang terdeteksi retak saat di candling harus segera dipisahkan dan diafkirkan
untuk dijual.
memiliki bentuk abnormal saat penyeleksian telur tetas. Abnormalitas telur dapat
dilihat dari bentuk telur apakah terlalu bulat ataupun terlalu lonjong. Menurut
Setiawati et al., (2016) abnormalitas telur meliputi bentuk telur yang tidak
semestinya, kerabang lunak dan kerabang kasar akibat deposisi kalsium yang tidak
merata. Bentuk telur yang abnormal dapat mepengaruhi lama tidaknya waktu
penetasan. Telur yang terlalu lonjong akan menetas lebih dini karena rongga udara
yang terlalu besar, sedangkan telur yang terlalu bulat akan menetas lebih lama
karena rongga udara yang terlalu sempit/kecil. Menurut Diniati et al., (2016)
bentuk telur ini dipengaruhi oleh umur induk ayam, induk yang tua cenderung
ukuran normal yaitu tidak terlalu kecil atau terlalu besar. Telur yang normal
memiliki bobot per butir berkisar antara 10-12gram. Telur dengan bobot diatas 12
gram dianggap telur jumbo dan telur dengan bobot dibawah 10 gram dianggap telur
peewee atau kecil. Hal ini sesuai dengan pendapat Suparyanti et al., (2013) bahwa
bobot telur burung puyuh berkisar antara 10-12 g/butir dengan rata-rata 10,88
g/butir. Perbedaan bobot telur tetas biasanya dipengaruhi oleh induk ayam dan
telur yaitu lingkungan, umur induk, komposisi telur dan periode b ertelur.
dan kelembaban normal mesin tetas berkisar antara 36-39 ֯C dan 60-70%.
Suhu dan Kelembaban mesin tetas sangat berpengaruh pada lama menetas
dan daya tetas telur. Menurut Herlina et al., (2016) bahwa suhu normal
selama penetasan akan berpengaruh pada telur menetas tepat waktu dan
inkubasi telur ayam dan telur puyuh fertil. Keadaan ini tidak lepas dari
faktor-faktor yang dapat mempengaruhi baik dari dalam maupun dari luar.
perkembangan embrio. Telur yang fertil memiliki warna agak gelap yang
dapat dilihat dengan senter. Menurut Nawawi, et al., (2015) bahwa telur
Pada pengamatan hari ke-14 diketahui bahwa telur ayam dan telur
puyuh fertil. Hal ini diketahui dari adanya perkembangan embrio yang baik
dalam telur ayam maupun telur puyuh. Menurut Nafik, et al., (2014) bahwa
telur yang fertil pada hari ke-14 inkubasi ditandai dengan bertambahnya
jumlah dan ukuran akar-akar seraut pada telur serta embrio memutar
kepalanya menuju bidang yang besar. Telur fertil terlihat adanya gumpalan.
Menurut Nafik, et al., (2014) bahwa telur yang fertil dapat diketahui dari
Pada pengamatan hari ke-19 diketahui bahwa telur ayam dan telur
puyuh fertil. Proses perkembangan embrio pada hari ke-19 ini berjalan
Menurut Suryani,et al., (2012) bahwa embrio yang mati pada hari ke-19
sac sudah masuk ke dalam tubuh dan cairan amnion hilang. Menurut
Helendra (2011) bahwa pada hari ke-19 embrio sudah hampir memenuhi
4
Kasus 1.telur ayam fertil Kasus 2. Telr puyuh fertil
Ilustrasi 3. Pengamatan Embrio Ayam dan puyuh pada Hari ke-4
Keterangan : 1. Jantung
2. Pembuluh Darah
3. Kuning Telur
4. Putih Telur
inkubasi hari ke-4 telah terbentuk jantung dan pembuluh darah. Menurut
Paputungan, et al., (2017) bahwa pada umur 4 hari telah berkembang rongga
jantung. Herlina, et al., (2017) menambahkan bahwa pada hari ke-4 telah
terbentuk pigmentasi mata. Telur ayam dan telur puyuh telah terjadi
perubahan yaitu sudah tebentuk jantung dan pembuluh darah telah berfungsi.
inkubasi hari ke-4 telah terbentuk jantung dan pembuluh darah. Telur puyuh
menambahkan bahwa perkembangan embrio pada hari ke-4 juga telah terjadi
1
2
3
4
5
6
7
8
9
Kasus 1. Telur ayam fertil Kasus 2. Telur puyuh fertil
Ilustrasi 4. Pengamatan Embrio Ayam pada Hari ke-14
inkubasi 14 hari terbentuk paruh, mata, cakar, kepala, sayap, pembuluh darah
dan bulu-bulu halus. Menurut Kusumawati, et al., (2016) bahwa pada hari ke
13 dan 14 bulu sudah mulai tumbuh dan kelopak mata menutup sempurna.
Telur ayam umur inkubasi 14 hari telah terjadi perubahan yang signifikan
dalam skala keci seperti kepala, sayap, mata, paruh, kaki dan cakar. Menurut
Kusumawati, et al., (2016) bahwa pada hari ke-5 sampai hari ke-14 telah
terbentuk sayap dan kaki, paruh mulai terlihat dan bulu mulai tumbuh.
inkubasi 14 hari terbentuk paruh, mata, cakar, kepala, sayap, pembuluh darah
embrio puyuh sampai hari ke-14 sudah mulai terbentuk mata, cakar, sayap
dan kepala. Telur puyuh sudah terjadi perubahan yaitu perkembangan embrio
perkembangan embrio pada unggas pada umur inkubasi 14 hari sudah mulai
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Kasus 1. Telur ayam fertil Kasus 2. Telur ayam fertil
Ilustrasi 5. Pengamatan Embrio Ayam pada Hari ke-19
hari fertile. Karakteristik embrio telur fertil berbeda dengan telur infertil. Menurut
Nawawi, et al., (2015) bahwa telur infertile merupakan telur yang tidak mengalami
perkembangan embrio hal ini disebabkan oleh kesalahan pada waktu seleksi telur.
Telur ayam umur inkubasi 19 hari terjadi perkembangan yaitu paruh, kepala, mata,
leher, sayap, kaki, jari-jari kaki, pembuluh darah, embrio masih terdapat kuning dan
putih telur serta cairan amnion sudah hilang. Menurut Rakhman (2018) bahwa
embrio bisa tidak berkembang apabila terjadi kesalahan dalam menyeleksi telur dan
pemutaran yang dilakukan supaya telur tidak menempel pada salah satu sisi
kerabang.
hari telah terjadi perkembangan embrio yaitu paruh, kepala, mata, leher, sayap,
kaki, jari-jari kaki, pembuluh darah dan cairan amnion sudah hilang. Menurut
Suryani, et al., (2012) bahwa pada hari ke-19 perkembangan embrio sudah
sempurna dan kuning telur sudah masuk ke dalam tubuh embrio. Telur ayam umur
inkubasi 19 hari terjadi perubahan yaitu paruh, leher, sayap, mata, kaki dan
pembuluh darah. Menurut Herlina, et al., (2016) bahwa perkembangan embrio pada
unggas pada umur inkubasi 19 hari embrio sudah berkembang dengan sempurna
mati di dalam telur pada ayam dan puyuh masing-masing sebanyak 4 ekor
dan 3 ekor dengan persentase pada ayam 66,67% dan pada puyuh 50%. Hal
merata dan panas dalam mesin tetas kurang stabil. Hal ini didukung
12,5%. Daya tetas pada telur ayam normal ini tergolong rendah. Menurut
Alkhakim, et al., (2016) bahwa daya tetas rendah karena adanya kotoran
lingkungan dalam mesin tetas, dengan waktu yang normal maka telur akan
Menurut Indrawati, et al., (2015) bahwa daya hidup sangat dipengaruhi oleh
(2016) bahwa daya hidup anak ayam (DOC) dapat disebakan adanya kuning
dengan nomalnya semua anggota tubuhnya dan ciri-ciri nya sesuai dengan
dapat berdiri dan lincah, anggota badan lengkap, pusar sehat, warna sesuai
dengan bangsanya dan tidak ada cacat. DOC yang akan diambil dari mesin
tetas bulunya harus sudah kering. Menurut Rifa’i (2012) bahwa ciri-ciri
DOC yang siap di pull chick yaitu bulu leher basah 5%, pusar tertutup
5.1. Kesimpulan
bahwa manajemen penetasan mulai dari seleksi telur hingga pull chick sangat
menyebabkan daya tetas juga akan tinggi. Faktor-faktor dari dalam maupun
yaitu genetic telur tetas, kebersihan telur tetas, manajemen penanganan telur
tetas, lingkungan yang sesuai, pengoperasian mesin tetas yang benar dan
5.2. Saran
dengan hati-hati dan konsisten dari awal penerimaan telur tetas hingga
Dewanti, R., Yuhan dan Sudiyono. 2014. Pengaruh bobot dan frekuensi pemutaran
telur terhadap fertilitas, daya tetas dan bobot tetas itik lokal. J. Buletin
Peternakan. 38(1):16-20.
Hariani, F., M. A. Pagala dan R. Aka. 2017. Karakteristik telur tetas parent stock
ayam broiler yang difumigasi dan tanpa fumigasi. J.ITRO 4(1) :6-12.
Hartono, T., dan Isman. 2012. Kiat Sukses Menetaskan Telur Ayam. Agromedia
Pustaka, Jakarta.
Helendra, Imanidar dan R. Sumarmin. 2011. Fertilitas dan daya tetas telur ayam
kampung (Gallus domesticus) dari Kota Padang. J. Eksakta. 2(1):29-37.
Jazil, N., A. Hintono dan S. Mulyani. 2013. Penurunan kualitas telur ayam ras
dengan intensitas warna coklat kerabang berbeda selama penyimpanan. J.
Aplikasi Teknologi Pangan. 1(2):43-47.
Meliyati, N., K. Nova dan D. Septinova. 2012. Pengaruh umur telur tetas itik
mejosari dengan penetasan kombinasi terhadap fertilitas dan daya tetas. J.
Ilmiah Peternakan Terpadu. 1(1):1-9.
Nafik, L. O., M. Rusdin dan A.S. Aku. 2014. Daya tetas dan lama menetas telur
ayam tolaki pada mesin tetas dengan sumber panas yang berbeda. J. Ilmiah
dan Teknologi Peternakan Tropis. 1(1):32-44.
Nawawi, M. Z., R. F. Rahmat dan M. F. Syahputra. 2015. Klasifikasi telur fertil dan
infertil menggunakan jaringan saraf tiruan multilayer perception berdasarkan
ekstraksi telur warna dan bentuk. J. Teknologi Informasi dan Komunikasi.
4(2):100-109.
Setiawati, T., R. Afnan dan N. Ulupi. 2016. Performa produksi dan kualitas telur
ayam petelur pada sistem litter dan cage dengan suhu kandang berbeda. J.
Ilmu Produksi dan Teknologi Hasil Peternakan. 1(4):197-203.
Suparyanti, K. Praseno dan T. R. Saraswati. 2013. Indeks kuning telur (IKT) dan
haught unit (HU) telur puyuh (Coturnix coturnix japonica) setelah
penambahan tepung kunyit (Curcuma longa L) dan tepung ikan pada pakan.
J. Biologi. 2(3)67-75.
Yamesa, N. 2009. Stretegi Pengembangan Usaha Peternakan Ayam Ras Petelur pada
Perusahaan APS Kecamatan Guguak Kabupaten Kota Sumatera Barat. Fakultas
Pertanian Institut Pertanian Bogor, Bogor. (Skripsi)
Zentiko, B. D., H. Migie dan S. I. Santoso. 2015. Analisis break event usaha peternakan
ayam broiler di kecamatan limbangan kabupaten kendal. J. Animal Agriculture.
4(1):15-21