Anda di halaman 1dari 49

ETNOBOTANI KAPUL (Baccaurea macrocarpa) DAN LIMPASU

(Baccaurea lanceolata ) OLEH SUKU DAYAK DAN SUKU BANJAR DI


KABUPATEN HULU SUNGAI SELATAN DAN HULU SUNGAI TENGAH

SKRIPSI

untuk memenuhi persyaratan dalam menyelesaikan


program sarjana strata-1 Biologi

Oleh :
NOR HIKMAH
NIM. 1811013320003

UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
BANJARBARU
2022
LEMBAR PENGESAHAN
SKRIPSI

ETNOBOTANI KAPUL (Baccaurea macrocarpa) DAN LIMPASU


(Baccaurea lanceolata ) OLEH SUKU DAYAK DAN SUKU BANJAR DI
KABUPATEN HULU SUNGAI SELATAN DAN HULU SUNGAI TENGAH

Oleh :
NOR HIKMAH
NIM. 1811013320003

Telah dipertahankan di depan dosen penguji pada tanggal

Susunan Dosen Penguji :

Pembimbing Utama Dosen Penguji

1.Hidayaturrahmah, S.Si, M.Si.

Dr. Gunawan, S.Si., M.Si (…………………………)


NIP. 197911012005011002
2. Dr. Drs. Krisdianto, M.Sc

(…………………………)

Banjarbaru, Juli 2022


Program Studi Biologi FMIPA ULM
Ketua

Dr. Gunawan,S.Si., M.Si


NIP. 197911012005011002

ii
PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam penulisan skripsi ini tidak terdapat
karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu
Perguruan Tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau
pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara
tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Banjarbaru, Juli 2022

Nor Hikmah
NIM. 1811013320003

iii
PRAKATA
Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala
rahmat dan hidayah-Nya serta sholawat dan salam Nabi Muhammad SAW
sehingga penulisan laporan skripsi yang berjudul “ Etnobotani Kapul
(Baccaurea macrocarva) dan Limpasu (Baccaurea lanceolata) Oleh Suku
Dayak dan Suku Banjar Di Kabupaten Hulu Sungai Selatan dan Hulu
Sungai Tengah” ini dapat diselesaikan dengan baik. Penulisan laporan skripsi ini
merupakan sebagai persyaratan dalam menyelesaikan pendidikan Program Sarjana
S-1 Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas
Lambung Mangkurat. Penulis menyadari bahwa penyelesaian laporan ini tidak
lepas dari bantuan dan dukungan berbagai pihak, oleh karena itu pada kesempatan
ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Orang tua, kakak dan adik-adik yang senantiasa selalu mendoakan,
memotivasi, memberikan semangat dan serta dukungan moril maupun
material untuk menyelesaikan program S1 ini.
2. Bapak Dr. Gunawan, S.si., M.Si selaku dosen pembimbing skripsi yang telah
meluangkan waktu memberikan bimbingan, kritik dan saran serta dukungan
dalam menyelesaikan penulisan Skripsi ini.
3. Ibu Hidayaturrahmah, S.Si., M.Si dan bapak Dr. Drs. Krisdianto, M.Sc
selaku dosen penguji yang telah memberikan kritik dan masukan yang sifatnya
membangun, sehingga penelitian ini menjadi lebih baik.
4. Teman-teman khususnya tim Baccaurea (Azmil Aqilatul Waru, Raudatul
Hilaliyah, Sakinah) dan angkatan “ Phoenix “ Biologi 2018 yang sudah
membantu dan mendukung penulis menyelesaikan skripsi hingga selesai.
Penulis mengharapkan adanya kritik dan saran yang sifatnya membangun
dari semua pihak, dengan karya ini saya berharap dapat bermanfaat bagi peneliti
selanjutnya.

Banjarbaru, Juli 2022

Nor Hikmah

iv
ABSTRAK

ETNOBOTANI KAPUL (Baccaurea macrocarpa DAN LIMPASU (Baccaurea


Lanceolata ) OLEH SUKU DAYAK DAN SUKU BANJAR DI KABUPATEN
HULU SUNGAI SELATAN DAN HULU SUNGAI TENGAH
(Oleh: Nor Hikmah, Gunawan; 2022, Halaman)

Masyarakat suku Dayak dan suku Banjar umunya bertempat tinggal di pinggir
sungai sering kali memanfatkan bahan hasil hutan seperti tumbuhan guna
kepentingan dalam hal memenuhi kebutuhan pangan, adat istiadat dan lain
sebagainya. Penelitian ini mengungkapkan pemanfaatan Baccaurea macrocarpa
dan Baccaurea lanceolata oleh masyarakat suku Dayak dan suku Banjar di
Kabupaten Hulu Sungai Selatan dan Hulu Sungai Tengah. Penelitian
menggunakan metode snowball sampling, mengunjungi dan mewawancarai
masyarakat yang menjadi responden kunci secara bergulir dan mengumpulkan
data dari diskusi informan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa masyarakat suku
Dayak dan suku Banjar secara tradisional masih memanfaatkan tumbuhan kapul
dan limpasu bagian yang digunakan yaitu akar, batang, daun dan buah, dan bagian
terbanyak digunakan pada tumbuhan limpasu yaitu buah 50%, tumbuhan kapul
penggunaan terbanyak yaitu bagian buah 66,6%. Tumbuhan tersebut
dimanfaatkan sebagai bahan pelengkap olahan makanan, bahan bangunan,
kosmetik, obat kesehatan seperti : obat demam, panas dalam, sakit perut,
perawatan kulit wajah, menyegarkan badan dan mengobati virus covid’19.
Namun, pemanfaatan saat ini sudah jarang dilakukan diakibatkan perubahan
fungsi lahan seperti pembukaan lahan untuk kebun dan pembangunan rumah,
sehingga terancamnya habitat tumbuhan dan perlunya tindak lanjut seperti
kegiatan konservasi.
Kata kunci: Suku Dayak, Suku Banjar, Baccaurea macrocarpa, Baccaurea
lanceolata

v
ABSTRACT
ETHNOBOTANY OF KAPUL (Baccaurea macrocarpa AND LIMPASU
(Baccaurea Lanceolata) BY DAYAK AND BANJAR TRIBE IN UPstream
SOUTH RIVER AND CENTRAL RIVER UPPER DISTRICT
(By: Nor Hikmah, Gunawan; 2022, Halaman)

The Dayak and Banjar people who generally live on the banks of the river often
take advantage of forest product materials such as plants for the purpose of
meeting food needs, customs and so on. This study reveals the use of Baccaurea
macrocarpa and Baccaurea lanceolata by the Dayak and Banjar tribes in Hulu
Sungai Selatan and Hulu Sungai Tengah districts. The study used the snowball
sampling method, visiting and interviewing the community who were key
respondents on a rolling basis and collecting data from informant discussions. The
results showed that the Dayak and Banjar tribes traditionally still use the kapul
and limpasu plants, the parts used are roots, stems, leaves and fruit, and the most
used parts for the limpasu plants are 50% fruit, the most used kapul plants are 66
fruit parts. ,6%. These plants are used as complementary materials for processed
foods, building materials, cosmetics, health drugs such as: fever medicine, internal
heat, stomach pain, facial skin care, refreshing the body and treating the covid'19
virus. However, the current utilization is rarely carried out due to changes in land
function such as land clearing for gardens and construction of houses, thus
endangering plant habitats and the need for follow-up actions such as
conservation activities

Kata kunci: Dayak Tribe, Banjar Tribe, Baccaurea macrocarva, Baccaurea


lanceolata

vi
DAFTAR ISI

COVER i
LEMBAR PENGESAHAN ii
PERNYATAAN iii
PRAKATA iv
ABSTRAK v
ABSTRACT vi
DAFTAR ISI vii
DAFTAR GAMBAR ix
DAFTAR TABEL x
DAFTAR LAMPIRAN xi
BAB I PENDAHULUAN 1
1.1 Latar Belakang .............................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah ........................................................................................3
1.3 Tujuan...........................................................................................................3
1.4 Manfaat Penelitian........................................................................................3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4
2.1 Gambaran Umum Lokasi .............................................................................4
2.2 Genus Baccaurea ..........................................................................................5
2.3 Kandungan Fitokimia ...................................................................................7
2.4 Penyebaran Baccaurea ..................................................................................8
2.5 Etnobotani ....................................................................................................9
BAB III METODE PENELITIAN 10
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian .................................................................... 10
3.2 Alat dan Bahan Penelitian .......................................................................... 10
3.3 Jenis data dan sumber data ......................................................................... 10
3.4 Metode Pengumpulan Data ........................................................................ 11
3.5 Analisis Data ............................................................................................. 13
sBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 15
4.1. Gambaran Singkat Lokasi Penelitian ......................................................... 15

vii
4.2 Pemanfaatan Tumbuhan Limpasu oleh Masyarakat Suku Dayak dan Suku
Banjar ......................................................................................................... 16
4.3 Pemanfaatan Tumbuhan Kapul oleh Masyarakat Suku Dayak dan Suku
Banjar ......................................................................................................... 17
4.4 Kearifan Lokal Pemanfaatan Buah Kapul dan Limpasu Oleh Masyarakat
Suku Dayak dan Suku Banjar..................................................................... 24
BAB V PENUTUP 28
5.1 Kesimpulan................................................................................................. 28
5.2 Saran ........................................................................................................... 28
DAFTAR PUSTAKA 29
LAMPIRAN

viii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Tumbuhan Limpasu (Baccaurea lanceolata) (a). Buah Limpasu, (b)
Pohon Llimpasu.................................................................................... 7
Gambar 2. Tumbuhan Kapul (Baccaurea macrocarpa) (a). Buah Kapul (b).
Pohon Kapul ......................................................................................... 7
Gambar 3. Persentase Pemanfaatan Bagian Buah Limpasu............................ ….18
Gambar 4. Persentase Pemanfaatan Bagian Buah Kapul ..................................... 22
Gambar 5. Perbandingan Pemanfaatan Tumbuhan Limpasu dan Kapul………..25

ix
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Pemanfaatan Buah Limpasu ( Baccaurea lanceolata )........................... 17
Tabel 2. Pemanfaatan Buah kapul (Baccaurea macrocarpa) ............................... 21

x
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Dokumentasi Wawancara dengan Beberapa Informan Kunci …….32

Lampiran 2. Gambar Bagian Tumbuhan Limpasu (Baccaurea lanceolata)…….33

Lampiran 3. Gambar Bagian Tumbuhan Kapul (Baccaurea macrocarpa) ……..34

Lampiran 4. Gambar Produk Bedak Dingin Limpasu …………………………..35

Lampiran 5. Kuiesioner Wawancara ……………………………………………36

Lampiran 5. Riwayat Hidup …………………………………………………….38

xi
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kalimantan Selatan merupakan daerah yang luas memiliki banyak suku,
budaya, adat istiadat, dan kearifan lokal yang beragam. Masyarakat di Kabupaten
Hulu Sungai Selatan dan Kabupaten Hulu Sungai Tengah di dominasi oleh suku
Dayak dan suku Banjar. Suku Dayak kebanyakan memilih untuk tinggal di
pedalaman sedangkan suku Banjar banyak bermukim di tepi sungai. Masing-
masing suku dengan kearifan lokal beragam memiliki fungsi salah satunya untuk
menjaga merawat sumber daya alam yang merupakan warisan nenek moyang.
Sumber daya alam yang banyak dimanfaatkan oleh suku Dayak dan suku Banjar
yang tinggal di daerah pedalaman untuk sumber kehidupan sehari-hari dan
menjaga kelestarian hutan (Selvia & Sunarso, 2020).
Suku Dayak adalah penduduk asli Kalimantan. Suku Dayak banyak
terdapat di daerah pedalaman jauh dari ibu Kota biasanya disebut dengan sebutan
Suku Dayak Meratus. Hutan bagi Suku Dayak merupakan layaknya rumah dapat
melakukan berbagai macam kegiatan di mulai dari mencari makan, mencari
pengetahuan, berpetualang dan lain sebagainya. Hutan tentunya juga harus di jaga
di rawat agar sumber daya yang digunakan dapat berdaur ulang dengan baik.
Pengelolaan sumber daya yang ada contohnya seperti mengambil tumbuhan dan
kemudian ditanam kembali agar tidak punah, berburu hewan, menanam padi,
memanen dan mengumpulkan bahan-bahan makanan lainnya (Rezekiah et al.,
2021). Suku Banjar juga mempunyai keunikan yang sama seperti suku Dayak
dalam hal pengelolaan sumber daya alam yaitu memanfaatkan bahan alam untuk
kebutuhan hidup contohnya tumbuhan genus Baccaurea.
Genus Baccaurea tersebar luas di Indonesia salah satunya dapat tumbuh
baik di daerah tropis seperti Kalimantan Selatan. Kalimantan Selatan merupakan
daerah yang topografi sebagian besar lahan rawa, kondisi seperti ini
memungkinkan banyak jenis buah yang tumbuh (Pardede et al., 2020), sehingga
tidak heran jika Kalimantan mempunyai banyak sekali beragam jenis-jenis
tumbuhan di mulai dari buah meja hingga buah lokal endemik. Salah satu buah
lokal yang sekarang sudah jarang di kenal oleh masyarakat luas dan jarang di

1
temui yaitu Genus Baccaurea. Baccaurea merupakan jenis tumbuhan buah lokal
sering dimanfaatkan oleh masyarakat lokal Kalimantan Selatan khususnya Hulu
Sungai Selatan dan Hulu Sungai Tengah. Buah lokal ini termasuk tumbuhan buah
bermusim yang mempunyai banyak manfaat seperti untuk sumber pendapatan,
sebagai bahan pangan, dan lain sebagainya. Pengetahuan pemanfaatan masyarakat
tumbuhan didapatkan dari berbagai macam informasi baik secara lisan,
pengalaman sendiri dan dari turun-temurun.
Baccaurea lanceolata atau dikenal dengan sebutan buah Limpasu dan
Baccaurea macrocarpa dikenal dengan buah Kapul putih merupakan buah
tahunan kaya akan manfaat salah satunya juga dapat digunakan sebagai alternatif
pengobatan alami. Kandungan metabolit sekunder yang dimiliki buah Kapul dan
Limpasu mampu mengobati berbagai macam penyakit tertentu sebagai
pertolongan pertama. Kedua jenis buah ini bisa dijumpai didaerah pedalaman
yang lumayan sulit dijangkau namun tidak semuanya, beberapa juga ada yang
ditemui tumbuh di pemukiman warga. Hal ini dikarenakan buah Baccaurea
merupakan buah yang saat ini mulai di abaikan oleh masyarakat sekitar, selain itu
juga dengan adanya alih fungsi lahan seperti pembukaan pertambangan,
perkebunan dan pembukaan lahan lain sebagainya membuat keberadaan
Baccaurea terancam.
Masyarakat di Kabupaten Hulu Sungai Selatan dan Hulu Sungai Tengah
berdasarkan informasi awal menggunakan Baccaurea macrocarpa dan Baccaurea
lanceolata, untuk mengungkapkan yang lebih mendalam maka perlu dilakukan
penelitian Etnobotani. Etnobotani merupakan salah satu ilmu cabang biologi yang
menjelaskan terkait hubungan manusia dengan alam atau sering disebut interaksi
tumbuhan dengan manusia saling menguntungkan, yaitu dengan memanfaatkan
tumbuhan sebagai sumber obat, makanan, kosmetik, pangan dan lain sebagainya,
bagian tumbuhan yang digunakan akar, batang, daun, dan bunga. Selain itu dapat
mempertahankan tradisi kebudayaan dalam pemanfaatan, semakin banyak yang
menggunakan maka semakin banyak yang melindungi tumbuhan buah yang
berpotensi obat tersebut maka semakin terjagalah kelestarianya.

2
Penelitian ini bertujuan untuk mengungkapkan pemanfaatan Baccaurea
macrocarpa dan Baccaurea lanceolata di Kabupaten Hulu Sungai Selatan Desa
Mawangi dan Kabupaten Hulu Sungai Tengah Desa Hantakan..

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana masyarakat suku Dayak dan suku banjar memanfaatkan
Baccaurea lanceolata dan Baccaurea macrocarpa ?
2. Bagian apa saja yang dimanfaatkan oleh masyarakat suku Dayak dan suku
Banjar ?

1.3 Tujuan
Tujuan penelitian etnobotani ini yaitu mengungkapkan pemanfaatan
Baccuarea lanceolata dan Baccaurea macrocarpa oleh Masyarakat suku Dayak
dan suku Banjar di Kabupaten Hulu Sungai Selatan Desa Mawangi dan
Kabupaten Hulu Sungai Tengah Desa Hantakan.

1.4 Manfaat Penelitian


Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan nilai tambah
Baccaurea macrocarpa dan Baccaurea lanceolata sehingga dapat menunjang
konservasi Baccaurea macrocarpa dan Baccaurea lanceolata.

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Gambaran Umum Lokasi


2.1.1 Kabupaten Hulu Sungai Selatan
Kabupaten Hulu Sungai Selatan mempunyai letak geografi antara 2°29′
59″- 2° 56’10″ LS dan 114°51′ 19″ – 115° 36’19″ BT. Kabupaten Hulu Sungai
Selatan terletak 135 Km persis ke arah bagian utara ibu kota Provinsi Kalimantan
Selatan. Kabupaten yang beribukota di Kandangan yang memiliki 11 (sebelas)
Kecamatan. Sesuai dengan konfigurasi medannya, maka wilayah sebelah barat
didominasi oleh daerah genangan (rawa) atau persawahan. Wilayah sebelah timur
umumnya berupa hutan yang ditumbuhi berbagai jenis tanaman keras (tahunan).
Morfologi Kabupaten Hulu Sungai Selatan sekitar 65% merupakan daerah
dataran, hal ini sangat rawan akan terjadi bencana banjir disebabkan daerah hulu
dari Sungai Amandit yaitu daerah Loksado merupakan hutan yang kian lama akan
semakin gundul karena banyak penebangan kayu yang kurang terkontrol. Hulu
Sungai Selatan Juga terdiri dari banyak suku salah satunya suku Dayak dan suku
Banjar.
Kabupaten Hulu Sungai Selatan mempunyai wilayah kawasan yang luas,
salah satu yang termasuk kawasan hutan terdapat enam kecamatan yaitu Padang
Patung, Telaga Langsat, Lokaso, Sungai Raya, Daha Barat, dan Daha Utara
(Kurniawati, 2021). Kabupaten Hulu Sungai Selatan mayoritas mata pencaharian
masyarakat ialah petani diantaranya berkebun, petani padi, dagang dan kegiatan
tambahan lainnya ialah mengambil getah pohon karet atau yang biasa disebut
menurih bahasa banjarnya.

2.1.2 Kabupaten Hulu Sungai Tengah


Kabupaten Hulu Sungai Tengah terletak di antara 2° 27’-2°46’ Lintang
Selatan, 115°5’-115°31’ Bujur Timur. Dengan luas wilayah 1.472,00 km2,
Kabupaten Hulu Sungai Tengah berpenduduk 237.080 jiwa. Secara topografis
Kabupaten Hulu Sungai Tengah terdiri dari 3 (tiga) yakni : kawasan rawa, dataran
rendah, dan wilayah pegunungan Meratus. Semuanya berada pada ketinggian
antara terendah ± 9,53 m di Kecamatan Labuan Amas Utara, ± 25 m di
Kecamatan Barabai, ± 330 m di Kecamatan Batang Alai Timur dan tertinggi

4
berada di Gunung Halau-Halau/ Gunung Besar Pegunungan Meratus ± 1.894 m di
atas permukaan laut, dengan kemiringan tanah bervariasi antara 0 – 40%. Jenis
tanah terdiri dari podsolik merah kuning, orgonosol gley humus, litosol dan
latosol. Jumlah curah hujan tahunan rata-rata 179 ml dengan jumlah hari hujan 85
hari/tahun dan intensitas suhu antara 21,19º C sampai dengan 32,93º C.
Kecamatan Hantakan merupakan salah satu kecamatan yang terdapat di
Kabupaten Hulu Sungai Tengah. Terdapat suku Dayak dan Suku Banjar.

2.2 Genus Baccaurea


Genus Baccaurea adalah tumbuhan berbunga termasuk anggota suku
Phyllanthaceae. Sebelumnya marga ini dimasukkan ke dalam suku
Euphorbiaceae, tetapi dengan pendekatan molekular ditemukan beberapa ciri
morfologi pada marga ini sesuai dengan karakter pada suku Phyllanthaceae,
sehingga marga Baccaurea dipindahkan menjadi anggota suku Phyllantaceae
(Fitmawati, 2020). Genus Baccaurea merupakan genus tanaman yang banyak
terdapat di wilayah beriklim tropis seperti Indonesia. Genus ini memiliki spesies
hingga 43 jenis yang tersebar di wilayah tropis di sepanjang wilayah Asia
Tenggara (Manik et al., 2019). Baccaurea banyak tersebar terutama di daerah
Kalimantan (Day et al., 2018). Genus Baccaurea asli tumbuhan Indonesia dan
sangat potensial untuk dikembangkan sebagai buah yang banyak digemari
konsumen.
Baccaurea merupakan jenis pohon yang berukuran sedang menghasilkan
buah yang banyak disukai masyarakat sekitar hutan. Tinggi dapat mencapai 25
meter dan bergetah bening. Buah dari Baccaurea termasuk buah tandan dengan
jumlah yang bervariasi tiap tandannya (Novelya & Yahya, 2020). Baccaurea
pohon atau perdu, kadang berbanir dengan tajuk melebar, tinggi 30 (-40) m. Kulit
batang sangat tipis warna merah sampai oranye kecoklatan. Daun spiral, bentuk
oval sampai bulat telur terbalik, tumpul meruncing, ukuran panjang 7-20 cm dan
lebar 3-7,5 cm. Tanaman berumah dua, perbungaan aksilar sampai kauliflori;
perbungaan jantan thyrsoid; bunga betina bentuk tandan. Bunga kecil berwarna
hijau kekuningan. Bunga jantan memiliki 4-8 benang sari. Bunga betina lebih
besar. Bakal buah bola, bagian luar berbulu, lapisan luar berdaging, endosperm
licin, tidak membuka, dalam tandan menggantung. Buah terdiri atas 3 ruang

5
dengan tiap ruang berisi 1 biji. Habitat alami Baccaurea adalah di hutan tropis
dataran rendah dengan ketinggian umumnya di bawah 500 m dpl. Tumbuhan ini
ditemukan pada kisaran jenis tanah yang cukup luas, dari tanah berpasir sampai
rawa, tetapi umumnya lebih cenderung tumbuh di dekat sungai, di mana tersedia
air dalam jumlah yang cukup. Beberapa jenis Baccaurea menjadi tumbuhan yang
tumbuh mendominasi pada lantai hutan di hutan-hutan (Aprilianti et al., 2009).
Pegunungan meratus tidak hanya memiliki banyak alam wisata yang
menawan tetapi juga memiliki banyak sekali beragam jenis tumbuhan salah
satunya Baccaurea. Adapun jenis-jenis Baccaurea yang berpotensi ialah B.
bracteate, B. Dulcis, B.lanceolata, B. Macrocarpha, B. motleyana, B. parviflora,
B.ramiflora, B. reticulata dan B. sapida. Tumbuhan dari jenis Baccaurea yang
berpotensi yaitu mampu mengobati sakit perut ialah dari jenis B. bracteate, B.
Edulis dan B. Lanceolata, jenis B.Dulcis mampu memperlancar buang air kecil,
mengatur menstruasi, mengobati sakit kepala, sakit perut dengan cara merebus
bagian daun kemudian airnya diminum. Masyarakat pedalaman beberapa atau
biasanya kebanyakan masyarakat Suku Dayak dan Suku Banjar memanfaatkan
buah lempasu (B. Lanceolata) sebagai obat demam dengan cara merebus bagian
daging buah yang digunakan untuk mandi agar badan terasa segar kembali,
kandungan nutrisi dan air dari kulit limpasu yang tinggi juga dimanfaatkan
sebagai bahan untuk merawat wajah terutama mengobati obat jerawat
(Munawaroh & Astuti, 2020).

Klasifikasi Limpasu
Kingdom : Plantae
Kelas : Magnoliopsida
Ordo : Malpighiales
Family : Phyllanthaceae
Genus : Baccaurea
Spesies : Baccaurea lanceolata
(Azmi et al., 2019)

6
a b
Gambar 1. Tumbuhan Limpasu (Baccaurea lanceolata) (a). Buah Limpasu, (b)
Pohon Llimpasu
Klasifikasi Kapul
Kingdom : Plantae
Kelas : Magnoliopsida
Ordo : Malpighiales
Family : Phyllanthaceae
Genus : Baccaurea
Spesies : Baccaurea macrocarpa
(Eko, 2021)

a b
Gambar 2. Tumbuhan Kapul (Baccaurea macrocarpa) (a). Buah Kapul (b).
Pohon Kapul
2.3 Kandungan Fitokimia
Anggota genus Baccaurea mempunyai kandungan metabolit sekunder dan
berpotensi sebagai tumbuhan obat (Gunawan et al., 2016). Kandungan metabolit

7
sekunder genus Baccaurea adalah asam rosmarinik, alkaloid, antosianin, fenolik,
tanin, karotenoid, dan flavonoid. Senyawa metabolit sekunder tersebut memiliki
aktivitas sebagai antidiabetes, antioksidan, antiperadangan, antimikroba dan anti
tripanosoma. Masyarakat sejak lama memanfaatkan pengobatan tradisional
dengan senyawa metabolit sekunder dalam bentuk ramuan dari berbagai bahan
tumbuhan. Bahan-bahan kimia tersebut berfungsi sebagai bahan penting
pertumbuhan dan pertahanan tumbuhan, sedangkan bagi manusia bahan kimia
tersebut dapat dimanfaatkan sebagai sumber makanan dan bahan obat alami
(Rachman et al., 2020) Selain itu berpotensi sebagai antioksidan alami (Maro et
al., 2015).
Senyawa flavonoid merupakan senyawa antibakteri yang mempunyai
kemampuan mendenaturasi protein sel bakteri dan merusak membran sel.
Mekanisme penghambatannya dengan cara merusak dinding sel yang terdiri atas
lipid dan asam amino yang akan bereaksi dengan gugus alkohol pada senyawa
flavonoid, senyawa tersebut mampu membentuk senyawa kompleks dengan
protein melalui ikatan hidrogen sehingga struktur tersier protein terganggu, dan
protein tidak dapat berfungsi lagi sehingga terjadi kerusakan/denaturasi protein
dan asam nukleat. Senyawa fenol mempunyai kemampuan membentuk kompleks
dengan protein dan polisakarida sehingga mampu menghambat kerja berbagai
enzim yang berperan dalam reaksi enzimatik dalam sel bakteri (Heni et al., 2015).

2.4 Penyebaran Baccaurea


Marga Baccaurea terdapat 43 spesies (Gunawan et al., 2016). Genus
Baccaurea merupakan genus yang cukup besar yang tersebar dari India, Borneo,
Sumatra, Semenanjung Malaysia, Thailand, Filipina, sampai pulau Pasifik
(Haegens 2000). Dua puluh dua jenis ada di Semenanjung Malaysia, 20 jenis di
Sumatera dan sekitarnya, 25 jenis di Kalimantan, 5 jenis di Filipina, dan 7 jenis di
Jawa (Aprilianti et al., 2009). Baccaurea macrocarpa dan Baccaurea lanceolata
banyak tumbuh di Kalimatan Selatan tumbuh liar di hutan daratan rendah, hutan
rawa. Habitus pohon, rasa buah asam sampai manis, bagian buah yang dimakan
adalah bagian arill (Salusu et al., 2020).

8
2.5 Etnobotani
Etnobotani sebagai salah satu cabang ilmu biologi yang mempelajari
tentang interaksi antara tumbuhan dengan komunitas, dan terdapat keterkaitan
antara kearifan lokal masyarakat dan penggunaan tumbuhan yang bermanfaat
dalam kehidupan sehari-hari (Maimunah et al., 2021). Etnobotani studi mengenai
interaksi langsung antara manusia dengan sumber daya tumbuhan memiliki
potensi untuk mengungkapkan sistem pengetahuan tradisional suatu kelompok
masyarakat atau etnis mengenai keanekaragaman sumberdaya hayati. Salah satu
etnis asli yang terdapat pada kabupaten Hulu Sungai Selatan (Anggreini et al.,
2021)
Etnobotani salah satu diantara cara mempertahankan tradisi kebudayaan
dalam pemanfaatan tumbuhan. Mempelajari hubungan langsung antara manusia
dengan tumbuhan dalam kegiatan pemanfaatannya secara tradisional. Selain itu
menggambarkan dan menjelaskan kaitan antara budaya dan kegunaan tumbuhan,
bagaimana tumbuhan digunakan, dirawat dan dinilai memberikan manfaat untuk
manusia. Sistem pengetahuan lokal atau biasa disebut sebagai (indegeneus
knowledge), mulanya merupakan pengetahuan masyarakat lokal yang didapat
secara tidak sengaja.
Pengembangan sistem pengetahuan tersebut secara terus-menerus dari
generasi ke generasi sebagai bagian dari kebudayaan mereka. Sistem pengetahuan
lokal merupakan ungkapan budaya yang di dalamnya terkandung tata nilai, etika,
norma, aturan dan keterampilan suatu masyarakat yang memenuhi tantangan atau
kebutuhan hidupnya. Pengkajian terhadap sistem pengetahuan lokal juga telah
mampu memberikan gambaran mengenai kearifan masyarakat dalam
mendayagunakan sumberdaya alam dan sosial secara bijaksana dan tetap
memelihara keseimbangan lingkungan (Suhanda et al., 2017).
Masyarakat setempat Kabupaten Hulu Sungai Selatan dan Hulu Sungai
Tengah informasi yang didapat yaitu memanfaatkan buah limpasu Baccaurea
lanceolata secara empiris dimanfaatkan sebagai kosmetik alami berupa bedak
dingin yang dioleskan pada kulit wajah agar terhindar dari paparan sinar matahari
juga bisa menyembuhkan jerawat dan bagian akarnya digunakan sebagai
menambah stamina (Elsi et al., 2020).

9
BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian


Penelitian ini dilaksanakan pada bulan januari sampai dengan April 2022
di Kabupaten Hulu Sungai Selatan Kecamatan Padang Batung dan Kabupaten
Hulu Sungai Tengah Kecamatan Hantakan.

3.2 Alat dan Bahan Penelitian


Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini adalah Kuisioner, alat tulis,
alat perekam suara (recorder), kamera dan GPS (Global positionong system).
Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah tumbuhan Baccaurea
macrocarpa dan Baccaurea lanceolata.

3.3 Jenis data dan sumber data


3.3.1 Data Primer
Data primer yaitu data yang diperoleh langsung oleh peneliti dari lokasi
penelitian meliput data dan informasi melalui hasil observasi, wawancara dan
dokumentasi dari informan. Hasil dari penelitian dari wawancara melalui
informan akan di kumpulkan dan digunakan sebagai sumber data dalam
mengetahui (Sarumaha, 2019). Data primer yang dikumpulkan tentang
pengetahuan pemanfaatan Baccaurea macrocarpa dan Baccaurea lanceolata
yaitu nama lokal, nama ilmiah, manfaat, bagian yang dimanfaatkan dan cara
pembuatan.
3.3.2 Data Sekunder
Data sekunder yaitu data-data pelengkap berupa data monografi, literatur
baik itu dari jurnal, artikel, web, skripsi dan berbagai sumber lainnya.
Pengumpulan data dilakukan dengan teknik komunikasi langsung dengan
responden terpilih untuk mengisi kuisioner yang berisikan rangkaian pertanyaan
yang berhubungan dengan tujuan dan permasalahan yang telah dirumuskan (Sari
et al., 2014).

10
3.4 Metode Pengumpulan Data
3.4.1 Metode Kuesioner
Kuesioner sebagai salah satu instrumen penelitian ilmiah banyak dipakai
pada penelitian sosial, misalnya penelitian dibidang sumberdaya manusia,
pemasaran serta penelitian tentang keperilakuan (behavioral research) yang
menyangkut masalah dibidang akuntansi (behavioral accounting) serta keuangan
(behavioral finance). Kuesioner merupakan alat pengumpulan data primer dengan
metode survei untuk memperoleh opini responden. Tidak ada prinsip khusus
namun peneliti dapat mempertimbangkan efektivitas dan efisiensinya dalam hal
akan dikirim lewat pos, e-mail ataupun langsung dari peneliti. Kuesioner dapat
digunakan untuk memperoleh informasi pribadi misalnya sikap, opini, harapan
dan keinginan responden. Idealnya semua responden mau mengisi atau lebih
tepatnya memiliki motivasi untuk menyelesaiakan pertanyaan ataupun pernyataan
yang ada pada kuesioner penelitian (Pujihastuti, 2010).

3.4.2 Metodi Studi Pustaka


Studi literatur merupakan aktivitas penelitian yang dilaksanakan
menggunakan teknik pengumpulan informasi dan data dengan kontribusi
bermacam-macam alat penunjang yang terdapat di perpustakaan seperti buku
referensi, hasil penelitian serupa yang telah dilakukan sebelumnya, artikel,
catatan, serta berbagai jurnal yang bersangkutan dengan permasalahan yang ingin
diselesaikan. Aktivitas penelitian dilakukan secara terstruktur untuk
mengelompokkan, mengerjakan, dan merumuskan data dengan mengaplikasikan
cara/program tertentu untuk menemukan solusi dari permasalahan yang ada
penelitian kepustakaan adalah cara penelitian yang menggunakan referensi atau
rujukan yang terancang secara ilmiah, yang meliputi mengumulkan bahan-bahan
referensi, yang berhubungan dengan tujuan penelitian, teknik pengumpulan data
menggunakan metode kepustakaan, dan mengintegrasikan serta menyajikan data
(Melinda & Zainil, 2020).

3.4.3 Observasi dan wawancara


Observasi lapangan merupakan kegiatan pengamatan langsung turun ke
lokasi yang sudah ditentukan dengan tujuan untuk mengumpulkan data-data

11
informasi sesuai yang dibutuhkan (Saranani et al., 2021). Wawancara dilakukan
untuk mendapatkan informasi mengenai tumbuhan buah Baccaurea macrocarpa
dan Baccaurea lanceolata bagaimana buah tersebut dimanfaatkan, untuk
kegunaan apa saja, cara pengambilan, bagian yang digunakan, kearifan tradisional
masyarakat, dan informasi lain yang belum diketahui. Pengumpulan data
etnobotani dilakukan melalui wawancara langsunng ke masyarakat yang dipandu
dengan kuesioner berisi sejumlah pertanyaan-pertanyaan terkait informasi yang
kita perlukan. Tujuannya untuk mempermudah dan mendapatkan hasil maksimal
sesuai yang diharapkan tentang pengetahuan Baccaurea macrocarpa dan
Baccaurea lanceolata.
Sasaran objek wawancara ditentukan secara sengaja sebagai perwakilan
contoh menggunakan metode purposive sampling (Asmemare et al., 2015).
Adapun kriteria yang digunakan dalam penentuan responden ialah dukun/tabib,
tokoh masyarakat/tetua adat, pengguna/masyarakat yang mengetahui dan
memanfaatkan tumbuhan Baccaurea. Baccaurea macrocarpa dan Baccaurea
lanceolata yang berlokasi di Kecamatan Padang Batung Kabupaten Hulu Sungai
Selatan dan Kecamatan Hantakan Kabupaten Hulu Sungai Tengah. Observasi atau
pengamatan lapangan ialah pengamatan yang dilakukan untuk memperoleh fakat-
fakta dan informasi langsung dari masyarakat di Desa tertentu.

3.4.3 Penentuan Responden


Menentukan pemilihan responden menggunakan metode snowball
sampling. Teknik snowball sampling ialah teknik penentuan sampel dari yang
kecil sampai besar atau suatu teknik mengidentifikasi sampel dengan proses
bergiliran dari responden ke responden lainnya (Anggreini et al., 2021). Metode
ini dilakukan untuk mengidentifikasi, memilih dan mengambil sampel dalam
suatu jaringan atau rantai hubungan yang menerus. Snowball sampling (bola salju)
adalah metode sampling dimana sampel diperoleh melalui proses bergulir dari
satu responden ke responden yang lainnya, biasanya metode ini digunakan untuk
menjelaskan pola-pola sosial atau komunikasi (sosiometrik) suatu komunitas
tertentu.
Responden sebagai sampel yang mewakili populasi, untuk dapat
menemukan sampel yang sulit diakses atau untuk memperoleh informasi dari

12
responden mengenai permasalahan yang spesifik atau tidak jelas terlihat di dunia
nyata, maka teknik sampling snowball merupakan salah satu cara yang dapat
diandalkan dan sangat bermanfaat dalam menemukan responden yang dimaksud
sebagai sasaran penelitian melalui keterkaitan hubungan dalam suatu jaringan,
sehingga tercapai jumlah sampel yang dibutuhkan (Nurdiani, 2014). Daftar
pertanyaan untuk responden terpilih meliputi data nama, umur, jenis kelamin,
pekerjaan dan kuesioner. Daftar kajian etnobotani Baccaurea yang dimanfaatkan
oleh masyarakat sebagai obat (Sari et al., 2014).
Menentukan ukuran sampel penelitian sebenernya tidak ada rumus ataupun
semacamnya yang dapat dikatakan ukuran itu akurat baik dalam jumlah kecil
ataupun besar, penentuan sampel didasarkan pada kesanggupan peneliti dan
disesuaikan dengan kemungkinan itu bisa dijadikan sebagai hasil yang maksimal,
hal ini dikarenakan adanya faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kinerja
penelitian. Faktor tersebut diantaranya derajat keseragaman dari populasi, presisi
yang dikehendaki dalam penelitian, rencana analisa, tenaga biaya dan waktu.
Berdasarkan faktor ke empat di atas dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan
untuk menentukan sebuah sampel sehingga presisi cukup untuk menjamin tingkat
kebenaran hasil penelitian.

3.5 Analisis Data


Analisis data pada penelitian ini menggunaan analisis deskriptif. Analisis
deskriptif bertujuan mengetahui keberadaan dan pemanfaatan Baccaurea oleh
masyarakat tertentu yang berpontensi sebagai obat tradisional atau kajian
etnobotani. Selanjutnya hasil dari wawancara yang telah dikumpulkan di analisis
digambarkan melalui deskriptif seperti nama lokal, pamanfaatan, penggunaan
tumbuhan, bagian yang dimanfaatkan kemudian disajikan dalam bentuk gambar
atau tabel dan dibahas menggunakan studi literatur.
Mengetahui tingkat tinggi rendahnya suatu pemanfaatan tumbuhan, maka
perlu diketahui dengan dilalukan perhitungan persentase bagian tumbuhan yang
digunakan (Hidayat et al., 2010). Meliputi bagian tumbuhan seperti akar, batang,
daun, buah, bunga dan lain sebagai yang dapat dihitung menggunakan rumus
sebagai berikut :

13
Persentase bagian yang dimanfaatkan

∑ bagian tertentu yang dimanfaatkan


= X100%
∑ seluruh bagian yang dimanfaatkan

(Sukmawati et al., 2013)

14
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Gambaran Singkat Lokasi Penelitian


4.1.1 Kabupaten Hulu Sungai Selatan
Masyarakat Hulu Sungai Selatan sangat bervariasi, mayoritas terdiri dari
suku Banjar dan suku Dayak Meratus. Suku Banjar banyak tinggal diibukota
Kandangan hingga daerah perairan yang dikenal sebagai Negara (Kecamatan
Daha Utara-Barat-Selatan), sedangkan suku Dayak tinggal di pegunungan
Meratus (termasuk wilayah kecamatan Loksado). Selain itu suku Jawa, suku
Bugis, suku Sunda, juga ditemukan dengan aktivitas disektor perdagangan,
perkebunan, maupun sektor formal. Setiap desa Dayak akan mudah ditemui
rumah panggung yang besar dan panjang, disebut Balai Adat sebagai pusat
kegiatan keagamaan warga dan pernikahan. Mayoritas lain masyarakat Meratus
menganut Islam dan Kristen
Wilayah Kabupaten Hulu Sungai Selatan dapat memberikan kontribusi
yang potensial, namun belum dikembangkan secara optimal. Kebijakan
pemerintah daerah kabupaten ini untuk mengembangkan pembangunan dibidang
peningkatan sumber daya manusia, perkebunan, perikanan, pertanian, kehutanan,
pertambangan, pariwisata, tanaman pangan, jasa seperti sarana dan prasarana di
bidang kesehatan serta pendidikan dengan menggandeng pihak swasta untuk
merealisasikannya.
Mata pencaharian masyarakat suku Dayak dan suku Banjar di Kabupaten
Hulu Sungai Selatan dan Hulu Sungai Tengah adalah petani. Tanaman yang
mereka tanam seperti padi, ubi-ubian, sayur dan buah, sebagian dari itu bekerja
mengambil getah karet untuk di jual. Tempat tinggal masyarakat suku Dayak dan
suku banjar satu dengan lainnya mempunyai jarak yang cukup jauh. Perjalanan
menuju lokasi dari kota sekitar 1 jam dan akses rute perjalanan bisa di lalui
dengan nyaman menggunakan motor ataupun mobil, sepanjang perjalanan kiri
kanan jalan dipenuhi oleh hutan dan jurang juga banyak jalan yang berliku.

4.1.2 Kabupaten Hulu Sungai Tengah


Kabupaten Hulu Sungai Tengah memiliki 11 kecamatan salah satunya
Kecamatan Hantakan. Kecamatan Hantakan tepat berada di pegunungan Meratus

15
dan ada 27 Balai Adat di dominasi oleh Suku Dayak. Masyarakat Suku Dayak
sendiri merupakan suku asli yang ada di Kalimantan selatan. Balai di Kecamatan
Hantakan letaknya ada dimana-dimana dan tidak dekat. Rute menuju lokasi juga
lumayan susah untuk dijangkau dan memerlukan waktu yang tidak sebentar
karena kondisi perjalanan masih tradisional. Kecamatan Hantakan juga memiliki
potensi alam khususnya tumbuhan yang melimpah. Aktivitas yang di lakukan oleh
Suku Dayak sehari-harinya yaitu petani, menurih (mengambil getah karet untuk di
jual), pekerja bangunan dan kerajinan tangan (Rezekiah et al., 2015).
Kabupaten Hulu Sungai Tengah memiliki kawasan yang berpotensi yaitu
kawasan rawa dan kawasan daratan rendah. Kawasan rawa berpotensi untuk
digunakan sebagai lumbung ikan dan tempat budidaya kerbau. Kawasan daratan
rendah biasanya digunakan untuk budidaya pasa musim kemarau yaitu budidaya
komoditas pertanian dengan melihat lahan yang luas dan hortikultura.
Memanfaatkan lahan yang luas sehingga dihasilkan speerti komoditas padi, sayur
mayur, ternak besar dan kecil, perikanan budidaya karamba dan kolam,
perkebunan karet, kelapa serta tanaman lainnya. Kawasan Kabupaten Hulu Sungai
Tengah juga terbagi atas 2 kawasan yaitu kawasan budidaya dan kawasan lindung.
Kawasan lindung di Kabupaten Hulu Sungai Tengah berupa hutan lindung seluas
± 60.622 ha, yang meliputi: kecamatan Batang Alai Timur, Hantakan, Haruyan
dan Batang Alai Selatan.

4.2 Pemanfaatan Tumbuhan Limpasu (Baccaurea lanceolata) oleh


Masyarakat Suku Dayak dan Suku Banjar

Berdasarkan hasil wawancara dilapangan (Lampiran 1) menggunakan


responden kunci rata-rata respoden yang ditemukan merupakan penduduk asli dan
sudah lebih dari 40 tahun lebih tinggal di daerah tersebut. Masyarakat suku Dayak
dan suku Banjar sering kali terkenal dengan sebutan pemanfaatan bahan alam
secara tradisional atau alami, sama halnya dengan masyarakat suku Dayak dan
suku Banjar yang ada di Hulu Sungai Selatan dan Hulu Sungai Tengah
memanfaatkan bahan alam seperti pemanfaatan tumbuhan Limpasu yang
digunakan untuk berbagai keperluan. Semua responden mengatakan mengetahui
tumbuhan limpasu dan mengetahui pemanfaatan limpasu yaitu biasa digunakan
untuk bahan bangunan, makanan, kesehatan, kosmetik, di jual dan lain

16
sebagainya. Uraian pemanfaatan tumbuhan Limpasu seperti di tabel 1 sebagai
berikut:

Tabel 1. Pemanfaatan Tumbuhan Limpasu (Baccaurea lanceolata)

No Bagian yang
Manfaat Cara penggunaan
digunakan
1. Daun Mengobati sakit Merebus beberapa helai pucuk
kepala dan sakit daun terlebih dahulu, air rebuan
perut yang sudah di saring dan sudah
dingin kemudian diminum

2 Akar Mengobati Merebus akar limpasu, kemudian


demam air rebusan diminum.

3 Batang 1. Mengobati 1. Merebus Kulit Kayu kemudian


Panas dalam air rebusan diamkan sebentar
2. Bahan dan diminum
bagunan 2. Mengambil bagian batang
dipotong dan dibentuk sebagai
papan atau tiang
4 Buah 1. Mengobati 1. Memakan secara langsung buah
virus limpasu.
covid’19 2. Merebus buah limpasu, air
2. Menyegarkan rebusan kemudian disiramkan ke
badan atau badan setelah airnya dingin atau
menetralisasi masih hangat kuku.
demam 3. Menumbuk buah atau
3. Bahan menghaluskan buah limpasu,
kosmetik buah yang sudah halus dioleskan
alami ke wajah
4. Olahan 4. Mengambil bagian daging buah
makanan limpasu dan di tambahkan ke
makanan (ikan)

4.2.1 Pemanfaatan Bagian Tumbuhan Limpasu (Baccaurea lanceolata)


Bagian tumbuhan Limpasu yang dimanfaaatkan meliputi akar, batang,
daun, dan buah oleh masyarakat suku Dayak dan masyarakat suku Banjar untuk
berbagai macam keperluan sehari-hari, seperti bahan pelengkap makanan, bahan
bangunan, kesehatan dan lain sebagainya. Persentase pemanfaatan bagian
tumbuah Limpasu dapat dilihat pada gambar 3 sebagai berikut :

17
60
50
50

40

30 25

20
12.5 12.5
10

0
Daun Akar Buah Batang

Gambar 3. Persentase Pemanfaatan Bagian Tumbuhan Limpasu

Berdasarkan diagram di atas gambar 3 menunjukkan bahwa pemanfaatan


buah Limpasu bagian yang sering digunakan yaitu daun, akar, buah dan batang.
Adapun persentase pemanfaataan bagian yang paling banyak dimanfaatkan oleh
masyarakat adalah bagian buah 50% bagian daun dan akar 12,5% dan bagian
batang sebanyak 25%. Sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Dewi &
Syifa (2015) menunjukkan bahwa tumbuhan limpasu mempunyai banyak sekali
manfaat, hampir semua bagian tumbuhan dapat dimanfaatkan dari akar, batang,
buah hingga daun, bagian yang paling banyak dimanfaatkan adalah buah.
Masyarakat Suku Dayak dan Suku Banjar umumnya kebanyakan
memanfaatkan buah Limpasu pada bagian Buah. Berdasarkan penelitian
(Muhammad et al., 2021) bahwa bagian Buah Limpasu terdapat senyawa aktif
saponin yang manfaatnya mampu menghilangkan kolesterol dari usus besar
sebelum diserap ke dalam aliran darah dan senyawa steroid dapat menyimpan
glukosa dalam hati dan mengatur metabolisme termasuk pembentukan glukosa
asam amnimo. Bagian buah Limpasu ini juga khususnya bagian daging buah
bagian pericarp memiliki kandungan tertinggi dari bagian lainnya dan aktivitas
antioksidan yang tertinggi terdapat pada bagian daging buah.
Tumbuhan Limpasu mempunyai nilai ekonomi dari pemanfaatan bagian
tumbuhan yang dapat digunakan yaitu bagian batang Limpasu dapat diolah bahan
bangunan bisa dijual. Adanya bagian yang bernilai ekonomi dapat menambah
penghasilan. Penanaman tumbuhan limpasu memiliki peluang yang bagus untuk

18
dikembangkan karena selain tanaman ini banyak manfaat juga merupakan buah
endemik tanah yang subur juga sangat mendukung. Manfaat limpasu sebagai buah
lokal diantaranya tidak mengandung bahan kimia yang berbahaya bagi kesehatan
tubuh manusia karena tumbuh secara alami.
4.2.2 Pengolahan Tumbuhan Limpasu (Baccaurea lanceolata) Oleh
Masyarakat Suku Dayak dan Suku Banjar
Berdasarkan hasil wawancara diperoleh informasi dari beberapa responden
dapat diketahui bagaimana cara pengolahan terhadap pemanfaatan dari bagian
tumbuhan limpasu. Secara umum pengambilan bagian tumbuhan limpasu tidak
ada cara khusus dan mudah karena tumbuhan limpasu ini berbuah pada batang
bagian bawah serta limpasu tidak mempunyai musim panen melainkan akan
berbuah terus menerus bisa diambil kapan saja. Cara pengolahan pemanfaatan
tumbuhan limpasu seperti yang dijelaskan di bawah ini :
Akar
Akar dimanfatakan sebagai pengobatan demam. Cara penggunaan bagian
akar direbus kemudian air rebusan tersebut di mimum. Akar merupakan organ
tumbuhan yang berfungsi untuk menyerap air dan mineral di tanah selain itu juga
berfungsi untuk mengokohkan tegaknya posisi tumbuhan. Penelitian muhammad
et al (2021) menunjukkan bahwa bagian akar terdapat senyawa steroid
manfaatnya untuk pengatur metabolisme termasuk pembentukan glukosa dari
asam amino dan penyimpanan glukosa dalam hati dan senyawa saponin yaitu
bermanfaat untuk membuang kolesterol dari usus besar.
Batang
Bagian kulit batang juga dapat dimanfaatkan sebagai pengobatan panas
dalam dengan cara mengambil bagian kulit batang kemudian direbus dan diminun
air rebusan tersebut secukupnya. Manfaat lain bagian batang dimanfaatkan
sebagai bahan bangunan rangka atap rumah dengan cara diambil batangnya
menggunakan alat potong kemudian diolah dan dibentuk sesuai keperluan bisa di
jadikan sebagai papan ataupun tiang dan sisa-sisa dari pengolahan yang tidak
digunakan lagi dapat dimanfaatkan sebagai kayu bakar (Munawaroh, 2020).
Daun
Daun Limpasu pada bagian pucuk daun dimanfaatkan sebagai obat sakit
kepala dan sakit perut. Cara pengobatan dengan cara mengambil beberapa helai

19
pucuk daun kemudian direbus air rebusan tersebut disaring dan diminum ketika
air sudah dingin bagian daun merupakan bagian banyak mengandung zat klorofil
(zat hijau daun) kaya akan antioksidan, menyerap mineral dan menyeimbangkan
dalam tubuh bermafaat untuk mencegah berbagai jenis penyakit (Hidayat et al.,
2020)
Buah
Buah limpasu tidak di jual beli seperti buah kapul dan jarang di konsumsi
oleh masyarakat selain sulit ditemukan rasanya juga sangat asam kecut. Buah
Limpasu juga dimanfaatkan sebagai bahan pelengkap olahan makanan yaitu
seperti asam ikan agar tidak beraroma amis, diolah pekasam, untuk asam pepes
ikan dan lain sebagainya. Bagian yang dimanfaatkan ialah bagian daging buah
dengan cara mengambil bagian daging buah kemudian dicampurkan ke dalam
wadah yang berisi ikan. Buah limpasu juga mempunyai vitamin C yang tinggi
sehingga dapat dimanfaatkan sebagai pengobatan herbal alami salah satunya
sebagai pengobatan virus covid’19 ketika lidah mati rasa, covid’19 merupakan
salah satu penyakit virus cepat menular. Cara penggunaan buah limpasu yaitu
memakan secara langsung bagian daging buah limpasu, jangka waktu satu dua
hari keadaan kembali pulih seperti semula, masyarakat yang pernah menggunakan
telah membuktikan buah limpasu berasumsi bahwa buah limpasu sebagai altenatif
obat alami.
Bagian daging buah tidak hanya dimanfaatkan sebagai olahan makanan
namun juga dimanfaatkan sebagai bahan kosmetik alami yaitu pupur dingin atau
bedak dingin. Bedak dingin mempunyai manfaat yaitu untuk merawat dan
membersihkan muka seperti flek hitam pada wajah, menghilagkan jerawat,
menghaluskan kulit wajah, selain itu juga menjaga kulit wajah agar terlindungi
dari paparan sinar matahari langsung. Cara penggunaan yaitu dengan cara
mengambil bagian daging buah yang sudah matang berwarna kuning kemudian
dihaluskan atau diparut dan dioleskan secara merata ke wajah diamkan beberapa
saat lalu dibersihkan hingga bersih menggunakan air, gambar produk bedak
dingin terdapat pada lampiran 3. Buah Limpasu juga bermanfaat untuk
menyegarkan badan dengan cara merebus bagian buah kemudian air rebusan
tersebut diminum ketika airnya masih hangat kuku.

20
Senyawa metabolit sekunder seperti kandungan saponin dan alkaloid,
flavonoid dan tanin negatifve juga di miliki tanaman buah Limpasu, kandungan
senyawa yang dimiliki mampu mengindikasikan adanya potensi antibakteri dari
tanaman (Setiawan et al., 2021). Kandungan metabolit sekunder juga berpotensi
tumbuhan obat untuk kesehatan yang sering digunakan masyarakat suku Dayak
dan suku Banjar sebagai pengobatan alami dari alam.

4.3 Pemanfaatan Tumbuhan Kapul (Baccaurea macrocarpa) Oleh


Masyarakat Suku Dayak dan Suku Banjar
Berdasarkan hasil wawancara dilapangan (Lampiran 1) menggunakan
responden kunci rata-rata respoden yang ditemukan merupakan penduduk asli dan
sudah lebih dari 40 tahun ke atas tinggal di daerah tersebut. Masyarakat suku
Dayak dan suku Banjar sering kali terkenal dengan sebutan pemanfaatan bahan
alam secara tradisional atau alami, sama halnya dengan masyarakat suku Dayak
dan suku Banjar yang ada di Hulu Sungai Selatan dan Hulu Sungai Tengah
memanfaatkan bahan alam seperti pemanfaatan tumbuhan kapul yang digunakan
untuk berbagai keperluan. Semua responden mengatakan mengetahui buah kapul
dan buah limpasu dan mengetahui pemanfaatan tumbuhan kapul yaitu biasa
digunakan untuk bahan bangunan, makanan, kesehatan, kosmetik, di jual dan lain
sebagainya. Uraian pemanfaatan tumbuhan kapul seperti di tabel 2 sebagai
berikut:
Tabel 2. Pemanfaatan Tumbuhan Kapul (Baccaurea macrocarpa)

Bagian yang
No Manfaat Cara Penggunaan
dimanfaatkan
1. Buah kapul dapat dimakan secara
1 Buah 1. Di konsumsi langsung ketika matang.
2. Di jual 2. Buah kapul dijual ke pasar .

2 Batang Mengobati demam Merebus bagian kulit batang, air


rebusan dimimum

Tumbuhan kapul tidak termasuk tumbuhan yang dibudidayakan melainkan


tumbuh dengan sendirinya dari anakan terdahulu, biji yang terbawa arus sungai
ataupun burung pemakan buah lainnya. Tumbuhan ini banyak ditemukan tumbuh
jauh dari pemukiman tepat di tepi sungai. Tanaman Kapul ini dapat tumbuh pada
kondisi optimal dengan kelembaban tanah dan curah hujan yang tinggi.

21
4.3.1 Pemanfaatan Bagian Tumbuhan Kapul (Baccaurea macrocarpa)
Bagian tumbuhan Kapul yang dimanfaatkan meliputi batang dan buah
yang dimanfaatkan oleh masyarakat suku Dayak dan suku Banjar untuk berbagai
macam keperluan. Persentasi pemanfaatan bagian tumbuhan Kapul dapat dilihat
pada gambar diagram berikut ini :
70 66.6

60

50

40
33.3
30

20

10

0
Buah Batang

Gambar 4. Persentase Pemanfaatan Bagian Tumbuhan Kapul


Berdasarkan diagram di atas gambar 4 menunjukkan bahwa pemanfaatan
tumbuhan Kapul bagian yang sering digunakan yaitu buah dan batang. Adapun
persentase pemanfaataan bagian yang paling banyak dimanfaatkan oleh
masyarakat adalah bagian buah 66,6% dan bagian batang 33,3%.
Tumbuhan kapul memiliki senyawa sekunder meliputi saponin, flavonoid,
alkaloid, fenol, antosianin, dan karotenoid. Antosianin merupakan senyawa
turunan struktur aromatik tunggal. Senyawa antosianin merupakan metabolit
sekunder dari kelompok flavonoid, jenis yang banyak ditemukan adalah peonidin,
sianidin, malvidin, petunidin, pelargordin, dan delfinidin. Antosianin bersifat
amfoter, yaitu mampu untuk bereaksi dengan asam maupun basa. Antosianin juga
mampu mencegah obesitas dan diabetes, meningkatkan kemampuan memori otak
dan mencegah penyakit neurologis. Kapul mempunyai kandungan fitokimia
tertinggi pada bagian pericarp dan bagian daging buah dan biji menunjukkan
aktifitas antioksidan yang tinggi, dengan aktifitas tertinggi terdapat pada bagian
pericarp (Gunawan et al., 2016).

22
Nilai ekonomi tumbuhan Kapul, saat ini petani banyak menjual buah kapul
dalam bentuk buah segar sebagai sumber vitamin. Harga jual buah kapul di pasar
bervariasi tergantung dari saat panen musim buah. Tumbuhan Kapul mempunyai
peluang untuk dikembangkan dan dibudidayakan pada habitat alaminya
mengingat sumber daya alam di daerah ini tersedia cukup luas, kondisi iklim
sesuai, sumber daya manusia cukup memadai, serta tersedianya pasar yang cukup
luas baik dalam maupun luar daerah. Oleh karena itu, perlu dikembangkan usaha-
usaha budi daya dan pengelolaan tumbuhan kapul (Akhmadi & Sumarmiyati,
2015).

4.3.2 Pengolahan Tumbuhan Kapul (Baccaurea macrocarpa) oleh


Masyarakat Suku Dayak dan Suku Banjar
Berdasarkan hasil wawancara diperoleh informasi dari beberapa responden
dapat diketahui bagaimana cara pengolahan terhadap pemanfaatan dari bagian
tumbuhan kapul. Cara pengolahan pemanfaatan tumbuhan kapul seperti uraian di
bawah ini :
Buah
Buah kapul dapat di konsumsi seacra langsung ketika matang dengan cita
rasa asam manis dan biasanya dijual ke pasar sebagai menambah penghasilan.
Buah kapul merupakan tumbuhan buah tahunan atau buah musiman yang hanya
berbuah sekali dalam setahun. Pemanenan buah kapul tidak ada cara khusus untuk
mengambil buahnya, namun karena pohon kapul mempunyai lumayan cukup
tinggi tentu memerlukan alat bantu untuk memanjat yaitu menggunakan tali atau
tangga dan membawa karung ke atas pohon agar buah yang diambil tidak jatuh
semua ketanah.
Buah kapul dimanfaatkan sebagai bahan obat diabetes dengan cara
meminum air rebusan dari buah tersebut, bagian buah ini juga dapat digunakan
sebagai sirup untuk perawatan kulit serta dapat dimanfaatkan sebagai obat gatal
karena jamur dengan cara menggosokkan pada bagian yang gatal (Munawaroh &
Inggit, 2021). Tumbuhan Kapul juga mempunyai kandungan senyawa metabolit
sekunder banyak sehingga dimanfaatkan untuk antioksidan, terutama golongan
senyawa alkaloid, fenolik dan flavanoid. Bagian biji buah Kapul tentunya juga

23
memiliki kandungan nutrisi di antaranya serat, lemak, karobohidrat, protein dan
vitamin C (Dwijayanti et al., 2014).
Batang
Bagian kulit batang dimanfaatkan sebagai pengobatan demam yaitu
dengan cara mengambil kulit batang dicuci bersih kemudian di rebus hingga
mendidih diamkan hingga dingin dan dimimun. Menurut (Mahdi et al., 2022)
menyebutkan bahwa kulit buah kapul juga bisa dimanfaatkan sebagai ekstrak
sabun cair. Kulit buah kapul memiliki daya hambat antibakteri paling tinggi
terhadap Staphylococcus aureus dan Escherichia coli.

4.6 Kearifan Lokal Masyarakat Suku Dayak dan Suku Banjar


Berdasarkan hasil wawancara pemafaatan tumbuhan oleh masyarakat suku
Dayak dan suku Banjar dalam hal memanfaatkan tumbuhan limpasu dan
tumbuhan kapul dengan Jumlah responden informasi kunci sebanyak 9 responden,
jika dibandingkan dapat disajikan pada gambar 5 berikut di bawah ini :

33%

67%

Gambar 5. Perbandingan Pemanfaatan Tumbuhan Limpasu dan Kapul


Berdasarkan gambar 5 di atas menunjukkan bahwa pemanfaatan tumbuhan
limpasu dan tumbuhan kapul lebih banyak suku Banjar dibandingkan suku Dayak.
Hal ini di sebabkan faktor populasi suku Banjar lebih mendominasi di daerah
tersebut dibandingkan suku Dayak, selain itu ada kemungkinan penelitian ini
belum mencakup semua responden suku Dayak di pedalaman.

24
Suku Dayak bukit dan suku Banjar hulu meiliki kesamaan secara geografis
yang dapat dilihat dari hubungan budaya suku Dayak dan suku Banjar yang
menetap di pegunungan meratus. Suku Dayak menetap di pedalaman pegunungan
yang lebih tinggi dan terpencil dibandingkan suku Banjar hulu. Kepercayaan yang
dimiliki oleh suku Dayak bukit dan suku Banjar hulu berasal dari nenek moyang
dan rumpun yang sama sehingga terjalin kekerabatan yang dilihat dari kesamaan
bahasa oleh suku Dayak bukit dan suku Banjar hulu (Selvia & Sunarso, 2020).
Namun kebanyakan ditemui suku Dayak banyak yang memilih membuka diri
untuk beradaptasi dengan perkembangan dunia luar disebut dengan suku Banjar
identik dengan suku yang beragama Islam. Suku Dayak dan suku Banjar dikenal
dengan kerjasama dan toleransi yang tinggi (Sigiro, 2015), sehingga tidak
menimbulkan konflik antar suku (Meilantina, 2013).
Sumber pengetahuan masyarakat lokal Hulu Sungai Selatan dan Hulu
Sungai Tengah tentang pemanfaatan, pelestarian, pengelohan dan lain sebagainya
dari tumbuhan kapul dan limpasu di peroleh dari tetua terdahulu sebelumnya yang
juga memanfaatkan bahan alam sebagai kebutuhan sehari-hari dan sudah menjadi
turun-temurun serta sebagian besar dari pengalaman sendiri (Sholicah &
Alfidhdhoh, 2020). Pemanfaatan tumbuhan kapul dan tumbuhan limpasu sudah
jarang dilakukan, hal ini disebabkan tumbuhan kapul dan tumbuhan limpasu
sudah langka sulit untuk ditemukan.
Etnobotani merupakan ilmu mempelajari interaksi antara tumbuhan alam
dengan manusia (Vita, 2017). Bukti tumbuhan berinteraksi dengan manusia
sehingga tumbuhan dilindungi, dijaga dan di rawat dapat dilihat dari perlakuan
manusia terhadap tumbuhan itu sendiri. Contoh perlakuan interaksi tumbuhan
alam dengan manusia seperti tumbuhan buah kapul, tumbuhan ini termasuk
tumbuhan musiman dalam setahun hanya satu kali berbuah. Bentuk dan rasa yang
khas yaitu asam manis banyak digemari oleh konsumen. Biasanya dijual di
pinggir jalan menggunakan meja perikat disusun rapi bisa juga djual per kg
dengan harga yang bervariasi.
Tumbuhan kapul dan tumbuhan limpasu tumbuh di daerah tropis dan
biasanya banyak terdapat di pinggiran sungai, sungai juga merupakan salah satu
tanda adanya kehidupan dan merupakan bagian penting oleh masyarakat suku

25
Dayak dan suku Banjar. Manfaat tumbuhan kapul dan limpasu bagi lingkungan
adalah untuk menyerap air membantu menahan banjir, menahan longsor agar
tanah tidak rusak, untuk berteduh. Manfaat lain tumbuhan limpasu dimanfaatkan
sebagai obat penyakit virus covid’19, saat pandemi sekarang ini banyak
masyarakat mencari buah limpasu untuk pengobatan, adanya pandemi menjadi
tereskplor kembali tumbuhan limpasu dan tumbuhan lainnya yang dapat
dimanfaatkan. Menurut penelitian (Setiawan & Qiptiyah, 2014) menyebutkan
bahwa lahirnya sebuah budaya dalam hal memanfaatkan sumber daya alam secara
aktif untuk meningkatkan kesejateraan masyarakat merupakan dimulai dari
hubungan antara masyarakat dan lingkungan alam yang baik.
Budidaya tumbuhan kapul dan limpasu oleh masyarakat bisa dilakukan
dengan beberapa cara meliputi menanam, merawat, tidak menebang pohon kapul
dan limpasu secara sembarangan, memanfaatkan bagian-bagiannya sebaik
mungkin. Tingkat kelestarian tumbuhan buah kapul dan limpasu saat ini sudah
menurun bahkan bisa dikatakan mendekati punah dan kebanyakan hanya
ditemukan di daerah pedalaman tepat di tengah-tengah hutan jauh dari
pemukiman warga meskipun beberapa masih ada tumbuh di pekarangan warga.
Hal ini di sebabkan karena adanya perubahan fungsi lahan yang dilakukan oleh
masyarakat itu sendiri dengan menebang tumbuhan secara liar dengan sengaja di
ambil kayunya untuk di jual dan keperluan lainnya dan lahannya dimanfaatkan
untuk membuka lahan untuk kebun sayuran, padi dan untuk membangun rumah.
Kawasan lahan yang ada di Indonesia sudah menurun semakin banyak
perilaku-perilaku yang kurang ramah lingkungan hal ini sangat mengancam
habitat tumbuhan yang ada di dalamnya, apabila kegiatan ini terus-menerus terjadi
cepat atau lambat akan menyebabkan punahnya berbagai jenis tumbuhan hutan
tidak hanya itu jenis tumbuhan buah-buahan lainnya yang bersifat fungsinya
sumber plasma nutfah buah asli juga akan ikut punah. Punahnya jenis tumbuhan
langka yang mungkin mempunyai nilai ekonomi dan ekologi yang tinggi akan
berpengaruh dalam jangka pendek dan jangka panjang. Genetik jenis buah langka
keanekaragamannya harus dipertahankan dan dilindungi dimulai dengan cara
perawatan yang sederhana (Akhmadi & Sumarmiyati, 2015). Pengenalan jenis
buah endemik dikalangan masyarakat anak muda saat ini juga rendah dan

26
sedikitnya informasi pengetahuan masyarakat terkait buah-buahan yang terdapat
di hutan, hal ini tentunya sangat mempengaruhi kegiatan konservasi (Candramila
et al., 2022). Menjaga tumbuhan kapul dan tumbuhan limpasu dari kepunahan,
dilakukan konservasi dengan mengoleksi tanaman kapul di pekarangan, kebun
koleksi, maupun hutan sebagai habitat aslinya (Akhmadi & Sumarmiyati, 2015).
Upaya konservasi koleksi tumbuhan dapat dilakukan dengan menyerahkan
tumbuhan ke salah satu instansi yang berwenang melindungi tumbuhan langka
seperti Kebun Raya Banua Banjarbaru.

27
BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat diperoleh dari penelitian ini ialah sebagai berikut:
Masyarakat suku Dayak dan suku Banjar memanfaatkan tumbuhan
limpasu dan kapul sebagai bahan olahan makanan, bahan bangunan, kosmetik,
pemasukan ekonomi dan obat kesehatan seperti : obat demam, panas dalam, sakit
perut, perawatan kulit wajah, obat covid19, menyegarkan badan. Bagian yang
dimanfaatkan yaitu akar, batang, daun dan buah. Persentase bagian yang paling
banyak digunakan pada tumbuhan limpasu yaitu bagian buah 50%, pada
tumbuhan kapul penggunaan terbanyak yaitu bagian Buah 66,6%.
5.2 Saran
Saran penelitian selanjutnya untuk memperluas wilayah sehingga data
informasi yang didapat bertambah, pengetahuan yang ada juga dapat berkembang.
Sebelum melakukan penelitian sebaiknya survei terlebih dahulu mencari
informasi lebih mendalam agar memudahkan dalam menemukan informasi kunci
juga meminimalisir waktu yang lama.

28
DAFTAR PUSTAKA

Akhmadi, N. R., & Sumarmiyati. (2015). Eksplorasi dan karakterisasi buah kapul
di Kabupaten Kutai Barat, Kalimantan Timur. Pros Sem Nas Masy
Biodiv Indon, 1(4), 923–929.
https://doi.org/10.13057/psnmbi/m010448

Anggreini, D. S., Tavita, G. E., & Sisilia, L. (2021). Etnobotani Upacara Adat
Pamole Beo Oleh Suku Dayak Tamambaloh Di Desa Banua jung
Kecamatan Embaloh Hulu Kabupaten Kapuas Hulu. Jurnal Hutan
Lestari, 9(2), 246–261.

Aprilianti, P., Letari, R., & Putri, W. U. (2009). Konservasi Flora Indonesia
Dalam Mengatasi Dampak Pemanasan Global.

Asmemare, K., Tb, U. N., & Lidiawati, I. (2015). Potensi Etnobotani Masyarakat
Desa Sekitar Hutan. Jurnal Nusa Sylva, 15(1), 38–46.

Azmi et al., 2019. Pemanenan Kehutanan Mengenai Buah Limpasu


https://www.academia.edu/39673105/Pemanenan Hutan (20 Juli
2022, pukul 10:07)

Candramila, W., Mardiyyaningsih, A. N., Dirgari, Y., Firmansyah, R., & Reza, M.
(2022). Inventory of Rare Fruit in Sibohe Forest of Singkawang
City, West Kalimantan. Jurnal Biologi Tropis, 22(2), 374–380.
https://doi.org/10.29303/jbt.v22i2.3114

Day, D. W. R., Erwin, & Astuti, W. (2018). Uji Toksisitas Dengan Metode BSLT
Ekstrak Kasar Kulit Batang Tampoi (Baccaurea macrocarpa).
Prosiding Seminar Nasional 2018 Kimia Fmipa UNMUL, 27–30.

Dwijayanti, E., Alimuddin, A. H., & Wibowo, M. A. (2014). Skrining Fitokimia


Dan Uji Aktivitas Sitotoksik Pada Kulit Batang Tampoi
(Baccaurea macrocarpa) Terhadap Artemia Salina Leach Dengan
Metode BSLT. JKK, 3(4), 6–10.
https://jurnal.untan.ac.id/index.php/jkkmipa/article/view/8802

Elsi, Y., Satriadi, T., Wiwin, & Istikowati, T. (2020). Etnobotani Obat-Obatan
Yang Dimanfaatkan Masyarakat Adat Dayak Meratus Desa Ulang
Kabupaten Hulu Sungai selatan Kalimantan Selatan. Jurnal Sylva
Scienteae, 03(1), 193–201.

Eko. 2021. Tampui, Baccaurea macrocarpa, Buah Hutan yang Manis Nikmat
Rasanya. https://www.planterandforester.com/2021/09/tampui-
baccaurea-macrocarpa-buah-hutan.html (20 Juli 2022, pukul
10:28)

Gunawan, Chikmawati, T., Sobir, & Sulistijorini. (2016). Review: Fitokimia


genus Baccaurea spp. Bioeksperimen, 2(2), 96–110.

29
https://doi.org/10.23917/bioeksperimen.v2i2.2488

Heagen, R. M. A. (2000). Taxonomy, phylogeny, and biogeografphy of


Baccaurea. Distichirhops, and Nothobaccaurea (Euphorbiaceae).
Blumea Suplement. 12(1), 1-218.

Heni, Arraneuz, S., & Zaharah, T. A. (2015). Efektivitas Antibakteri Ekstrak Kulit
Batang Belimbing Hutan (Baccaurea angulata Merr.) Terhadap
Staphylococcus aureus dan Escherichia coli. JKK, 4(1), 84–90.

Hidayat, M., Radam, R., & Arryati, H. (2020). Etnobotani Tanaman Obat
Masyarakat Suku Dayak Bakumpai Di Desa Lemo Ii Kecamatan
Teweh Tengah Kabupaten Barito Utara. Jurnal Sylva Scienteae,
3(4), 687. https://doi.org/10.20527/jss.v3i4.2352

Hidayat, S., Hikmat, A., & Zuhud, E. A. M. (2010). Kajian Etnobotani


Masyarakat Kampung Adat Dukuh Kabupaten Garut, Jawa Barat.
Media Konservasi, 15(3), 139–151.
https://doi.org/10.29244/medkon.15.3.%p

Mahdi, N., Putra, F., & Manurung, N. (2022). Formulasi Dan Uji Aktivitas Sabun
Cair Antiseptik Dari Ekstrak Kulit Buah Kapul (Baccaurea
macrocarpa ). Jurnal Ilmiah Ibnu Sina, 7(1), 10–18.

Maimunah, Hayati, A., & Zayadi, H. (2021). Studi etnobotani tumbuhan


legendaris Pulau Bawean Jawa Timur. Filogeni: Jurnal Mahasiswa
Biologi, 1(2), 47–56.

Manik, R. D. A., Erwin, & Alimuddin. (2019). Uji Fitokimia Dan Aktivtas
Antioksidan Ekstrak Batang Rambai ( Baccaurea motlyeana Mull .
Arg .). Jurnal Atomik, 4(1), 50–55.

Maro, J., Alimuddin, A. H., & Harlia. (2015). Aktivitas Antiksida Hasil
Kromatografi Vakum Cair Fraksi Metanol Kulit Batang Ceria
(Baccaurea hookeri). Jurnal Kimia Dan Kemasan, 4(4), 35–40.

Meilantina, M. (2013). Pemetaan Sosial (Sosial Mapping) : Studi Di Wilayah


Kabupaten Kapuas- Provinsi Kalimantan Tengah. Journal Socio
Economics Agricultural, 8(1), 32–43.

Melinda, V., & Zainil, M. (2020). Penerapan Model Project Based Learning untuk
Meningkatkan Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa Sekolah
Dasar (Studi Literatur). Jurnal Pendidikan Tambusai, 4(2), 1526–
1539.

Muhammad, Sutiya, B., & Yuniarti. (2021). Uji Fitokimia Tumbuhan Cemara
Gunung (Casuarina junghuniana), Merabung (Vernonia arborea),
Dan Limpasu (Baccaurea lanceolata) Di Kawasan Hutan Dengan
Tujuan Khusus ULM. Jurnal Sylva Scienteae, 4(3), 469.
https://doi.org/10.20527/jss.v4i3.3747

30
Munawaroh, E., & Astuti, I. P. (2020). Kajian Keanekaragaman Jenis Baccaurea
spp., Pemanfaatan, Potensi dan Upaya Konservasinya di Kebun
Raya Bogor. Prosiding Seminar Nasional PMEI Ke V.
http://jte.pmei.or.id/index.php/jte/article/view/71

Novelya, K. S., & Yahya, V. J. (2020). Identifikasi Euphorbiaceae Pada Zona


Riparian Di Hutan Larangan Adat Ghimbo Potai.

Nurdiani, N. (2014). Teknik Sampling Snowball dalam Penelitian Lapangan.


ComTech, 5(2), 1110–1118.
https://doi.org/10.21512/comtech.v5i2.2427

Pardede, A., Wardhani, R. A. A. K., & Frasisca, E. (2020). Antileukemic Activity


of Methanol Extract From Stem of Baccaurea macrocarpa,
Syzygium jambos, Bouea macrophylla Griff., and Diospyros
discolor Willd. EduChemia (Jurnal Kimia Dan Pendidikan), 5(2),
111–118. https://doi.org/10.30870/educhemia.v5i2.8320

Pujihastuti, I. (2010). Prinsip Penulisan Kuesioner Penelitian. Jurnal Agribisnis


Dan Pengembangan Wilayah, 2(1), 43–56.

Profil Kabupaten Hulu Sungai Selatan


https://indonesiamengajar.org/kabar/profil-kabupaten-hulu-
sungaiselatan (16 Mei 2022 pukul 10.10).

Rachman, F. A., Saleh, C., & Marliana, E. (2020). Uji Aktivitas Antibakteri Daun
Rambai (Baccaurea motleyana Mull. Arg .). Jurnal Atomik, 05(1),
11–17.

Rezekiah, A. A., Fithria, A., & Rahmadi, A. (2021). Pemanfaatan Sumberdaya


Hutan Oleh Suku Dayak Meratus Kalimantan Selatan. Jurnal
Hutan Tropis, 9(2), 252–259.
https://doi.org/10.20527/jht.v9i2.11273

Rezekiah, A. A., Rosidah, & Hamidah, S. (2015). Persepsi Masyarakat Suku


Dayak Hantakan Barabai Terhadap Kegiatan Ipteks Bagi
Masyarakat (IbM) Aneka Olahan Buah Durian. Jurnal Hutan
Tropis, 3(2), 173–178.

Salusu, H. D., Ariyani, F., Nurmarini, E., & Zarta, A. R. (2020). Kandungan
Vitamin C pada Tiga Jenis Buah-Buahan Genus Baccaurea. Buletin
Loupe, 16(02), 12–16.
https://doi.org/10.51967/buletinloupe.v16i02.237

Saranani, S., Himaniarwati, Yuliastri, W. O., Isrul, M., & Agusmin, A. (2021).
Studi Etnomedisin Tanaman Berkhasiat Obat Hipertensi di
Kecamatan Poleang Tenggara Kabupaten Bombana Sulawesi
Tenggara. Jurnal Mandala Pharmacon Indonesia, 7(1), 60–82.
https://doi.org/10.35311/jmpi.v7i1.72

31
Sari, R. Y., Werdanaar, E., & Muflihati. (2014). Etnobotani Tumbuhan Di Dusun
Serambai Kecamatam Kembayan Kabupaten Sanggau Kalimantan
Barat. Jurnal Hutan Lestari, 2(3), 379–387.

Sarumaha, M. (2019). Studi Etnobotani Tanaman Obat Keluarga di Desa


Bawolowalani Kecamatan Teluk dalam Kabupaten Nias Selatan.
Jurnal Education and Development, 7(4), 266–271.

Selvia, L., & Sunarso, S. (2020). Interaksi Sosial Antara Suku Dayak dan Suku
Banjar di Kalimantan. Jurnal Antropologi: Isu-Isu Sosial Budaya,
22(2), 208. https://doi.org/10.25077/jantro.v22.n2.p208-216.

Sejarah Pemerintah Kabupaten Hulu Sungai Selatan Provinsi Kalimantan Selatan,


http://katalog.kemdikbud.go.id/index.php?p=show_detail&id=573397
(16 Mei 2022 pukul 10.10)

Setiawan, D., Mahdi, N., & Praristya, M. R. S. (2021). Formulasi Sediaan Gel
Peel-Off Ekstrak Buah Limpasu (Baccaurea lanceolata (Miq)
Mull.Arg.) Sebagai Antibakteri. Jurnal Ilmiah Ibnu Sina, 6(2),
361–367.

Setiawan, H., & Qiptiyah, M. (2014). Kajian Etnobotani Masyarakat Adat Suku
Moronene Di Taman Nasional Rawa Aopa Watumohai. Jurnal
Penelitian Kehutanan Wallacea, 3(2), 107–117.
https://doi.org/10.18330/jwallacea.2014.vol3iss2pp107-117

Sholicah, L., & Alfidhdhoh, D. (2020). Etnobotani Tumbuhan Liar Sebagai


Sumber Pangan Di Dusun Mendiro, Kecamatan Wonosalam,
Jombang. Jurnal Ilmu Pertanian Indonesia, 25(1), 111–117.
https://doi.org/10.18343/jipi.25.1.111

Sigiro, E. P. (2015). Kekerabatan Bahasa Tamuan, Waringin, Dayak Ngaju,


Kadorih, Maanyan, dan Dusun Lawangan. Kandai, 11, 1–14.
http://id.wikipedia/wiki/neurosis

Suhanda, A. J., Idham, M., & Anwari, M. S. (2017). Studi Etnobotani Masyarakat
Desa Raut Muara Kecamatan Sekayam Kabupaten Sanggau. Jurnal
Hutan Lestari, 5(2), 183–190.
https://jurnal.untan.ac.id/index.php/jmfkh/article/view/19087

Sukmawati, N., Yuniati, E., & Pitopang, R. (2013). Studi etnobotani tumbuhan
obat pada masyarakat Suku Kaili Rai di Desa Toga Kecamatan
Ampibabo Kabupaten Parigi Moutong Sulawesi Tengah. Jurnal
Biocelebes, 7(2), 09–14.
http://jurnal.untad.ac.id/jurnal/index.php/Biocelebes/article/view/39
23

Vita. (2017). Etnobotani Sagu (Metroxylon Sagu) di Lahan Basah Warisan


Budaya Masa Sriwiijaya. Kalpataru, 26(2), 107–122.

32
LAMPIRAN

Lampiran 1. Dokumentasi Wawancara dengan Beberapa Informan Kunci

No Kegiatan Gambar

Dokumentasi saat
1 melakukan
wawancara

33
Lampiran 2. Gambar BagianTumbuhan Limpasu (Baccaurea lanceolata)

Bagian Gambar
No Tumbuhan

1 Limpasu

Buah

Bunga

Daun

34
Lampiran 3. Gambar Bagian Tumbuhan Kapul (Baccaurea macrocarpa)
Bagian
Gambar
No Tumbuhan

Batang
1

Buah
2

Lampiran 4. Gambar produk bedak dingin Limpasu

35
Lampiran 5. Kuisioner Wawancara

Identitas responden a. Ya (sering/ jarang)


Nama: b tidak
Jenis kelamin: 14. Buah kapul/rambai ini apakah ada
Umur: pemanfaatan lain selain untuk obat ?
Suku: A. Tidak ada
Pendidikan: b. Ada, ( jelaskan)
Pekerjaan: 15. Apakah ada ramuan tambahan
Jumlah anggota keluarga: untuk meracik pengobatan
Alamat: menggunakan buah kapul/rambai?
Tanggal/bulan/tahun: a. Ya ( jelaskan)
b. Tidak
Kearifan lokal 16. Apakah ada efek langsung setelah
1. Apakah anda penduduk asli desa ini? menggunakan ramuan obat dari buah
a. Ya kapul/rambai ?
b. Tidak a. Efek jangka panjang
2. Sudah berapa lama anda tinggal di b. Langsung bereksi
desa ini? 17. Apakah ada takaran tertentu dalam
a. >30 tahun c. 10-20 tahun proses pembuatan ramuan obat buah
b. 20-30 tahun d. 1-10 tahun kapul/rambai?
3. Apakah anda mengetahui buah a. Ada (jelaskan)
rambai? b. Tidak (sesuaikan saja)
a. Ya 18. Ramuan obat kapul/rambai apakah
b. tidak bisa digunakan untuk semua umur atau
4. Apakah anda mengetahui buah hanya bisa digunakan untuk orang
jentik? dewasa?
a. Ya a. Ya (jelaskan)
b. tidak b. Tidak
5. Apakah anda pernah memanfaatkan 19. Tanaman kapul/rambai apakah ada
tumbuhan rambai sebagai obat? dimanfaatkan sebagai memenuhi syarat
a. Ya adat tertentu?
b. Tidak a. Ya
6. Apakah anda pernah memanfaatkan b. Tidak
tumbuhan jentik sebagai obat? 20. Bagaimana cara tumbuhan
a. Ya kapul/rambai ini tumbuh, apakh sengaja
B. Tidak ditanam atau tumbuh dengan
7. Apakah anda membuat ramuannya sendirinya?
sendiri? a. Ya/tidak
a. Ya b. Penjelasan lain
b. tidak 21. Tumbuhan kapul/rambai ini apakah
8. Apa bagian tumbuhan rambai dan sekarang masih tumbuh terjaga dengan
jentik yang sering dimanfaatkan? baik?
a. daun a. Ya
b. batang b. Tidak ( jelaskan)

36
c. bunga 22. Apakah ada cara tertentu untuk
d. akar merawat tumbuhan seperti
9. Dari mana anda mengetahui cara kapul/rambai ini? Jika ada seperti apa
pengolahan tumbuhan rambai dan caranya, misal pembimbitan dll
jentik sebagai obat? a. Ya
a. Pengalaman sendiri b. Tidak
c. turun-temurun dari nenek moyang 23. Apakah warga disini sering
10. Apakah tumbuhan rambai dan memanfaatkan tumbuhan kapul/rambai
jentik yang anda ambil di budidaykan? sebagai obat?
a. Ya a. Ya
b. Tidak b. Tidak ( jelaskan)
11. Bagaimana cara pengambilan 24. Apa saja jenis penyakit yang
tumbuhan rambai dan jentik biasanya pernah di obati dengan
a. musiman memanfaatkan buah kapul/rambai ?
b. tidak tergantung musim 25. Kenapa anda memilih
12. apakah tumbuhan rambai dan jentik menggunakan tumbuhan bauh
dimanfaatkan untuk keperluan pribadi kapul/rambai sebagai obat?
atau dijual? 26. Apakah sampai sekarang
a. dijual (Kemana?) pemanfaatan bauh kapul/rambai sering
b. keperluan pribadi digunakan dalam keluarga anda?
13. Apakah anda pernah memanfaatkan
tumbuhan rambai dan jentik sebagai
bahan obat?

37
Riwayat Hidup

Nor Hikmah dilahirkan di Desa Simpur Pamujaan Kec.


Simpur, Kab. HSS Kota Kandangan pada tanggal 22
Agustus 2000 anak kedua dari empat bersaudara dari
seorang ibu yang beranama NorKamah dan ayah
bernama Abdussani. Riwayat Pendidikan bersekolah di
SDN Pamujaan pada tahaun 2006-2012, SMPN 1
Simpur pada tahun 2012-2015, SMAN 1 Simpur pada
tahun 2015-2018. Penulis kemudian melanjutkan
pendidikan perguruan tinggi di Universitas Lambung
Mangkurat Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan
Alam Program Studi Biologi pada tahun Ajaran 2018-2022 bulan Juni. Selama
perkuliahan penulis aktif mengikuti salah satu program kerja di Himabio Apidae
yaitu komunitas Karya Studi Ilmiah selama 2 periode (2018-2020). Pengalaman
organisasi yang pernah diikuti yaitu sebagai Staf Divisi BSO Dana dan Usaha Forum
Studi Islam Ulul Albab FMIPA ULM (2020-2021), pernah menjabat sebagai anggota
PDD pada kegiatan Musabaqah Tilawatil Qur’an Mahasiswa Nasional Forum Studi
Islam Ulul Albab FMIPA ULM pada tahun 2019 dan Aktif mengikuti kegiatan
kepanitiaan lainnya. Penulis pernah melakukan Kerja Praktik (KP) di Balai BSSI
Banjarbaru pada tahun 2021. Penulis melakukan KKN-PPM di Kecmatan Sungai
Raya Desa Paring Agung Kabupaten Hulu Sungai Selatan. Alamat Penulis jalan
Pamujaan, Kec. Simpur, Kabupaten HSS, Kalimantan Selatan. Kontak yang bisa
dihubungi melalui via WhatsApp: 0831-4170-0083 atau alamat e-mail:
noorhikmah017@gmail.com

38

Anda mungkin juga menyukai