CODE BLUE
UPTD PUSKESMAS MAOSPATI
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadlirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa, karena
dengan rahmat dan karunia-Nya buku Pedoman Pelayanan Medis Reaksi Cepat (Code Blue)
UPTD Puskesmas Maospati dapat terselesaikan. Buku ini merupakan pedoman yang memuat
Susunan Organisasi dan Tata Laksana Tim Medis Reaksi Cepat (Code Blue) UPTD
Puskesmas Maospati dalam rangka memberikan pelayanan penanganan kegawatdaruratan
bila terjadi di lingkungan UPTD Puskesmas Maospati.
Demi kesempurnaan isi buku, maka kami sangat mengharapkan masukan dan saran
perbaikan untuk pencapaian hasil yang lebih baik di tahun yang akan datang. Semoga buku
Pedoman Pelayanan Tim Medis Reaksi Cepat (Code Blue) UPTD Puskesmas Maospati ini
dapat bermanfaat bagi kita semua.
HALAMAN JUDUL......................................................................................... i
KATA PENGANTAR....................................................................................... ii
DAFTAR ISI..................................................................................................... iii
BAB I. PENDAHULUAN
A. PENGERTIAN ........................................................................ 1
B. TUJUAN………………………………………………………1
C. ORGANISASI TIM CODE BLUE ......................................... 2
D. URAIAN TUGAS ................................................................... 2
E. STRUKTUR ORGANISASI .................................................. 3
F. PENDIDIKAN, PELATIHAN DAN JAMINAN KUALITAS
ANGGOTA TIM CODE BLUE............................................... 3
PENDAHULUAN
A. Pengertian
Code Blue adalah stabilisasi kondisi darurat medis yang terjadi di dalam area
rumah sakit. Kondisi darurat medis ini membutuhkan perhatian segera. Sebuah
code blue harus segera dimulai setiap kali seseorang ditemukan dalam kondisi
cardiac atau respiratory arrest (tidak responsif, nadi tidak teraba, atau bernafas)
misalnya pasien yang membutuhkan resusitasi.
Code blue team adalah : tim yang terdiri dari dokter dan paramedis yang
ditunjuk sebagai “ code - team “ yang secara cepat ke pasien untuk melakukan
tindakan penyelamatan. Tim ini menggunakan crash-car, kursi roda/ tandu, alat-alat
penting seperti defibrilator, suction, oksigen, ambubag, obat-obat resusitasi
(adrenalin, atropin, lignocaine) dan IV set untuk menstabilkan pasien.
Basic Life Support (BLS) atau bantuan hidup dasar merupakan awal respons
tindakan gawat darurat. BLS dapat dilakukan oleh tenaga medis, paramedis maupun
orang awam yang melihat pertama kali korban. Skills haruslah dikuasai oleh
paramedis dan medis, dan sebaiknya orang awam juga menguasainya, karena
seringkali korban justru ditemukan pertamakali bukan oleh petugas medis.
BLS adalah suatu cara memberikan bantuan/pertolongan hidup dasar yang
meliputi bebas nya jalan nafas (airway/A), pernafasan yang adekuat (breathing/B),
sirkulasi yang adekuat (circulation/C ).
Advance Cardiac Life Support (ACLS) adalah bantuan hidup lanjut atau
pertolongan pertama pada penyakit jantung.
B. Tujuan
1. Didapatkan kesamaan pola pikir tentang sistem penanganan
kegawatdaruratan di rumah sakit secara terpadu.
2. Diperoleh kesamaan pelayanan dalam penanganan kasus kegawatdaruratan
medik sehari-hari.
3. Memberikan pedoman baku bagi anggota Tim Medis Reaksi Cepat (Code
Blue) dalam melaksanakan kegiatan penanganan pasien gawat darurat.
1
4. Membangun respon petugas rumah sakit pada pelayanan kesehatan dalam
keadaan gawat darurat.
5. Mempercepat response time kegawatdaruratan medik di rumah sakit untuk
menghindari kematian dan kecacatan.
Tim code blue merupakan tim yang selalu siap setiap saat/ sepanjang
waktu, 1 (satu) tim code blue respond primer beranggotakan kru yang telah
memiliki sertifikat dan menguasai Basic Life Support (BLS). Tim code blue terdiri
dari 3 sampai 4 anggota yaitu :
1. 1 (satu) Koordinator tim
2. 1 (satu) Petugas medis
3. 1 (satu) Assisten petugas medis : 1 atau 2 perawat pelaksana dan tim
resusitasi
4. 1 (satu) kelompok pendukung (jika diperlukan seperti security/ tim K3
Puskesmas yang sudah dilatih BHD.
5. 1 (satu) tim ETD (Emergency Trauma Disaster)
D. Uraian Tugas
1. Kordinator tim
Dijabat oleh dokter penanggung jawab medis : bertugas mengkoordinir
anggota tim serta dapat bekerjasama dengan diklat membuat pelatihan
kegawatdaruratan yang dibutuhkan oleh anggota tim
2. Penanggung jawab medis
Dijabat oleh dr jaga/ dokter ruangan: bertugas mengidentifikasi awal/ trease
pasien, serta memimpin penanggulangan pasien saat terjadi
kagawatdaruratan, memimpin tim saat pelaksana RJP, dapat menentukan
sikap selanjutnya.
3. Perawat pelaksana
Bertugas bersama dokter penenggung jawab medis melakukan triage pada
pasien, membantu dokter penanggungjawab medis menangani pasien gawat
darurat diruang perawatan .
2
4. Tim Resusitasi (Perawat terlatih dan dokter ruangan/ dokter jaga terlatih),
bertugas memberikan bantuan hidup dasar & resusitasi jantung paru kepada
pasien gawat darurat
5. Daftar nama Tim Code Blue merupakan tanggung jawab Koordinator tim
setiap bulan.
Setiap anggota tim code blue akan memiliki tanggung jawab seperti pemimpin
tim, manajer airway, kompresi dada, IV Line, persiapan obat & defibrilator, setiap
anggota tim yang ditunjuk harus membawa alat komunikasi ( HT/HP).
E. Struktur Organisasi
KOORDINATOR TEAM
3
BAB II
RUANG LINGKUP
Sistem respon cepat code blue dibentuk untuk memastikan bahwa semua
kondisi darurat medis kritis tertangani dengan resusitasi dan stabilisasi sesegera
mungkin. Sistem respon terbagi dalam 2 tahap :
1. Respon awal (responder pertama) berasal dari petugas rumah sakit yang
berada disekitarnya, dimana terdapat layanan Basic Life Support (BLS)
2. Respon kedua (responder kedua) merupakan tim khusus dan terlatih, yang
berasal dari unit khusus yang ditunjuk oleh pihak rumah sakit.
Sistem respon dilakukan dengan waktu respon tertentu berdasarkan standar
kualitas pelayanan yang telah ditentukan oleh rumah sakit, untuk menunjang
hal tersebut yang dilakukan adalah :
a. Semua personil di rumah sakit harus dilatih dengan keterampilan BLS
untuk menunjang kecepatan respon untuk BLS dilokasi kejadian.
b. Peralatan BLS harus ditempatkan dilokasi yang strategis dalam
kawasan rumah sakit, misal nya di lobby rumah sakit, ruang tunggu poli
klinik, dan ruang rawat inap, dimana peralatan dapat dipindahkan atau
dibawa untuk respon yang cepat dan tepat.
Semua unit dan area yang masuk di dalam kawasan UPTD Puskesmas
Maospati.
4
BAB III
TATA LAKSANA
Respon tim code blue untuk seluruh daerah di UPTD Puskesmas Maospati
tidak dapat ditangani oleh tim dibawah Unit Gawat Darurat (UGD) saja, karena
kesulitan jarak dan lokasi yang tidak terjangkau, pada hal idealnya waktu antara
aktivasi code blue sampai kedatangan tim code blue adalah 5 menit. Sehingga
diharapkan setiap regio puskesmas mempunyai tim yang dapat melakukan BLS
awal sambil menunggu kedatangan tim code blue puskesmas yang telah ditunjuk
untuk meningkatkan harapan hidup pasien.
Tim dibentuk dengan ketentuan tiap tim terdiri dari 4 sampai 5 anggota yang
terlatih BLS. Peralatan resusitasi darurat yang mudah dibawa (satu kit resusitasi
dasar), harus ditempatkan di lokasi strategis di seluruh kawasan rumah sakit,
terutama di daerah probabilitas tinggi terjadi kondisi darurat medis, sehingga tim
dapat dengan cepat memobilisasi dan memanfaatkan peralatan kit resusitasi dasar
tsb, sehingga efektifitas dan waktu respon dari tim code blue akan lebih baik dan
harapan hidup pasien akan meningkat.
Hal ini sama pentingnya bahwa semua personil puskesmas, terutama tenaga
non dokter dan non medis dilatih keterampilan BLS, agar dapat memberikan
resusitasi awal kehidupan (CPR) di lokasi kejadian, sambil menunggu respon primer
atau tim code blue datang, selanjutnya perlu dilakukan persiapan tentang :
1. Fase code blue
a. Alert System.
Harus ada sistem yang baik dan terkoordinasi dengan ruangan yang
digunakan untuk mengaktifkan peringatan terjadinya keadaan darurat medis
dalam lingkup puskesmas, maka personil puskesma dimana saja berada
dapat memberikan tanda/ code blue lewat telephone khusus ke No 113
(internal), informasi disebarkan ke tim code blue agar tim mengetahui dimana
lokasi kejadian pasien butuh bantuan tim code blue.
Standar layanan untuk durasi waktu yang dibutuhkan antara menerima pesan
“code blue“ (code blue activation) dan kedatangan tim code blue di lokasi
kejadian adalah 5 sampai 10 menit.
5
b.Local Alert
a) Tergantung pada mekanisme yang dibuat oleh puskesmas (zone
coordinator)
b) Pemeberitahuan melalui central operator puskesmas melalui telephone
No 113, yang telah terintegrasi keseluruh ruangan. tim code blue primer
meninggalkan pekerjaannya dan mengambil tas code blue di UGD, dan
bergegas ke lokasi untuk memulai BHD/CPR.
c.Hospital Alert
Nomor telephone code blue dengan No 113, (harus tersedia dan terinformasi
ke central operator puskesmas yang terintegrasi ke ruangan) sebagai pusat
panggilan kegawatdaruratan medis :
a) Prioritas 1 : Untuk mengaktifkan tim code blue sekunder dari tim
emergenci trauma disaster.
b) Prioritas 2 : Untuk memeriksa ( sebagai jaring pengaman kedua)
pengaktifan tim code blue primer.
Kasus kegawatdaruratan medik yaitu henti jantung dan henti napas dapat terjadi
pada siapa saja, kapan saja, dan dimana saja. Henti napas adalah berhentinya pernapasan
6
spontan disebabkan karena gangguan jalan napas baik parsial maupun total atau karena
gangguan di pusat pernapasan. Henti jantung adalah berhentinya sirkulasi peredaran
darah karena kegagalan jantung untuk melakukan kontraksi secara efektif. Henti napas
dan henti jantung merupakan dua keadaan yang sering berkaitan sehingga
penatalaksanaannya tidak bisa dipisahkan. Serangkaian tindakan penyelamatan nyawa
yang kita kenal dengan Bantuan Hidup Dasar ini akan sangat bermanfaat jika dilakukan
sesegera mungkin dan sebaik mungkin.
Bantuan Dasar Hidup (BHD) sudah sering diperkenalkan dalam situasi
kegawatdaruratan. Bantuan Hidup Dasar umumnya tidak menggunakan obat-obatan dan
dapat dilakukan dengan baik setelah melalui pelatihan singkat. Seiring dengan
perkembangan di bidang kedokteran, maka metode BHD selalu mengalami
penyempurnaan. BHD sangat bermanfaat bagi penyelamatan kehidupan mengingat
dengan pemberian napas buatan secara sederhana BHD memberikan asupan oksigen dan
sirkulasi darah ke organ tubuh yang sangat vital seperti otak dan jantung. Ketika
American Heart Association (AHA) menetapkan pedoman resusitasi jantung yang
pertama kali. Resusitasi Jantung Paru (RJP) dimulai dari “A-B-C” yaitu membuka jalan
napas korban (Airway), memberikan bantuan napas (Breathing), dan kemudian
memberikan kompresi dinding dada (Circulation) kini dinilai kurang efektif. Panduan
AHA 2010 mengalami perubahan yang sangat mendasar yang menekankan bantuan
Hidup Dasar pada pengenalan segera pada henti jantung dan henti napas yang terjadi
tiba-tiba. Kemudian segera disusul dengan pengaktifan sistem respon gawat darurat dan
melakukan resusitasi jantung paru-paru sedini mungkin yang dalam AHA 2010 terjadi
pengaturan ulang langkah-langkah resusitasi menjadi “C-A-B” (Circulation-Airway-
Breathing) pada dewasa dan anak, sehingga setiap penolong harus memulai dari
kompresi dinding dada dengan segera membuka jalan napas dan memberikan bantuan
napas. Setiap orang dapat menjadi penolong pada korban yang tiba-tiba mengalami henti
jantung dan henti napas sehingga keterampilan ini bergantung pada pelatihan yang
pernah dijalani serta pengalaman dari penolong.
Perlu diingat sebelum melakukan Bantuan Hidup Dasar harus dipastikan bahwa
langkah yang dikerjakan adalah langkah yang tepat dengan melakukan pemeriksaan
terlebih dahulu yang di dalam hal ini yaitu pengetahuan untuk menilai keadaan pasien.
Sebelum memulai resusitasi jantung dan paru sebaiknya penolong mengecek respon
pasien. Pastikan pasien sadar atau tidak dengan cara menepuk atau menggoyang bahunya
dan menanyakan keadaannya. Apabila pasien tidak merespon panggilan atau pertanyaan
7
penolong serta tidak bernapas secara normal, maka pasien dianggap mengalami kejadian
henti jantung dan penolong segera mengecek nadi karotis dalam waktu tidak lebih dari 10
detik. Tidak terabanya pulsasi nadi karotis mengharuskan penolong untuk memutuskan
keadaan gawat daruratan pasien yaitu henti jantung. Jika terdapat kasus henti jantung
segera aktifkan Tim Medis Reaksi Cepat (Code Blue) dan mulailah melakukan kompresi
jantung.
8
2. Letakan telapak satu tangan di atas pertengahan dada pasien, antara puting atau
dua jari kaudal sudut kosta. Letakkan tangan lain di atas tangan pertama.
Posisikan siku bahu tepat di posisi segaris di atas posisi tangan.
9
5. Bila pasien tidak merespon setelah 5 siklus (sekitar 2 menit) dan AED
(Authomatic External Defibrilator) tersedia dan anda sudah pelatihan, gunakan
alat tersebut dan ikuti perintahnya. Bila AED/petugas terlatih tidak tersedia
lanjutkan RJP hingga ada tanda-tanda atau hingga petugas emergensi medis
mengambil alih.
10
kebutuhan defibrilasi, fase ini dilakukan oleh tim yang berpengalaman atau
tim terlatih dalam Alert Cardiac Life Support (ACLS)
h) Setiap ruangan harus berusaha untuk memastikan bahwa tim mereka dilatih
dalam setidaknya keterampilan BLS dan mereka dilengkapi dengan resusitasi
kit dasar.
i) Tim dari masing – masing ruangan akan bertanggung jawab untuk
pemeliharaan resusitasi kit mereka yang sudah tersedia.
j) Semua data kasus code blue harus terkirim ke koordinator tim, untuk
dilakukan evaluasi lebih lanjut tentang pelaksanan tim code blue di lapangan/
lokasi kejadian, termasuk respon time menerima pesan serta response time
kedatangan tim code blue di lokasi kejadian.
6. Kedatangan Tim code blue
a. Setelah anggota tim code blue menerima aktivasi code blue, mereka harus
menghentikan tugas mereka saat ini, mengambil resusitasi kit dasar (tas
peralatan) mereka dan bergegas ke lokasi darurat medis dengan berjalan
kaki
b. Tim code blue harus cepat berespon bergerak ke arah lokasi dengan
menggunakan rute terpendek yang tersedia
c. Waktu respon (layanan standar) code blue call/ aktivasi kedatangan tim
code blue ditempat kejadian harus tersimpan datanya (untuk MONEV).
d. Setiap tenaga medis maupun non medis yang sudah diberikan pelatihan
BLS, di lokasi kejadian harus memulai tindakan BLS sambil menunggu
kedatangan tim code blue.
e. Tim code blue sampai di lokasi siap dengan peralatan resusitasi kit dasar,
apa bila korban masih dalam cardiac atau respiratory arrest, tim akan
mengambil alih tugas resusitasi (koordinator tim mengarahkan untuk
tindakan selanjutnya).
f. Pengelolaan pasien selanjutnya diserahkan kepada koordinator tim code
blue atau melakukan rujukan emegenci
g. Jika resusitasi tidak berhasil (korban meninggal di TKP/ pasien DOA,
korban di transfer ke bagian Kamar Mayat, bukan ke UGD (untuk
dokumentasi lebih lanjut atau konfirmasi kematian, serta administrasi
diselesaikan di bagian kamar mayat)
11
12
7. Peralatan yang dibutuhkan oleh tim code blue adalah :
a. Personal KIT :
a) Thermometer 1 buah
b) Steteskop 1 buah
c) Tensimeter 1 buah
d) Senter genggam 1 buah
c. Circulation support
a) Set infus mikro : 1 buah
b) Set infus makro : 1 buah
c) Needle intraosseus : 1 buah
d) Venocath : 1 buah
e) Minor surgery set : 1 set lengkap
f) Glucometer : 1 buah.
d. Obat-Obatan
1. Lidocain inj : 1 amp
2. Adrenalin inj. : 1 amp
3. Nalokson inj : 1 amp
4. Phenobarbital : 1 amp
5. Sulfas atropin inj : 1 amp
6. MGSO4 inj : 1 buah
13
Peralatan resusitasi diletakkan di area yang sering membutuhkan bantuan
resusitasi, bila tim code blue membutuhkan akan segera dapat mengakses
peralatan/ obat tersebut.
e. Alat Komunikasi
Tersedia Telepon khusus code blue di rumah sakit, ditempatkan di IGD
dengan nomor telephone No 122, merupakan alat panggilan khusus untuk
tim code blue. Sistem ini harus tersambung (connected) dengan ruangan di
dalam rumah sakit, agar response time tim code blue sesuai standar
sampai di tempat lokasi kejadian (5-10 menit)
Alur Komunikasi
Aktivasi
Blue Team
14
f. Algoritma Code Blue
Petugas/penolong
mengecek kesadaran
15
g. Sistem Kerja Code Blue
Setiap shift mulai bertugas sehari-hari, dokter ruangan/ dokter jaga dan
perawat terlatih (mampu melakukan BLS) di ruangan berkeliling mengunjungi
pasien yang sedang dirawat, untuk mengetahui ada/ tidaknya pasien dalam
kondisi kegawatan, sebagai trease di ruang perawatan. Pada saat itu
ditemukan ada pasien kondisi gawat darurat, maka dokter jaga/ perawat
ruangan melakukan tindakan penanggulangan kegawatan sesuai yang
dibutuhkan pasien, serta secepatnya menghubungi tim code blue melalui
telephone No 113 (internal) dengan menyebut “Code Blue Code blue code
blue” di ruangan X nomor kamar X diulang 3 kali. Bila ada panggilan code blue
maka tim code blue yang sedang berdinas saat itu, langsung melakukan
koordinasi ke koordinator wajib menghentikan kegiatan tugasnya saat itu, dan
segera menuju lokasi kejadian.
16
BAB IV
DOKUMENTASI
17