Anda di halaman 1dari 2

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Meningitis merupakan masalah kesehatan masyarakat yang serius karena
mengakibatkan beban bagi pelayanan kesehatan terutama di negara berkembang.
Penyakit infeksi susunan saraf pusat menduduki urutan kesembilan dari urutan
prevalens penyakit di Indonesia, sedang meningitis bakterial menduduki peringkat
sembilan dari sepuluh pola penyakit anak di 8 rumah sakit pendidikan. Tri Ruspandji
di Jakarta tahun 2000 mendapatkan meningitis bakterial sebesar 0,01 dari penderita
rawat inap dengan angka kematian yang disebabkan karena meningitis bakterial
adalah berkisar antara 13-18% di RSUD dr Soetomo Surabaya dari tahun 2000-2016
dengan angka kecacatan 30-40%. Di Jakarta tahun 2016 angka kematian akibat
meningitis bakterial sebesar 41,8% dan Yogyakarta sebesar 50% (Saharso dan
Hidayati, 2017).
Pengetahuan yang baik tentang faktor prognosis meningitis bakterial sangat
penting sehingga terapi dapat lebih cepat dan sesuai, dengan harapan menurunkan
angka kematian dan kecacatan (Saharso dan Hidayati, 2017).
Faktor prognosis mayor yang menyebabkan memburuknya prognosis pada
penderita meningitis bakterial dari beberapa kepustakaan dikatakan: 1). Umur
penderita: Anak di bawah 1 tahun memiliki prognosis yang buruk, terutama bayi baru
lahir memiliki angka kematian yang tinggi 15-30% dan 20-40% dari yang bertahan
hidup akan mengalami gejala sisa neurologi yang permanen (Martin dan Urs, 2016);
2). Jenis kuman penyebab atau kultur positif (Marvin, 2015): kuman penyebab
berpengaruh pada prognosis dimana berdasarkan meta-analisis gejala sisa neurologi
pada Streptococcus pneumoniae 15-30% lebih tinggi dibanding Haemophilus
influenzae 5-20% (Kaaresen dan Flaegstad, 1995; Kornelisse dkk., 2015) angka
kematian dari Neisseria meningitidis sebesar 7,5% di antara kuman penyebab utama
meningitis bakterial (Martin dan Urs, 2016); 3). Berat ringannya infeksi (Marvin,
2015; Kirimi dkk., 2015): prognosis akan buruk bila ditemukan penyakit penyerta
yang berat atau sepsis, status gizi kurang, adanya gejala neurologi berat sebelum sakit,
kejang yang > 30 menit dan atau kejang yang tidak terkontrol (Chin dkk., 2005; Farag

1
dkk., 2005; Riviello dkk., 2017), koma, tanda-tanda syok, sel leukosit ≥ 100/mm3 dari
cairan serebrospinal (CSS) (Martin dan Urs, 2016); 4). Lamanya sakit sebelum
mendapat pengobatan (Fenichel, 2009): penderita yang terdiagnosis meningitis dan
mendapat terapi yang tepat dalam 24 jam pertama setelah timbulnya gejala akan
memiliki prognosis yang lebih baik gejala sisa 12% dibanding penderita yang
mendapat terapi setelah tiga hari atau lebih gejala sisa 59%; 5). Manajemen terapi dan
penanganan penyulit (Marvin, 2009; Fenichel, 2009; Lorens, 2013).

B. TUJUAN
1. Mampu menjelaskan pengertian meningitis
2. Mampu menjelaskan etiologi meningitis
3. Mampu menjelaskan gambaran klinis meningitis
4. Mampu menjelaskan patofisiologi meningitis
5. Mampu menjelaskan pathway meningitis
6. Mampu menjelaskan komplikasi meningitis
7. Mampu menjelaskan penatalaksanaan medis meningitis
8. Mampu menjelaskan asuhan keperawatan pada meningitis

C. MANFAAT
1. Bagi Pelayanan Kesehatan
a. Dapat meningkatkan pelayanan kesehatan dengan memberikan asuhan
keperawatan yang komprehensif, kolaborasi dengan disiplin ilmu kesehatan
lainnya seta melibatkan keluarga dalam merawat pasien meningitis.
b. Dapat digunakan sebagai pedoman dalam upaya peningkatan program
keperawatan dalam merawat pasien meningitis.

2. Bagi Pasien dan Keluarga Pasien


a. Pasien dan keluarga pasien mengetahui penyakit dan perawatan meningitis
dan dapat mencegah penyakit meningitis.

Anda mungkin juga menyukai