KELOMPOK 2
JENIFER TULANDI (19142010011)
SHINTIA L LOLOLUAN (19142010027)
ANASTHASIA FALLIA LAHEBA (19142010264)
ANGRIYANI MARSALITA ANIKI (19142010012)
FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN INDONESIA MANADO
2021
BAB I
PENDAHULUAN
1.2 Tujuan
1. Mengidentifikasi trend dalam keperawatan medikal bedah di Indonesia
2. Mengidentifikasi isu dalam keperawatan medikal bedah di Indonesia
3. Mengetahui implikasi trend dan isu keperawatan medikal bedah terhadap perawat di
Indonesia
1.3 Manfaat
2 Meningkatkan pemahaman perawat terhadap perkembangan trend dan isu keperawatan
medikal bedah di Indonesia.
3 Sebagai dasar dalam mengembangkan ilmu keperawatan medikal bedah
4 Mengetahui keterkaitan keperawatan medikal bedah dengan trend dan isu yang
berkembang dalam bidang kesehatan
5 Sebagai landasan dalam melakukan penelitian baik klinik dan preklinik
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Pelayanan kesehatan berkembang sangat pesat dengan sistem yang komplek, khususnya
pada keperawatan medikal bedah, salah satu faktor yang berpengaruh yaitu perubahan kehidupan
sosial masyarakat.
Trend dan isu dalam keperawatan medikal bedah merupakan salah satu komponen yang
membentuk filosofi keperawatan dan penyedia layanan keperawatan pada abad 21. Burke and
Lemone (1996) menjelaskan beberapa trend dan issue yang berkembang saat ini yaitu:
Perubahan populasi yang membutuhkan perawatan.
Menurut data statistik menunjukkan 50 % pasien yang dirawat di ruang akut adalah usia
>75 tahun dan 45 % yang dirawat di ruang critical care adalah usia 65 tahun.
- Penduduk lansia
Jumlah penduduk lansia meningkat secara tajam sejak tahun 1900. Penduduk lansia saat
ini berjumlah 12 % dari penduduk dunia. Lansia menderita penyakit kronik dan membutuhkan
perawatan jangka lama, perawatan di rumah dan layanan komunitas. Kantor Kementerian
Koordinator Kesejahteraan Rakyat (KESRA) melaporkan, jika tahun 1980 usia harapan hidup
(UHH) 52,2 tahun dan jumlah lansia 7.998.543 orang (5,45%) maka pada tahun 2006 jumlah
lansia menjadi 19 juta orang (8,90%) dan UHH juga meningkat (66,2 tahun). Pada tahun 2010
perkiraan penduduk lansia di Indonesia akan mencapai 23,9 juta atau 9,77 % dan UHH sekitar
67,4 tahun. Sepuluh tahun kemudian atau pada tahun 2020 perkiraan penduduk lansia di
Indonesia mencapai 28,8 juta atau 11,34 % dengan UHH sekitar 71,1 tahun.
- Pasien dengan HIV
Jumlah pasien dengan HIV meningkat secara tajam, lebih dari 40 juta jiwa
(www.voanews.com), di Indonesia kasus AIDS sejak 1987 sampai dengan 2004 mencapai
jumlah 2683 orang dan pada tahun 2005 jumlah penderita AIDS tercatat sekitar 2638 orang. Hal
ini menggambarkan bahwa telah terjadi ledakan epidemi pada tahun 2005.
- Penduduk miskin
Pada Maret 2007, jumlah penduduk miskin (penduduk yang berada di bawah garis
kemiskinan) di Indonesia sebesar 37,17 juta atau 16,58 persen dari total penduduk Indonesia saat
ini sebesar 224,177 juta (www.menkokesra.go.id, 2007). Hal ini dapat dikaitkan dengan
ketidakmampuan penduduk miskin dalam membayar fasilitas layanan kesehatan sehingga
pemerintah ikut bertanggung jawab dalam menyediakan layanan kesehatan bagi penduduk
miskin.
- Tunawisma
Berdasarkan data dari askes Indonesia menyebutkan bahwa sedikitnya 2,6 juta
gelandangan, anak jalanan, dan orang sakit jiwa akan dimasukkan ke skema kepesertaan program
jaminan kesehatan masyarakat (jamkesmas) tahun 2008 (www.mediaindonesia.com). Hal ini
merupakan tantangan bagi perawat medical bedah dalam menyediakan layanan asuhan
keperawatan yang meliputi layanan kep[erawatan emergencyi, layanan kesehatan masyarakat,
rawat jalan dan rawat inap (Burke and Lemone, 1996) Pemakaian Teknologi Komputer dalam
---- Keperawatan
Saat ini di Indonesia sedang dikembangkan telenursing, dimana asuhan keperawatan
dilakukan jarak jauh (www.ppni.go.id). Pengembangan komputer dalam kesehatan meliputi
sistem administrasi keperawatan, sistem diagnosa cepat, sistem jadwal dinas, pendidikan
berkelanjutan, rekam medik, asuhan keperawatan (Burke and Lemone, 1996)
- Sistem Layanan Kesehatan
Trend dan isu dalam sistem layanan kesehatan meliputi sistem upah, sistem rawat jalan,
perawatan intensif dan rehabilitasi, pendidikan keperawatan berkelanjutan untuk tingkat
spesialisasi, penentuan kebijakan dalam hal kualitas mutu rumah sakit dan berbasis komunitas -
-- Peran perawat dalam sistem kebijakan kesehatan
Trend dan isu dalam kebijakan kesehatan meliputi restrukturisasi sistem pelayanan
keperawatan, meminimalkan biaya kesehatan, managemen kasus, long term care
BAB III
PEMBAHASAN
Perkembangan trend keperawatan medikal bedah di Indonesia terjadi dalam berbagai bidang
yang meliputi:
a. Telenursing (Pelayanan Asuhan Keperawatan Jarak Jauh)
Menurut Martono, telenursing (pelayanan asuhan keperawatan jarak jauh) adalah
upaya penggunaan tehnologi informasi dalam memberikan pelayanan keperawatan dalam
bagian pelayanan kesehatan dimana ada jarak secara fisik yang jauh antara perawat dan
pasien, atau antara beberapa perawat.
Keuntungan dari teknologi ini yaitu mengurangi biaya kesehatan, jangkauan tanpa
batas akan layanan kesehatan, mengurangi kunjungan dan masa hari rawat, meningkatkan
pelayanan pasien sakit kronis, mengembangkan model pendidikan keperawatan berbasis
multimedia (Britton, Keehner, Still & Walden 1999). Tetapi sistem ini justru akan
mengurangi intensitas interaksi antara perawat dan klien dalam menjalin hubungan
terapieutik sehingga konsep perawatan secara holistik akan sedikit tersentuh oleh ners.
Sistem ini baru diterapkan dibeberapa rumah sakit di Indonesia, seperti di Rumah
Sakit Internasional. Hal ini disebabkan karena kurang meratanya penguasaan teknik
informasi oleh tenaga keperawatan serta sarana prasarana yang masih belum memadai.
g. Klinik HIV
Saat ini mulai berkembang klinik HIV di beberapa Rumah Sakit pemerintah
maupun swasta. Hal ini dilakukan dalam usaha mendeteksi dini akan HIV dan mencegah
penyebaran HIV di masyarakat. Target penderita adalah kelompok masyarakat dengan
resiko tinggi, misalnya pekerja sex, penderita HIV-AIDS, remaja, kelompok IDU
(injection drug use). Klinik ini masih terbatas dikembangkan dibeberapa rumah sakit saja.
Hal ini disebabkan karena kurangnya persiapan tenaga yang kompeten dalam bidang
tersebut serta sarana dan prasarana yang masih minimal.
Selain itu masyarakat masih belum siap untuk memanfaatkan klinik ini, karena
ada stigma dimasyarakat masih menganggap bahwa penyakit ini adalah penyakit kutukan
dan harus dikucilkan. Namun demikian, dalam praktik nyata, telah ada wadah khusus dari
Depkes RI untuk menjaring pengidap HIV/AIDS oleh VCT (Voluntary Counselling and
Testing). Usaha ini telah berhasil menjaring sejumlah pengidap AIDS dimana hingga
bulan Juni 2008 telah terdeteksi 12.686 (Depkes, 2008). Dari sejumlah pasien ini, apabila
diibaratkan dengan fenomena gunung es, maka sebenarnya disekeliling kita sudah
terdapat banyak pasien dengan HIV/AIDS.
a. Pemakaian tap water (air keran) dan betadine yang diencerkan pada luka.
Beberapa klinisi menganjurkan pemakaian tap water untuk mencuci awal tepi luka sebelum
diberikan NaCl 0,9%. Hal ini dilakukan agar kotoran-kotoran yang menempel pada luka dapat
terbawa oleh aliran air. Kemudian dibilas dengan larutan povidoneiodine yang telah diencerkan
dan dilanjutkan irigasi dengan NaCl 0,9%. Akan tetapi pemakaian prosedur ini masih
menimbulkan beberapa kontroversi karena kualitas tap water yang berbeda di beberapa tempat
dan keefektifan dalam pengenceran betadine.
b. Belum ada dokumentasi keperawatan yang baku sehingga setiap institusi rumah sakit
mengunakan versi atau modelnya sendiri-sendiri.
c. Prosedur rawat luka adalah kewenangan dokter
Ada beberapa pendapat bahwa perawatan luka adalah kewenangan medis, akan tetapi dalam
kenyataannya yang melakukan adalah perawat sehingga dianggap sebagai area abu-abu. Apabila
ditinjau dari bebarapa literatur, perawat mempunyai kewenangan mandiri sesuai dengan seni dan
keilmuannya dalam memberikan asuhan keperawatan pada pasien dengan kerusakan integritas
kulit.
d. Euthanasia: suatu issue kontemporer dalam keperawatan.
Saat ini mulai terdengar istilah euthanasia, baik aktif maupun pasif. Euthanasia aktif
merupakan tindakan yang sengaja dilakukan untuk membuat seseorang meninggal. Sedangkan
euthanasia pasif adalah tindakan mengurangi ketepatan dosis pengobatan, penghilangan
pengobatan sama sekali atau tindakan pendukung lainnya yang dapat mempercepat kematian
seseorang. Batas keduanya kabur, bahkan merupakan sesuatu yang tidak relevan.
Di Nederland euthanasia sudah dalam proses untuk dilegalisasi. Dikatakan bahwa 72% dari
populasi lebih cenderung untuk menjadi relawan euthanasia aktif. Dalam praktik nyata,
masyarakat telah melegalkan euthanasia pasif terutama dalam proses aborsi. Diyakini bahwa 30
tahun yang akan datang, euthanasia akan bergeser dari sesuatu yang ”samar-samar” menjadi
sesuatu yang legal. Dalam hal ini, perawat berada dalam posisi yang sangat baik untuk
mengkajinya secara lebih obyektif, sehingga akan menjadi kesempatan terbaik bagi perawat
untuk mengambil bagian terlibat aktif dalam mengembangkan kebijakan-kebijakan terkait,
khususnya pada kasus keperawatan medikal bedah.
e. Pengaturan sistem tenaga kesehatan
Sistem tenaga kesehatan di Indonesia saat ini belum tertata dengan baik, pemerintah belum
berfokus dalam memberikan keseimbangan hak dan kewajibaan antar profesi kesehatan. Rasio
penduduk dengan tenaga kesehatan pada tahun 2003 menunjukkan perawat 108,53, bidan 28,40
dan dokter 17,47 per 100.000 penduduk. Berdasarkan hasil penelitian dari DEPKES
menyebutkan bahwa puskesmas belum mempunyai sistem penghargaan bagi perawat.
f. Lulusan D3 Keperawatan lebih banyak terserap di Rumah sakit pemerintah dibandingkan S1
Dengan alasan tidak kuat menggaji lulusan S1 Keperawatan, banyak rumah sakit pemerintah
dan swasta yang menyerap lulusan D3 keperawatan. Dilihat dari jumlah formasi seleksi CPNS,
jumlah S1 sedikit dibutuhkan dibandingkan D3 keperawatan. Hal ini akan berdampak pada
kualitas layanan asuhan keperawatan pada lingkup medikal bedah yang hanya berorientasi
vokasional tidak profesional.
g. Peran dan tanggung jawab yang belum ditetapkan sesuai dengan jenjang pendidikan sehingga
implikasi di rs antara DIII, S1 dan Spesialis belum jelas terlihat.
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
a. Trend Keperawatan Medikal Bedal Bedah dan Dampaknya di Indonesia.
Beberapa trend yang terjadi dalam Keperawatan Medikal Bedah di Indonesia,
diantaranya adalah: telenursing, Prinsip Moisture Balance dalam Perawatan Luka, Pencegahan
HIV-AIDS pada Remaja dengan Peer Group, Program sertifikasi perawat keahlian khusus,
Hospice Home Care, One Day Care, Klinik HIV, Klinik Rawat Luka, Berdirinya organisasi
profesi keperawatan kekhususan, Pengembangan Evidence Based Nursing Practice di
Lingkungan Rumah Sakit dalam Lingkup Keperawatan Medikal Bedah. Disadari bahwa semua
trend tersebut belum seutuhnya diterapkan dalam pelayanan keperawatan di seluruh Indonesia.
b. Isu dalam Keperawatan Medikal Bedah dan Dampaknya di Indonesia
Beberapa isue yang berkembang dalam Keperawatan Medikal Bedah di Indonesia, antara
lain: Pemakaian tap water (air keran) dan betadine yang diencerkan pada luka, Belum ada
dokumentasi keperawatan yang baku sehingga setiap institusi rumah sakit mengunakan versi
atau modelnya sendiri-sendiri, Prosedur rawat luka adalah kewenangan dokter, Euthanasia: suatu
issue kontemporer dalam keperawatan, Pengaturan sistem tenaga kesehatan, Lulusan D3
Keperawatan lebih banyak terserap di Rumah sakit pemerintah dibandingkan S1, dan Peran dan
tanggung jawab yang belum ditetapkan sesuai dengan jenjang pendidikan sehingga implikasi di
rs antara DIII, S1 dan Spesialis belum jelas terlihat.
4.2 Saran
a. Seluruh perawat agar meningkatkan pemahamannya terhadap berbagai trend dan isu
keperawatan medikal bedah di Indonesia sehingga dapat dikembeangkan dalam tatanan layanan
keperawatan.
b. Diharapkan agar perawat bisa menindaklanjuti trend dan isu tersebut melalui kegiatan riset
sebagai dasar untuk pengembangan Evidence Based Nursing Practice di Lingkungan Rumah
Sakit dalam Lingkup Keperawatan Medikal Bedah.