Anda di halaman 1dari 19

‘’KERACUNAN BINATANG

DAN TUMBUHAN LAUT’’


KELOMPOK 6
NAMA ANGGOTA KELOMPOK

• Ridel Joshua Excel Paat / 19142010200


• Anasthasia Laheba/19142010264
• Reive Roring/1614201227
• Indri Laheping/19142010050
• Ferdinanda Refualu/19142010026
PENGERTIAN

• Toksin adalah suatu substansi yang memiliki gugus fungsional spesifik yang
terletak di dalam molekul dan menunjukkan aktifitas fisiologis yang kuat.
Adapun batasan dari toksin adalah substansi tersebut terdapat di dalam
tubuh hewan, tumbuhan dan makhluk hidup lainnya, merupakan zat asing
bagi korbannya atau bersifat anti gen dan merugikan bagi kesehatan
korbannya.
• Racun adalah zat atau bahan yang masuk ke dalam tubuh melalui mulut,
hidung (inhalasi), serta penerapan dan penyerapan melalui kulit, atau
digunakan terhadap organisme hidup dengan dosis relatif kecil akan
merusak kehidupan dan gangguan dengan fungsi satu atau lebih organ atau
jaringan.
PENYEBAB TOKSIN IKAN DAN
TUMBUHAN LAUT

- CIGUATOXIN
- PARALITIC SHELLFISH POISON (SAXITOXIN)
- AMNESIC SHELLFISH POISON
- NEUROTOKSIN SHELLFISH POISON (BREVITOXIN)
- DIARRETIC SHELLFISH POISON
PATOFISIOLOGI

Keracunan ikan dan tumbuhan laut terjadi melalui 2 mekanisme yaitu:


a. Disebut istilah Ciguatera poison, hal ini terjadi pada saat anda makan ikan
atau tumbuhan laut yang disebut dengan ikan baru karang atau reef yaitu
ikan yang tinggal di air tropis yang hangat yang telah merusak makanan
tertentu. Racun tidak mau pergi pada saat ikan telah dimasak atau
dibekukan.
b. Scombroid poison, yaitu suatu substansi seperti histamin yang terbentuk
didalam beberapa ikan dan tumbuhan laut dalam kondisi terlalu hangat saat
ditangkap. Histamin adalah suatu bahan kimia yang bertindak seperti
layaknya alarm yang membiarkan sistem kekebalan Anda mengetahui
bahwa ada infeksi atau peradangan atau benda asing menyerang bagian
tubuh Anda. Jika anda makan ikan yang tidak layak atau dengan baik
setelah menangkap anda mungkin akan bereaksi terhadap racun histamin
yagn dapat digunakan dalam tubuh anda.
MANIFESTASI KLINIK

Gejala awal keracunan reaksi alergi seperti kemerahan pada


wajah/berkeringat, rasa panas-sensasi di mulut dan tenggorokan,
pusing, mual, sakit kepala, jantung meningkat (berdebar), dan
gejala seperti flu. Gejala awal tersebut dapat bertambah dengan
ruam pada wajah, ruam badan seperti biduran, gatal-gatal,
bengkak-bengkak, diare jangka pendek, dan kram perut.
CARA MENGHINDARI KERACUNAN
IKAN DAN TUMBUHAN LAUT

Untuk menghindari keracunan scombroid pada ikan dan tumbuhan


laut sejak di tempat pertama kali diambil adalah dengan mencegah
produksi racun. Untuk itu harus dilakukan pendinginan pada suhu
4°C (40°F) sepanjang waktu penyimpanan. Jangan membeli ikan
yang disimpan dengan suhu 4°C, dan ikan harus segera digunakan
atau dimasak setelah waktu 48 jam pada suhu segar diatas
pendinginan.
Untuk menghindari keracunan ciguatera, jangan memakan ikan
yang biasanya menjadi pembawa racun. Yang meliputi amberjack,
kerapu, kakap, sturgeon (ikan yang menghasilkan telur), king
mackerel (ikan air tawar), barakuda dan belut moray. Racun yang
ada dalam ikan lebih terkonsentrrasi di dalam organ dalam ikan,
jadi sebaiknya jangan pernah mengkonsumsinya.
KOMPLIKASI

• Kejang
• Koma
• Henti jantung
• Henti napas (Apneu)
• Syok
PENANGANAN PERTAMA PADA
KERACUNAN
a. Kurangnya kadar racun yang masih ada didalam lambung dengan memberi
korban minum air putih atau susu mungkin mungkin.
b. Usahakan untuk mengeluarkan racun dengan membangkitkan korban untuk
muntah.
c. Usahakan untuk muntah dengan wajah menghadap ke bawah dengan kepala
menunduk lebih rendah dari korban agar
d. Bawa segera ke ruang gawat darurat rumah sakit terdekat.
e. Jangan memberi minuman atau berusaha memuntahkan isi perut korban bila ia
dalam keadaan pingsan. Jangan berusaha memuntahkannya jika tidak tahu racun
yang di telan
f. Jangan berusaha memuntahkan korban bila menelan bahan-bahan seperti anti
karat, cairan pemutih, sabun cuci, bensin, minyak tanah, tiner, serta pembersih
toilet
KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN

PENGKAJIAN
a. Pengkajian Primer b. Pengkajian Sekunder
 A (Airway) : Terjadi hambatan jalan nafas karena 1) Data Subjektif
terjadi hipersaliva • Riwayat kesehatan sekarang : Nafas yang cepat, mual
muntah, perdarahan saluran cerna, kejang, hipersaliva, dan rasa
terbakar di tenggorokan dan lambung.
 B (Breathing) : Terjadi kegagalan dalam pernafasan, • Riwayat kesehatan sebelumnya : Riwayat keracunan, bahan
nafas cepat dan dalam racun yang digunakan, berapa lama diketahui setelah keracunan,
ada masalah lain sebagai pencetus keracunan dan sindroma toksis
 C (Circulation) : Apabila terjadi keracunan karena zat yang ditimbulkan dan kapan terjadinya.
korosif maka percernaan akan mengalami perdarahan 2) Data Objektif
dalam terutama lambung. • Saluran pencernaan : mual, muntah, nyeri perut, dehidrasi
dan perdarahan saluran pencernaan.
• Susunan saraf pusat : pernafasan cepat dan dalam tinnitus,
 D (Dissability) :Bisa menyebabkan pingsan atau hilang disorientasi, delirium, kejang sampai koma.
kesadaran apabila keracunan dalam dosis yang • BMR meningkat : tachipnea, tachikardi, panas dan
banyak. berkeringat.
• Gangguan metabolisme karbohidrat : ekskresi asam organic
 E (Eksposure) :Nyeri perut, perdarahan saluran dalam jumlah besar, hipoglikemi atau erglikemi dan ketosis.
pencernaan, pernafasan cepat, kejang, hipertensi, • Gangguan koagulasi : gangguan aggregasi trombosit dan
aritmia, pucat, hipersaliva trombositopenia.
• Gangguan elektrolit : hiponatremia, hipernatremia,
hipokalsemia atau hipokalsemia
 F (Fluid / Folley Catheter) : Jika pasien tidak sadarkan
diri kateter diperlukan untuk pengeluaran urin
KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN

PENGKAJIAN

3) Pemeriksaan Penunjang
• Pemeriksaan laboratorium
Laboratorium rutin (darh, urin, feses, lengkap)tidak banyak membantu.

• Pemeriksaan khusus seperti : kadar kholinesterase plasma sangat membantu diagnosis keracunan IFO
(kadarnya menurun sampai di bawah 50 %. Kadar meth- Hb darah keracunan nitrit. Kadar barbiturat
plasma penting untuk penentuan derajat keracunan barbiturate.
• Pemeriksaan toksikologi :

 Penting untuk kepastian diagnosis, terutama untuk "visum repertum"

 Bahan diambil dari Muntuhan penderita / bahan kumbah lambung yang pertama (100 ml), Urine
sebanyak 100 ml, darah tanpa antikoagulan sebanyak 10 ml.
DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan hipersaliva

2. Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan distress pernafasan

3. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan mual, muntah


INTERVENSI KEPERAWATAN
NO DIAGNOSA KEPERAWATAN INTERVENSI

1 KETIDAKEFEKTIFAN BERSIHAN JALAN 1. MONITOR VITAL SIGN


NAPAS BERHUBUNGAN DENGAN 2. PELIHARA KEPATENAN JALAN NAFAS
HIPERSALIVA 3. LAKUKAN SUCTION UNTUK MENGHILANGKAN
HIPERSALIVA
4. BERIKAN BRONKODILATOR BILA PERLU
5. LAKUKAN FISIOTERAPI DADA BILA PERLU
6. MONITOR RESPIRASI DAN STATUS O2
7. BERIKAN INFUS DEXTROSE 5%

2. KETIDAKEFEKTIFAN POLA NAPAS 1. BUKA JALAN NAPAS, TEKNIK JAW THRUST


BERHUBUNGAN DENGAN DISSTRES 2. BERIKAN OKSIGEN THERAPY 4-6L (NASSAL
PERNAFASAN KANUL)
3. MONITOR ALIRAN OKSIGEN
4. MONITOR VITAL SIGN
5. AUSKULTASI SUARA NAPAS

3. KEKURANGAN VOLUME CAIRAN 1. MONITOR TTV


BERHUBUNGAN DENGAN MUAL, 2. LAKUKAN KUMBAH LAMBUNG APABILA
MUNTAH KERACUNAN BUKAN DISEBABKAN ZAT
KOROSIF
3. BERIKAN ANTIDOT UNTUK MRNGHILANGKAN
EFEK RACUN
4. BERIKAN PENGGANTI NASOGASTRIK SESUAI
OUTPUT
5. KOLABORASIKAN PEMBERIAN CAIRAN IV
JURNAL
MANFAAT EDUKASI PENANGANAN KERACUNAN
DAN GIGITAN BINATANG BERACUN

PENDAHULUAN
Keracunan merupakan kondisi yang dapat kita temukan dimana saja.
Keracunan disebabkan oleh berbagai faktor, antara lain makanan, kosmetik dan
bahan kimia. Berdasarkan data Badan POM selama tahun 2016 jumlah kasus
keracunan tertinggi yaitu disebabkan oleh binatang (2.733 kasus) dan di urutan
ke-dua terbanyak yaitu disebabkan oleh makanan (1.259 kasus) .
Keracunan dan gigitan binatang berbisa adalah kondisi kedaruratan yang
sering terjadi di masyarakat kita. Kedua kondisi tersebut dapat mengancam
nyawa apabila penanganannya terlambat.
Keterlambatan penanganan biasanya diakibatkan karena masyarakat awam
belum tahu cara tepat penatalaksanaannya sehingga yang terjadi adalah
kepanikan saat menghadapi kondisi tersebut .
Gigitan binatang berbisa juga dapat mengakibatkan kondisi keracunan.
Penyebabnya paling sering adalah gigitan serangga, ular, sengatan ikan laut beracun.
Kondisi gigitan binatang berbisa merupakan salah satu masalah kesehatan yang
banyak dialami oleh negara di daerah tropis dan subtropis, seperti Indonesia.
Racun dari binatang berbisa ini dapat berdampak pada kondisi toksik dalam
peredaran darah, yang berujung pada kematian .

Warga Desa Wedomartani Ngemplak Sleman, sebagian besar berprofesi sebagai


petani. Aktivitas utama paling sering dilakukan di sawah maupun di kebun.
Beberapa dari kader mengatakan belum tahu secara tepat tentang cara
penatalaksanaan keracunan secara umum maupun gigitan binatang berbisa.

Hasil diskusi yang dilakukan oleh tim peneliti dengan perwakilan kader menjelaskan
bahwa mereka belum pernah mendapatkan pendidikan kesehatan tentang
pertolongan pertama pada keracunan dan gigitan binatang beracun. Berdasarkan
uraian singkat tersebut, maka tim melakukan kegiatan pendidikan kesehatan dan
pelatihan pertolongan pertama pada keracunan dan gigitan binatang beracun.
Perawat gawat darurat dan kritis juga mempunyai tanggung jawab
dalam membentuk masyarakat yang tanggap dengan situasi gawat yang
mengancam kehidupan, dengan memberikan pendidikan kesehatan dan
pelatihan sederhana, dengan demikian diharapkan perawat gawat
darurat dapat memberikan sumbangan informasi sebagai wujud
intervensi keperawatan.

Intervensi pendidikan kesehatan ini tentang pengelolaan kondisi


keracunan dan gigitan binatang beracun di masyarakat, diharapkan
dapat mengurangi dampak komplikasi lanjut yang berbahaya seperti
kecacatan organ maupun kematian.

Tujuan penelitiannya adalah meningkatkan pengetahuan dan


ketrampilan kader kesehatan dalam penanganan kondisi keracunan dan
gigitan binatang beracun.
METHODE
Jenis penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan desain quasi
eksperimen. Penelitian ini melakukan analisis deskriptif terhadap data tingkat
pengetahuan sebelum dan sesudah diberikan intervensi.
Teknik pengambilan sampel menggunakan purposive sampling, dan responden
yang memenuhi kriteria inklusi sebanyak 20 orang.

Kegiatan yang dilaksanakan yaitu pendidikan kesehatan tentang pertolongan


pertama pada keracunan dan gigitan binatang berbisa. Materi yang disampaikan
dalam pendidikan kesehatan meliputi pengertian keracunan, penyebab keracunan,
pertolongan pertama keracunan dan gigitan binatang beracun.

Semua responden dalam penelitian ini juga mendapatkan leaflet yang dapat
dibawa pulang setelah kegiatan ini selesai. Leaflet yang diberikan diharapkan
membantu mengingatkan kembali terhadap materi promosi kesehatan yang telah
disampaikan.
Sebelum dan setelah rangkaian kegiatan, responden akan diberikan kuesioner
tentang tingkat pengetahuan penanganan keracunan dan gigitan binatang beracun.
Penelitian ini menganalisa secara distribusi frekuensi, tingkat pengetahuan sebelum
dan sesudah mendapatkan intervensi.
KESIMPULAN
Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat peningkatan
pengetahuan kader terhadap penanganan keracuan dan gigitan
binatang beracun setelah diberikan pendidikan kesehatan dan simulasi
di Desa Wedomartani Ngemplak Sleman Yogyakarta
TERIMA KASIH
KELOMPOK 6

Anda mungkin juga menyukai