Anda di halaman 1dari 2

Eksistensi Lengger Banyumas

sebagai Kesenian Cross Gender

Kabupaten Banyumas tidak hanya dikenal bahasa ngapak dan mendoannya saja.
Lebih dari itu, Kabupaten Banyumas merupakan daerah yang sangat kaya akan
kesenian dan kebudayaan yang hingga saat ini terus diupayakan kelestariannya.
Kesenian pada Kabupaten Banyumas sangat beragam dan potensial salah satunya
yakni Lengger Banyumas.

Lengger Banyumas merupakan seni tari tradisional asli Kabupaten Banyumas yang
masih terus dilestarikan hingga saat ini. Pada zaman dahulu lengger digunakan
sebagai simbol ritual rasa syukur pada masa panen. Namun pada zaman sekarang
Lengger bisa kita lihat hanya pada acara-acara tertentu. Misalnya seperti pada acara
‘Pekan Raya Banyumasan'. Mbok Dariah merupakan maestro Lengger Lanang
Banyumas.
Lengger merupakan pertunjukan seni tari di mana dalam pertunjukan tersebut para
penari menari dengan diiringi nyanyian sinden dan tabuhan alat musik tradisional
calung. Kata lengger merupakan penggabungan kata atau dalam bahasa jawa disebut
jarwo dhosok dari kata “Leng” yang berarti lubang dan “Ger” yang berarti jengger.
Maksudnya yakni dikira wanita ternyata laki-laki. Tarian lengger umumnya
dibawakan oleh beberapa orang penari laki-laki yang dirias wajahnya dan
menggunakan pakaian layaknya penari wanita. Tak hanya riasan dan pakaiannya
saja yang seperti penari wanita, gerak tubuhnya saat menari pun gemulai layaknya
penari wanita pada umumnya.
Apabila pada seni tari lainnya penari laki-laki menari dengan gagah, berbeda dengan
lengger yang penari laki-lakinya menari dengan langkah yang sempit layaknya
penari wanita. Hal inilah yang menjadikan lengger sebagai kesenian cross gender
atau lintas gender.
Cross gender merupakan suatu istilah yang digunakan untuk menggambarkan
persilangan antara karakter perempuan yang diperankan oleh laki-laki ataupun
sebaliknya. Penyilangan karakter atau cross gender ini dapat kita temukan pada
kesenian salah satunya yakni seni tari lengger. Para penari Lengger hanya
melakukan penyilangan karakter, bukan pergantian jenis kelamin. Namun
penyilangan karakter tersebut hanya berlangsung saat pertunjukan saja, pada
kesehariannya para penari lengger sama seperti laki-laki pada umumnya.
Adanya fenomena cross gender ini seringkali menjadi pro dan kontra bagi para
masyarakat. Sebagian masyarakat menganggap bahwa cross gender sah-sah saja
dilakukan apabila hal tersebut untuk kepentingan seni dan tidak mengubah karakter
dari para penarinya. Namun sebagian masyarakat lainnya meyakini bahwa laki-laki
seharusnya tidak menari dengan menggunakan riasan dan pakaian seperti layaknya
wanita. Kontra inilah yang akhirnya memunculkan adanya stigma negatif kepada
para penari.
Dampak dari adanya kontra dan stigma tersebut secara tidak langsung berdampak
kepada eksistensi seni tari lengger yang menjadikannya kian hari kian redup. Pada
zaman sekarang minat anak muda untuk melestarikan kesenian lengger sangat
sedikit. Oleh karena itu diperlukan adanya upaya-upaya yang giat untuk
melestarikan seni tari lengger. Salah satunya yakni dengan cara pelatihan dan
membawa seni tari lengger hingga ke ranah internasional.
Salah satu tokoh yang berhasil membawa seni tari Lengger Banyumas hingga ke
ranah Internasional yakni Rianto. Beliau berhasil membentuk komunitas lengger di
negara Jepang. Apabila tertarik untuk berlatih atau mendapatkan informasi lebih
mengenai Lengger Banyumas, teman-teman dapat berkunjung ke Rumah Lengger
yang berada di Kecamatan Banyumas.

Anda mungkin juga menyukai