Anda di halaman 1dari 3

PRINSIP HUKUM DALAM PERLINDUNGAN KONSUMEN

A. Prinsip pertanggungjawaban

Prinsip ini dapat dilihat dari prinsip tanggung jawab (fault liability atau liability based on foult)
berdasarkan adanya unsur kesalahan. Prinsip ini berlaku dalam ketentuan hukum pidana. Dalam
hukum perdata prinsip ini lazim disebut perbuatan melawan hukum (berdasarkan Pasal 1365
KUHPerdata, penerapan pasal ini mengharuskan terpenuhinya 4 unsur pokok yaitu:

1. Adanya perbuatan
2. Adanya unsur kesalahan
3. Adanya kerugian yang diderita
4. Adanya kausalitas antara kerugian dan kesalahan

1. Prinsip tanggung jawab berdasarkan kelalaian/kesalahan (negligence)

Tanggung jawab berdasarkan kelalaian merupakan prinsip tanggung jawab yang bersifat subjektif,
artinya tanggung jawab yang ditentukan oleh perilaku produsen. Berdasarkan prinsip ini, kelalaian
produsen yang membawa akibat pada kerugian yang dirasakan konsumen adalah faktor penentu
adanya hak konsumen untuk mengajukan gugatan ganti rugi pada produsen. Prinsip ini menyatakan,
seseorang baru dapat dimintakan pertanggungjawabkan secara hukum apabila ada unsur kesalahan
yang dilakukannya.

Prinsip ini dibagi menjadi:

a. Tanggung jawab berdasarkan kelalaian/kesalahan dengan persyaratan hubungan kontrak,


yaitu teori tanggung jawab yang paling merugikan konsumen. Gugatan konsumen hanya
dapat dilakukan jika telah memenuhi unsur kelalaian dan kesalahan dan hubungan kontrak
antara produsen dan konsumen.
b. Tanggung jawab berdasarkan kelalaian/kesalahan dengan beberapa pengecualian
terhadap persyaratan hubungan kontrak. Dalam prinsip ini terdapat 3 (tiga) pengecualian
terhadap hubungan kontrak, pertama, pengecualian berdasarkan alasan karakter produk
membahayakan kesehatan dan keselamatan konsumen. Kedua, pengecualian berdasarkan
konsep implied invitation di mana tawaran produk pada pihak ketiga yang tidak memiliki
hubungan hukum. Ketiga, jika produk membahayakan konsumen, kelalaian produsen untuk
memberitahu kondisi produk saat penyerahan barang dapat melahirkan tanggung jawab
hukum kepada pihak ketiga, walaupun tidak ada hubungan hukum antara produsen dan
konsumen.
c. Tanggung jawab berdasarkan kelalaian/kesalahan tanpa persyaratan hubungan kontrak.
Prinsip ini memiliki filosofi di mana pelaku usaha yang menjual produk berbahaya,
bertanggung jawab bukan karena atau berdasarkan kontrak, melainkan karena ancaman
yang dapat diperhitungkan jika tidak melakukan upaya untuk mencegah kerugian konsumen.
d. Prinsip praduga lalai dan prinsip praduga bertanggung jawab dengan pembuktian terbalik.
Prinsip ini mengandung arti bahwa dengan adanya beban pembuktian terbalik, kelalaian
tidak perlu dibuktikan lagi. Berdasarkan doktrin ini, pembuktian dibebankan kepada pihak
tergugat, apakah tergugat lalai atau tidak. Prinsip ini menyatakan bahwa tergugat selalu
dianggap bertanggung jawab sampai ia dapat membuktikan ia tidak bersalah.
2. Prinsip tanggung jawab berdasarkan wanprestasi (breach of warranty)

Gugatan berdasarkan breach of warranty dapat diterima walaupun tidak ada hubungan kontrak,
namun dengan pertimbangan bahwa dalam praktik bisnis modern, proses distribusi dan iklan
langsung ditujukan kepada konsumen melalui media massa. Maka, tidak perlu ada hubungan
kontrak yang mengikat antara produsen dan konsumen.

Prinsip ini dibagi menjadi:

a. Tanggung jawab berdasarkan jaminan produk yang tertulis (express warranty). Express
warranty adalah jaminan dalam bentuk kata-kata atau tindakan penjual, artinya pernyataan
yang dikemukakan produsen merupakan janji yang mengikat produsen untuk memenuhinya.
b. Tanggung jawab berdasarkan jaminan produk yang tidak tertulis (implied warranty).
Artinya, tanggung jawab dibebankan kepada produsen dan produk yang didistribusikan
kepada konsumen sudah memenuhi standar kelayakan.

B. Prinsip product liability

Menurut Agnes M Toar memberikan product liability ini adalah sebagai tanggung jawab produsen
untuk produk yang telah dibawanya ke dalam peredaran yang menimbulkan atau menyebabkan
kerugian karena cacat yang melekat pada produk tersebut. Prinsip ini memiliki dasar bahwa
konsumen tidak dapat berbuat banyak untuk memproteksi diri dari risiko kerugian yang disebabkan
oleh produk cacat, maka dari itu penerapan prinsip ini terhadap produsen memberikan perlindungan
bagi konsumen. Karena, tidak dibebani untuk membuktikan kesalahan produsen akibat penggunaan
suatu produk.

Dari sisi sejarahnya prinsip prodict liability ini lahir dari adanya ketidakseimbangan tanggung jawab
antara produsen dan konsumen. Dimana pada awalnya produsen menerapkan strategi Product
Oriented dalam pemasaran produknya harus mengubah strateginya menjadi consument oriented,
maka disinilah dibutuhkan norma hukum yang mengatur hubungan produsen dan konsumen/

Gugatan produk liability dapat dilakukan berdasarkan 3 hal:

a. Melanggar jaminan (breach of waranty), misalnya khasiat yang timbul tidak sesuai dengan janji
yang terteta dalam kemasan produk;

b. Ada unsur kelalaian (negligence) yaitu pelaku usaha lalai memenuhi standart obat yang baik;

c. Menerapkan tanggung jawab mutlak (strict liability).

C. Prinsip Tanggung Jawab dengan Pembatasan

Prinsip tanggung jawab dengan pembatasan (limitation of liability principle) sangat disenangi oleh
pelaku usaha untuk dicantumkan sebagai klasul eksonerasi dalam perjanjian standar yang dibuatnya.
Prinsip ini sangat merugikan kosumen bila diterapkan sepihak. Dalam UUPK seharusnya pelaku
uasaha tidak boleh secara sepihak menentukan klasul yang merugikan konsumen, termasuk
membatsai tanggung jawabnya. Jika ada pembatasan mutlak harus berdasrkan pada peraturan
perundang – undangan yang jelas

C. PRINSIP LAINNYA

a. Prinsip Let the buyer beware

Prinsip ini beranggapan bahwa pelaku usaha dan konsumen adalah dua pihak yang sangat seimbang
sehingga tidak perlu ada proteksi apapun bagi konsumen Kenyataannya, konsumen tidak mendapat
informasi yg jelas mengenai produk yang dikonsumsinya.

Penyebabnya, keterbatasan konsumen dan ketidakterbukaan pelaku usaha mengenai produk


tersebut Akibatnya, Konsumen didikte oleh pelaku usaha. Jika, konsumen mengalami kerugian,
pelaku usaha dapat dengan ringan berdalih, semua itu karena kelalaian konsumen sendiri.
Kesimpulannya, Dalam suatu hubungan jual- beli keperdataan, yang wajib berhati-hati adalah
pembeli. Adalah kesalahan konsumen jika ia sampai membeli dan mengkonsumsi produk yang tidak
layak.

Saran : Konsumen yang cerdas, dapat menerapkan teori ini pada saat bertransaksi, tindakan adalah
dengan lebih jeli melihat (misalnya) tanggal kadaluwarsanya, cara pemakaiannya, kualitas
produknya, dll.

b. Prinsip Due Care Theory

Prinsip ini menyatakan bahwa pelaku usaha mempunyai kewajiban untuk berhati-hati dalam
memasyarakatkan produk. Pembuktian dibebankan kpd si penggugat (konsumen) yg hrs
membentangkan bukti- bukti bahwa produk tersebut akibat kelalaian dari tergugat. (Psl 1865
KUHPdt)

c. Prinsip The Privity of Contract

Prinsip ini beranggapan bahwa, pelaku usaha mempunyai kewajiban untuk melindungi konsumen,
tetapi hal itu harus dapat dilakukan jika di antara mereka telah terjalin suatu hubungan kontraktual.
Pelaku usaha tidak dapat disalahkan atas hal- hal di luar yang diperjanjikan. Permasalahan banyak
terjadi pada perjanjian baku atau perjanjian standar, apalagi jika perjanjian baku tersebut
mengandung klausula eksonerasi.

d. Prinsip Kontrak Bukan Syarat

Pada prinsip ini kontrak bukan lagi syarat untuk menetapkan eksistensi suatu hubungan hukum.
Pada saat transaksi sudah ada perikatan antara konsumen dan pelaku usaha Lihat pengertian &
syarat perikatan (pasal 1313 & 1320 KUH Pdt.

Anda mungkin juga menyukai