Ada beberap prinsip tentang kedudukan konsumen dalam hubungan hukum dengan
Pelaku usaha dan konsumen adalah dua pihak yang sangat seimbang sehingga tidak
perlu ada proteksi apapun bagi si konsumen. Namun konsumen tidak mendapatkan akses
informasi yang sama terhadap barang atau jasa yang dikonsumsikannya. Ketidakmampuan
itu bisa karena keterbatasan pengetahuan konsumen, bahkan terlebih lagi banyak
Akhirnya, konsumen pun didikte oleh pelaku usaha. Jika konsumen mengalami kerugian,
pelaku usaha dengan ringan berdalih, semua itu karena kelalaian konsumen sendiri.
berpendapat bahwa dalam suatu hubungan jual beli keperdataan, yang wajib berhati-hati
adalah pembeli. Kesalahan pembeli (konsumen) jika ia sampai membeli dan mengkonsumsi
produk, baik barang maupun jasa. Selama berhati-hati dengan produknya, ia tidak dapat
pelaku usaha, seseorang harus dapat membuktikan, pelaku usaha itu melanggar prinsip
kehati-hatian.
haknya atau membantah hak orang lain, atau menunjuk pada suatu peristiwa, maka
Pasal ini berlaku dalam lapangan hukum perdata, baik terhadap konsumen yang
Pelaku usaha mempunyai kewajiban untuk melindungi konsumen, tetapi hal itu baru
dapat dilakukan jika diantara mereka telah terjalin suatu hubungan kontraktua. Pelaku usaha
tidak dapat disalahkan atas hal-hal di luar yang diperjanjikan, artinya konsumen boleh
1. Prinsip Tanggung Jawab Berdasarkan Unsur Kesalahan.( Fault Liability atau Liability
Based on Fault).
Prinsip ini diatur dalam Pasal 1365 KUHPerdata tentang perbuatan melawan hukum
a. adanya perbuatan;
pembuktian ada pada si tergugat. Jika diterapkan dalam kasus hukum perlindungan
konsumen, maka yang berkewajiban untuk membuktikan kesalahan itu ada di pihak
pelaku usahayang digugat. Tergugat ini yang harus menghadirkan bukti-bukti, dirinya
tidak bersalah. Tentu saja konsumen tidak lalu berarti dapat sekehendak hati mengajukan
gugatan. Posisi konsumen sebagai penggugat selalu terbuka untuk digugat balik oleh
Principle).
Prinsip ini hanya dikenal dalam lingkup transaksi konsumen yang sangat terbatas, dan
pembatasan demikian biasanya secara akal sehat dapat dibenarkan. Pelaku usaha dapat
usaha dapat ditunjukkan. Pihak yang dimintakan untuk membuktikan kesalahan itu
Prinsip tanggung jawab yang menetapkan kesalahan tidak sebagai faktor yang
dibebaskan dari tanggung jawab, misalnya Force Majeure seperti bencana alam.
Menurut R.C. Hoeber et al., biasanya prinsip tanggung jawab mutlak ini diterapkan
kesalahan dalam suatu proses produksi dan distribusi yang kompleks, diasumsikan
pada harga produknya, asas ini dapat memaksa produsen lebih hati-hati.
Prinsip tanggung jawab mutlak dalam hukum perlindungan konsumen dapat dikenakan
pada produsen atau pelaku usaha yang memasarkan produknya yang merugikan
konsumen. Asas tanggung jawab ini dikenal dengan nama “Product Liability” artinya
produsen wajib bertanggunga jawab atas kerugian yang diderita konsumen atas
(tiga) hal, yaitu : melanggar jaminan (misalnya khasiat yang timbul tidak sesuai dengan
janji yang tertera dalam kemasan produk); ada unsur kelalaian(produsen lalai
memenuhi standar pembuatan obat yang baik, dan menerapkan tanggung jawab mutlak.
Prinsip ini sangat disenangi oleh pelaku usaha untuk dicantumkan sebagai klausula
eksonerasi atau pengecualian dalam perjanjian standar yang dibuatnya. Prinsip ini
sangat merugikan konsumen bila ditetapkan secara sepihak oleh pelaku usaha.
Seharusnya pelaku usaha tidak boleh secara sepihak menentukan klausula yang