Anda di halaman 1dari 20

KASIH YANG MEMPERSATUKAN

Babak I
Adegan I

Suasana ruang latihan Sanggar Drama. Beberapa pemain nampak sedang berkumpul.
Ada yang mengeluh, ada yang sedang melamun, ada yang marah - marah Ada yang sedang
berbincang-bincang dengan serius. Tiba - tiba masuk dari sebelah kanan panggung seorang
pemuda yang bernama JEFFRY. Pemuda lain segera menghampirinya.
Dewi : Gimana Jef, hasilnya ?
Jeffry : ( terdiam )
Yudi : Iya Jef... Bagaimana ?? Ada kemajuan engga nich ??
Jeffry : Entahlah. Malas aku membicarakannya.
Yudi : Loh, Koq begitu jawabanmu Jef ??
Jeffry : Habis aku harus bagaimana lagi. Sudah tidak ada lagi yang harus dibicarakan.
Dewi : Maksudmu bagaimana ??
Jeffry : Iya, tidak ada jalan lagi. Semua cara sudah dicoba
Dewi : Jadi maksudmu................
Jeffry : Ya seperti yang aku bilang tadi....
Nathan : Sudahlah . Tidak perlu terlalu di besar - besarkan. Toch kita pun tahu bagaimana
mereka. Sebaiknya kita mengalah saja. Untuk kepentingan kita juga.
Simon : Tunggu dulu. Mengalah bagaimana maksudmu. Coba tolong jelaskan.
Nathan : Ya.. Maksudku, kalau kita tetap berkeraspun tidak ada gunanya. Malah merugikan
kita.
Simon : Tidak bisa. Aku tetap tidak bisa menerima sikapnya. Kita harus berpegang pada
prinsip kita. Iya toch. Iya Toch
Dewi : Lalu kita harus bagaimana ??. Acara Natal sudah semakin dekat.
Yudi : Benar. Waktu kita tinggal 2 bulan. Apakah kita tinggal diam saja ?
Jeffry : Ya.. terserah kalian sajalah. Aku sebagai ketua sanggar ini sudah tidak berminat lagi
untuk meneruskan proyek ini.
Simon : Bah. ! Bicaramu macam orang hilang harapan saja. Biar bagaimanapun, proyek ini
harus tetap kita laksanakan.
Jeffry : Ya kau hadapilah mereka - mereka itu.
Simon : Akh. Kau macam tak kenal aku saja. Kalau aku yang hadapi mereka, bisa - bisa
terjadi keributan besar.
Jeffry : Nach, kau sendiri tahukan bagaimana kalau berurusan dengan mereka. Pokoknya
aku sudah memutuskan untuk keluar dari proyek ini.
Dewi : Jangan gitu , Jeff. Kita kan sudah lama merencanakan proyek ini. Masakan mau
dibubarkan begitu saja ??
Nathan : Aku sependapat dengan Dewi. Sebaiknya kita jangan terburu - buru mengambil
keputusan. Sebaiknya kita pikirkan dulu baik - baik.
Jeffry : Apalagi yang harus dipikirkan ? Semuanya sudah jelas. Mereka tetap bersikeras
dengan
pendapat mereka.
Yudi : Ya sudahlah kalau begitu. Kita tunda dulu latihan kita sampai keadaan kita
memungkinkan. Bagaimana ?
Dewi : Ya... aku sih setuju-setuju saja.
Simon : Ach...aku tetap tidak setuju. Tapi.... kalau kalian memutuskan seperti itu, aku
terpaksa
ikut sajalah. Kau sendiri bagaimana ,Nathan ?
Nathan : Ya. Aku rasa untuk sementara ,ini merupakan keputusan yang terbaik. Bukan begitu
,
Jeff ?
Jeffry : Oke, aku setuju !
Dewi : So, kapan kita kumpul lagi ?
Jefry : Nanti aku hubungi kalian. Sekarang kalian boleh pulang dulu.
LALU MEREKA MEMBERESKAN TEMPAT LATIHAN . LAMPU BLACK OUT
SLOWLY. JEFFRY DUDUK TERMENUNG. LALU MENGELUARKAN SEPUCUK
SURAT DARI
SAKUNYA. FULL BLACK OUT.

Adegan II

JEFFRY DUDUK SEORANG DIRI. CAHAYA REDUP. MUSIK MENGALUN


DENGAN NADA-NADA MISTIRIUS. DI TANGAN JEFFRY TERDAPAT SEPUCUK
SURAT. LALU MUNCUL LINA SEKRETARIS KOMISI KESENIAN.
Lina : Jeff, aku sungguh kecewa dengan sikapmu dalam rapat tadi. Sikapmu betul-betul tidak
dewasa.
Jeffry : Lho ! Memang aku tidak boleh menyampaikan pendapatku ?
Lina : Ya..... Tapi seharusnya sikapmu tidak begitu.
Jeffry : Jadi kau membelanya ? Percuma saja selama ini aku mempercayaimu. Apakah karena
kau sebagai sekretaris komisi kesenian, lalu kau mati-matian membelanya.
Lina : Aku tidak membela siapa-siapa.
Jeffry : Lalu apa maksud kata-katamu tadi ?!!
Lina : Aku cuma ingin menyatakan ketidakpuasanku terhadap sikapmu tadi. Kalau kau tidak
bisa menerimanya ya sudah . Tidak usah kita bicarakan lagi. Kau memang selalu mau
menang sendiri.
Jeffry : Lina ! kau jangan menuduh aku sembarangan !
Lina : Aku tidak menuduhmu. aku hanya bicara kenyataan.
Jeffry : Sudahlah. Kau memang selalu maunya memojokkan aku saja.
Lina : Bukan begitu,Jeff. Aku tidak bermaksud memojokkanmu. aku hanya berharap supaya
masalah ini dapat dibicarakan dengan baik-baik antara kau sebagai ketua sanggar drama
dengan pihak komisi kesenian, khususnya dengan Benny.
Jeffry : Aku rasa sudah tidak ada lagi yang perlu dibicarakan dengannya. Bukankah semua itu
sudah jelas seperti matahari di siang bolong. Aku dianggap tidak mampu mengurus
sanggar.
Lina : Lho, Memangnya si Benny bicara apa padamu ?
Jeffry : Ah....sudahlah. Aku sudah bosan menjelaskannya pada semua orang. toh semuanya
sudah tahu duduk perkaranya. si Benny itu memang mau menjatuhkan diriku.
Lina : Aku rasa kamu terlalu terbawa oleh emosi. Coba tenangkan dirimu dulu,Jeff. Belun
tentu Benny bermaksud demikian.
Jeffry : Lina ! Aku heran dengan sikapmu itu. Kau selalu membelanya. Sepertinya.....
Lina : Jeff....! Sebenarnya aku.........
Jeffry : Ah, sudahlah !! Aku mau pulang. Masih banyak urusan yang harus ku selesaikan.(
langsung meninggalkan Lina)
Lina : Jeff....Jeffry !! Dengarkan dulu.....!!

Adegan III
Lina masih berdiri termanggu-manggu. Benny masuk.
Benny : Hei,non ! Lagi ngapain ? Koq bengong saja !
Lina : Benny ! bikin kaget orang saja ! Aku lagi bingung,nih .....
Benny : Bingung kenapa ?
Lina : Aku tidak tahu, Ben. Aku bingung dengan sikap Jeffry.
Benny : Jeffry lagi, Jeffry lagi...., kenapa sih kita harus selalu membicarakannya. Mengapa
tidak lebih baik membicarakan tentang kita...
Lina : Tentang kita.....? ( terheran-heran ) Tentang kita bagaimana....?
Benny : Yaaah.... ( berhati-hati ) tentang persahabatan kita, tentang....
Lina : Ah, Benny, Benny.... ternyata kau masih saja egois. Yang kau pikirkan cuma diri
sendiri....
Benny : Maksudmu, egois bagaimana?
Lina : Coba kau pikir... Natal tinggal dua bulan lagi, Jeffry mengundurkan diri, semua
rencana
pementasan Natal menjadi berantakan, hanya gara-gara kau dan Jeffry
tidak sepaham. Seharusnya kau segera mengambil inisiatif untuk menyelesaikan
masalah ini , tapi ini.... malah bicara tentang kitalah, tentang....
Dewi : Eh, si Benny ! sedang apa kau, Ben ?
Benny : Ah, tidak. Aku sedang membicarakan soal natal dengan Lina.
Dewi : Oh, begitu. Tapi bukankah sanggar kami sudah mengundurkan diri dari acara natal ?
Benny : Ah,masa ? ! Lin, bukankah kau tadi mengatakan hanya si Jeffry yang mengundurkan
diri dari acara natal dan bukan seluruh anggota sanggar drama.
Lina : Memang begitu kenyataannya. Kalau masalah seluruh anggota sanggar mengundurkan
diri dari acara natal, aku kurang begitu tahu.
Benny : (Bingung) Huh ! Aku sudah duga. Memang si Jeffry itu orang yang tidak
bertanggung
Jawab.
Lina : Jangan berprasangka buruk dulu, Ben! Kita harus menyelidiki terlebih dulu, mengapa
si
Jeffry sampai bersikap seperti itu?
Benny : Alaaah... buat apa kita buang-buang waktu. Sudah jelas-jelas dalam rapat yang lalu,
ia
sendiri yang mengajukan pengunduran diri.
Lina : Tapi, sikapmu itu, Ben.. Sikapmu itu terlalu memaksa!
Benny : Memaksa....?? Memaksa bagaimana?!
Dewi : Lho, lho, memangnya ada apa sih? Kok kelihatannya gawat betul? Setahuku sih,
Jeffry
memang sudah tidak berminat dari mulanya, karena ada kesibukan kantor yang tidak
bisa ditinggalkan....
Lina : Kok kamu tahu, Wi?
Dewi : Eh...eh.., (lihat arloji) aduh, sorry nih... aku harus segera pulang... sudah janji dengan
Mama mau ke Roxy Mas... yuk, Wi, Ben... ( out terburu-buru ).
Benny : Oke... aku juga sudah lapar nih. Ayo, Lin, pulang sama-sama!
Lina : Tidak usah, Ben. Aku masih ada urusan lain.
Benny : Oke deh kalau begitu. Sampai jumpa pada rapat hari Minggu. (OUT).
LINA TERMENUNG SEJENAK. TERDENGAR MUSIK MENGALUN
PERLAHAN. LAMPU REDUP PERLAHAN-LAHAN. BLACK-OUT. LINA KELUAR.

Babak II
Adegan I

SORE HARI. RUANG TAMU RUMAH JEFFRY. TAMPAK JEFFRY SEDANG


DUDUK SANTAI SAMBIL MEMBACA MAJALAH. MUNCUL IBU JEFFRY DARI
RUANG DALAM.
Ibu Jeffry : Lho, kok tumben gini hari masih di rumah, Jeff. Ini ‘kan hari Rabu? Tidak latihan
sandiwara?
Jeffry : Ah, lagi malas, Ma...
Ibu Jeffry : Malas..?? Sebentar lagi ‘kan Natal! Memangnya tidak bikin pementasan?
Jeffry : Lagi nggak mood..
Ibu Jeffry : Heran, tidak biasa-biasanya kamu bersikap seperti ini. Biasanya semangat ‘45.
Biar
hujan lebat, biar lagi flu berat, jalan terus... Kok ini kelihatannya
lesu.
Jeffry : Ah, sudahlah, Mam. Jangan membicarakan soal itu terus, bosan ah!
Ibu Jeffry : Lho... kok begitu sih jawabnya...
Jeffry : Habis, orang sudah bilang lagi nggak mood, mama mendesak terus...
Ibu Jeffry : Bukan mendesak...., mama cuma heran saja, tiba-tiba kamu tidak bersemangat
seperti
itu, biasanya kan kamu yang paling ngotot membela kepentingan kelompok sandiwara
kamu.... Kenapa?
Jeffry : Nggak, nggak kenapa-kenapa, cuma lagi malas aja....
Ibu Jeffry : Malas... apa lagi ada masalah?
Jeffry : Udahlah..., ma, bicara soal lain aja, kenapa sih? Bosan! Itu-itu melulu yang
diomongin!
Ibu Jeffry : Mama yakin kalau begitu kau pasti ada masalah dengan kelompok sandiwaramu
itu.
Iya... kan? Mengenai persiapan untuk perayaan Natal ya? (Jeffry diam) Iya, kan?
Jeffry : ( menarik napas panjang ) Kok mama tahu sih?
Ibu Jeffry : Ya..tahu dong..., mama kan anggota panitia Natal bagian acara....
Jeffry : Lho, kok mama nggak bilang-bilang sih kalau terpilih jadi panitia Natal?
Ibu Jeffry : Rapatnya saja baru kemarin.
Jeffry : Terus... bagaimana mama bisa tahu soal pementasan sandiwara....
Ibu Jeffry : Dalam rapat kemarin , selintas dibicarakan mengenai rencana pementasan
sandiwara itu.
Ada yang bilang rencana itu terancam batal, karena anggota kelompok sandiwara
menyatakan mengundurkan diri termasuk ketuanya. Ketuanya kan kamu, betul kan ?
Jeffry : He..eh...
Ibu Jeffry : Nah, itulah sebabnya mama tanyakan tadi, kenapa. Kenapa tiba-tiba kamu jadi
mengundurkan diri ?
Jeffry : Ah... Ngak kenapa-napa , nanti saja Jeffry ceritakan . Sekarang lagi malas ah...
Ibu Jeffry : Ya, sudah kalau kamu belum mau cerita . Mama cuma mau mengingatkan , natal
itu
sudah dekat . Kamu boleh ngambek sama manusia, tapi jangan sekali-kali dengan
Tuhan
Jeffry : Iya , deh ma , iya, mama kayak pendeta aja ?
Ibu Jeffry : Iya..dong , begini-begini kan mama pernah kuliah teologia. Ya, udah deh, mama
mau ke
persekutuan doa dulu. Kamu ngak kemana-mana kan ? Jaga rumah , ya ?
Jeffry : Oke, mam ! Pokoknya beres deh !

MAMA KELUAR MUSIK BERTAMBAH KERAS. LAMPU REDUP PERLAHAN-


LAHAN. BLACK OUT
Adegan II
JEFRRY SEDANG MENGETIK SESUATU DENGAN SERIUS. TIBA-TIBA
TERDENGAR KETUKAN DI PINTU. JEFFRY BERJALAN MENGHAMPIRI PINTU
DAN MEMBUKANYA.
Simon : ( menyeruak masuk ) Aaaah... rupa-rupanya sudah jadi pertapa kau sekarang ya?!
Aku cari kau kemana-mana, rupanya ngumpet (e dibaca seperti dalam kata lebar) di
rumah, hah?!
Jeffry : Ngumpet! (e dibaca biasa) Ngumpeeet.... (e dibaca seperti logat Simon).
Simon : Iya, ngumpet! (tetap dengan logatnya dan dengan wajah tak bersalah).
Jeffry : Ah, sudahlah, sudah, dasar lidah susah diatur!
Simon : Ah! Kau!
Jeffry : Terus, angin apa yang meniup kamu ke mari, tidak biasa-biasanya kamu mampir ke
rumah ku?
Simon : Ah, aku cuma kebetulan lewat, lalu aku ingat sudah lama tidak bertemu dengan kau.
Aku pikir, sebagai teman tak ada salahnya aku menengok, barangkali saja kau sakit...
Jeffry : Wah, wah, wah, lagak mu seperti pendeta saja. Sejak kapan kamu punya hati
selembut
malaikat? Rasa-rasanya belum pernah aku melihat Simon yang penuh perhatian seperti
ini. Belajar dari mana kau?
Simon : Manusia kan bisa berubah, Jeff. Bisa berubah... Lagipula tak ada salahnya kan, kalau
dalam keadaan seperti ini, aku lebih memberikan perhatian pada teman-teman.
Bukankah Alkitab juga mengatakan: Bertolong-tolonganlah kamu dalam menanggung
beban....
Jeffry : Hebat...hebat ! Belajar darimana kau ? Memang kau rajin ke gereja, tapi kalau lagi
ada
maunya. Apalagi kalau sudah dekat-dekat hari Natal.
Simon : Lho, memang kenyataannya begitukan ? Buat apa sering-sering datang ke gereja
kalau
harus berhadapan dengan topeng- topeng.
Jeffry : Bertopeng apa maksudmu ?
Simon : Ya...seperti si Benny itulah. Kau kan sudah tahu sendiri,bagaimana susahnya
berbicara
dengan orang seperti itu. Buktinya saja mengenai acara Natal yang sudah dipersiapkan
dengan matang menjadi mentah begitu saja, gara-gara tidak sesuai dengan
keinginannya. Iya kan,Jeff ?
Jeffry : Memang sih begitu kenyataannya. Tapi kau jangan menghakimi orang,sebelum tahu
duduk persoalannya. Mungkin saja dia punya pandangan-pandangan lain yang
bertentangan dengan pandangan kita mengenai pementasan itu. Aku sendiri masih
menganalisa permasalahan ini. tapi.....
( Sementara itu terdengar suara Nathan memanggil Jeffry )
Simon : Sepertinya suara si Nathan .........
Jeffry : Coba aku lihat dulu. Eh, tumben kau ! Ayo masuk.
Simon : Eh, kau Nathan ! Bisa juga kau sampai kesini. Pasti deh.... pasti deh.....
Nathan : Ah....Seperti iklan TV saja.
Simon : Lho, kan memang begitu. Kalau Nathan tiba-tiba datang , Pasti ada sesuatu.
Nathan : Memang aku membawa berita yang kurang enak di dengar tentang sanggat kita.
Jeffry : Berita apa ?
Simon : Melihat tampang mu yang serius itu,pasti berita yang kau bawa pasti berita buruk.
Ayo
cepat kau ceritakanlah...
Nathan : Begini. kalian tau tidak mengapa Benny sampai mengirim surat seperti itu kepada
Jeffry
Jeffry : Wah, Kalau soal itu sich aku tidak tahu. Lagi pula kan itu urusan Benny. Kalau aku
sudah tidak dipercaya, ya sudah.
Simon : Apalagi aku, mana ku tau urusannya si Benny. Lagi pula peduli apa aku dengan si
Benny itu.
Nathan : Makanya aku kemari untuk memberitahukan kalian. Kalian mau mendengarkan apa
tidak ??
Simon : Ya sudah. Sudah.. Cepatlah kau bicara.
Jeffry : Memangnya apa sich yang kau ketahui ?? Bicaralah kalau itu memang penting bagi
kami, dan bisa menyelesaikan masalah kita.
Nathan : Begini, aku dengar, sebenarnya si Benny ingin menangani sendiri pementasan itu,
karenaia bermaksud mengajak Lina memerankan salah satu peran dalam drama tersebut,
dan berpasangan dengannya.
Simon : Alah.... Kau ini janganlah terlalu mengada - ada Nathan.
Nathan : Sungguh. Aku mendapatkan ini dari sumber yang dapat dipercaya.
Simon : Ach.. Aku tidak percaya dengan berita itu. Kau percaya Jeff ???
Jeffry : Yach tergantung. Bisa percaya, bisa tidak
Simon : Ach pakai teka teki pula kau ini.
Jeffry : Sebenarnya kamu dapat berita itu dari mana Than ??
Nathan : Ah..... Pokoknya ada aja. Percayalah kepadaku. aku tidak akan membohongi kalian.
Simon : Lalu tindakkan kita selanjutnya apa ??
Jeffry : Ah...Tidak tahulah. Berilah aku kesempatan untuk memikirkannya. Lagipula belum
tentu berita itu benar.
Nathan : Ya sudah. Aku hanya memberitahukan kalian. percaya sukur tidak ya sudh. Maaf
aku
harus permisi dulu. Ada urusan penting yang harus aku lakukan. ( Nathan out )
Simon : Ah... Ada - ada saja si Nathan itu. Tapi barangkali benar juga kata - katanya itu.
Jeffry : Aku rasa tidak mungkin si Benny berbuat itu. Tapi kalau melihat sikapnya terhadap
Lina, bisa jadi benar juga kata - kata si Nathan.
Simon : Wah... Tambah pusing aku. Lebih baik aku cabut dulu lah. Okelah sampai ketemu
dan
aku tunggu kabar dari aku sajalah. ( Simon out. dan Jeffry melanjutkan mengetik . black out )

Babak III
Adegan I
( Yudith, dewi dan Nathan sedang berbicang-bincang ).
Yudith : Jadi bagaimana dong ? Sudah sekian lama kita menunggu. Jadi tidak sih latihannya ?
Dewi : Memangnya benar kata-katamu tadi , Nathan ?
Nathan : Kata-kata yang mana ya ?
Dewi : Soal si Benny yang mau menggantikan Jeffry dalam menangani pementasan Natal itu.
Nathan : Oh, soal itu....Kelihatannya sih begitu.
Yudith : Lho,kog kelihatannya ? Pastinya bagaimana ?
Nathan : Benny tidak keberatan kalau memang ia ditunjuk untuk menangani pementasan
Natal nanti.
Dewi : Terus terang aku tidak setuju kalau Benny menggantikan Jeffry menangani
pementasan
untuk natal nanti. Benny kan tidak mempunyai latar belakang seni drama sama sekali.
Nathan : Yaah, setuju tidak setuju deh, daripada pementasannya batal. Lagipula , kupikir
Jeffry
itu memang kurang bertanggung jawab. Masa, gara-gara persoalan dia dengan Benny,
dengan gampangnya dia membatalkan semuanya. Huuh... kalau saja aku....
Dewi : Lho, kok tiba-tiba kamu sewot begitu sih, Than?
Yudith : Iya, nggak biasa-biasanya, ada apa sih? Kamu lagiii....
Nathan : (AGAK GUGUP) Ah, tidak, tidak... aku... cuma... sekedar mengeluarkan pendapat
saja...
Dewi : Sepertinya...., kamu nggak suka sama Jeffry... ada masalah apa sih?
Nathan : Tidak, tidak, aku tidak punya masalah apa-apa. Yang punya masalah kan Jeffry
dengan
Benny, bukan aku…..
Yudith : Tapi sepertinya kau tidak senang dengan Jeffry ?
Nathan : Ah,tidak... Kenapa kau berpendapat seperti itu ?
Yudith : Yah, soalnya selama ini kan kamu selalu berpihak pada Jeffry, kenapa sekarang
mendadak kamu berpihak pada Benny. Diberi apa kamu oleh Benny? Disuap ya?
Nathan : He! he! Jangan sembarang menuduh, Non. Biar cakep-cakep begini, yang namanya
Nathan, pantang menerima suap. Tahu!?
Dewi : Habis, kamu aneh sih. Tiba-tiba saja berpihak pada Benny!
Nathan : Aku tidak berpihak pada Benny....
Dewi : Lantas, apa maksudmu berbicara seperti itu, hah? Ayo, jawab!
Nathan : Aku... aku...
Yudith : Nah, tidak bisa jawab kan? Aku jadi curiga, jangan-jangan kamu....
MUNCUL JEFFRY. PEMBICARAAN TERHENTI.
Dewi : Itu Jeffry! Ayo Nathan, aku ingin mendengar alasanmu dengan kata-katamu tadi....
Nathan : Ah, sudahlah, aku sudah mengatakannya pada Jeffry, jangan kita perpanjang lagi
soal itu.
Yudith : Ternyata kamu takut kan! Aku yakin, pasti ada yang kamu sembunyikan...
Nathan : Sudah, sudah kataku!
Jeffry : Ada apa nih, kok kelihatannya serius sekali?
Dewi : Ini... Nathan...
Nathan : (CEPAT-CEPAT MEMOTONG) Ah... kami sedang membicarakan mengenai
rencana
Benny mengambil alih latihan, seperti yang telah kusampaikan padamu kemarin.
Jeffry : Ooooh.... soal itu?
Nathan : Aku heran, Jeff. Kok tidak ada malu-malunya si Benny bersikap seperti itu...
Yudith : Lho, tadi kamu....
Jeffry : Aku rasa, Benny memang sudah keterlaluan...
Nathan : Kalau dia memang ingin menanganinya sendiri, mengapa tidak berterus terang saja?
Mengapa harus pakai menjelek-jelekkan kamu segala?
Dewi : Nathan, kamu ini bagaimana sih, tadi...
Jeffry : Kupikir-pikir, si Benny itu perlu juga diberi pelajaran....
Nathan : Tenang, Jeff, tenang... jangan terburu nafsu....
Jeffry : Tidak! Aku sudah cukup bersabar selama ini, tapi kalau caranya seperti itu, siapa
yang tahan!
Jeffry bergegas keluar. dewi dan yudith berpandangan dengan heran.
Nathan : Eh, eh, mau ke mana kamu, Jeff. Sabar dulu... (Jeffry out.)
Dewi : Kamu ini bagaimana sih, Nathan. Sebentar berpihak pada Benny, sebentar berpihak
pada Jeffry....
Yudith : Iya.. seperti orang yang nggak punya pendirian! Plintat-plintut begitu! Apa sih
maunya
kamu?
Nathan : Aku, aku cuma bermaksud menyelamatkan pementasan itu! Memangnya salah?
Yudith : Tapi caramu itu, lho. Caramu itu, bisa-bisa menambah keruh suasana!
Nathan : Ya, sudah... kalau pendapatku tidak bisa diterima, lebih baik aku pulang saja!
Nathan ngloyor pergi, meninggalkan dewi dan yudith kebingungan. tiba-tiba muncul
benny.
Benny : Lho, kok kalian masih di sini, ada apa?
Dewi : Katanya ada latihan untuk pementasan natal, jadi kami datang ke mari...
Benny : Latihan...? Siapa yang bilang, kan Jeffry sudah mengundurkan diri dan rencana
pementasan sudah dibatalkan....
Yudith : Katanya kamu yang akan meneruskan menangani latihan untuk pementasan
tersebut!
Benny : Aku...? (memandang dewi dan yudith bergantian dengan wajah tidak percaya)
Yudith : Mengapa kamu memandangi kami seperti itu? Adakah yang salah dalam ucapan
kami?
Benny : Jelas ada yang salah, Dewi, Yudith!
Dewi & Yudith : Maksudmu...?!
Benny : Ha, ha, ha,... sejak kapan sih yang namanya Benny menjadi pelatih drama, jadi
pemain saja belum pernah. Kalian sendiri tahu kan, sejak dulu aku paling tidak bisa bermain
drama. Kok sekarang tiba-tiba jadi pelatih lagi.
Dewi : Waah... tambah bingung aku jadinya...
Benny : Dari mana kalian dapat berita seperti itu?
Yudith : Mula-mula kami diberitahu oleh Simon, bahwa hari ini ada latihan, jadinya kami
mampir ke mari. Lalu barusan kami bertemu Nathan yang mengatakan bahwa kamulah yang
akan mengambil alih latihan. Tapi....
Benny : Lalu... mana Simon
Yudith : Tidak tahu, ternyata sejak tadi ia tidak muncul...
Dewi : Kami telepon ke rumahnya juga tidak ada...
Benny : (berpikir sejenak) Ah, begini saja, kalian pulang saja dulu, hari sudah sore, nanti aku
cari tahu duduk perkara yang sebenarnya. Oke?!
Dewi & Yudith : Oke! Daag... (Dewi dan Yudith out).
Benny : (BERGUMAM SENDIRI SAMBIL BERJALAN KELUAR) Nathan.... Nathan....
jangan-jangan... ah.. tak mungkin... tak mungkin.... (OUT).
Musik terdengar makin keras. lampu redup perlahan-lahan. black out.
Adegan II
Panggung menggambarkan suasana jalan yang sepi. di latar belakang nampak tembok
yang dipenuhi corat-coret. ada tumpukan sampah di pojok jalan. benny muncul sendirian dan
berjalan dengan kepala agak tertunduk. tiba-tiba dari arah berlawanan muncul dua pemuda
dengan penampilan seperti anak-anak berandal, langsung menghampiri Benny.
Pemuda 1 : Hei! Apakah kamu yang bernama Benny?
Benny : (menengok dengan terkejut) Ya. Saudara ini siapa?
Pemuda 1 : Kamu tidak perlu tahu! Tugas kami adalah memberi pelajaran padamu!
Benny : Apa maksudmu?
Pemuda 2 : Sudah, hajar bleh, hajar...
Pemuda 1 langsung memukul benny. benny berusaha menghindar, tapi pemuda 2
mulai ikut memukulinya.
Benny : Hei, hei... tunggu... tunggu... apa-apaan ini. Kalian pasti salah paham...
Pemuda 1 : Jangan banyak bicara. Kalau mau jelas, tanya sendiri sama Jeffry, kami cuma
menjalankan tugas, huh, rasakan ini... (Buk, buk, buk....).
Benny : Aduh.... aduh... tolong... tolooong....
Mereka terus memukuli benny. akhirnya benny jatuh terkulai dengan tubuh yang
penuh memar.
Pemuda 2 : Ayo, cepat , kita lapor sama Jeffry, tugas sudah dilaksanakan!
Pemuda 1 dan Pemuda 2 bergegas kabur meninggalkan benny yang terbaring di
jalan sambil mengerang-erang. musik bergema riuh rendah, cahaya redup perlahan-lahan.
beberapa orang masuk. terjadi rame-rame di panggung. benny digotong keluar. Black out.
BABAK IV
ADEGAN I
RUANG TAMU RUMAH BENNY. SUASANA HENING. CAHAYA AGAK REDUP.
SESEKALI TERDENGAR SUARA BATUK DARI RUANG DALAM. TERDENGAR
KETUKAN DI PINTU. SEORANG GADIS BERGEGAS KELUAR MENGHAMPIRI
PINTU.
226. Vera : Siapa?! (TIDAK ADA JAWABAN. TERDENGAR KETUKAN DI PINTU
LAGI).
Huuuhh.... (KESAL) siapa sih, pagi-pagi sudah mengganggu ketenangan orang!
(MEMBUKA PINTU DAN TERKEJUT) Oh! Om Pendeta dan Om Majelis... maaf...
silakan masuk.... (TERSIPU-SIPU).
PENDETA MASUK DIIKUTI SEORANG MAJELIS.
227. Pendeta : Selamat pagi, Vera, orangtuamu ada?
228. Vera : Mama ada, papa sedang tugas ke luar kota.
229. Majelis : Oooh...
230. Vera : Sebentar, saya panggilkan mama, silakan duduk dulu Om.
VERA KELUAR. PENDETA DAN MAJELIS DUDUK. SEBENTAR KEMUDIAN VERA
MASUK BERSAMA IBUNYA.
231. Ibu Benny : Selamat pagi Pendeta Lukas, selamat pagi Pak Rusdi...
232. Pendeta & Majelis : Selamat pagi...
233. Ibu Benny : Senang sekali mendapat kunjungan Bapak Pendeta dan Bapak Majelis...
234. Pendeta : Ini sudah menjadi tugas kami, Bu Budi, untuk mengunjungi para jemaat.
235. Majelis : Ya. Betul sekali apa yang dikatakan Bapak Pendeta, apalagi kami mendengar
Benny
baru saja terkena musibah. Bagaimana keadaannya, Bu Budi?
236. Ibu Benny : Syukurlah tidak parah lukanya, hanya memar di beberapa tempat. Menurut
pemeriksaan dokter, tidak ada luka yang membahayakan. Hanya saja ia mengalami sedikit
shock dan perlu banyak istirahat. Sekarang sih sudah membaik. Vera, coba tolong panggilkan
kakakmu....
237. Pendeta : Tidak usah, Bu Budi. Vera, jangan diganggu dulu kakakmu itu, biar dia
beristirahat
dulu, supaya cepat pulih kesehatannya. Kami hanya ingin tahu keadaan yang sebenarnya dan
bagaimana hal itu sampai terjadi?
238. Majelis : Kami hampir tidak percaya kalau Jeffry terlibat dalam pengeroyokan terhadap
Benny, tapi itulah kenyataan yang kami terima. Sulit sekali rasanya untuk mempercayai hal
tersebut.
239. Vera : Setahu Vera, kak Jeffry tidak pernah bersikap kasar, hanya sekali-sekali memang
suka terlihat emosional, tapi dia suka menolong, kalau ada yang mengalami kesulitan.
240. Ibu Benny : Terus terang saja, kami sekeluarga tidak percaya dan berharap bahwa kabar
yang kami dengar adalah keliru. Yang kami tahu selama ini Jeffry dan Benny cukup dekat
bersahabat. Namun kenyataannya, Benny mendengar dengan jelas pengeroyok itu menyebut-
nyebut nama Jeffry.
241. Pendeta : Sungguh aneh. Hanya Tuhan saja yang tahu, mengapa tiba-tiba saja Jeffry
berbuat
nekat seperti itu.
242. Vera : Menurut omongan di antara teman-teman yang sempat Vera dengar, memang
antara kak Benny dan kak Jeffry sedang terjadi selisih paham mengenai rencana pementasan
Natal.
243. Majelis : Ya, soal itu memang pernah dilaporkan ke saya. Tapi saya pikir itu hanya
perselisihan biasa di antara anak muda, yang pada akhirnya toh akan diselesaikan oleh
mereka sendiri. Jadi saya tidak terlalu menaruh perhatian dan merasa tidak perlu ikut campur
di dalamnya. Saya tidak menyangka persoalannya akan menjadi seperti ini. Saya sungguh
menyesal.
244. Ibu Benny : Jangan berkata begitu, Pak Rusdi. Semuanya ini di luar tanggung jawab
Bapak.
Perhatian yang Bapak berikan sudah menyenangkan hati kami. Seperti yang dikatakan
Pak Pendeta tadi, tak seorangpun yang tahu mengapa semua ini sampai terjadi, kecuali
Tuhan.
245. Pendeta : Apakah kejadian ini sudah dilaporkan ke polisi, Bu Budi?
246. Ibu Benny : Belum, kami bermaksud menyelesaikannya secara kekeluargaan. Tapi
sudah beberapa
kali kami mencoba menelepon keluarga Jeffry, selalu saja tidak ada yang menjawab.
Kami heran, sepertinya rumah tersebut tidak ada yang tinggal.
247. Vera : Lagipula sudah beberapa hari ini kak Jeffry tidak kelihatan di gereja, padahal
biasanya
dia suka mampir...
TIBA-TIBA TERDENGAR KETUKAN HALUS DI PINTU.
248. Ibu Benny : Vera, coba lihat, siapa yang datang!
249. Vera : Baik, ma... (BERJALAN KE PINTU DAN MEMBUKANYA) Oh, kak Lina,
mari
silakan masuk...
250. Ibu Benny : Ooooh, nak Lina, tante kira siapa... ayo, mari masuk...
251. Lina : Terima kasih, tante... oh, om Lukas dan om Rusdi ada di sini juga...
252. Pendeta : Iya. Apa kabar dengan papa dan mamamu? Sudah lama om tidak ketemu?
253. Lina : Papa dan mama baru saja kembali dari Surabaya, habis menjenguk saudara papa
yang
sakit.
254. Pendeta : Ooooh... begitu...
255. Lina : Tante, keadaan Benny bagaimana? Sudah baikan?
256. Ibu Benny : Yaa.. syukurlah keadaannya sudah membaik... Vera, kok tidak ambilkan
minum untuk
om Lukas dan om Rusdi...
257. Vera : Oh iya, sampai lupa... (BERANJAK KELUAR).
258. Ibu Benny : Sekalian buat kak Lina juga!
259. Majelis : Aduh, pakai repot-repot segala, Bu Budi, kami tidak akan lama kok...
260. Ibu Benny : Ah, tidak apa-apa, hanya sekedar air putih saja...
261. Pendeta : Nak, Lina, apakah kamu mendengar sesuatu tentang Jeffry, selama ini
kelihatannya
kalian cukup dekat...
262. Lina : (AGAK TERSIPU) Itulah yang ingin saya sampaikan. Tiba-tiba saja, Jeffry
seperti
menghilang. Ketika saya dan teman-teman mencoba mampir ke rumahnya kemarin,
ternyata rumahnya dalam keadaan terkunci rapat...
263. Ibu Benny : Ooooh... begitu.... pantesan, beberapa kali tante mencoba menelepon ke
rumahnya,
tidak ada yang angkat. Rupanya benar-benar kosong rumahnya. Ke mana ya, mereka
pergi?
264. Lina : Tidak tahu, tante. Tetangganya yang ditanyapun, tidak dapat memberikan
jawaban
yang pasti.
265. Majelis : Waaah... agak aneh juga ya, kalau Jeffry tidak terlibat dalam kasus ini,
mengapa ia
harus menyembunyikan diri?
266. Pendeta : Sebaiknya, kita jangan terlalu cepat mengambil kesimpulan, bisa saja mereka
memang
sedang mempunyai keperluan yang mendadak.
VERA MASUK MEMBAWA BEBERAPA GELAS MINUMAN.
267. Ibu Benny : Ayo, minum dulu... Pendeta Lukas, Pak Rusdi.... dan.. nak Lina...
268. Majelis : Terima kasih...
MEREKA SEMUANYA MINUM.
269. Lina : Menurut kabar yang saya dengar, katanya sudah ada yang melaporkan peristiwa
tersebut ke polisi...
270. Pendeta : Oya... siapa ya orang tersebut?
271. Lina : Tidak tahu pasti, hanya katanya seorang pemuda. Malahan yang memprihatinkan
teman-teman adalah kabar ditemukannya sebuah pen berinisial JN di tempat kejadian
yang berarti membuat Jeffry semakin terpojok. Sebab JN dapat berarti Jeffry
Narliman...
272. Majelis : Wah, kenyataan ini sungguh tidak mengenakkan...
273. Pendeta : Baiklah kita serahkan saja semuanya kepada Tuhan, sebab hanya Tuhan saja
yang tahu
apa yang sebenarnya terjadi. Mari kita berdoa bersama-sama...
LALU MEREKA BERDOA BERSAMA-SAMA. TERDENGAR SUARA MUSIK
PERLAHAN-
LAHAN.
274. Pendeta : Dalam nama Tuhan Yesus, Juruselamat dan Tuhan kami yang hidup, Amin....
Baiklah
Bu Budi, kami berharap Benny cepat pulih kembali dan semuanya dapat terselesaikan
dengan baik, berdoalah terus, kiranya Tuhan menolong dan memberkati kita semua...
275. Ibu Benny : Terima kasih, Pak Pendeta...
276. Majelis : Mari Bu Budi, kami permisi dulu...
277. Ibu Benny : Terima kasih, Pak Rusdi...
278. Majelis : Sama-sama...
MEREKA BERSALAM-SALAMAN. PENDETA DAN MAJELIS KELUAR. VERA
MEMBERESKAN GELAS-GELAS, LINA DAN IBU BENNY BERBINCANG-BINCANG
SEBENTAR. MUSIK MAKIN KERAS. KETIGANYA KELUAR KE RUANG DALAM.
CAHAYA REDUP PERLAHANLAHAN. BLACK OUT.
BABAK V
ADEGAN I
RUANG LATIHAN. SEDANG BERKUMPUL SEMUA ANGGOTA SANGGAR DRAMA.
MEREKA
SEDANG RAMAI BERBINCANG-BINCANG.
279. Simon : Aku sama sekali tidak mengira, kalau Nathan akan berbuat nekat seperti itu...
280. Dewi : Bukan cuma kamu, kita semua juga nyaris tidak bisa percaya...
281. Yudith : Bagaimana bisa percaya, selama ini kita tahu Nathan itu bicaranya lemah
lembut, tidak
suka kasar, kok tiba-tiba bisa melakukan perbuatan tercela seperti itu.
282. Simon : Makanya, jangan gampang tertipu oleh penampilan seseorang. Contohnya aku
ini,
biarpun penampilanku nampak sedikit garang, tapi hatiku kan selembut sutera....
TERDENGAR SUARA SERENTAK “Huuu.....!!!” YANG MENGEJEK SIMON.
283. Lina : Air laut siapa yang asinin...?
284. Simon : Tapi... aku betul-betul tak habis pikir...
285. Vera : Jaaangan... kak Simon... jangan dihabisin pikirnya, nanti jadi nggak punya pikiran
deh...
286. Simon : Huss! Kau ini, anak kecil...! Nah, sampai di mana tadi?
287. Yudith : Sampai tidak habis pikir, apanya yang tidak habis pikir, sih?
288. Simon : Iyaa.. kalau si Nathan terlibat pengeroyokan terhadap Benny, mengapa nama
Jeffry
yang disebut-sebut pengeroyok itu?
289. Lina : Ooooh... soal itu? Begini... ternyata Nathan mempunyai nama kecil Jufri, jadi...
nama
lengkapnya adalah Jufri Nathanael, supaya kedengaran keren, teman-temannya
memanggilnya Jeffry....
290. Simon : Jadi! JN itu Jufri Nathanael?!
291. Dewi : Seratus untuk Simon!
292. Simon : Ooooh.... kalau begitu, aku tahu sekarang, pen yang ditemukan di tempat
kejadian
pasti milik Nathan, soalnya... ada inisial JN! (DENGAN BANGGA).
293. Lina : Kalau soal itu, kamu terlambat. Polisi sudah mengetahuinya. Berdasarkan bukti
tersebut dan beberapa bukti pendukung lainnya, Nathan dan kedua temannya telah
ditahan polisi...
294. Simon : Oh! Tapi... masih ada satu hal yang bikin aku penasaran. Kalau Jeffry tidak
terlibat
dalam kasus ini, mengapa pula ia tiba-tiba menghilang tanpa kabar berita?
295. Dewi : Dia bukannya menghilang, tapi pulang kampung!
296. Simon : Maksudmu?
297. Dewi : Sehari sebelum peristiwa pengeroyokkan terhadap Benny, mamanya Jeffry
mendapat
interlokal dari Palembang yang memberitahukan bahwa kakeknya Jeffry sakit keras,
jadi mereka segera berangkat ke Palembang , tanpa sempat memberitahu siapa-siapa.
298. Simon : Tapi... mengapa ya, si Nathan sampai hati berbuat seperti itu terhadap Benny.
Apa
kesalahan Benny padanya...?
299. Lina : Benny pernah bilang, kalau ia pernah berselisih paham dengan Nathan di tempat
kerja,
tapi itu sudah lama berlalu.
300. Simon : Soal apa?
301. Lina : Benny tidak pernah mengatakannya. Aku kira, hanya Tuhan dan mereka berdua
saja
yang tahu...
TIBA-TIBA MUNCUL JEFFRY.
302. Jeffry : Hallo, apa kabar semuanya?
303. Lina : Nah, itu dia orangnya sudah datang.
304. Yudith : Kok cepat sekali sampainya...
305. Jeffry : Dari bandara, aku langsung ke sini, takut kalian terlalu lama menunggu.
Bagaimana
keadaan Benny? Sudah sembuh?
306. Vera : Sudah! Kak Benny sudah tidak apa-apa kok, kemarin ia sudah masuk kerja!
307. Jeffry : Oh, kau juga ada di sini, Ver.
308. Vera : Iya, kan mau ikut latihan...
309. Simon : Bagaimana Jeff, jadi... latihannya diteruskan?
310. Jeffry : Setelah kupikir-pikir lagi, tidak seharusnya kita bubarkan latihan ini. Apapun
yang
terjadi, kita harus tuntaskan proyek ini!
SERENTAK YANG LAIN BERSERU “Horrreeee......” BERSAMAAN ITU BENNY
MASUK.
311. Benny : Waah... lengkap sekali, ada apa nih?
312. Jeffry : Hai, Ben. Aku ikut prihatin dengan peristiwa yang menimpa dirimu. 313.
Benny : Oh Jeff, kau sudah kembali. Wah, hampir saja kau menjadi sasaran tuduhan.
Ternyata
Nathanlah yang menjadi biang keladinya... Aku betul-betul tidak menyangka, Nathan masih
mendendam padaku, akibat perselisihan paham kami di tempat kerja beberapa
waktu yang lalu...
314. Jeffry : Tidak, aku rasa peristiwa ini terjadi tidak sepenuhnya karena kesalahan Nathan
saja,
tetapi kita juga mempunyai andil di dalamnya.
315. Simon : Kau ini bagaimana sih Jeff. Sudah nyata-nyata, Nathanlah yang menjadi
dalangnya...
316. Jeffry : Maksudku, perselisihan antara aku dengan Bennylah yang membuka peluang
bagi
Nathan untuk melaksanakan niat jahatnya.
317. Benny : Benar apa yang dikatakan Jeffry, dalam hal ini, aku merasa ikut bersalah. Untuk
itu,
aku mohon maaf pada kalian, terutama kepada kau Jeff, atas sikapku yang
memojokkanmu selama ini...
318. Jeffry : Ah, sudahlah, jangan disebut-sebut lagi soal itu. Akupun bersalah dan aku juga
minta
maaf... aku telah memutuskan untuk meneruskan menangani proyek pementasan Natal.
319. Benny : Kau... kau mau kembali melatih? Sungguhkah?
320. Jeffry : Ya, aku telah merenungkannya baik-baik!
321. Benny : Terima kasih... Tuhan...! Terima kasih, Jeff....
BENNY LANGSUNG MENYALAMI TANGAN JEFFRY.
322. Jeffry : Aku pikir, mulai sekarang, jangan ada lagi perpecahan di antara kita. Sebab,
setiap
perpecahan hanya akan mengundang pihak lain memancing di air keruh.
323. Benny : Ya, ya, aku setuju sekali. Beda pendapat boleh-boleh saja, tapi tidak perlu
membuat
kita saling bermusuhan kan?
SEKALI LAGI TERDENGAR SUARA SERENTAK “Horrreeee......” BERSAMAAN ITU
MUNCUL
BAPAK RUSDI (MAJELIS).
324. Majelis : Waah... seperti ada pesta, siapa yang ulang tahun nih...?
325. Yudith : Tidak ada yang ulang tahun, om. Tapi, kami sedang bergembira, karena bersatu
kembalinya Jeffry dan Benny.
326. Majelis : Oh ya..?! Kalau begitu om ikut bergembira dan bersyukur pada Tuhan, sebab
hanya
karena kasih anugerahNya saja yang telah mempersatukan kita kembali. Ayo, mari kita
bersama-sama berdoa, mengucap syukur pada Tuhan.
MEREKA SEMUA TERTUNDUK DAN BERDOA.
327. Jeffry : Ayo, apakah kalian semua sudah siap untuk latihan?
328. Semua : Siaaappp....!
329. Jeffry : Waktunya tinggal dua minggu, sanggup?
330. Semua : Sangguuuppp....!
331. Jeffry : Oke, kita mulai!

Anda mungkin juga menyukai