Anda di halaman 1dari 104

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pasca Kemerdekaan Republik Indonesia Tahun 1945 banyak
permasalahan yang dialami oleh Bangsa Indonesia permasalahan tersebut
terkait dengan pelayanan publik yang buruk, dan pemerintahan yang tidak
akuntabel. Korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) menjadi permasalahan
pokok yang tidak dapat dilepaskan dari birokrasi di Indonesia, Permasalahan
ini menggangu jalannnya otoritas pemerintah dan pelayanan di Indonesia.
Krisis moneter yang terjadi di Indonesia pada tahun 1997 dengan ekses masal
yang dialami oleh bangsa ini seakan-akan menjadi puncak dari kekecewaan
rakyat Indonesia. Kondisi krisis tersebut mengakibatkan lahirnya tuntutan
masyarakat yang kecewa oleh kejadian tersebut sehingga masyarakat
menuntut diadakannya reformasi penyelenggaraan negara yang bersih dan
bebas dari korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN).

Permasalahan lain yang menjadi faktor perlu di gulirkannya


reformasi birokrasi di Indonesia yaitu adanya permasalahan internal dan
ekternal yang dihadapi oleh bangsa Indonesia. Permasalahan internal
yaitu lembaga pemerintah yang masih belum kompetitif dan efektif dalam
menjalankan tugasnya, sumberdaya manusia yang belum berkualitas,
dan penyelenggaraaan pemerintahan yang belum berorientasi kepada
pemenuhan kebutuhan masyarakat. Selain permasalahan internal, ter-
dapat juga permasalahan eksternal yaitu bangsa Indonesia dihadapkan
pada persaingan antar bangsa seperti persaingan industri, perdagangan,
pelayanan dan sumber daya manusia. Permasalahan internal dan eksternal
tersebut menjadi hal yang segera di selesaikan agar bangsa Indonesia tidak
tertinggal dalam persaingan antar bangsa di tingkat regional dan internasonal.

Untuk menyelesaikan masalah tersebut, reformasi birokrasi nasional


perlu merevisi dan membangun berbagai regulasi, memodernkan berbagai
kebijakan dan praktek manajemen pemerintah pusat dan daerah, dan
menyesuaikan tugas fungsi instansi pemerintah dengan paradigma dan

1
peran baru. Upaya tersebut membutuhkan suatu grand design dan road map
reformasi birokrasi yang menjadi dasar pelaksanaan Reformasi Birokrasi.

Grand Design Reformasi Birokrasi adalah rancangan induk yang


berisi arah kebijakan pelaksanaan reformasi birokrasi nasional untuk kurun
waktu 2010-2025. Sedangkan Road Map Reformasi Birokrasi adalah
bentuk operasionalisasi Grand Design reformasi birokrasi yang disusun dan
dilakukan setiap 5 (lima) tahun sekali dan merupakan rencana rinci reformasi
birokrasi dari satu tahapan ke tahapan selanjutnya selama lima tahun dengan
sasaran per tahun yang jelas. Grand Design Reformasi Birokrasi 2010-2025
ditetapkan dengan Peraturan Presiden.

Dengan adanya Grand Design sebagai dasar pelaksanaan Reformasi


Birokrasi, pada tahun 2020 diharapkan dapat diwujudkan kualitas
penyelenggaraan pemerintahan yang baik, bersih, dan bebas korupsi, kolusi,
serta nepotisme. Selain itu, diharapkan pula dapat diwujudkan pelayanan
publik yang sesuai dengan harapan masyarakat, harapan bangsa Indonesia
yang semakin maju dan mampu bersaing dalam dinamika global yang
semakin kompetitif, kapasitas dan akuntabilitas kinerja birokrasi semakin
baik, SDM aparatur yang semakin profesional, serta mind-set dan culture-
set yang mencerminkan integritas dan berkinerja tinggi.

Reformasi Birokrasi di Kementerian Hukum dan HAM telah dicanangkan


sejak reformasi bergulir dengan berpedoman pada ketentuan/peraturan/
petunjuk pelaksana yang dikeluarkan oleh Menteri Pendayagunaan Aparatur
Negara dan Reformasi Birokrasi (MENPAN- RB) berdasarkan Peraturan
Presiden Nomor 81 tahun 2010 tentang Grand Design Reformasi Birokrasi
2010-2025. Reformasi Birokrasi di lingkungan Kementerian Hukum dan HAM
pada hakikatnya adalah perubahan besar dalam paradigma dan tata kelola
pemerintahan untuk menciptakan birokrasi pemerintah yang profesional
dengan karakteristik berintegritas, adaptif, bersih dari perilaku korupsi kolusi
dan nepotisme, mampu melayani publik secara akuntabel, serta memegang
teguh Tata Nilai Kami PASTI dan Kode Etik Perilaku pegawai di lingkungan
Kementerian Hukum dan HAM.

2 REFORMASI BIROKRASI DALAM PENINGKATAN


KUALITAS IMPLEMENTASI REFORMASI BIROKRASI
Berlatar belakang hal tersebut di atas maka disusunlah modul Reformasi
Birokrasi dengan tujuan untuk memperbaharui dan menambah hal-hal yang
perlu dilakukan guna mendukung pelaksanaan reformasi birokrasi, serta
bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan dan pemahaman pegawai
Kementerian Hukum dan HAM RI terkait pelaksanaan reformasi birokrasi.

B. Deskripsi Singkat
Materi ini membekali para pembaca agar dapat memahami dan
mampu menjelaskan tentang konsep pelaksanaan Reformasi Birokrasi di
Lingkungan Kementerian Hukum dan HAM.

C. Tujuan Pembelajaran
1. Hasil Belajar
Setelah mempelajari modul ini para pembelajar diharapkan dapat
menjelaskan tentang konsep pelaksanaan reformasi birokrasi.

2. Indikator Hasil belajar


Setelah mempelajari modul ini para pembelajar dapat :

a. Dapat menjelaskan tentang konsep reformasi birokrasi


b. Dapat memahami proses pelaksanaan pelaksanaan reformasi
birokrasi dilingkungan Kementerian Hukum dan HAM
c. Dapat menyusun langkah-langkah strategis pelaksanaan re-
formasi birokrasi dilingkungan Kementerian Hukum dan HAM.
d. Dapat mengimplementasikan sasaran reformasi birokrasi
nasional.

D. Materi Pokok
1. Konsep Dasar Reformasi Birokrasi
a. Konsep Dasar Reformasi Birokrasi
1) Pengertian Reformasi Birokrasi
2) Pengertian Grand Design Reformasi Birokrasi dan Road
Map Reformasi Birokrasi.
3) Pengertian Penilaian Mandiri Reformasi Birokrasi (PMPRB)
dan Pembagunan Zona Integritas Menuju Wilayah Bebas
dari Korupsi (WBK) dan Wilayah Birokrasi Bersih dan
Melayani (WBBM).

3
b. Konsep Dasar Regulasi Reformasi Birokrasi
c. Tujuan, Sasaran Dan Strategi Reformasi Birokrasi.
1) Tujuan Reformasi Birokrasi.
2) Sasaran Reformasi Birokrasi
3) Strategi Pelaksanaan.
2. Konsepsi Road Map Reformasi Birokrasi
a. Konsep Dasar Road Map Reformasi Birokrasi
b. Area Perubahan Reformasi Birokrasi
c. Isu – Isu Strategis Reformasi Birokrasi
d. Program – Program Reformasi Birokrasi Dalam Road Map
e. Quick Wins
f. Road Map Reformasi Birokrasi Kementerian Hukum Dan HAM.
3. Konsepsi Dasar PMPRB Dan Pembagunan Zona Integritas Menuju
WBK/WBBM
a. Konsepsi Dasar Penilaian Mandiri Pelaksanaan Reformasi
Birokrasi
b. Konsepsi Dasar Pembagunan Zona Integritas Menuju WBK/
WBBM
c. Pelaksanaan PMPRB dan Pembangunan ZI menuju WBK/
WBBM di lingkungan Kementerian Hukum dan HAM

E. Petunjuk Belajar
Untuk mempermudah penggunaan modul dan memberikan hasil yang
optimal dalam proses pembelajaran, maka ada beberapa petunjuk yang
harus dilakukan, yaitu:

1. Bacalah tahap demi tahap dari bab/sub bab yang telah disusun secara
kronologis sesuai dengan urutan pemahaman.
2. Selesaikan belajar dalam bab pertama dahulu, setelah paham dan
selesai melakukan semua petunjuk dari bab tersebut diselesaikan
secara menyeluruh baru dapat beranjak ke bab berikutnya. sehingga
pembaca dapat mengukur keberhasilan masing-masing secara
bertahap.

4 REFORMASI BIROKRASI DALAM PENINGKATAN


KUALITAS IMPLEMENTASI REFORMASI BIROKRASI
BAB II
KONSEPSI REFORMASI BIROKRASI

Setelah membaca bab ini, di harapkan dapat memahami dan menjelaskan pengertian reformasi
birokrasi, regulasi reformasi birokasi, dan tujuan, sasaran, strategi reformasi birokrasi

Reformasi birokrasi memiliki berbagai komponen yang perlu di pahami satu


persatu agar terbangun pemahaman yang benar mengenai konsep dari reformasi
birokrasi. Pada sub bab ini akan dipaparkan mengenai pengertian reformasi birokrasi
dari pedapat para ahli, pada poin selanjutnya di paparkan mengenai Pengertian
Grand Design Reformasi Birokrasi dan Road Map Reformasi Birokrasi,yang
terakhir pemaparan mengenai Pengertian Penilaian Mandiri Reformasi Birokrasi
(PMPRB) dan pengertian Pembagunan Zona Integritas Menuju Wilayah Bebas
dari Korupsi (WBK) dan Wilayah Birokrasi Bersih dan Melayani (WBBM). Regulasi
reformasi birokrasi dan tujuan, sasaran dan strategi reformasi birokrasi

A. Konsep Dasar Reformasi Birokrasi


Reformasi Birokrasi merupakan langkah strategis untuk membangun
aparatur negara agar lebih berdaya guna dan berhasil guna dalam
mengemban tugas umum pemerintahan, pembangunan nasional, dan
menyelaraskan birokrasi pemerintahan dengan memanfaatkan kemajuan
ilmu pengetahuan, teknologi informasi dan komunikasi agar sesuai dengan
dinamika tuntutan masyarakat.

1. Pengertian Reformasi Birokrasi


Untuk memahami konsep dasar pengertian reformasi birokrasi
secara menyeluruh, maka perlu di berikan pengertian reformasi dan
pengertian birokrasi dari para ahli dan jurnal, agar mudah memahami
pengertian reformasi birokrasi.

Saat ini pemerintah tengah fokus melakukan reformasi yang


bertujuan untuk memperbaiki birokrasi yang selama ini dinilai buruk
oleh masyarakat. Reformasi sebenarnya sudah ada sejak zaman
pemerintahan yang terdahulu. dimana dapat dilihat telah adanya

5
usaha untuk melakukan perubahan yang dilakukan oleh pemerintah
Indonesia. Reformasi dapat diterjemahkan dengan pemaknaan upaya
yang dilakukan untuk menjadikan pemerintahan lebih baik lagi dari
sebelumnya.

Seperti halnya Sedarmayanti (2009:67), yang mengatakan bahwa


reformasi merupakan proses upaya sistematis, terpadu, konferensif,
ditujukan untuk merealisasikan tata pemerintahan yang baik (Good
Governance).

Pendapat mengenai reformasi juga disampaikan Widjaja


(2011:75), mengatakan bahwa reformasi adalah suatu usaha yang
dimaksud agar praktik-praktik politik, pemerintah, ekonomi dan sosial
budaya yang dianggap oleh masyarakattidak sesuai dan tidak selaras
dengan kepentingan masyarakat dan aspirasi masyarakat diubah
atau ditata ulang agar menjadi lebih sesuai dan lebih selaras (sosio-
reformasi). Kemudian pendapat Prasojo (2009:xv), mengatakan bahwa
reformasi merujuk pada upaya yang dikehendaki (intended change),
dalam suatu kerangka kerja yang jelas dan terarah, oleh karena itu
persyaratan keberhasilan reformasi adalah eksistensi peta jalan (road
map), menuju suatu kondisi, status dan tujuan yang ditetapkan sejak
awal beserta indikator keberhasilannya.

Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa reformasi


merupakan perubahan yang didalamnya terdapat upaya untuk
menjadikan pemerintahan menjadi lebih baik sesuai dengan keinginan
masyarakat. Dalam hal ini dapat dikatakan bahwa untuk menciptakan
pemerintahan yang baik, berarti fokus dari reformasi itu sendiri adalah
birokrasi, karena birokrasi merupakan badan penyelenggara urusan
negara. Sehingga untuk mewujudkan Good Governance berarti harus
dilakukannya reformasi pada badan birokrasi.

Penjelasan mengenai reformasi birokrasi yang di paparkan diatas


menunjukan bahwa focus dari reformasi yang dilakukan pemerintah
adalah untuk memperbaiki birokrasi, terdapat banyak definisi mengenai
konsep dan pengertian birokrasi.

6 REFORMASI BIROKRASI DALAM PENINGKATAN


KUALITAS IMPLEMENTASI REFORMASI BIROKRASI
Menurut Hegel dalam Sulistio & Budi (2009: 07), mengungkapkan
bahwa birokrasi adalah institusi yang menduduki posisi organik yang
netral dalam struktur sosial dan berfungsi sebagai penghubung antara
negara yang memanifestasikan kepentingan umum dan masyarakat
sipil yang mewakili kepentingan khusus dalam masyarakat.

Blau dalam Pasolong (2008:7) mengatakan bahwa birokrasi


merupakan organisasi yang dirancang untuk menyelesaikan tugas-
tugas administratif dengan cara mengkoordinasi pekerjaan banyak
orang secara sistematis.

Senada dengan pendapat diatas menurut Muhaimin dalam Sulistio


& Budi (2009:08), mengatakan bahwa birokrasi adalah keseluruhan
aparat pemerintah, baik sipil maupun militer yang bertugas membantu
pemerintah (untuk memberikan pelayanan publik) dan menerima
gaji dari pemerintah karena statusnya itu. Sementara itu Blau dan
Page dalam Santosa (2008:2), mengatakan bahwa birokrasi sebagai
sebuah tipe dari suatu organisasi yang dimaksudkan untuk mencapai
tugas-tugas administratif yang besar dengan cara mengkoordinasikan
secara sistematik dari pekerjaan banyak orang.

Merujuk pada pendapat para ahli pada paparan diatas dapat


disimpulkan bahwa birokrasi dapat dikatakan sebagai suatu organisasi
yang memiliki tugas sebagai penyelenggara pemerintahan danbertugas
untuk melayani masyarakat. Reformasi ditujukan untuk memperbaiki
birokrasi, dikarenakan birokrasi yang bertugas melayani masyarakat
dan bersentuhan langsung dengan masyarakat, oleh karena itu untuk
memperbaiki penyelenggaraan pelayanan publik maka pemerintah
melakukan reformasi birokrasi.

Selajutnya pendapat para ahli mengenai Reformasi birokrasi


pada hakikatnya merupakan upaya untuk melakukan pembaharuan
dan perubahan yang mendasar terhadap sistem penyelenggaraan
pemerintahan terutama menyangkut aspek-aspek kelembagaan
(organisasi), ketatalaksanaan (business prosess) dan sumber

7
daya manusia aparatur (Modul Manajemen Reformasi Birokrasi
Kemenkumham, 2019:11)

Menurut Sedarmayanti (2009:72), mengatakan bahwa


reformasi birokrasi merupakan upaya pemerintah untuk meningkatkan
kinerja melalui berbagai cara dengan tujuan efektifitas, efisien, dan
akuntabilitas. Reformasi birokrasi pemerintahan diartikan sebagai
penggunaan wewenang untuk melakukan pembenahan dalam bentuk
penerapan peraturan baru terhadap sistem administrasi pemerintahan
untuk mengubah tujuan, struktur maupun prosedur yang dimaksudkan
untuk mempermudah pencapaian tujuan pembangunan (Dede
Mariana,Jurnal Sosiohumaniora, November 2006: 7)

2. Pengertian Grand Design Reformasi Birokrasi dan Road Map


Reformasi Birokrasi.
Grand Design Reformasi Birokrasi adalah rancangan induk
untuk kurun waktu 2010-2025 berisi langkah-langkah umum penataan
organisasi, penataan tatalaksana, penataan manajemen sumber
daya manusia aparatur, penguatan sistem pengawasan intern,
penguatan akuntabilitas, peningkatan kualitas pelayanan publik dan
pemberantasan praktek KKN.

Pelaksanaan operasional dari Grand Design Reformasi Birokrasi


2010-2025, dituangkan melalui Road Map Reformasi Birokrasi
yang ditetapkan setiap 5 (lima) tahun sekali oleh Menteri Negara
Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (MenPAN-
RB).

Road Map Reformasi Birokrasi adalah bentuk operasionalisasi


dari Grand Design Reformasi Birokrasi yang disusun dan dilakukan
setiap 5 (lima) tahun sekali dan merupakan rencana rinci pelaksanaan
Reformasi Birokrasi dari 1 (satu) tahapan ke tahapan selanjutnya
selama 5 (lima) tahun dengan sasaran per tahun yang jelas.

8 REFORMASI BIROKRASI DALAM PENINGKATAN


KUALITAS IMPLEMENTASI REFORMASI BIROKRASI
3. Pengertian Penilaian Mandiri Reformasi Birokrasi (PMPRB) dan
Pembagunan Zona Integritas Menuju Wilayah Bebas dari Korupsi
(WBK) dan Wilayah Birokrasi Bersih dan Melayani (WBBM).
Merujuk pada Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur
Negara Dan Reformasi Birokrasi Republik Indonesia Nomor 26 Tahun
2020 Tentang Pedoman Evaluasi Pelaksanaan Reformasi Birokrasi,
Pengertian Penilaian Mandiri Pelaksanaan Reformasi Birokrasi
yang selanjutnya disingkat PMPRB adalah model penilaian mandiri
yangberbasis prinsip Total Quality Management dan digunakan sebagai
metode untuk melakukan penilaian serta analisis yang menyeluruh
terhadap kinerja instansi pemerintah.

Selanjutnya Pengertian Pembagunan Zona Integritas Menuju


Wilayah Bebas dari Korupsi (WBK) dan Wilayah Birokrasi Bersih
dan Melayani (WBBM) berdasarkan pada Peraturan Menteri
Pendayagunaan Aparatur Negara Dan Reformasi Birokrasi Republik
Indonesia Nomor 10 Tahun 2019 Tentang Perubahan Atas Peraturan
Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Dan Reformasi Birokrasi
Nomor 52 Tahun 2014 Tentang Pedoman Pembangunan Zona
Integritas Menuju Wilayah Bebas Dari Korupsi Dan Wilayah Birokrasi
Bersih Dan Melayani Di Lingkungan Instansi Pemerintah yaitu

a. Zona Integritas (ZI) adalah predikat yang diberikan kepada


instansi pemerintah yang pimpinan dan jajarannya mempunyai
komitmen untuk mewujudkan WBK/WBBM melalui reformasi
birokrasi, khususnya dalam hal pencegahan korupsi dan
peningkatan kualitas pelayanan publik;
b. Menuju Wilayah Bebas dari Korupsi yang selanjutnya disingkat
Menuju WBK adalah predikat yang diberikan kepada suatu unit
kerja/kawasan yang memenuhi sebagian besar manajemen
perubahan, penataan tatalaksana, penataan sistem manajemen
SDM, penguatan pengawasan, dan penguatan akuntabilitas
kinerja;

9
c. Menuju Wilayah Birokrasi Bersih dan Melayani yang selanjutnya
disingkat Menuju WBBM adalah predikat yang diberikan kepad
suatu unit kerja/kawasan yang memenuhi sebagian besar
manajemen perubahan, penataan tatalaksana, penataan
sistem manajemen SDM, penguatan pengawasan, penguatan
akuntabilitas kinerja, dan penguatan kualitas pelayanan publik.

B. Konsep Dasar Regulasi Reformasi Birokrasi


Pelaksanaan reformasi birokrasi secara umum di Indonesia
berpedoman pada Peraturan Presiden Nomor 81 Tahun 2010 tentang Grand
Design Reformasi Birokrasi Tahun 2010-2025.

Pelaksanaan operasional dari Grand Design Reformasi Birokrasi 2010-


2025, dituangkan melalui Road Map Reformasi Birokrasi yang ditetapkan
setiap 5 (lima) tahun sekali oleh Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur
Negara dan Reformasi Birokrasi (MenPAN-RB). Sejauh ini ada tiga dokumen
road map yang berhasil dibuat oleh pemerintah mengacu pada grand desain
RB 2010-2025. road map pertama (I) dituangkan melalui Peraturan Menteri
PAN dan RB Nomor 20 tahun 2010 tentang Road Map Reformasi Birokrasi
2010-2014 dan road map kedua (II) ditetapkan dalam Peraturan Menteri
PAN dan RB Nomor 11 Tahun 2015 Tentang Road Map Reformasi Birokrasi
2015-2019, dan road map ketiga (III) ditetapkan dalam Peraturan Menteri
PAN dan RB Nomor 25 Tahun 2020 Tentang Road Map Reformasi Birokrasi
2020-2024.

Membahas mengenai reformasi birokrasi, tidak lepas juga dari


komponen komponen yang ada dalam reformasi birokrasi, komponen
tersebut meliputi Penilaian Mandiri Reformasi Birokrasi (PMPRB) dan
Pembagunan Zona Integritas Menuju Wilayah Bebas dari Korupsi (WBK) dan
Wilayah Birokrasi Bersih dan Melayani (WBBM). Untuk regulasi Penilaian
Mandiri Reformasi Birokrasi (PMPRB) diatur dalam Peraturan Menteri PAN
dan RB Nomor 26 Tahun 2020 Tentang Pedoman Evaluasi Pelaksanaan
Reformasi Birokrasi. dan regulasi mengenai Pembagunan Zona Integritas
Menuju Wilayah Bebas dari Korupsi (WBK) dan Wilayah Birokrasi Bersih dan
Melayani (WBBM) diatur dalam Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur

10 REFORMASI BIROKRASI DALAM PENINGKATAN


KUALITAS IMPLEMENTASI REFORMASI BIROKRASI
Negara Dan Reformasi Birokrasi Republik Indonesia Nomor 10 Tahun
2019 Tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur
Negara Dan Reformasi Birokrasi Nomor 52 Tahun 2014 Tentang Pedoman
Pembangunan Zona Integritas Menuju Wilayah Bebas Dari Korupsi Dan
Wilayah Birokrasi Bersih Dan Melayani Di Lingkungan Instansi Pemerintah.

C. Tujuan, Sasaran dan Strategi Reformasi Birokrasi.

Gambar 2.1 Tujuan, Sasaran dan Strategi Pelaksanaan Reformasi Birokrasi

1. Tujuan Reformasi Birokrasi


Tujuan pelaksanaan Reformasi Birokrasi 2020-2024 adalah
menciptakan pemerintahan yang baik dan bersih. Pencapaian tujuan
ini diukur melalui indikator global diantaranya: Ease of Doing Business
(Kemudahan Melakukan Berbisnis) yang dikeluarkan oleh World Bank,
Corruption Perceptions Index (Indeks Persepsi Korupsi) ,Transparency
International, Government Effectiveness Index (Tingkat Efektifitas
Tata Kelola Pemerintahan) oleh World Bank, dan Trust Barometer

11
oleh Edelman. Selain akan diukur pada akhir periode Roadmap
Reformasi Birokrasi 2020-2024, setiap indikator tersebut juga akan di
evaluasi pencapaiannya setiap tahun sebagai dasar bagi pengambilan
keputusan yang terkait dengan strategis reformasi birokrasi pada
berbagai tingkatan.

2. Sasaran Reformasi Birokrasi


Pembangunan di sub bidang aparatur negara diarahkan pada
tiga sasaran pembangunan. Sasaran Reformasi Birokrasi disesuaikan
dengan sasaran pembangunan sub sektor aparatur negara,
sebagaimana dituangkan dalam Peraturan Presiden Nomor 18 Tahun
2020 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional
(RPJMN) Tahun 2020-2024 yang Reformasi Birokrasi 2020-2024. juga
akan digunakan sebagai sasaran Reformasi Birokrasi. Terdapat tiga
sasaran Reformasi Birokrasi, yaitu:

a. Birokrasi yang bersih dan Akuntabel;


b. Birokrasi yang Kapabel;
c. Pelayanan Publik yang Prima.
Ketiga sasaran Reformasi Birokrasi tersebut diyakini merupakan
pengungkit utama dari pencapaian tujuan dan berbagai indikatornya.
Penetapan ketiga sasaran di atas juga mempertimbangkan
keberlanjutan dari sasaran Reformasi Birokrasi periode sebelumnya
dengan memperhatikan lingkungan strategis pemerintah. Berikut
gambaran hubungan sasaran Reformasi Birokrasi periode sebelumnya
dengan sasaran Reformasi Birokrasi 2020-2024.

12 REFORMASI BIROKRASI DALAM PENINGKATAN


KUALITAS IMPLEMENTASI REFORMASI BIROKRASI
Gambar 2.2
Perbandingan Sasaran Reformasi Birokrasi Antar Periode

Terdapat tujuh indikator sasaran yang akan menjadi tolak ukur


keberhasilan sasaran Reformasi Birokrasi 2020-2024. Di bawah ini
adalah rincian dari indikator sasaran Reformasi Birokrasi 2020-2024
beserta baseline tahun 2019 dan target pada tahun 2024.

REFORMASI BIROKRASI DALAM PENINGKATAN 13


KUALITAS IMPLEMENTASI REFORMASI BIROKRASI
Tabel 2.1 Sasaran dan Target Reformasi Birokrasi 2020-2024

BASELINE
SASARAN INDIKATOR SASARAN TARGET
2019 2024

Birokrasi 1. Persentase n.a 100%


yang kementerian/lembaga/pe
bersih dan merintah daerah dengan
akuntabel Indeks Perilaku Anti
Korupsi minimal baik
2. Persentase
kementerian/lembaga/pe
merintah daerah dengan
Predikat SAKIP minimal B
K/L a. 96,40% a. 100%
Provinsi b. 94,12% b. 100%
(2018)
Kabupaten/Kota c. 46,85% c. 100%
(2018)

3. Persentase
kementerian/lembaga/
pemerintah daerah
dengan Opini BPK minimal a. 94% a. 100%
WTP (2018)
K/L
Provinsi b. 94% b. 100%
(2018)
Kabupaten/Kota c. c.84,5% c. 100%
(2018)
Birokrasi 1. Persentase n.a 100%
yang kementerian/lembaga/pe
kapabel merintah daerah dengan
Indeks Kelembagaan baik K/L
Provinsi Kabupaten/Kota

14 REFORMASI BIROKRASI DALAM PENINGKATAN


KUALITAS IMPLEMENTASI REFORMASI BIROKRASI
2. Persentase
kementerian/lembaga/pe
merintah daerah dengan 74% 100%
predikat penilaian SPBE
minimal Baik
(Indeks SPBE >2,6):
a. K/L
b. Pemerintah Provinsi 50% 80%
c. Pemerintah Kabupaten/ 22% 50%
Kota
3 Nilai Indeks 65,7 100
Profesionalitas ASN 100 (2018)
Pelayanan 1 Persentase
Publik Kementerian/Lembaga/
yang pemerintah daerah
Prima dengan Indeks
Pelayanan Publik yang Baik. 59,52% 100%
a. K/L
b. Pemerintah Provinsi 76,47% 100%
c. Pemerintah Kabupaten/kota 33,27% 100%

3. Strategi Pelaksanaan
Dalam rangka memastikan pencapaian tujuan dan sasaran Road
Map Reformasi Birokrasi 2020-2024 tercapai, strategi pelaksanaan
Reformasi Birokrasi harus ditetapkan sebaik mungkin. Road Map
Reformasi Birokrasi 2020-2024 ini menetapkan hal-hal baru yang
tidak ada pada Road Map periode sebelumnya namun juga tetap
mempertahankan hal-hal baik yang dianggap efektif dari Road Map
periode sebelumnya.

Penambahan hal baru tersebut misalnya adalah ditetapkannya


sasaran dan indikator program yang terukur agar ketercapaian perubahan
pada setiap area dapat lebih dimonitor secara riil. Adapun diantara hal
yang masih tetap dipertahankan dari Road Map periode sebelumnya
adalah pengorganisasian pelaksanaan Reformasi Birokrasi kedalam
tingkatan nasional dan instansional serta pelaksanaan quickwin pada
tingkatan nasional dan instansional. Secara umum, hubungan antara

REFORMASI BIROKRASI DALAM PENINGKATAN 15


KUALITAS IMPLEMENTASI REFORMASI BIROKRASI
tujuan, sasaran, serta strategi pelaksanaan Reformasi Birokrasi 2020-
2024 dapat terlihat pada gambar di bawah ini.

Gambar 2.3 Hubungan antara Tujuan dan Sasaran Reformasi Birokrasi dengan Strategi
Pelaksanaan Reformasi Birokrasi 2020-2024

Secara umum pelaksanaan Reformasi Birokrasi dibagi ke dalam


dua tingkatan pelaksanaan, yaitu:

a. Nasional. Pada tingkat nasional, pelaksanaan Reformasi


Birokrasi dibagi ke dalam tingkat pelaksanaan Makro dan Meso.
1) Makro. Tingkat pelaksanaan makro mencakup penetapan
arah kebijakan Reformasi Birokrasi secara nasional serta
monitoring dan evaluasi pencapaian program-program
Reformasi Birokrasi pada tingkat meso dan mikro.
2) Meso. Tingkat pelaksanaan meso mencakup pelaksanaan
program Reformasi Birokrasi oleh instansi yang ditetapkan
sebagai leading sector. Instansi tersebut bertanggung
jawab dalam perumusan kebijakan-kebijakan inovatif,
menerjemahkan kebijakan makro, mengkoordinasikan
pelaksanaan kebijakan tersebut, serta pemantauan
kemajuan pelaksanaannya.
b. Instansional. Pada tingkat instansional, disebut juga dengan
tingkat pelaksanaan mikro, mencakup implementasi kebijakan/
program Reformasi Birokrasi pada masing-masing kementerian/
lembaga/pemerintah daerah. Kebijakan tersebut sebagaimana
digariskan secara nasional melalui program makro, pogram

16 REFORMASI BIROKRASI DALAM PENINGKATAN


KUALITAS IMPLEMENTASI REFORMASI BIROKRASI
meso, dan pelaksanaan program atau inovasi lainnya yang masih
menjadi bagian dari upaya percepatan Reformasi Birokrasi yang
selaras dengan program Reformasi Birokrasi nasional.

Gambar 2.4 Tingkatan Pelaksanaan Reformasi Birokrasi

REFORMASI BIROKRASI DALAM PENINGKATAN 17


KUALITAS IMPLEMENTASI REFORMASI BIROKRASI
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pasca Kemerdekaan Republik Indonesia Tahun 1945 banyak
permasalahan yang dialami oleh Bangsa Indonesia permasalahan tersebut
terkait dengan pelayanan publik yang buruk, dan pemerintahan yang tidak
akuntabel. Korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) menjadi permasalahan
pokok yang tidak dapat dilepaskan dari birokrasi di Indonesia, Permasalahan
ini menggangu jalannnya otoritas pemerintah dan pelayanan di Indonesia.
Krisis moneter yang terjadi di Indonesia pada tahun 1997 dengan ekses masal
yang dialami oleh bangsa ini seakan-akan menjadi puncak dari kekecewaan
rakyat Indonesia. Kondisi krisis tersebut mengakibatkan lahirnya tuntutan
masyarakat yang kecewa oleh kejadian tersebut sehingga masyarakat
menuntut diadakannya reformasi penyelenggaraan negara yang bersih dan
bebas dari korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN).

Permasalahan lain yang menjadi faktor perlu di gulirkannya


reformasi birokrasi di Indonesia yaitu adanya permasalahan internal dan
ekternal yang dihadapi oleh bangsa Indonesia. Permasalahan internal
yaitu lembaga pemerintah yang masih belum kompetitif dan efektif dalam
menjalankan tugasnya, sumberdaya manusia yang belum berkualitas,
dan penyelenggaraaan pemerintahan yang belum berorientasi kepada
pemenuhan kebutuhan masyarakat. Selain permasalahan internal, ter-
dapat juga permasalahan eksternal yaitu bangsa Indonesia dihadapkan
pada persaingan antar bangsa seperti persaingan industri, perdagangan,
pelayanan dan sumber daya manusia. Permasalahan internal dan eksternal
tersebut menjadi hal yang segera di selesaikan agar bangsa Indonesia tidak
tertinggal dalam persaingan antar bangsa di tingkat regional dan internasonal.

Untuk menyelesaikan masalah tersebut, reformasi birokrasi nasional


perlu merevisi dan membangun berbagai regulasi, memodernkan berbagai
kebijakan dan praktek manajemen pemerintah pusat dan daerah, dan
menyesuaikan tugas fungsi instansi pemerintah dengan paradigma dan

1
peran baru. Upaya tersebut membutuhkan suatu grand design dan road map
reformasi birokrasi yang menjadi dasar pelaksanaan Reformasi Birokrasi.

Grand Design Reformasi Birokrasi adalah rancangan induk yang


berisi arah kebijakan pelaksanaan reformasi birokrasi nasional untuk kurun
waktu 2010-2025. Sedangkan Road Map Reformasi Birokrasi adalah
bentuk operasionalisasi Grand Design reformasi birokrasi yang disusun dan
dilakukan setiap 5 (lima) tahun sekali dan merupakan rencana rinci reformasi
birokrasi dari satu tahapan ke tahapan selanjutnya selama lima tahun dengan
sasaran per tahun yang jelas. Grand Design Reformasi Birokrasi 2010-2025
ditetapkan dengan Peraturan Presiden.

Dengan adanya Grand Design sebagai dasar pelaksanaan Reformasi


Birokrasi, pada tahun 2020 diharapkan dapat diwujudkan kualitas
penyelenggaraan pemerintahan yang baik, bersih, dan bebas korupsi, kolusi,
serta nepotisme. Selain itu, diharapkan pula dapat diwujudkan pelayanan
publik yang sesuai dengan harapan masyarakat, harapan bangsa Indonesia
yang semakin maju dan mampu bersaing dalam dinamika global yang
semakin kompetitif, kapasitas dan akuntabilitas kinerja birokrasi semakin
baik, SDM aparatur yang semakin profesional, serta mind-set dan culture-
set yang mencerminkan integritas dan berkinerja tinggi.

Reformasi Birokrasi di Kementerian Hukum dan HAM telah dicanangkan


sejak reformasi bergulir dengan berpedoman pada ketentuan/peraturan/
petunjuk pelaksana yang dikeluarkan oleh Menteri Pendayagunaan Aparatur
Negara dan Reformasi Birokrasi (MENPAN- RB) berdasarkan Peraturan
Presiden Nomor 81 tahun 2010 tentang Grand Design Reformasi Birokrasi
2010-2025. Reformasi Birokrasi di lingkungan Kementerian Hukum dan HAM
pada hakikatnya adalah perubahan besar dalam paradigma dan tata kelola
pemerintahan untuk menciptakan birokrasi pemerintah yang profesional
dengan karakteristik berintegritas, adaptif, bersih dari perilaku korupsi kolusi
dan nepotisme, mampu melayani publik secara akuntabel, serta memegang
teguh Tata Nilai Kami PASTI dan Kode Etik Perilaku pegawai di lingkungan
Kementerian Hukum dan HAM.

2 REFORMASI BIROKRASI DALAM PENINGKATAN


KUALITAS IMPLEMENTASI REFORMASI BIROKRASI
Berlatar belakang hal tersebut di atas maka disusunlah modul Reformasi
Birokrasi dengan tujuan untuk memperbaharui dan menambah hal-hal yang
perlu dilakukan guna mendukung pelaksanaan reformasi birokrasi, serta
bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan dan pemahaman pegawai
Kementerian Hukum dan HAM RI terkait pelaksanaan reformasi birokrasi.

B. Deskripsi Singkat
Materi ini membekali para pembaca agar dapat memahami dan
mampu menjelaskan tentang konsep pelaksanaan Reformasi Birokrasi di
Lingkungan Kementerian Hukum dan HAM.

C. Tujuan Pembelajaran
1. Hasil Belajar
Setelah mempelajari modul ini para pembelajar diharapkan dapat
menjelaskan tentang konsep pelaksanaan reformasi birokrasi.

2. Indikator Hasil belajar


Setelah mempelajari modul ini para pembelajar dapat :

a. Dapat menjelaskan tentang konsep reformasi birokrasi


b. Dapat memahami proses pelaksanaan pelaksanaan reformasi
birokrasi dilingkungan Kementerian Hukum dan HAM
c. Dapat menyusun langkah-langkah strategis pelaksanaan re-
formasi birokrasi dilingkungan Kementerian Hukum dan HAM.
d. Dapat mengimplementasikan sasaran reformasi birokrasi
nasional.

D. Materi Pokok
1. Konsep Dasar Reformasi Birokrasi
a. Konsep Dasar Reformasi Birokrasi
1) Pengertian Reformasi Birokrasi
2) Pengertian Grand Design Reformasi Birokrasi dan Road
Map Reformasi Birokrasi.
3) Pengertian Penilaian Mandiri Reformasi Birokrasi (PMPRB)
dan Pembagunan Zona Integritas Menuju Wilayah Bebas
dari Korupsi (WBK) dan Wilayah Birokrasi Bersih dan
Melayani (WBBM).

3
b. Konsep Dasar Regulasi Reformasi Birokrasi
c. Tujuan, Sasaran Dan Strategi Reformasi Birokrasi.
1) Tujuan Reformasi Birokrasi.
2) Sasaran Reformasi Birokrasi
3) Strategi Pelaksanaan.
2. Konsepsi Road Map Reformasi Birokrasi
a. Konsep Dasar Road Map Reformasi Birokrasi
b. Area Perubahan Reformasi Birokrasi
c. Isu – Isu Strategis Reformasi Birokrasi
d. Program – Program Reformasi Birokrasi Dalam Road Map
e. Quick Wins
f. Road Map Reformasi Birokrasi Kementerian Hukum Dan HAM.
3. Konsepsi Dasar PMPRB Dan Pembagunan Zona Integritas Menuju
WBK/WBBM
a. Konsepsi Dasar Penilaian Mandiri Pelaksanaan Reformasi
Birokrasi
b. Konsepsi Dasar Pembagunan Zona Integritas Menuju WBK/
WBBM
c. Pelaksanaan PMPRB dan Pembangunan ZI menuju WBK/
WBBM di lingkungan Kementerian Hukum dan HAM

E. Petunjuk Belajar
Untuk mempermudah penggunaan modul dan memberikan hasil yang
optimal dalam proses pembelajaran, maka ada beberapa petunjuk yang
harus dilakukan, yaitu:

1. Bacalah tahap demi tahap dari bab/sub bab yang telah disusun secara
kronologis sesuai dengan urutan pemahaman.
2. Selesaikan belajar dalam bab pertama dahulu, setelah paham dan
selesai melakukan semua petunjuk dari bab tersebut diselesaikan
secara menyeluruh baru dapat beranjak ke bab berikutnya. sehingga
pembaca dapat mengukur keberhasilan masing-masing secara
bertahap.

4 REFORMASI BIROKRASI DALAM PENINGKATAN


KUALITAS IMPLEMENTASI REFORMASI BIROKRASI
BAB II
KONSEPSI REFORMASI BIROKRASI

Setelah membaca bab ini, di harapkan dapat memahami dan menjelaskan pengertian reformasi
birokrasi, regulasi reformasi birokasi, dan tujuan, sasaran, strategi reformasi birokrasi

Reformasi birokrasi memiliki berbagai komponen yang perlu di pahami satu


persatu agar terbangun pemahaman yang benar mengenai konsep dari reformasi
birokrasi. Pada sub bab ini akan dipaparkan mengenai pengertian reformasi birokrasi
dari pedapat para ahli, pada poin selanjutnya di paparkan mengenai Pengertian
Grand Design Reformasi Birokrasi dan Road Map Reformasi Birokrasi,yang
terakhir pemaparan mengenai Pengertian Penilaian Mandiri Reformasi Birokrasi
(PMPRB) dan pengertian Pembagunan Zona Integritas Menuju Wilayah Bebas
dari Korupsi (WBK) dan Wilayah Birokrasi Bersih dan Melayani (WBBM). Regulasi
reformasi birokrasi dan tujuan, sasaran dan strategi reformasi birokrasi

A. Konsep Dasar Reformasi Birokrasi


Reformasi Birokrasi merupakan langkah strategis untuk membangun
aparatur negara agar lebih berdaya guna dan berhasil guna dalam
mengemban tugas umum pemerintahan, pembangunan nasional, dan
menyelaraskan birokrasi pemerintahan dengan memanfaatkan kemajuan
ilmu pengetahuan, teknologi informasi dan komunikasi agar sesuai dengan
dinamika tuntutan masyarakat.

1. Pengertian Reformasi Birokrasi


Untuk memahami konsep dasar pengertian reformasi birokrasi
secara menyeluruh, maka perlu di berikan pengertian reformasi dan
pengertian birokrasi dari para ahli dan jurnal, agar mudah memahami
pengertian reformasi birokrasi.

Saat ini pemerintah tengah fokus melakukan reformasi yang


bertujuan untuk memperbaiki birokrasi yang selama ini dinilai buruk
oleh masyarakat. Reformasi sebenarnya sudah ada sejak zaman
pemerintahan yang terdahulu. dimana dapat dilihat telah adanya

5
usaha untuk melakukan perubahan yang dilakukan oleh pemerintah
Indonesia. Reformasi dapat diterjemahkan dengan pemaknaan upaya
yang dilakukan untuk menjadikan pemerintahan lebih baik lagi dari
sebelumnya.

Seperti halnya Sedarmayanti (2009:67), yang mengatakan bahwa


reformasi merupakan proses upaya sistematis, terpadu, konferensif,
ditujukan untuk merealisasikan tata pemerintahan yang baik (Good
Governance).

Pendapat mengenai reformasi juga disampaikan Widjaja


(2011:75), mengatakan bahwa reformasi adalah suatu usaha yang
dimaksud agar praktik-praktik politik, pemerintah, ekonomi dan sosial
budaya yang dianggap oleh masyarakattidak sesuai dan tidak selaras
dengan kepentingan masyarakat dan aspirasi masyarakat diubah
atau ditata ulang agar menjadi lebih sesuai dan lebih selaras (sosio-
reformasi). Kemudian pendapat Prasojo (2009:xv), mengatakan bahwa
reformasi merujuk pada upaya yang dikehendaki (intended change),
dalam suatu kerangka kerja yang jelas dan terarah, oleh karena itu
persyaratan keberhasilan reformasi adalah eksistensi peta jalan (road
map), menuju suatu kondisi, status dan tujuan yang ditetapkan sejak
awal beserta indikator keberhasilannya.

Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa reformasi


merupakan perubahan yang didalamnya terdapat upaya untuk
menjadikan pemerintahan menjadi lebih baik sesuai dengan keinginan
masyarakat. Dalam hal ini dapat dikatakan bahwa untuk menciptakan
pemerintahan yang baik, berarti fokus dari reformasi itu sendiri adalah
birokrasi, karena birokrasi merupakan badan penyelenggara urusan
negara. Sehingga untuk mewujudkan Good Governance berarti harus
dilakukannya reformasi pada badan birokrasi.

Penjelasan mengenai reformasi birokrasi yang di paparkan diatas


menunjukan bahwa focus dari reformasi yang dilakukan pemerintah
adalah untuk memperbaiki birokrasi, terdapat banyak definisi mengenai
konsep dan pengertian birokrasi.

6 REFORMASI BIROKRASI DALAM PENINGKATAN


KUALITAS IMPLEMENTASI REFORMASI BIROKRASI
Menurut Hegel dalam Sulistio & Budi (2009: 07), mengungkapkan
bahwa birokrasi adalah institusi yang menduduki posisi organik yang
netral dalam struktur sosial dan berfungsi sebagai penghubung antara
negara yang memanifestasikan kepentingan umum dan masyarakat
sipil yang mewakili kepentingan khusus dalam masyarakat.

Blau dalam Pasolong (2008:7) mengatakan bahwa birokrasi


merupakan organisasi yang dirancang untuk menyelesaikan tugas-
tugas administratif dengan cara mengkoordinasi pekerjaan banyak
orang secara sistematis.

Senada dengan pendapat diatas menurut Muhaimin dalam Sulistio


& Budi (2009:08), mengatakan bahwa birokrasi adalah keseluruhan
aparat pemerintah, baik sipil maupun militer yang bertugas membantu
pemerintah (untuk memberikan pelayanan publik) dan menerima
gaji dari pemerintah karena statusnya itu. Sementara itu Blau dan
Page dalam Santosa (2008:2), mengatakan bahwa birokrasi sebagai
sebuah tipe dari suatu organisasi yang dimaksudkan untuk mencapai
tugas-tugas administratif yang besar dengan cara mengkoordinasikan
secara sistematik dari pekerjaan banyak orang.

Merujuk pada pendapat para ahli pada paparan diatas dapat


disimpulkan bahwa birokrasi dapat dikatakan sebagai suatu organisasi
yang memiliki tugas sebagai penyelenggara pemerintahan danbertugas
untuk melayani masyarakat. Reformasi ditujukan untuk memperbaiki
birokrasi, dikarenakan birokrasi yang bertugas melayani masyarakat
dan bersentuhan langsung dengan masyarakat, oleh karena itu untuk
memperbaiki penyelenggaraan pelayanan publik maka pemerintah
melakukan reformasi birokrasi.

Selajutnya pendapat para ahli mengenai Reformasi birokrasi


pada hakikatnya merupakan upaya untuk melakukan pembaharuan
dan perubahan yang mendasar terhadap sistem penyelenggaraan
pemerintahan terutama menyangkut aspek-aspek kelembagaan
(organisasi), ketatalaksanaan (business prosess) dan sumber

7
daya manusia aparatur (Modul Manajemen Reformasi Birokrasi
Kemenkumham, 2019:11)

Menurut Sedarmayanti (2009:72), mengatakan bahwa


reformasi birokrasi merupakan upaya pemerintah untuk meningkatkan
kinerja melalui berbagai cara dengan tujuan efektifitas, efisien, dan
akuntabilitas. Reformasi birokrasi pemerintahan diartikan sebagai
penggunaan wewenang untuk melakukan pembenahan dalam bentuk
penerapan peraturan baru terhadap sistem administrasi pemerintahan
untuk mengubah tujuan, struktur maupun prosedur yang dimaksudkan
untuk mempermudah pencapaian tujuan pembangunan (Dede
Mariana,Jurnal Sosiohumaniora, November 2006: 7)

2. Pengertian Grand Design Reformasi Birokrasi dan Road Map


Reformasi Birokrasi.
Grand Design Reformasi Birokrasi adalah rancangan induk
untuk kurun waktu 2010-2025 berisi langkah-langkah umum penataan
organisasi, penataan tatalaksana, penataan manajemen sumber
daya manusia aparatur, penguatan sistem pengawasan intern,
penguatan akuntabilitas, peningkatan kualitas pelayanan publik dan
pemberantasan praktek KKN.

Pelaksanaan operasional dari Grand Design Reformasi Birokrasi


2010-2025, dituangkan melalui Road Map Reformasi Birokrasi
yang ditetapkan setiap 5 (lima) tahun sekali oleh Menteri Negara
Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (MenPAN-
RB).

Road Map Reformasi Birokrasi adalah bentuk operasionalisasi


dari Grand Design Reformasi Birokrasi yang disusun dan dilakukan
setiap 5 (lima) tahun sekali dan merupakan rencana rinci pelaksanaan
Reformasi Birokrasi dari 1 (satu) tahapan ke tahapan selanjutnya
selama 5 (lima) tahun dengan sasaran per tahun yang jelas.

8 REFORMASI BIROKRASI DALAM PENINGKATAN


KUALITAS IMPLEMENTASI REFORMASI BIROKRASI
3. Pengertian Penilaian Mandiri Reformasi Birokrasi (PMPRB) dan
Pembagunan Zona Integritas Menuju Wilayah Bebas dari Korupsi
(WBK) dan Wilayah Birokrasi Bersih dan Melayani (WBBM).
Merujuk pada Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur
Negara Dan Reformasi Birokrasi Republik Indonesia Nomor 26 Tahun
2020 Tentang Pedoman Evaluasi Pelaksanaan Reformasi Birokrasi,
Pengertian Penilaian Mandiri Pelaksanaan Reformasi Birokrasi
yang selanjutnya disingkat PMPRB adalah model penilaian mandiri
yangberbasis prinsip Total Quality Management dan digunakan sebagai
metode untuk melakukan penilaian serta analisis yang menyeluruh
terhadap kinerja instansi pemerintah.

Selanjutnya Pengertian Pembagunan Zona Integritas Menuju


Wilayah Bebas dari Korupsi (WBK) dan Wilayah Birokrasi Bersih
dan Melayani (WBBM) berdasarkan pada Peraturan Menteri
Pendayagunaan Aparatur Negara Dan Reformasi Birokrasi Republik
Indonesia Nomor 10 Tahun 2019 Tentang Perubahan Atas Peraturan
Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Dan Reformasi Birokrasi
Nomor 52 Tahun 2014 Tentang Pedoman Pembangunan Zona
Integritas Menuju Wilayah Bebas Dari Korupsi Dan Wilayah Birokrasi
Bersih Dan Melayani Di Lingkungan Instansi Pemerintah yaitu

a. Zona Integritas (ZI) adalah predikat yang diberikan kepada


instansi pemerintah yang pimpinan dan jajarannya mempunyai
komitmen untuk mewujudkan WBK/WBBM melalui reformasi
birokrasi, khususnya dalam hal pencegahan korupsi dan
peningkatan kualitas pelayanan publik;
b. Menuju Wilayah Bebas dari Korupsi yang selanjutnya disingkat
Menuju WBK adalah predikat yang diberikan kepada suatu unit
kerja/kawasan yang memenuhi sebagian besar manajemen
perubahan, penataan tatalaksana, penataan sistem manajemen
SDM, penguatan pengawasan, dan penguatan akuntabilitas
kinerja;

9
c. Menuju Wilayah Birokrasi Bersih dan Melayani yang selanjutnya
disingkat Menuju WBBM adalah predikat yang diberikan kepad
suatu unit kerja/kawasan yang memenuhi sebagian besar
manajemen perubahan, penataan tatalaksana, penataan
sistem manajemen SDM, penguatan pengawasan, penguatan
akuntabilitas kinerja, dan penguatan kualitas pelayanan publik.

B. Konsep Dasar Regulasi Reformasi Birokrasi


Pelaksanaan reformasi birokrasi secara umum di Indonesia
berpedoman pada Peraturan Presiden Nomor 81 Tahun 2010 tentang Grand
Design Reformasi Birokrasi Tahun 2010-2025.

Pelaksanaan operasional dari Grand Design Reformasi Birokrasi 2010-


2025, dituangkan melalui Road Map Reformasi Birokrasi yang ditetapkan
setiap 5 (lima) tahun sekali oleh Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur
Negara dan Reformasi Birokrasi (MenPAN-RB). Sejauh ini ada tiga dokumen
road map yang berhasil dibuat oleh pemerintah mengacu pada grand desain
RB 2010-2025. road map pertama (I) dituangkan melalui Peraturan Menteri
PAN dan RB Nomor 20 tahun 2010 tentang Road Map Reformasi Birokrasi
2010-2014 dan road map kedua (II) ditetapkan dalam Peraturan Menteri
PAN dan RB Nomor 11 Tahun 2015 Tentang Road Map Reformasi Birokrasi
2015-2019, dan road map ketiga (III) ditetapkan dalam Peraturan Menteri
PAN dan RB Nomor 25 Tahun 2020 Tentang Road Map Reformasi Birokrasi
2020-2024.

Membahas mengenai reformasi birokrasi, tidak lepas juga dari


komponen komponen yang ada dalam reformasi birokrasi, komponen
tersebut meliputi Penilaian Mandiri Reformasi Birokrasi (PMPRB) dan
Pembagunan Zona Integritas Menuju Wilayah Bebas dari Korupsi (WBK) dan
Wilayah Birokrasi Bersih dan Melayani (WBBM). Untuk regulasi Penilaian
Mandiri Reformasi Birokrasi (PMPRB) diatur dalam Peraturan Menteri PAN
dan RB Nomor 26 Tahun 2020 Tentang Pedoman Evaluasi Pelaksanaan
Reformasi Birokrasi. dan regulasi mengenai Pembagunan Zona Integritas
Menuju Wilayah Bebas dari Korupsi (WBK) dan Wilayah Birokrasi Bersih dan
Melayani (WBBM) diatur dalam Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur

10 REFORMASI BIROKRASI DALAM PENINGKATAN


KUALITAS IMPLEMENTASI REFORMASI BIROKRASI
Negara Dan Reformasi Birokrasi Republik Indonesia Nomor 10 Tahun
2019 Tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur
Negara Dan Reformasi Birokrasi Nomor 52 Tahun 2014 Tentang Pedoman
Pembangunan Zona Integritas Menuju Wilayah Bebas Dari Korupsi Dan
Wilayah Birokrasi Bersih Dan Melayani Di Lingkungan Instansi Pemerintah.

C. Tujuan, Sasaran dan Strategi Reformasi Birokrasi.

Gambar 2.1 Tujuan, Sasaran dan Strategi Pelaksanaan Reformasi Birokrasi

1. Tujuan Reformasi Birokrasi


Tujuan pelaksanaan Reformasi Birokrasi 2020-2024 adalah
menciptakan pemerintahan yang baik dan bersih. Pencapaian tujuan
ini diukur melalui indikator global diantaranya: Ease of Doing Business
(Kemudahan Melakukan Berbisnis) yang dikeluarkan oleh World Bank,
Corruption Perceptions Index (Indeks Persepsi Korupsi) ,Transparency
International, Government Effectiveness Index (Tingkat Efektifitas
Tata Kelola Pemerintahan) oleh World Bank, dan Trust Barometer

11
oleh Edelman. Selain akan diukur pada akhir periode Roadmap
Reformasi Birokrasi 2020-2024, setiap indikator tersebut juga akan di
evaluasi pencapaiannya setiap tahun sebagai dasar bagi pengambilan
keputusan yang terkait dengan strategis reformasi birokrasi pada
berbagai tingkatan.

2. Sasaran Reformasi Birokrasi


Pembangunan di sub bidang aparatur negara diarahkan pada
tiga sasaran pembangunan. Sasaran Reformasi Birokrasi disesuaikan
dengan sasaran pembangunan sub sektor aparatur negara,
sebagaimana dituangkan dalam Peraturan Presiden Nomor 18 Tahun
2020 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional
(RPJMN) Tahun 2020-2024 yang Reformasi Birokrasi 2020-2024. juga
akan digunakan sebagai sasaran Reformasi Birokrasi. Terdapat tiga
sasaran Reformasi Birokrasi, yaitu:

a. Birokrasi yang bersih dan Akuntabel;


b. Birokrasi yang Kapabel;
c. Pelayanan Publik yang Prima.
Ketiga sasaran Reformasi Birokrasi tersebut diyakini merupakan
pengungkit utama dari pencapaian tujuan dan berbagai indikatornya.
Penetapan ketiga sasaran di atas juga mempertimbangkan
keberlanjutan dari sasaran Reformasi Birokrasi periode sebelumnya
dengan memperhatikan lingkungan strategis pemerintah. Berikut
gambaran hubungan sasaran Reformasi Birokrasi periode sebelumnya
dengan sasaran Reformasi Birokrasi 2020-2024.

12 REFORMASI BIROKRASI DALAM PENINGKATAN


KUALITAS IMPLEMENTASI REFORMASI BIROKRASI
Gambar 2.2
Perbandingan Sasaran Reformasi Birokrasi Antar Periode

Terdapat tujuh indikator sasaran yang akan menjadi tolak ukur


keberhasilan sasaran Reformasi Birokrasi 2020-2024. Di bawah ini
adalah rincian dari indikator sasaran Reformasi Birokrasi 2020-2024
beserta baseline tahun 2019 dan target pada tahun 2024.

REFORMASI BIROKRASI DALAM PENINGKATAN 13


KUALITAS IMPLEMENTASI REFORMASI BIROKRASI
Tabel 2.1 Sasaran dan Target Reformasi Birokrasi 2020-2024

BASELINE
SASARAN INDIKATOR SASARAN TARGET
2019 2024

Birokrasi 1. Persentase n.a 100%


yang kementerian/lembaga/pe
bersih dan merintah daerah dengan
akuntabel Indeks Perilaku Anti
Korupsi minimal baik
2. Persentase
kementerian/lembaga/pe
merintah daerah dengan
Predikat SAKIP minimal B
K/L a. 96,40% a. 100%
Provinsi b. 94,12% b. 100%
(2018)
Kabupaten/Kota c. 46,85% c. 100%
(2018)

3. Persentase
kementerian/lembaga/
pemerintah daerah
dengan Opini BPK minimal a. 94% a. 100%
WTP (2018)
K/L
Provinsi b. 94% b. 100%
(2018)
Kabupaten/Kota c. c.84,5% c. 100%
(2018)
Birokrasi 1. Persentase n.a 100%
yang kementerian/lembaga/pe
kapabel merintah daerah dengan
Indeks Kelembagaan baik K/L
Provinsi Kabupaten/Kota

14 REFORMASI BIROKRASI DALAM PENINGKATAN


KUALITAS IMPLEMENTASI REFORMASI BIROKRASI
2. Persentase
kementerian/lembaga/pe
merintah daerah dengan 74% 100%
predikat penilaian SPBE
minimal Baik
(Indeks SPBE >2,6):
a. K/L
b. Pemerintah Provinsi 50% 80%
c. Pemerintah Kabupaten/ 22% 50%
Kota
3 Nilai Indeks 65,7 100
Profesionalitas ASN 100 (2018)
Pelayanan 1 Persentase
Publik Kementerian/Lembaga/
yang pemerintah daerah
Prima dengan Indeks
Pelayanan Publik yang Baik. 59,52% 100%
a. K/L
b. Pemerintah Provinsi 76,47% 100%
c. Pemerintah Kabupaten/kota 33,27% 100%

3. Strategi Pelaksanaan
Dalam rangka memastikan pencapaian tujuan dan sasaran Road
Map Reformasi Birokrasi 2020-2024 tercapai, strategi pelaksanaan
Reformasi Birokrasi harus ditetapkan sebaik mungkin. Road Map
Reformasi Birokrasi 2020-2024 ini menetapkan hal-hal baru yang
tidak ada pada Road Map periode sebelumnya namun juga tetap
mempertahankan hal-hal baik yang dianggap efektif dari Road Map
periode sebelumnya.

Penambahan hal baru tersebut misalnya adalah ditetapkannya


sasaran dan indikator program yang terukur agar ketercapaian perubahan
pada setiap area dapat lebih dimonitor secara riil. Adapun diantara hal
yang masih tetap dipertahankan dari Road Map periode sebelumnya
adalah pengorganisasian pelaksanaan Reformasi Birokrasi kedalam
tingkatan nasional dan instansional serta pelaksanaan quickwin pada
tingkatan nasional dan instansional. Secara umum, hubungan antara

REFORMASI BIROKRASI DALAM PENINGKATAN 15


KUALITAS IMPLEMENTASI REFORMASI BIROKRASI
tujuan, sasaran, serta strategi pelaksanaan Reformasi Birokrasi 2020-
2024 dapat terlihat pada gambar di bawah ini.

Gambar 2.3 Hubungan antara Tujuan dan Sasaran Reformasi Birokrasi dengan Strategi
Pelaksanaan Reformasi Birokrasi 2020-2024

Secara umum pelaksanaan Reformasi Birokrasi dibagi ke dalam


dua tingkatan pelaksanaan, yaitu:

a. Nasional. Pada tingkat nasional, pelaksanaan Reformasi


Birokrasi dibagi ke dalam tingkat pelaksanaan Makro dan Meso.
1) Makro. Tingkat pelaksanaan makro mencakup penetapan
arah kebijakan Reformasi Birokrasi secara nasional serta
monitoring dan evaluasi pencapaian program-program
Reformasi Birokrasi pada tingkat meso dan mikro.
2) Meso. Tingkat pelaksanaan meso mencakup pelaksanaan
program Reformasi Birokrasi oleh instansi yang ditetapkan
sebagai leading sector. Instansi tersebut bertanggung
jawab dalam perumusan kebijakan-kebijakan inovatif,
menerjemahkan kebijakan makro, mengkoordinasikan
pelaksanaan kebijakan tersebut, serta pemantauan
kemajuan pelaksanaannya.
b. Instansional. Pada tingkat instansional, disebut juga dengan
tingkat pelaksanaan mikro, mencakup implementasi kebijakan/
program Reformasi Birokrasi pada masing-masing kementerian/
lembaga/pemerintah daerah. Kebijakan tersebut sebagaimana
digariskan secara nasional melalui program makro, pogram

16 REFORMASI BIROKRASI DALAM PENINGKATAN


KUALITAS IMPLEMENTASI REFORMASI BIROKRASI
meso, dan pelaksanaan program atau inovasi lainnya yang masih
menjadi bagian dari upaya percepatan Reformasi Birokrasi yang
selaras dengan program Reformasi Birokrasi nasional.

Gambar 2.4 Tingkatan Pelaksanaan Reformasi Birokrasi

REFORMASI BIROKRASI DALAM PENINGKATAN 17


KUALITAS IMPLEMENTASI REFORMASI BIROKRASI
BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan
Reformasi birokrasi digulirkan sebagai suatu upaya untuk menyelesai-
kan permasalahan pemerintahan, permasalah tersebut meliputi pelayanan
publik yang buruk, pemerintahan yang tidak akuntabel, Korupsi, kolusi, dan
nepotisme (KKN),dan puncaknya pada Krisis moneter yang terjadi di Indonesia
pada tahun 1997, krisis ini seakan-akan menjadi puncak dari kekecewaan
rakyat Indonesia terhadap pemerintah. Untuk mengembalikan kepercayaan
rakyat dan membenahi sistem pemerintahan, maka dilaksanakan reformasi
pada sistem pemerintahan di Indonesia.

Pelaksanaan reformasi di Indonesia di laksanakan dengan berpedoman


pada RPJP Tahun 2005 - 2025, yang tercantum dalam Undang-undang
Nomor Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan
Nasional, berdasar regulasi tersebut disusun regulasi mengenai reformasi
birokrasi dalam Grand Design Reformasi Birokrasi yang diatur dalam
Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 81 Tahun 2010 Tentang
Grand Design Reformasi Birokrasi 2010-2025, Untuk memberikan arah
pelaksanaan reformasi birokrasi di kementerian /Lembaga dan pemerintah
daerah di susunlah Road Map Reformasi Birokrasi yang dibuat setiap 5 tahun
sekali. Regulasi tersebut di susun dan dilaksanakan agar pemerintahan
berjalan secara efektif, efisien, terukur, konsisten, terintegrasi, melembaga,
dan berkelanjutan

Untuk mengukur sejauh mana pelaksanaan refomasi birokrasi pada


Kementerian, Lembaga dan pemerintah daerah, Menpan RB membuat
suatu sistem penilaian yaitu Penilaian Mandiri Pelaksanaan Reformasi
Birokrasi (PMPRB), dengan adanya sistem penialan mandiri ini diharapkan
Kementerian, Lembaga dan Pemerintah derah dapat memantau bagaimana
pelaksanaan

117
Reformasi Birokrasi di unit kerjanya, dalam PMPRB tersebut terdapat
2 komponen yaitu komponen pengungkit yang dibagi lagi menjadi (aspek
pemenuhan, aspek hasil dan aspek reform) dan hasil, penialian yang menjadi
tolak ukur pelaksanaan refomasi birokrasi.

Sebagai rangkaian dari pelaksanaan reformasi birokrasi pada


kementerian/Lembaga dan pemerintah daerah dilaksanakan juga
Pembagunan Zona Integritas (ZI) Menuju Wilayah Bebas dari Korupsi
(WBK) dan Wilayah Birokrasi Bersih Melayani (WBBM), Pembagunan ZI
menuju WBK/WBBM merupakan suatu predikat yang diberikan kepada unit
kerja yang berhasil melakukan reform dan berkomitmen untuk bebas dari
korupsi. Tolak ukur untuk mendapatkan predikat WBK/WBBM dilakukan
dengan memenuhi komponen penilaian berupa pelaksanaan pada 6 area
perubahan.

Pelaksanaan Reformasi Birokrasi Di Kementerian Hukum dan HAM


dilaksanakan berdasarkan regulasi yang sudah ditetapkan yaitu Grand
Design Reformasi Birokrasi yang diatur dalam Peraturan Presiden Republik
Indonesia Nomor 81 Tahun 2010 Tentang Grand Design Reformasi Birokrasi
2010-2025, mengacu pada grand design tersebut telah disusun Road
Map Reformasi Birokrasi Kementerian Hukum dan HAM, yang regulasinya
ditetapkan dalam Permenkumham Nomor: M.HH-23.OT.03.01 Tahun 2019
Tentang Road Map Reformasi Birokrasi Kementerian Hukum Dan Hak Asasi
Manusia Republik Indonesia Tahun 2020-2024. Road Map ini dijadikan
sebagai arah pelaksanaan Reformasi birokrasi di kementerian Hukum dan
HAM.

Pelaksanaan PMPRB di Kementerian Hukum dan HAM sudah


dilakukan dan mendapat pencapain indeks reformasi birokrasi pada tahun
2019 yaitu 78,98 dengan kategori pada kategori BB dengan predikat “Baik”,
yang berarti secara instansional Kementerian Hukum dan HAM mampu
mewujudkan sebagian besar sasaran reformasi birokrasi, namun pencapaian
sasaran pada tingkat unit kerja hanya sebagian kecil saja.

118 REFORMASI BIROKRASI DALAM PENINGKATAN


KUALITAS IMPLEMENTASI REFORMASI BIROKRASI
Pada pembagunan ZI menuju WBK/WBBM Kementerian Hukum dan
HAM sudah melakukan pencanangan ZI pada seluruh unit pusat dan seluruh
kantor wilayah serta unit kerjanya, pada tahun 2019 terdapat 43 (empat
puluh tiga) satuan kerja Kementerian Hukum dan HAM Kembali memperoleh
predikat WBK/WBBM yang meliputi 4 (empat) satker WBBM dan 39 (tiga
puluh sembilan) satker WBK.

B. Saran dan Rekomendasi


Dalam meningkatkan kualitas pelaksanaan Reformasi Birokrasi
serta menumbuhkan budaya kinerja dan memperkuat integritas pegawai
di lingkungan Kementerian Hukum dan HAM perlu dilaksanakan kegiatan
sebagai berikut

1. Penyusunan Road Map Reformasi Birokrasi Kementerian Hukum dan


HAM yang selaras dengan Renstra Kementerian Hukum dan HAM dan
Road Map Reformasi Birokrasi Nasional.
2. Memperkuat pelaksanaan "agen perubahan" yang tidak hanya
bertugas mempromosikan perubahan di lingkungannya, namun juga
mampu membangun social control diantara rekan kerja dalam upaya
penguatan integritas.
3. Reviu atas struktur organisasi hendaknya lebih difokuskan kepada
kesesuaian antara struktur organisasi dengan kinerja yang ingin
dihasilkan dan mandat Kementerian Hukum dan HAM.
4. Mengoptimalkan sistem manajemen SDM dengan melakukan
assessment pegawai secara menyeluruh dan menyempurnakan
ukuran kinerja individu yang mengacu kepada kinerja organisasi.
5. Melakukan evaluasi atas efektivitas penanganan gratifikasi, penerapan
SPIP, pengaduan masyarakat, WBK dan benturan kepentingan di
tingkat unit kerja maupun Lembaga.

REFORMASI BIROKRASI DALAM PENINGKATAN 119


KUALITAS IMPLEMENTASI REFORMASI BIROKRASI
BAB IV
KONSEPSI DASAR PMPRB DAN PEMBAGUNAN ZONA
INTEGRITAS MENUJU WBK/WBBM

Setelah membaca bab ini, pembaca di harapkan dapat memahami dan menjelaskan konsep
PMPRB dan Pembangunan ZI Menuju WBK/WBBM serta capaian dari pelaksanaan kedua
program tersebut di Kementerian Hukum dan HAM.

Untuk melengkapi pembahasan mengenai Reformasi birokrasi, pada bab


ini akan dibahas mengenai Penilaian Mandiri Pelaksanaan Reformasi Birokasi
(PMPRB) dan Pembangunan ZI Menuju WBK/WBBM. PMPRB merupakan metode
untuk menilai kinerja instansi pemerintah, sedangkan Pembangunan ZI Menuju
WBK/WBBM adalah penghargaan terhadap instansi pemerintah yang berkomitmen
mewujudkan WBK/WBBM dalam sistem birokrasi, Pembangunan ZI Menuju WBK/
WBBM merupakan miniatur pelaksanaan RB di Indonesia.

A. Konsepsi Dasar Penilaian Mandiri Pelaksanaan Reformasi


Birokrasi (PMPRB)
Sistem Dasar Penilaian Mandiri Pelaksanaan Reformasi Birokrasi
(PMPRB) dalam pedoman ini disusun atas dasar Peraturan Menteri Negara
Pendayagunaan Aparatur Sipil Negara dan Reforamasi Birokrasi Nomor 26
Tahun 2020 tentang Pedoman Evaluasi Pelaksanaan Reformasi Birokrasi.
Sistem ini dapat di gambarkan sebagai berikut:

Gambar 4.1 Persentase Komponen Penilaian RB

57
1. Pengungkit
Penilaian terhadap setiap program dalam komponen pengungkit
(proses) dan sasaran reformasi birokrasi diukur melalui indikator-indikator
yang dipandang mewakili program tersebut. Sehingga dengan menilai
indikator tersebut diharapkan dapat memberikan gambaran pencapaian
upaya yang berdampak pada pencapaian sasaran reformasi birokrasi
Komponen pengungkir terbagi atas 3 (tiga) aspek, yaitu Aspek Pemenuhan,
Aspek Hasil Antara Area Area Perubahan dan Aspek Reform. Aspek-aspek
tersebut menjadi bagian dari 8 (delapan) area perubahan reformasi birorkasi,
yaitu: manajemen perubahan, deregulasi kebijakan, organisasi, tata laksana,
SDM aparatur, akuntabilitas, pengawasan, dan pelayanan public.

a. Manajemen Perubahan
Manajemen perubahan bertujuan untuk menstranformasi system dan
mekanisme kerj organisasi serta mindset (pola pikir) dan cultureset (cara
kerja) individu ASN menjadi adptif, inovatif, responsive, professional,
dan berintegritas sehingga dapat memenuhi tuntutan perkembangan
zaman dan kebutuhan masyarakat yang semakin meningkat. Kondisi
yang ingin dicapai pada area perubahan ini adalah:

1) Semakin konsistennya keterlibatan pimpinan dan selurruh jajaran


pegawai dalam melaksanakan reformasi birorkasi.
2) Perubahan pola pikir dan budaya kerja yang semakin meningkat,
khususnya dalam merespon perkembangan zaman.
3) Menurunnya resistensi terhadap perubahan
4) Budaya perubahan yang semakin melekat (embedded).
Atas dasar tersebut, maka untuk mengukur pencapaian kondisi ini
digunakan indikator- indikator sebagai berikut:

1) Aspek Pemenuhan
a) Tim Reformasi Birokrasi
Pengukuran indikator ini dilakukan dengan melihat kondisi
apakah:

(1) Tim Reformasi Birokrasi/Penanggung Jawab


Reformasi Birokrasi unit kerja telah dibentuk;

58 REFORMASI BIROKRASI DALAM PENINGKATAN


KUALITAS IMPLEMENTASI REFORMASI BIROKRASI
(2) Tim Reformasi Birokrasi/Penanggung Jawab
Reformasi Birokrasi telah melaksanakan tugas
sesuai rencana kerja Tim Reformasi Birokrasi;
(3) Tim Reformasi Birokrasi/Penanggung Jawab
Reformasi Birokrasi telah melakukan monitoring
dan evaluasi rencana kerja, dan hasil evaluasi telah
ditindaklanjuti.
b) Road Map Reformasi Birokrasi
(1) Road Map / Rencana Kerja Reformasi Birokrasi unit
kerja telah disusun dan diformalkan;
(2) Road Map telah mencangkup 8 area perubahan
yang terintegrasi;
(3) Road Map telah mencangkup “quick win”;
(4) Penyusunan road map telah melibatkan seluruh unit
organisasi;
(5) Telah terdapat sosialisasi/internalisasi Road Map/
Rencana kerja Reformasi Birokrasi unit kerja kepada
anggota organisasi;
(6) Rencana Kerja Birokrasi unit kerja selaras dengan
Road Map.
c) Pemantauan dan Evaluasi Reformasi Birokrasi
Pengukuran inidikator ini dilakukan dengan melihat kondisi
apakah:

(1) PMPRB telah direncanakan dan diorganisasikan


dengan baik;
(2) Aktivitas PMPRB telah dikomunikasikan pada
masing-masing unit kerja;
(3) Telah dilakukan pelatihan cukup bagi Tim Asesor
PMPRB;
(4) Pelaksanaan PMPRB dilakukan oleh asesor sesuai
dengan ketentuan yang berlaku;

REFORMASI BIROKRASI DALAM PENINGKATAN 59


KUALITAS IMPLEMENTASI REFORMASI BIROKRASI
(5) Koordinator asesor PMPRB melakukan reviu
terhadap kertas kerja asesor sebelum menyusun
kertas kerja kementerian;
(6) Para asesor mencapai konsensus atas pengisian
kertas kerja sebelum menetapkan nilai PMPRB
kementerian;
(7) Rencana Aksi Tindak Lanjut (RATL) telah
dikomunikasikan dan dilaksanakan;
(8) Penanggungjawab reformasi birokrasi internal unit
kerja telah melakukan pemantauan dan evaluasi
pelaksanaan rencana kerja.
d) Perubahan pola pikir dan budaya kerja
Pegukuran indikator ini dilakukan dengan melihat kondisi
apakah:

(1) Terdapat keterlibatan pimpinan tertinggi/ pimpinan


unit kerja secara aktif secara aktif dan berkelanjutan
dalam pelaksanaan reformasi birokrasi;
(2) Terdapat media komunikasi secara reguler untuk
mensosialisasikan tentang reformasi birokrasi yang
sedang dan akan dilakukan; dan
(3) Terdapat upaya untuk menggerakan organisasi/
unit kerja dalam melakukan perubahan melalui
pembentukan Agent of Change ataupun Role Model.
2) Aspek Hasil Antara
Pada area Manajemen Perubahan, untuk saat ini belum
terdapat indikator yang menggambarkan hasil antara. Akan
tetapi dimungkinkan ada perubahan jika terdapat penilaian yang
relevan di waktu tertentu.

3) Aspek Reform
Pada area ini, pengukuran keberhasilan program dilakukan
dengan melihat kondisi apakah:

60 REFORMASI BIROKRASI DALAM PENINGKATAN


KUALITAS IMPLEMENTASI REFORMASI BIROKRASI
a) Komitmen dalam Perubahan
(1) Agen perubahan telah membuat perubahan yang
konkret;
(2) Perubahan yang dibuat Agen Perubahan telah
terintegrasi dalam sistem manajemen;
(3) Kementerian mendorong unit kerja untuk melakukan
perubahan (reform).
b) Komitmen Pimpinan
(1) Pimpinan memiliki komitmen terhadap pelaksanaan
reformasi birokrasi, dengan adanya target capaian
reformasi yang jelas di dokumen perencanaan
kementerian;
(2) Pimpinan memiliki komitmen terhadap pelaksanaan
reformasi birokrasi, dengan adanya perhatian khusus
kepada unit kera yang berhasil melaksanakan
reformasi.
c) Membangun Budaya Kerja
Instansi membangun budaya kerja positif dan menerapkan
nilai organisasi dalam pelaksanaan tugas sehari-hari.

b. Deregulasi Kebijakan
Deregulasi kebijakan bertujuan untuk menyederhanakan regulasi dan
menghapus regulasi/kebijakan yang sifatnya menghambat. Selain
melaksanakan deregulasi kebijakan, Kementerian Hukum dan HAM
diharapkan dapat meningkatkan efektivitas pengelolaan peraturan
perundang-undangan yang dikeluarkan. Kondisi yang ingin dicapai
melalui program ini adalah:

1) Menurunnya tumpang tindih dan disharmonisasi peraturan


perundang- undangan yang dikeluarkan oleh Kementerian
Hukum dan HAM;
2) Meningkatnya efektivitas pengelolaan peraturan perundang-
undangan Kementerian Hukum dan HAM;

REFORMASI BIROKRASI DALAM PENINGKATAN 61


KUALITAS IMPLEMENTASI REFORMASI BIROKRASI
3) Menurunnya kebijakan yang menghambat investasi perizinan/
kemudahan berusaha.
Atas dasar tersebut, maka untuk mengukur pencapaian program
ini digunakan indikator-indikator :

1) Aspek Pemenuhan
a) Harmonisasi
Pengukuran indikator ini dilakukan dengan melihat
kondisi apakah:

(1) Telah dilakukan indentifikasi, analisis, dan


pemetaan terhadap peraturan perundang-
undangan yang tidak harmonis/tidak sinkron/
bersifat menghambat yang akan direvisi/
dihapus;
(2) Telah dilakukan revisi peraturan perundang-
undangan yang tidak harmonis/tidak sinkron/
bersifat menghambat;
(3) Telah dilakukan revisi kebijakan yang tidak
harmonis/tidak sinkron/bersifat menghambat.
b) Sistem pengendalian dalam penyusunan peraturan
perundang- undangan
Pengukuran indikator ini dilakukan dengan melihat
kondisi apakah:

(1) Adanya sistem pengendalian penyusunan


peraturan perundangan yang mensyaratkan
adanya rapat koordinasi, naskah akademis/
kajian/policy paper, dan paraf koordinasi; dan
(2) Telah dilakukan evaluasi atas pelaksanaan
sistem pengendalian penyusunan peraturan
perundang-undangan.
2) Aspek Hasil Antara
Pada area Deregulasi Kebijakan, untuk saat ini belum
terdapat indikator yang menggambarkan hasil antara. Akan

62 REFORMASI BIROKRASI DALAM PENINGKATAN


KUALITAS IMPLEMENTASI REFORMASI BIROKRASI
tetapi dimungkinkan ada perubahan jika terdapat penilaian
yang relevan di waktu tertentu.

3) Aspek Reform
Pada area ini, pengukuran keberhasilan program dilakukan
dengan melihat kondisi apakah:

a) Peran Kebijakan
(1) Kebijakan yang diterbitkan memiliki peta
keterkaitan dengan kebijakan lainnya;
(2) Kebijakan terkait pelayanan dan atau perizinan
yang diterbitkan; memuat unsur kemudahan
dan efisiensi pelayanan utama Kementerian
Hukum dan HAM;
(3) Kebijakan terkait pelayanan dan atau perizinan
yang diterbitkan memuat unsur kemudahan
dan efisiensi pelayanan utama unit kerja.
b) Penyelesaian Kebijakan
Penyelesaian kebijakan sesuai dengan Program
Legislasi Kementerian Hukum dan HAM.

c. Penataan dan Penguatan Organisasi


Penataan dan penguatan organisasi bertujuan untuk meningkatkan
efisiensi dan efektivitas organisasi Kementerian Hukum dan HAM
secara proporsional sesuai dengan kebutuhan pelaksanaan tugas
masing-masing, sehingga organisasi menjadi tepat fungsi dan tepat
ukuran (Right Sizing). Selian itu, penataan dan penguatan organisasi
juga diarahkan untuk menciptakan organisasi pemerintah yang
semakin sederhana dan lincah yang salah satunya ditunjukkan dengan
berkurangnya jenjang organisasi. Kondisi yang ingin dicapai melalui
program ini adalah:

1) Menurunnya tumpang tindih tugas pokok dan fungsi internal


Kementerian Hukum dan HAM;
2) Meningkatnya kapasitas Kementerian Hukum dan HAM dalam
melaksanakan tugas dan fungsi;

REFORMASI BIROKRASI DALAM PENINGKATAN 63


KUALITAS IMPLEMENTASI REFORMASI BIROKRASI
3) Terciptanya desain organisasi Kementerian Hukum dan HAM
yang mendukung kinerja;
4) Berkurangnya jenjang organisasi Kementerian Hukum dan HAM
dalam rangka meningkatkan efektivitas dan efisiensi kerja.
Atas dasar tersebut, maka untuk mengukur pencapaian program ini
digunakan indikator-indikator:

1) Aspek Pemenuhan
a) Penataan Organisasi
Pengukuran indikator ini dilakukan dengan melihat kondisi
apakah:

(1) Telah disusun desain organisasi yang sesuai dengan


rencana strategis;
(2) Telah dilakukan penyederhanaan tingkat struktur
organisasi;
(3) Telah dirumuskan mekanisme hubungan dan
koordinasi antara JPT dengan Kelompok Jabatan
Fungsional yang ditetapkan oleh pimpinan instansi;
(4) Telah dilakukan pengalihan jabatan struktural ke
jabatan fungsional sesuai kriteria unit organisasi
yang berpotensi dialihkan;
(5) Telah disusun kelompok jabatan fungsional yang
sesuai dengan tugas dan fungsi unit organisasi.
b) Evaluasi Kelembagaan
Pengukuran indikator ini dilakukan dengan melihat kondisi
apakah:

(1) Telah dilakukan evaluasi yang bertujuan untuk menilai


ketepatan fungsi dan ketepatan ukuran organisasi;
(2) Telah dilakukan evaluasi yang mengukur jenjang
organisasi;
(3) Telah dilakukan evaluasi yang menganalisis
kemungkinan duplikasi fungsi;

64 REFORMASI BIROKRASI DALAM PENINGKATAN


KUALITAS IMPLEMENTASI REFORMASI BIROKRASI
(4) Telah dilakukan evaluasi yang menganalisis satuan
organisasi yang berbeda tujuan namun ditempatkan
dalam satu kelompok;
(5) Telah dilakukan evaluasi yang menganalisis
kemungkinan adanya pejabat yang melapor kepada
lebih dari seorang atasan;
(6) Telah dilakukan evaluasi kesesuaian tugas dan fungsi
dengan sasaran kinerja unit organisasi di atasnya;
(7) Telah dilakukan evaluasi yang menganalisis rentang
kendali terhadap struktur yang langsung berada di
bawahnya;
(8) Telah dilakukan evaluasi yang menganalisis ke-
sesuaian struktur organisasi/unit kerja dengan kinerja
yang akan dihasilkan;
(9) Telah dilakukan evaluasi atas kesesuaian
struktur organisasi dengan mandat /kewenangan
Kementerian Hukum dan HAM;
(10) Telah dilakukan evaluasi yang menganalisis
kemungkinan tumpang tindih fungsi dengan instansi
lain; dan
(11) Telah dilakukan evaluasi yang menganalisis
kemampuan struktur organisasi untuk adaptif
terhadap perubahan lingkungan strategis.
c) Tindak Lanjut Evaluasi
Pengukuran indikator ini dilakukan dengan melihat kondisi
apakah:

(1) Hasil evaluasi telah ditindaklanjuti dengan


mengajukan perubahan organisasi;
(2) Hasil evaluasi untuk ditindaklanjuti dengan
penyederhanaan birokrasi.

REFORMASI BIROKRASI DALAM PENINGKATAN 65


KUALITAS IMPLEMENTASI REFORMASI BIROKRASI
2) Aspek Hasil Antara
Pada area Deregulasi Kebijakan, untuk saat ini belum terdapat
indikator yang menggambarkan hasil antara. Akan tetapi
dimungkinkan ada perubahan jika terdapat penilaian yang
relevan di waktu tertentu.

3) Aspek Reform
Pada area ini, pengukuran keberhasilan program dilakukan
dengan melihat kondisi apakah:

a) Organisasi Berbasis Kinerja


Pengukuran indikator ini dilakukan dengan melihat kondisi
apakah telah dilakukan penyesuaian organisasi dalam
rangka mewujudkan organisasi yang efektif, efisien
dan tepat ukuran sesuai dengan proses bisnis, dengan
mempertimbangkan kinerja utama yang dihasilkan.

b) Penyederhanaan Organisasi
Pengukuran indikator ini dilakukan dengan melihat kondisi
apakah jumlah peta proses bisnis yang ideal dalam rangka
penyederhanaan organisasi.

c) Hasil Evaluasi Kelembagaan


Pengukuran indikator ini dilakukan dengan melihat hasil
evaluasi kelembagaan.

d. Penataan Tatalaksana
Penataan Tatalaksana bertujuan untuk meningkatkan efektivitas
dan efisiensi sistem, proses, dan prosedur kerja pada Kementerian
Hukum dan HAM. Salah satunya adalah dengan menerapkan Sistem
Pemerintahan Berbasis Elektronik (SPBE) yang akan menjadi acuan
dalam integrasi proses bisnis, data, infrastruktur, aplikasi dan keamanan
SPBE untuk menghasilkan keterpaduan secara nasional. Kondisi yang
ingin dicapai melalui program ini adalah:

66 REFORMASI BIROKRASI DALAM PENINGKATAN


KUALITAS IMPLEMENTASI REFORMASI BIROKRASI
1) Meningkatnya penggunaan teknologi informasi dalam proses
penyelenggaraan manajemen pemerintahan di Kementerian
Hukum dan HAM;
2) Terciptanya pemanfaatan teknologi informasi terintegrasi yang
akan menghasilkan keterpaduan proses bisnis, data, infrastruktur,
dan aplikasi secara nasional;
3) Meningkatnya efektivitas dan efisiensi proses manajemen
pemerintahan;
4) Meningkatnya kinerja di Kementerian Hukum dan HAM;
Atas dasar tersebut, maka untuk mengukur pencapaian program ini
digunakan indikator-indikator sebagai berikut:

1) Aspek Pemenuhan
a) Proses Bisnis dan Prosedur Operasional Tetap (SOP):
Pengukuran indikator ini dilakukan dengan melihat kondisi
apakah:

(1) Telah disusun peta proses bisnis yang sesuai


dengan pedoman penyusunan Peta Proses Bisnis
Kementerian Hukum dan HAM;
(2) Telah memiliki peta proses bisnis yang sesuai dengan
tugas dan fungsi;
(3) Telah disusun peta proses bisnis yang sesuai
dengan dokumen rencana strategis dan rencana
kerja organisasi;
(4) Telah memiliki peta proses bisnis yang sesuai
dengan tugas dan fungsi dan selaras dengan Kinerja
Organisasi secara berjenjang;
(5) Peta proses bisnis sudah dijabarkan ke dalam
prosedur operasional tetap (SOP);
(6) Telah dilakukan penjabaran peta lintas fungsi (peta
level n) ke dalam SOP;
(7) Prosedur operasional tetap (SOP) telah diterapkan;

REFORMASI BIROKRASI DALAM PENINGKATAN 67


KUALITAS IMPLEMENTASI REFORMASI BIROKRASI
(8) Peta proses bisnis dan prosedur operasional telah
dievaluasi dan disesuaikan dengan perkembangan
tuntutan efisiensi dan efektifitas birokrasi;
(9) Telah dilakukan evaluasi terhadap peta proses bisnis
yang sesuai dengan efektivitas hubungan kerja antar
unit organisasi untuk menghasilkan kinerja sesuai
dengan tujuan pendirian organisasi.
b) Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik (SPBE)
Pengukuran indikator ini dilakukan dengan melihat kondisi
apakah:

(1) Kementerian Hukum dan HAM memiliki Arsitektur


SPBE;
(2) Kementerian Hukum dan HAM memiliki Peta Rencana
SPBE;
(3) Tim Koordinasi SPBE Kementerian Hukum dan HAM
melaksanakan tugas dan program kerjanya;
(4) Kementerian Hukum dan HAM menerapkan
Manajemen Layanan SPBE;
(5) Kementerian Hukum dan HAM memiliki Layanan
Kepegawaian Berbasis Elektronik;
(6) Kementerian Hukum dan HAM memiliki Layanan
Kearsipan Berbasis Elektronik;
(7) Kementerian Hukum dan HAM memiliki Layanan
Perencanaan, Penganggaran, dan Kinerja Berbasis
Elektronik;
(8) Kementerian Hukum dan HAM memiliki Layanan
Publik Berbasis Elektronik.
c) Keterbukaan Informasi Publik
Pengukuran indikator ini dilakukan dengan melihat kondisi
apakah:

(1) Ada kebijakan pimpinan tentang keterbukaan


informasi public;

68 REFORMASI BIROKRASI DALAM PENINGKATAN


KUALITAS IMPLEMENTASI REFORMASI BIROKRASI
(2) Melakukan monitoring dan evaluasi pelaksanaan
kebijakan keterbukaan informasi publik.
2) Aspek Hasil Antara
Pada area Penataan Tatalaksana, aspek hasil antara diukur
dengan menggunakan indkator yang berasal dari 4 (empat)
urusan, yaitu:

a) Peta proses bisnis mempengaruhi penyederhanaan


jabatan dilakukan dengan melihat apakah telah disusun
peta proses bisnis dengan adanya penyederhanaan
jabatan.
b) Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik (SPBE) yang
terintegrasi
(1) Implementasi SPBE telah terintegrasi dan mampu
mendorong pelaksanaan pelayanan publik yang
lebih cepat dan efisien;
(2) Implementasi SPBE telah terintegrasi dan mampu
mendorong pelaksanaan pelayanan internal
organisasi yang lebih cepat dan efisien;
(3) Predikat Indeks SPBE.
3) Transformasi digital memberikan nilai manfaat
a) Transformasi digital pada bidang proses bisnis utama telah
mampu memberikan nilai manfaat bagi organisasi secara
optimal;
b) Transformasi digital pada bidang administrasi pemerintahan
telah mampu memberikan nilai manfaat bagi organisasi
secara optimal;
c) Transformasi digital pada bidang pelayanan publik telah
mampu memberikan nilai manfaat bagi organisasi secara
optimal.
e. Penataan Sistem Manajemen SDM Aparatur
Penataan sistem manajemen SDM aparatur bertujuan untuk
meningkatkan profesionalisme SDM aparatur Kementerian Hukum
dan HAM yang didukung oleh sistem rekruitmen dan promosi aparatur

REFORMASI BIROKRASI DALAM PENINGKATAN 69


KUALITAS IMPLEMENTASI REFORMASI BIROKRASI
berbasis kompetensi, transparan, serta memperoleh gaji dan bentuk
jaminan kesejahteraan yang sepadan. Kondisi yang ingin dicapai
melalui program ini adalah:

1) Meningkatnya ketaatan terhadap pengelolaan SDM aparatur;


2) Meningkatnya transparansi dan akuntabilitas pengelolaan SDM
aparatur;
3) Meningkatnya disiplin SDM aparatur;
4) Meningkatnya efektivitas manajemen SDM;
5) Meningkatnya profesionalisme SDM aparatur
Atas dasar tersebut, maka untuk mengukur pencapaian program ini
digunakan indikator-indikator :

1) Aspek Pemenuhan
a) Perencanaan kebutuhan pegawai sesuai dengan
kebutuhan organisasi
Pengukuran indikator ini dilakukan dengan melihat kondisi
apakah:

(1) Rencana redistribusi pegawai telah disusun dan


diformalkan;
(2) Perhitungan kebutuhan pegawai telah dilakukan;
(3) Proyeksi kebutuhan 5 (lima) tahun telah disusun dan
diformalkan;
(4) Perhitungan formasi jabatan yang menunjang kinerja
utama Kementerian Hukum dan HAM telah dihitung
dan diformalkan.
(5) Perhitungan kebutuhan pegawai telah dilakukan
sesuai kebutuhan unit kerja;
(6) Analisis jabatan dan analisis beban kerja telah
dilakukan; dan
(7) Analisis jabatan dan analisis beban kerja telah sesuai
kebutuhan unit kerja dan selaras dengan kinerja
utama

70 REFORMASI BIROKRASI DALAM PENINGKATAN


KUALITAS IMPLEMENTASI REFORMASI BIROKRASI
b) Proses penerimaan pegawai transparan, objektif, akuntabel
dan bebas Korupsi Kolusi dan Nepotisme (KKN)
Pengukuran indikator ini dilakukan dengan melihat kondisi
apakah:

(1) Pengumuman penerimaan diinformasikan secara


luas kepada masyarakat;
(2) Pendaftaran dapat dilakukan dengan mudah, cepat
dan pasti (daring);
(3) Persyaratan jelas, tidak diskriminatif.
(4) Proses seleksi transparan, objektif, adil, akuntabel
dan bebeas KKN.
(5) Pengumuman hasil seleksi diinformasikan secara
terbuka.
c) Pengembangan pegawai berbasis kompetensi
Pengukuran indikator ini dilakukan dengan melihat kondisi
apakah:

(1) Telah ada standar kompetensi jabatan;


(2) Telah dilakukan asessment jabatan;
(3) Telah disusun rencana pengembangan kompetensi
dengan dukungan anggaran yang mencukupi;
(4) Telah diidentifikasi kebutuhan pengembangan
kompetensi;
(5) Telah dilakukan pengembangan pegawai berbasis
kompetensi sesuai dengan rencana dan kebutuhan
pengembangan kompetesi;
(6) Telah dilakukan monitoring dan evaluasi
pengembangan pegawai berbasis kompetensi
secara berkala.
d) Promosi jabatan dilakukan secara terbuka
Pengukuran indikator ini dilakukan dengan melihat kondisi
apakah:

(1) Kebijakan promosi terbuka telah ditetapkan;

REFORMASI BIROKRASI DALAM PENINGKATAN 71


KUALITAS IMPLEMENTASI REFORMASI BIROKRASI
(2) Promosi terbuka pengisian jabatan pimpinan tinggi
telah dilaksanakan;
(3) Promosi terbuka dilakukan secara kompetitif dan
objektif;
(4) Promosi terbuka dilakukan oleh panitia seleksi yang
independen;
(5) Hasil setiap tahapan seleksi diumumkan secara
terbuka.
e) Penetapan kinerja individu
Pengukuran indikator ini dilakukan dengan melihat kondisi
apakah:

(1) Capaian kinerja individu telah dijadikan dasar untuk


pemberian tunjangan kinerja.
(2) Penerapan penetapan kinerja individu;
(3) Terdapat penilaian kinerja individu yang terkait
dengan kinerja organisasi;
(4) Ukuran kinerja individu telah memiliki kesesuaian
dengan indikator kinerja individu di level atasnya;
(5) Pengukuran kinerja individu dilakukan secara
periodik;
(6) Telah dilakukan monitoring dan evaluasi atas
pencapaian kinerja individu;
(7) Hasil penilaian kinerja individu telah dijadikan dasar
untuk pengembangan karir individu/pemberian
penghargaan dan sanksi lainnya.
f) Penegakan aturan disiplin/kode etik/kode perilaku pegawai
Pengukuran indikator ini dilakukan dengan melihat kondisi
apakah:
(1) Aturan disiplin/kode etik/kode perilaku pegawai telah
ditetapkan;
(2) Adanya monitoring evaluasi atas pelaksanaan aturan
disiplin/kode etik/ kode perilaku pegawai; dan

72 REFORMASI BIROKRASI DALAM PENINGKATAN


KUALITAS IMPLEMENTASI REFORMASI BIROKRASI
(3) Adanya pemberian sanksi (punishment) dan imbalan
(reward).
g) Pelaksanaan evaluasi jabatan
Pengukuran indikator ini dilakukan dengan melihat kondisi
apakah:

(1) Informasi faktor jabatan telah disusun;


(2) Peta jabatan telah ditetapkan;
(3) Kelas jabatan telah ditetapkan.
(4) Unit kerja telah mengimplementasikan Standar
Kompetensi Jabatan (SKJ);
(5) Unit kerja telah melaksanakan evaluasi jabatan
berdasarkan SKJ.
h) Sistem Informasi Kepegawaian (SIK)
Pengukuran indikator ini dilakukan dengan melihat kondisi
apakah:

(1) Sistem informasi kepegawaian telah dibangun sesuai


kebutuhan;
(2) Sistem informasi kepegawaian terus dimutakhirkan;
(3) Sistem informasi kepegawaian digunakan sebagai
pendukung pengambilan kebijakan manajemen
SDM;
(4) Sistem informasi kepegawaian dapat diakses oleh
pegawai.
2) Aspek Hasil Antara
Pada Penataan Sistem Manajemen SDM Aparatue, aspek hasil
antara diukur dengan menggunakan indkator yang berasal dari
2 (dua) urusan, yaitu:

1) Merit Sistem, diukur dengan Indeks Sistem Merit dari


KASN;
2) ASN Profesional, diukur dengan Indeks Profesionalitas
dari Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan
Reformasi Birorkasi.

REFORMASI BIROKRASI DALAM PENINGKATAN 73


KUALITAS IMPLEMENTASI REFORMASI BIROKRASI
3) Aspek Reform
Pada area ini, pengukuran keberhasilan program dilakukan
dengan melihat kondisi apakah:

a) Kinerja Individu
Pengukuran indikator ini dilakukan dengan melihat kondisi
apakah:

(1) Ukuran kinerja individu telah berorientasi hasil


(outcome) sesuai pada levelnya;
(2) Pencapaian kinerja individu telah menjadi dasar
dalam pemberian tunjangan kinerja/penghasilan.
b) Evaluasi Jabatan
Diukur dengan melihat apakah hasil evaluasi jabatan
pimpinan tinggi sudah disampaikan ke menteri/pejabat
berwenang.

c) Assessment Pegawai
Diukur dengan melihat apakah hasil assessment telah
dijadikan pertimbangan untuk mutasi dan pengembangan
karir pegawai.

d) Pelanggaran Disiplin Pegawai


Pengukuran indikator ini dilakukan dengan melihat kondisi
apakah terjadi penurunan pelanggaran disiplin pegawai;

e) Kebutuhan Pegawai
Pengukuran indikator ini dilakukan dengan melihat kondisi
apakah hasil perhitungan kebutuhan pegawai telah
dijadikan dasar dalam pembuatan formasi dan penerimaan
pegawai baru.

f) Penyetaraan Jabatan
Pengukuran indikator ini dilakukan dengan melihat kondisi
apakah penyetaraan jabatan administrasi ke jabatan
fungsional dalam rangka penyederhanaan birokrasi telah
dilakukan.

74 REFORMASI BIROKRASI DALAM PENINGKATAN


KUALITAS IMPLEMENTASI REFORMASI BIROKRASI
g) Manajemen Talenta
Pengukuran indikator ini dilakukan dengan melihat kondisi
apakah:

(1) Dilakukan pemetaan talenta yang hasilnya digunakan


untuk proses penempatan jabatan kritikal dan
rencana suksesi jabatan;
(2) Dilakukan penerpaan manajemen talenta dalam
pengisian Jabatan Pimpinan Tinggi (JPT).
f. Penguatan Akuntabilitas Kinerja
Penguatan Akuntabilitas Kinerja bertujuan untuk menciptakan Kemen-
terian Hukum dan HAM yang akuntabel dan berkinerja tinggi.

Kondisi yang ingin dicapai melalui program ini adalah

(1) Meningkatnya komitmen pimpinan dan jajaran pegawai terhadap


kinerja dibandingkan sekedar kerja rutinitas semata;
(2) Meningkatnya kemampuan Kementerian Hukum dan HAM dalam
mengelola kinerja organisasi;
(3) Meningkatkan efektivitas dan efisiensi penggunaan anggaran
Kementerian Hukum dan HAM.
Atas dasar tersebut, maka untuk mengukur pencapaian program ini
digunakan indikator-indikator sebagai berikut

1) Aspek Pemenuhan
a) Keterlibatan Pimpinan
Pengukuran indikator ini dilakukan dengan melihat kondisi
apakah:

(1) Pimpinan/pimpinan unit kerja terlibat secara langsung


pada saat penyusunan Renstra;
(2) Pimpinan/pimpinan unit kerja terlibat secara langsung
pada saat penyusunan Penetapan Kinerja;
(3) Pimpinan/pimpinan unit kerja memantau pencapaian
kinerja secara berkala;
(4) Pimpinan/pimpinan unit kerja telah memahami
kinerja yang harus dicapai dalam jangka menengah;

REFORMASI BIROKRASI DALAM PENINGKATAN 75


KUALITAS IMPLEMENTASI REFORMASI BIROKRASI
(5) Pimpinan/pimpinan unit kerja memahami
kinerja yang diperjanjikan di setiap tahun;
(6) Pimpinan/pimpinan unit kerja memantau pencapaian
kinerja secara berkala.
b) Pengelolaan Akuntabilitas Kinerja
Pengukuran indikator ini dilakukan dengan melihat kondisi
apakah:

(1) Terdapat upaya peningkatan kapasitas SDM yang


menangani akuntabilitas kinerja;
(2) Pedoman akuntabilitas kinerja telah disusun;
(3) Pemutakhiran data kinerja dilakukan secara berkala.
2) Aspek Hasil Antara
Pada Penguatan Akuntabilitas Kinerja, aspek hasil antara diukur
dengan Indkes Perencanaan dari Kementeian Perencanaan
Pembangunan Nasional.

3) Aspek Reform
Pada area ini, pengukuran keberhasilan program dilakukan
dengan melihat kondisi apakah:

a) Efektifitas dan Efisiensi Anggaran


Pengukuran indikator ini dilakukan dengan melihat kondisi:

(1) Penggunaan anggaran yang efektif dan efisien;


(2) Perhitungan jumlah program/kegiatan yang ada;
(3) Perhitungan jumlah program/kegiatan yang mendu-
kung tercapainya kinerja utama organisasi;
(4) Persentase sasaran dengan capaian 100% atau
lebih; dan
(5) Persentase Anggaran yang berhasil direfocussing
untuk mendukung tercapainya kinerja utama
organisasi.

76 REFORMASI BIROKRASI DALAM PENINGKATAN


KUALITAS IMPLEMENTASI REFORMASI BIROKRASI
b) Pemanfaatan Aplikasi Akuntabilitas Kinerja
Pengukuran indikator ini dilakukan dengan melihat kondisi
apakah aplikasi yang terintegrasi telah dimanfaatkan untuk
menciptakan efektifitas dan efisiensi anggaran.

c) Pemberian Reward and Punishment


Pengukuran indikator ini dilakukan dengan melihat kondisi
apakah hasil capaian/monitoring Perjanjian Kinerja telah
dijadikan dasar sebagai pemberian reward and punishment
bagi organisasi;

d) Kerangka Logis Kinerja


Pengukuran indikator ini dilakukan dengan melihat kondisi
apakah terdapat peta strategis yang mengacu pada kinerja
utama (Kerangka Logis Kinerja) organisasi dan dijadikan
dalam penentuan kinerja seluruh pegawai.

g. Penguatan Pengawasan
Penguatan Pengawasan bertujuan untuk meningkatkan
penyelenggaraan pemerintahan yang bersih dan bebas KKN di
lingkungan Kementerian Hukum dan HAM. Kondisi yang ingin dicapai
melalui program ini adalah

(1) Meningkatnya kepatuhan terhadap pengelolaan keuangan


negara oleh Kementerian Hukum dan HAM;
(2) Menurunnya tingkat penyalahgunaan wewenang pada
Kementerian Hukum dan HAM;
(3) Meningkatnya sistem integritas di Kementerian Hukum dan HAM
dalam upaya pencegahan KKN.
Atas dasar tersebut, maka untuk mengukur pencapaian program ini
digunakan indikator-indikator sebagai berikut

1) Aspek Pemenuhan
a) Gratifikasi
Pengukuran indikator ini dilakukan dengan melihat kondisi
apakah:

REFORMASI BIROKRASI DALAM PENINGKATAN 77


KUALITAS IMPLEMENTASI REFORMASI BIROKRASI
(1) Telah terdapat kebijakan penanganan gratifikasi;
(2) Telah dilakukan public campaign;
(3) Penanganan gratifikasi telah diimplementasikan;
(4) Telah dilakukan evaluasi atas kebijakan penanganan
gratifikasi;
(5) Hasil evaluasi atas penanganan gratifikasi telah
ditindaklanjuti.
b) Penerapan SPIP
Pengukuran indikator ini dilakukan dengan melihat kondisi
apakah:

(1) Telah terdapat peraturan pimpinan organisasi tentang


SPIP;
(2) Telah dibangun lingkungan pengendalian;
(3) Telah mengidentifikasi lingkungan pengendalian;
(4) Telah dilakukan penilaian risiko atas organisasi/unit
kerja;
(5) Telah dilakukan kegiatan pengendalian untuk
meminimalisir risiko yang telah diidentifikasi;
(6) SPI telah diinformasikan dan dikomunikasikan
kepada seluruh pihak terkait;
(7) Telah dilakukan pemantauan pengendalian intern;
(8) Unit kerja telah melakukan evaluasi atas penerapan
SPI.
c) Pengaduan Masyarakat
Pengukuran indikator ini dilakukan dengan melihat kondisi
apakah:

(1) Telah disusun kebijakan pengaduan masyarakat;


(2) Penanganan pengaduan masyarakat telah diimple-
mentasikan;
(3) Hasil penanganan pengaduan masyarakat
telah ditindaklanjuti;
(4) Telah dilakukan evaluasi atas penanganan
pengaduan masyarakat; dan

78 REFORMASI BIROKRASI DALAM PENINGKATAN


KUALITAS IMPLEMENTASI REFORMASI BIROKRASI
(5) Hasil evaluasi atas penanganan pengaduan
masyarakat telah ditindaklanjuti.
d) Whistle Blowing System (WBS)
Pengukuran indikator ini dilakukan dengan melihat kondisi
apakah:

(1) Telah terdapat whistle blowing system;


(2) Whistle blowing system telah disosialisasikan;
(3) Whistle blowing system telah dimplementasikan;
(4) Telah dilakukan evaluasi atas whistle blowing system;
(5) Hasil evaluasi atas whistle blowing system telah
ditindaklanjuti.
e) Penanganan Benturan Kepentingan
Pengukuran indikator ini dilakukan dengan melihat kondisi
apakah:

(1) Telah terdapat penanganan benturan kepentingan;


(2) Penanganan benturan kepentingan telah disosiali-
sasikan;
(3) Penganan benturan kepentingan telah diimplemen-
tasikan;
(4) Telah dilakukan evaluasi atas penanganan benturan
kepentingan;
(5) Hasil evaluasi atas penanganan benturan
kepentingan telah ditindaklanjuti.
f) Pembangunan zona integritas
Pengukuran indikator ini dilakukan dengan melihat kondisi
apakah:

(1) Telah dilakukan pencanangan zona integritas;


(2) Telah ditetapkan unit yang akan dikembangkan
menjadi zona integritas;
(3) Telah dilakukan pembangunan zona integritas;
(4) Telah dilakukan evaluasi atas zona integritas yang
telah ditentukan; dan

REFORMASI BIROKRASI DALAM PENINGKATAN 79


KUALITAS IMPLEMENTASI REFORMASI BIROKRASI
(5) Telah terdapat satuan kerja yang ditetapkan sebagai
“menuju WBK/WBBM”.
g) Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP)
Pengukuran indikator ini dilakukan dengan melihat kondisi
apakah:

(1) Rekomendasi APIP didukung dengan komitmen


pimpinan;
(2) APIP didukung dengan SDM yang memadai secara
kualitas dan kuantitas;
(3) APIP didukung dengan anggaran yang memadai;
(4) APIP berfokus pada client dan audit berbasis risiko.
2) Aspek Hasil Antara
Pada Penguatan Pengawasan, aspek hasil antara diukur oleh
Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP)
dengan menggunakan indkator sebagai berikut:

a) Maturitas SPIP; dan


b) Indeks Internal Audit Capability Model (IACM).
3) Aspek Reform
Pada area ini, pengukuran keberhasilan program dilakukan
dengan melihat kondisi jumlah:

a) Penyampaian Laporan Harta Kekayaan Pejabat Negara


(LHKPN) Pengukuran indikator ini dilakukan dengan
melihat kondisi:
(1) Persentase penyampaian Laporan Harta Kekayaan
Pejabat Negara (LHKPN);
(2) Jumlah yang harus melaporkan;
(3) Jumlah yang sudah melaporkan.
b) Penyampaian Laporan Harta Kekayaan Aparatur Sipil
Negara (LHKASN)
Pengukuran indikator ini dilakukan dengan melihat kondisi:

(1) Persentase penyampaian Laporan Harta Kekayaan


Aparatur Sipil Negara (LHKASN);

80 REFORMASI BIROKRASI DALAM PENINGKATAN


KUALITAS IMPLEMENTASI REFORMASI BIROKRASI
(2) Jumlah yang harus melaporkan;
(3) Jumlah yang sudah melaporkan.
c) Mekanisme Pengendalian Aktivitas
Pengukuran indikator ini dilakukan dengan melihat kondisi
apakah telah dilakukan mekanisme pengendalian aktivitas
secara berjenjang.

d) Penanganan Pengaduan Masyarakat


Pengukuran indikator ini dilakukan dengan melihat
persentase penanganan pengaduan masyarakat.

e) Pembangunan Zona Integritas


Pengukuran indikator ini dilakukan dengan melihat:

(1) Komitmen Pembangunan ZI (Akumulatif);


(2) Pemetaan Unit Kerja untuk membangun ZI;
(3) Jumlah WBK dalam 1 tahun;
(4) Jumlah WBBM dalam 1 tahun.
f) Peran APIP
Pengukuran indikator ini dilakukan dengan melihat:

(1) APIP telah menjalankan fungsi konsultatif;


(2) APIP memberikan saran masukan terkait peningkatan
kinerja unit kerja.
h. Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik
Peningkatan kualitas pelayanan publik bertujuan untuk meningkatkan
kualitas pelayanan publik di lingkungan Kementerian Hukum dan HAM
sesuai dengan kebutuhan dan harapan masyarakat. Kondisi yang ingin
dicapai melalui program ini adalah:

(1) Meningkatnya kualitas pelayanan publik (lebih cepat, lebih murah,


lebih aman, dan lebih mudah dijangkau) pada Kementerian
Hukum dan HAM;
(2) Meningkatnya jumlah unit pelayanan yang memperoleh
standardisasi pelayanan internasional Kementerian Hukum dan
HAM;

REFORMASI BIROKRASI DALAM PENINGKATAN 81


KUALITAS IMPLEMENTASI REFORMASI BIROKRASI
(3) Meningkatnya indeks kepuasan masyarakat terhadap
penyelenggara pelayanan publik oleh Kementerian Hukum dan
HAM.
Atas dasar tersebut, maka untuk mengukur pencapaian program ini
digunakan indikator-indikator sebagai berikut:

1) Aspek Pemenuhan
a) Standar Pelayanan
Pengukuran indikator ini dilakukan dengan melihat kondisi
apakah:

(1) Terdapat kebijakan standar pelayanan;


(2) Standar pelayanan telah dimaklumatkan;
(3) Dilakukan reviu dan perbaikan atas standar
pelayanan;
b) Budaya Pelayanan Prima
Pengukuran indikator ini dilakukan dengan melihat kondisi
apakah:

(1) Telah dilakukan berbagai upaya peningkatan


kemampuan dan/atau kompetensi tentang penerapan
budaya pelayanan prima;
(2) Informasi tentang pelayanan mudah diakses melalui
berbagai media;
(3) Telah terdapat sistem penghargaan (reward) dan
sanksi (punishment) bagi petugas pemberi layanan;
(4) Telah terdapat sistem pemberian kompensasi kepada
penerima layanan bila layanan tidak sesuai standar;
(5) Telah terdapat sarana layanan terpadu/terintegrasi;
dan
(6) Terdapat inovasi pelayanan.
c) Pengelolaan Pengaduan
Pengukuran indikator ini dilakukan dengan melihat kondisi
apakah:

82 REFORMASI BIROKRASI DALAM PENINGKATAN


KUALITAS IMPLEMENTASI REFORMASI BIROKRASI
(1) Terdapat media pengaduan dan konsultasi layanan;
(2) Terdapat unit yang mengelola pengaduan pelayanan
dan konsultasi pelayanan;
(3) Telah dilakukan tindak lanjut atas seluruh pengaduan
pelayanan untuk perbaikan kualitas pelayanan;
(4) Telah dilakukan evaluasi atas penanganan keluhan/
masukan dan konsultasi.
d) Penilaian Kepuasan Terhadap Pelayanan
Pengukuran indikator ini dilakukan dengan melihat kondisi
apakah:

(1) Dilakukan survei kepuasan masyarakat terhadap


pelayanan;
(2) Hasil survei kepuasan masyarakat dapat diakses
secara terbuka;
(3) Dilakukan tindak lanjut atas hasil survei kepuasan
masyarakat.
e) Pemanfaatan Teknologi Informasi
Pengukuran indikator ini dilakukan dengan melihat kondisi
apakah:

(1) Telah menerapkan teknologi informasi dalam


memberikan pelayanan;
(2) Telah dilakukan perbaikan secara terus menerus.
2) Aspek Hasil Antara
Pada area Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik, aspek hasil
antara diukur dengan Penilaian Tingkat Kepatuhan Terhadap
Standar Pelayanan Publik sesuai Undang-undangan Nomor 25
Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik.

3) Aspek Reform
Pada area ini, pengukuran keberhasilan program dilakukan
dengan melihat:

a) Upaya dan/atau inovasi telah mendorong perbaikan


pelayanan publik pada:

REFORMASI BIROKRASI DALAM PENINGKATAN 83


KUALITAS IMPLEMENTASI REFORMASI BIROKRASI
(1) Kesesuaian persyaratan;
(2) Kemudahan sistem, mekanisme, dan prosedur;
(3) Kecepatan waktu penyelesaian;
(4) Kejelasan biaya/tarif, gratis;
(5) Kualitas produk spesifikasi jenis pelayanan;
(6) Kompetensi pelaksana/web;
(7) Perilaku pelaksana/web;
(8) Kualitas sarana dan prasarana;
(9) Penanganan pengaduan, saran dan masukan.
b) Upaya dan/atau inovasi pada perijinan/pelayanan telah
dipermudah:
(1) Waktu lebih cepat;
(2) Alur lebih pendek/singkat;
(3) Terintegrasi dengan aplikasi
c) Penanganan pengaduan pelayanan
Indikator ini diukur dengan melihat penanganan pengaduan
pelayanan dan konsultasi dilakukan melalui berbagai
kanal/media secara responsif dan bertanggung jawa.

2. Hasil
Komponen Hasil merupakan dampak dari upaya-upaya atau program/
kegiatan yang telah dilakukan dalam mewujudkan sasaran reformasi
birokrasi. Komponen hasil terbagi menjadi beberapa bagian yaitu sebagai
berikut:

a. Akuntabilitas Kinerja dan Keuangan, dengan 2 (dua) indikator yaitu:


1) Opini Badan Pemeriksa Keuangan;
2) Nilai Akuntabilitas Kinerja (SAKIP).
b. KualitasPelayanan Publik, dengan satu indikator yaitu Indeks Persepsi
Kualitas Pelayanan (IPKP).
c. Pemerintahan Yang Bersih dan Bebas KKN, dengan satu indikator
yaitu Indeks Persepsi Anti Korupsi (IPAK).
d. Kinerja Organisasi, dengan 3 (tiga) indikator yaitu:

84 REFORMASI BIROKRASI DALAM PENINGKATAN


KUALITAS IMPLEMENTASI REFORMASI BIROKRASI
1) Capaian Kinerja Kementerian Hukum dan HAM;
2) Capaian Kinerja Lainnya;
3) Survei Internal Organisasi.

B. Konsepsi Dasar Pembagunan Zona Integritas Menuju WBK/


WBBM
1. Konsep Dasar Pembangunan Zona Integritas Menuju WBK/WBBM.
Reformasi Birokrasi merupakan salah satu langkah awal mendukung
program Pemerintah untuk melakukan penataan sistem penyelenggaraan
organisasi yang baik, efektif dan efisien, sehingga dapat melayani masyarakat
secara cepat, tepat, dan profesional dalam mewujudkan good governance
dan clean government menuju Aparatur Sipil Negara (ASN) yang bersih dan
bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN), meningkatnya pelayanan
prima serta meningkatnya kapasitas dan akuntabilitas kinerja.

Pada perjalanannya, terdapat kendala-kendala yang dihadapi,


diantaranya adalah penyalahgunaan wewenang, praktek KKN, diskriminasi
dan lemahnya pengawasan. Guna menghilangkan perilaku penyimpangan
tersebut telah dilakukan langkah strategis melalui pembangunan Zona
Integritas (ZI) dengan menetapkan Satker berpredikat Wilayah Bebas dari
Korupsi (WBK) dan Wilayah Birokrasi Bersih dan Melayani (WBBM).

Penetapan Satker peraih WBK/WBBM tersebut dimaksudkan sebagai


kompetisi dan menjadi area percontohan penerapan pelaksanaan reformasi
birokrasi pada satker dengan menerapkan instrumen ZI berdasarkan
Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi
Nomor 52 Tahun 2014 tentang Pedoman Pembangunan Zona Integritas
Menuju WBK dan WBBM di lingkungan Instansi Pemerintah sebagaimana
telah diubah dengan Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara
dan Reformasi Birokrasi Nomor 10 Tahun 2019 tentang Perubahan atas
Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi
Nomor 52 tahun 2014 tentang Pedoman Pembangunan Zona Integritas
Menuju WBK dan WBBM di Lingkungan Instansi Pemerintah.

REFORMASI BIROKRASI DALAM PENINGKATAN 85


KUALITAS IMPLEMENTASI REFORMASI BIROKRASI
2. Indikator Area Perubahan pada Komponen Pengungkit Penilaian
Pembangunan ZI menuju WBK/WBBM.

Tabel 4.1 Indikator Area Perubahan

I. Manajemen Perubahan
Tujuan
Mengubah secara sistematis dan konsisten mekanisme kerja, pola pikir (mind
set), serta budaya kerja (culture set) individu pada unit kerja yang dibangun,
menjadi lebih baik sesuai dengan tujuan dan sasaran pembangunan zona
integritas.
Target
1. Meningkatnya komitmen seluruh jajaran pimpinan dan pegawai unit kerja
dalam membangun zona integritas menuju WBK/WBBM;
2. Terjadinya perubahan pola pikir dan budaya kerja pada unit kerja yang
diusulkan sebagai zona integritas menuju WBK/WBBM; dan
3. Menurunnya resiko kegagalan yang disebabkan kemungkinan timbulnya
resistensi terhadap perubahan.
Indikator Proses Kegiatan
1. Membuat undangan Pembentukan Tim Kerja
WBK/WBBM;
2. Melaksanakan rapat Pembentukan Tim
Kerja WBK/WBBM;
3. Penentuan anggota Tim Kerja WBK/WBBM
melalui seleksi dengan mempertimbangkan
Penyusunan Tim Kerja a. kompetensi;
b. memahami tusi;
c. berdedikasi;
d. tidak bermasalah;
e. tidak pernah melakukan tindak pidana
serta pelanggaran kode etik dan disiplin.
4. Pengesahan Tim Kerja WBK/WBBM.

86 REFORMASI BIROKRASI DALAM PENINGKATAN


KUALITAS IMPLEMENTASI REFORMASI BIROKRASI
Dokumen Rencana 1. Tiap-tiap penanggung jawab yang ditunjuk
Pembangunan Zona membuat dokumen rencana kerja
Integritas menuju pembangunan zona integritas menuju
WBK/WBBM (kapan dimulai, berapa lama,
WBK/WBBM
target apa yang akan dicapai);
2. Memastikan ada target-target prioritas yang
relevan dengan tujuan pembangunan ZI
Menuju WBK/WBBM di dalam Dokumen
Rencana Pembangunan ZI; Mensosialisasikan
3. Proses Pembangunan ZI Menuju WBK/WBBM
kepada seluruh personil (dalam apel pagi atau
rapat periodik) maupun masyarakat (melalui
pemasangan banner, info di media sosial,
dll).
Pemantauan dan 1. Kegiatan Pembangunan dilaksanakan sesuai
Evaluasi dengan rencana dengan melibatkan
Pembangunan Zona seluruh anggota Tim, mendokumentasikan
Integritas menuju setiap kegiatan dan membuat laporan hasil
WBK/WBBM pelaksanaan rencana aksi;
2. Monitoring dan evaluasi terhadap
pembangunan zona integritas secara
berkala (melaksanakan rapat monitoring dan
evaluasi secara bulanan dan membuat laporan
hasil monitoring dan evaluasi bulanan);
Melakukan tindak lanjut hasil monitoring
3. dan evaluasi.

REFORMASI BIROKRASI DALAM PENINGKATAN 87


KUALITAS IMPLEMENTASI REFORMASI BIROKRASI
Perubahan Pola Pikir 1. Pimpinan (Kepala Satuan Kerja serta pejabat
dan struktural dibawahnya) harus berperan sebagai
Budaya Kerja role model dalam pelaksanaan Pembangunan ZI
Menuju WBK/WBBM;
2. Penetapan agen perubahan, dengan cara:
a. membuat undangan penetapan agen
perubahan;
b. melaksanakan rapat penetapan
agenperubahan;
c. penentuan agen perubahan harus dengan
didasari kompetensi, memahami tusi,
berdedikasi, tidak pernah melakukan tindak
pidana serta pelanggaran kode etik dan
perilaku;
d. pengesahan agen perubahan.
3. Membangun budaya kerja dan pola pikir di
lingkungan organisasi dengan :
a. menerapkan budaya kerja sebagaimana
tertuang dalam kode etik dan perilaku;
b. memberikan reward and punishmentkepada
pegawai;
c. Membuat laporan kegiatan pembangunan
budaya kerja dan pola pikir.
4. Melibatkan setiap anggota organisasi dalam
pembangunan ZI Menuju WBK/WBBM, melalui:
a. penandatanganan pakta integritas kepada
seluruh pegawai;
b. penerapan tata nilai kami PASTI;
c. apel pagi dan apel sore;
d. jum’at olahraga;
e. kegiatan rohani;
f. coffee morning;
g. membuat laporan Hasil Kegiatan.

88 REFORMASI BIROKRASI DALAM PENINGKATAN


KUALITAS IMPLEMENTASI REFORMASI BIROKRASI
II. Penataan Tatalaksana
Tujuan
Meningkatkan efisiensi dan efektivitas sistem, proses, dan prosedur kerja yang
jelas, efektif, efisien, dan terukur pada zona integritas Menuju WBK/WBBM.
Target
1. Meningkatnya penggunaan teknologi informasi dalam proses
penyelenggaraan manajemen Kementerian Hukum dan HAM;
2. Meningkatnya efisiensi dan efektivitas proses manajemen Kementerian
Hukum dan HAM; dan
3. Meningkatnya kinerja satuan kerja.

Indikator Proses Kegiatan


Prosedur Operasional 1. Prosedur operasional tetap mengacu
tetap kepada tusi Satuan Kerja di lingkungan
(SOP) Kegiatan Utama Kementerian Hukum dan HAM, melalui
upaya:
a. Unit Pusat Membuat SOP mengacu pada
proses bisnis instansi;
b. Wilayah/UPT membuat SOP Unit yang
merupakan turunan dari SOP yang
diterbitkan oleh Pusat;
c. Wilayah/UPT membuat SOP Inovasi.
2. Prosedur operasional Satuan Kerja telah
diterapkan dan memastikan pelaksanaan
Tugas Pegawai sesuai SOP melalui upaya
pemasangan/informasi tentang alur atau
prosedur layanan;
3. Prosedur operasional Satuan Kerja telah
dievaluasi, dengan cara:
a. Melaksanakan evaluasi SOP;
b. Membuat laporan hasil evaluasi SOP.

REFORMASI BIROKRASI DALAM PENINGKATAN 89


KUALITAS IMPLEMENTASI REFORMASI BIROKRASI
E-Office 1. Sistem pengukuran kinerja unit, melalui:
a. Sistem pengukuran kinerja Satuan Kerja
(Satker) melalui aplikasi e- performance;
b. Sistem pengukuran kinerja Individu
melalui jurnal harian pada aplikasi
SIMPEG terbaru.
2. Sistem manajemen SDM pastikan sudah
menggunakan aplikasi aplikasi SIMPEG
terbaru;
3. Sistem pelayanan publik sudah berbasis
aplikasi, yaitu:
a. Penggunaan Teknologi Informasi dalam
pelayanan kepada masyarakat yang
bertujuan untuk memudahkan masyarakat
dalam menerima layanan;
b. Memiliki website yang memudahkan
masyarakat;
c. Memiliki aplikasi layanan;
d. Memiliki media sosial.
4. Telah dilakukan monitoring dan evaluasi ter­
hadap pemanfaatan teknologi informasi dalam
pengukuran kinerja unit, operasionalisasi
SDM, dan pemberian layanan kepada publik,
serta menyusun laporan monitoring dan
evaluasi.
Keterbukaan Informasi 1. Kebijakan tentang keterbukaan informasi
Publik publik sudah diterapkan di lingkungan
Kementerian Hukum dan HAM sesuai dengan
Perundang-undangan, melalui upaya:
a. Menyiapkan informasi dengan berbagai
infrastruktur dan konten yang memadai;
b. Penerapan keterbukaan informasi publik
(persyaratan, alur, waktu dan biaya)
melalui spanduk/baner, website dan
media sosial.

90 REFORMASI BIROKRASI DALAM PENINGKATAN


KUALITAS IMPLEMENTASI REFORMASI BIROKRASI
2. Monitoring dan evaluasi terhadap pelaksanaan
kebijakan keterbukan informasi publik, dengan
cara:
a. Melakukan rapat monitoring dan evaluasi
tentang keterbukaan informasi publik;
b. membuat laporan hasil monitoring dan
evaluasi pelaksanaan kebijakan keter­
bukaan informasi publik.
III. Penataan Sistem Manajemen SDM
Tujuan
Meningkatkan profesionalisme SDM Kementerian Hukum dan HAM pada zona
integritas Menuju WBK/WBBM.
1. Meningkatkan ketaatan terhadap pengelolaan SDM di lingkungan
Kementerian Hukum dan HAM pada masing-masing zona integritas
menuju WBK/WBBM;
2. Meningkatnya transparansi dan akuntabilitas pengelolaan SDM di
lingkungan Kementerian Hukum dan HAM pada masing-masing zona
integritas menuju WBK/WBBM;
3. Meningkatnya disiplin SDM di lingkungan Kementerian Hukum dan HAM
pada masing- masing zona integritas menuju WBK/WBBM;
4. Meningkatnya efektifitas manajemen SDM di lingkungan Kementerian
Hukum dan HAM pada zona integritas menuju WBK/WBBM;dan
5. Meningkatnya profesionalisme SDM di lingkungan Kementerian Hukum
dan HAM pada zona integritas menuju WBK/WBBM.
Target

Indikator Proses Kegiatan


Perencanaan Kebutuhan 1. Perencanaan Kebutuhan pegawa mengacu
Pegawai sesuai dengan pada peta jabatan dan hasil analisis beban
Kebutuhan Organisasi kerja (ABK), dengan melakukan:

REFORMASI BIROKRASI DALAM PENINGKATAN 91


KUALITAS IMPLEMENTASI REFORMASI BIROKRASI
a. Melaksanakan rapat Kebutuhanpegawai
berdasarkan peta jabatan dan hasil analisis
beban kerja (ABK);
b. Mengusulkan kebutuhan pegawai
berdasarkan pemetaan jabatan dan analisis
beban kerja.
2. Penempatan pegawai hasil rekrutmen murni
mengacu kepada kebutuhan pegawai yang
disetujui Menteri PAN RB;
3. Melaksanakan dan membuat laporan monitoring
dan evaluasi terhadap penempatan pegawai
rekrutmen terhadap kinerja Unit.
Pola Mutasi Internal 1. Dalam melakukan pengembangan karier
pegawai, telah dilakukan rapat (tingkat UPT
melalui rapat pimpinan, tingkat wilayah/pusat
melalui tim penilai kinerja-TPK) mutasi pegawai
antar jabatan mengacu pada pengembangan
karir pegawai;
2. Dalam melakukan mutasi pegawai antar jabatan
telah memperhatikan kompetensi jabatan dan
mengikuti pola mutasi yang telah ditetapkan;
3. Melaksanakan dan membuat laporan monitoring
dan evaluasi terhadap kegiatan mutasi yang
dilakukan dalam kaitannya dengan perbaikan
kinerja unit.
Pengembangan Pegawai 1. Unit Kerja melakukan Training Need Analysis
Berbasis Kompetensi untuk pengembangan kompetensi dengan
melaksanakan rapat penyusunan analisa
kebutuhan diklat/ bimtek/ pengembangan
pegawai;
2. Dalam menyusun rencana pengembangan
kompetensi pegawai, harus mempertimbangkan
hasil pengelolaan kinerja pegawai.
Menyusun rencana pengembangan
kompetensi pegawai berdasarkan penilaian SKP
(Sasaran Kinerja Pegawai);

92 REFORMASI BIROKRASI DALAM PENINGKATAN


KUALITAS IMPLEMENTASI REFORMASI BIROKRASI
3. Melakukan pemetaan persentase kesenjangan
kompetensi pegawai yang ada dengan standar
kompetensi yang ditetapkan untuk masing-
masing jabatan;
4. Pegawai di Unit Kerja telah memperoleh
kesempatan/hak untuk mengikuti Diklat
pengembangan kompetensi lainnya dengan
cara menginformasikan permintaan untuk
mengikuti Diklat/ pengembangan kompetensi
lainnya kepada pegawai;
5. Melakukan upaya pengembangan kompetensi
kepada pegawai (dengan pengikutsertaan pada
lembaga pelatihan, in-house training, atau
melalui coaching/mentoring, dll);
6. Melakukan dan membuat laporan hasil
monitoring dan evaluasi terhadap hasil
pengembangan kompetensi dalam rangka
perbaikan kinerja.
Penetapan Kinerja Individu 1. Telah memiliki sistem penilaian kinerja individu
yang terkait dengan kinerja organisasi, melalui:
a. menetapkan Sasaran Kinerja Pegawai (SKP)
pada awal tahun melalui aplikasi SIMPEG;
b. menetapkan Kinerja Unit (Perjanjian Kinerja-
PK) pada awal tahun melalui aplikasi
e-performance;
2. Menyiapkan dokumen SKP berjenjang (JFU,
atasan langsung/kasubsi, atasanlangsung/kasi,
kepala Satuan Kerja);
3. Telah melakukan pengukuran kinerja individu
secara periodik pengukuran Kinerja Individu
melalui aplikasi SIMPEG secara bulanan;

REFORMASI BIROKRASI DALAM PENINGKATAN 93


KUALITAS IMPLEMENTASI REFORMASI BIROKRASI
4. Hasil penilaian kinerja individu telah dijadikan
dasar untuk pemberian reward (pengembangan
karir individu, penghargaan dll), dengan proses:
a. Mengadakan rapat pemberian reward
(penghargaan pegawai teladan) berdasarkan
hasil penilaian kinerja individu;
b. Membuat surat keputusan pemberian reward
(penghargaan pegawai teladan) berdasarkan
hasil penilaian kinerja individu.
Penegakan Aturan 1. Melaksanakan aturan disiplin/kode etik/kode
Disiplin/Kode Etik/ perilaku, dengan cara:
Kode Perilaku a. Melakukan sosialisasi aturan disiplin/kode
Pegawai etik/kode perilaku;
b. Penerapan kewajiban pelaksanaan disiplin
(berpakaian dinas, ketepatan jam kerja,
apel pagi/sore);
c. Penegakan hukuman disiplin atas
pelanggaran aturan disiplin/kode etik/
kode perilaku.
Sistem Data informasi kepegawaian unit kerja telah
Informasi dimutakhirkan secara berkala dengan membuat
Kepegawaian laporan hasil pemutakhiran data pegawai secara
bulanan melalui aplikasi
SIMPEG.

94 REFORMASI BIROKRASI DALAM PENINGKATAN


KUALITAS IMPLEMENTASI REFORMASI BIROKRASI
IV. Penguatan Akuntabilitas
Tujuan
Meningkatkan kapasitas dan akuntabilitas kinerja Kementerian Hukum dan
HAM.
Target
1. Meningkatnya kinerja Kementerian;
2. Meningkatnya akuntabilitas Kementerian.

Indikator Proses Kegiatan


Keterlibatan Pimpinan 1. Pimpinan harus terlibat secara langsung
pada saat penyusunan perencanaan dengan
melaksanakan rapat perencanaan kegiatan
dan anggaran yang dipimpin oleh kepala
Satuan Kerja;
2. Pimpinan terlibat secara langsung pada
saat penyusunan penetapan kinerja, melalui
kegiatan:
a. Penyusunan Penetapan Kinerja (Perjanjian
Kinerja) melalui Rapat penetapan IKU yang
berorentasi hasil kepada masyarakat yang
dipimpin oleh
kepala Satuan Kerja;
3. Pimpinan harus selalu memantau
pencapaian kinerja secara berkala dengan
melaksanakan rapat pemantauan pencapaian
kinerja secara bulanan terhadap dipimpin oleh
kepala satuan kerja.

REFORMASI BIROKRASI DALAM PENINGKATAN 95


KUALITAS IMPLEMENTASI REFORMASI BIROKRASI
Pengelolaan Akuntabilitas 1. Membuat dokumen perencanaan kerja
Kinerja 2. jangka menengah yang tertuang dalam Rencana
Strategis (Renstra) serta jangka pendek yang
tertuang dalam Renja; Dokumen perencanaan
harus berorientasi kepada hasil
a. Membuat turunan Renja yang mendukung
peningkatan pelayanan publik (penetapan
standar pelayanan, budaya pelayanan prima,
survei kepuasan masyarakat);
b. Membuat turunan Renja yang mendukung
kegiatan anti korupsi (pengendalian gratifikasi,
penerapan SPIP, pengaduan masyarakat, dan
WBS).
3. Indikator Kinerja Utama (IKU) pada satuan kerja
yang dipenuhi dengan cara:
a. Memiliki Indikator Kinerja Utama (IKU) yang
ditetapkan organisasi;
b. Membuat IKU tambahan yang sesuai dengan
karakteristik unit kerja yang mendukung
peningkatan pelayanan publik (penetapan
standar pelayanan, budaya pelayanan prima,
survei kepuasan masyarakat) serta mendukung
kegiatan anti korupsi budaya pelayanan prima,
survei kepuasan masyarakat) serta mendukung
kegiatan anti korupsi
4. Indikator kinerja utama dan tambahan telah
dilaksanakan dengan prinsip SMART (Spesific,
Measurable, Achievable, Relevant, Timely/
Continuity);

96 REFORMASI BIROKRASI DALAM PENINGKATAN


KUALITAS IMPLEMENTASI REFORMASI BIROKRASI
5. Laporan kinerja disusun tepat waktu (bulan
januari pada tahun berikutnya);
6. Pelaporan kinerja harus memberikan informasi
tentang kinerja Laporan kinerja (LKJ) telah
memberikan informasi tentang kinerja;
7. Terdapat upaya peningkatan kapasitas SDM
yang menangani akuntabilitas kinerja dengan
melakukan/mengikutsertakan Pegawai dalam
bimtek/diklat/sosialisasi penyusunan LKJ;
8. Pengelolaan akuntabilitas kinerja dilaksanakan
oleh SDM yang kompeten, dengan cara:
a. menempatkan anggota yang memiliki
kompetensi pada bidang pengelolaan
akuntabilitas;
b. personil pengelolaan akuntabilitas telah
memiliki Sertifikasi, Piagam penyusunan
LKJ.
9. Unit kerja telah membangun sistem informasi
kinerja;
10. Unit kerja telah memiliki ukuran kinerja sampai
ke individu.
V. Penguatan Pengawasan
Tujuan
Meningkatkan penyelenggaraan organisasi Kementerian Hukum dan HAM
yang bersih dan bebas KKN.
Target
1. Meningkatnya kepatuhan terhadap pengelolaan keuangan negara;
2. Meningkatnya efektivitas pengelolaan keuangan negara;
3. Mempertahankan predikat WTP dari BPK atas opini laporan keuangan;dan
4. Menurunnya tingkat penyalahgunaan wewenang.

REFORMASI BIROKRASI DALAM PENINGKATAN 97


KUALITAS IMPLEMENTASI REFORMASI BIROKRASI
Indikator Proses Kegiatan
Pengendalian Gratifikasi 1. Satuan Kerja melakukan public campaign tentang
pengendalian gratifikasi di lokasi pelayanan
melalui pemasangan Spanduk dan banner
larangan gratifikasi;
2. Satuan Kerja telah mengimplementasikan
pengendalian gratifikasi, dengan cara:
a. Membentuk Unit Pengendali Gratifikasi (UPG);
b. Pemasangan kamera pengawas (CCTV) pada
area pelayanan.
Penerapan Sistem 1. Satuan Kerja telah membangun lingkungan
Pengawasan pengendalian, dengan cara:
Internal Pemerintah (SPIP) a. Melakukan sosialisasi SPIP serta kode etik;
b. Membentuk Tim SPIP;
c. Melaksanakan pengawasan dan monitoring
pada layanan.
2. Satuan Kerja telah melakukan penilaian
risiko dengan mengacu pada
Permenkumham Nomor 5 Tahun 2018 tentang
Penerapan Manajemen Risiko di Lingkungan
Kementerian Hukum dan HAM RI;
3. Satuan Kerja telah melakukan kegiatan
pengendalian untuk meminimalisir risiko
yang telah diiddentifikasi;
4. Satuan Kerja telah menginformasikan dan
mengimplementasikan SPIP kepada
seluruh pihak terkait (Misal: melalui apel
pagi/sore).
Pengaduan Masyarakat 1. Kebijakan Pengaduan masyarakat telah
diimplementasikan, seperti:
a. Menunjuk petugas Pengaduan Masyarakat;
b. Menyediakan petugas/ruang/loket/kotak
khusus pengaduan;
c. Menyediakan informasi sarana penyampaian
pengaduan;
d. Pengelolaan Pengaduan melalui Media
WEB, aplikasi E-LAPOR, Facebook, Twitter,
Instagram, WA, line.

98 REFORMASI BIROKRASI DALAM PENINGKATAN


KUALITAS IMPLEMENTASI REFORMASI BIROKRASI
2. Menindaklanjuti laporan/pengaduan
masyarakat yang diterima.

Telah dilakukan monitoring dan evaluasi atas


3. penanganan pengaduan masyarakat, melalui
cara:
a. Melakukan perbaikan layanan sebagai
tindak lanjut dari hasil monitoring dan
evaluasi pengaduan mayarakat;
b. Menyampaikan hasil monitoring dan
evaluasi kepada Bagian terkait.
4. Menindaklanjuti hasil evaluasi atas
penanganan pengaduan masyarakat.
Whistle Blowing System 1. Melakukan Internalisasi tentang Whistle-
Blowing System pada seluruh pegawai melalui
apel pagi/sore, Bimtek, sosialisasi
atau melalui media penyampaian lainnya;
2. Menerapkan aplikasi Whistle Blowing System;
3. Melakukan dan menyediakan laporan
hasil evaluasi atas penerapan Whistle
Blowing System dari Inspektorat Jenderal;
4. Menyediakan tindak lanjut hasil evaluasi
atas penerapan Whistle Blowing System dari
Inspektorat Jenderal.
Penanganan Benturan 1. Melakukan identifikasi/pemetaan benturan
Kepentingan kepentingan dalam tugas fungsi utama;
2. Melakukan internalisasi penanganan
3. Benturan Kepentingan kepada pegawai;
Menerapkan penempatan pegawai pada
jabatan tertentu tanpa ada konflik
kepentingan dengan tugasnya disertai surat
pernyataan bebas dari benturan kepentingan;

REFORMASI BIROKRASI DALAM PENINGKATAN 99


KUALITAS IMPLEMENTASI REFORMASI BIROKRASI
4. Melakukan evaluasi atas Penanganan Benturan
Kepentingan;
5. Menindaklanjuti hasil evaluasi atas penanganan
Benturan Kepentingan.
Penyampaian Laporan 1. Tingkat kepatuhan penyampaian Laporan Harta
Harta Kekayaan Pegawai Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) ke
KPK bagi pegawai yang wajib LHKPN;
2. Tingkat kepatuhan penyampaian Laporan Harta
Kekayaan Aparatur Sipil Negara (LHKASN)
melalui aplikasi Sistem Informasi Pelaporan
Harta Kekayaan (SiHARKA) bagi pegawai yang
tidak wajib LHKPN.
VI. Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik
Tujuan
Meningkatkan kualitas dan inovasi pelayanan publik sesuai kebutuhan dan
harapan masyarakat.
Target
1. Meningkatnya kualitas pelayanan publik (lebih cepat, lebih murah, lebih aman,
dan lebih mudah dijangkau);
2. Meningkatnya jumlah unit pelayanan yang memperoleh standarisasi
pelayanan internasional;
3. Meningkatnya indeks kepuasan masyarakat terhadap penyelenggaraan
pelayanan publik.
Indikator Proses Kegiatan
Standar Pelayanan 1. Menyusun Standar Pelayanan Sesuai dengan
Peraturan Menteri PANRB Nomor 15 tahun
2014 tentang Standar Pelayanan;
2. Standar pelayanan telah dimaklumatkan,
dengan:
a. Membuat maklumat standar pelayanan;
b. Melakukan pemasangan maklumat standar
pelayanan ditempat pelayanan;
3. Membuat SOP pelaksanaan standar pelayanan;
4. Melaksanakan reviu dan perbaikan atas
standar pelayanan dan SOP.

100 REFORMASI BIROKRASI DALAM PENINGKATAN


KUALITAS IMPLEMENTASI REFORMASI BIROKRASI
Budaya Pelayanan Prima 1. Melakukan sosialisasi/pelatihan budaya
Pelayanan Prima kepada pegawai;
2. Menyediakan informasi yang mudah diakses
oleh masyarakat dalam memperoleh informasi
layanan dan kegiatan melalui media cetak,
papan pengumuman, media sosial, website,
dan lain-lain; Terdapat sistem reward
(penghargaan) dan punishment (sanksi bagi
pelaksana layanan
3. serta pemberian kompensasi kepada penerima
layanan bila layanan yang diberikan tidak
sesuai standar:
a. pemberian reward kepada pegawai dibidang
pelayanan (penghargaan pegawai teladan);
b. pemberian punishment terhadap pegawai
yang melakukan pelanggaran (hukuman
disiplin);
4. Telah terdapat sarana layanan terpadu/
terintegrasi, seperti:
a. Menyediakan layanan terpadu (pembayaran
layanan melalui Simponi, Layanan terpadu
AHU di Cikini);
b. LTSP (Layanan Terpadu Satu Pintu);
5. Melakukan inovasi pada layanan.
Penilaian Kepuasan a. Melakukan Survei Kepuasan Masyarakat
Terhadap Pelayanan (SKM) secara berkala (misalnya: setiap 6
bulan);
b. Hasil survei dipublikasikan secara terbuka
kepada masyarakat melalui Website, Media
sosial dan banner/spanduk;
c. Dilakukan tindak lanjut atas hasil survei
kepuasan masyarakat, dengan cara:
Melaksanakan perbaikan layanan sebagai
tindak lanjut dari survei.

REFORMASI BIROKRASI DALAM PENINGKATAN 101


KUALITAS IMPLEMENTASI REFORMASI BIROKRASI
3. Persyaratan Menuju WBK/WBBM
Penilaian dalam rangka pemenuhan persyaratan Satker menuju WBK/
WBBM yang diusulkan perlu memperhatikan beberapa syarat yang telah
ditetapkan, yaitu:

a. Komponen Pengungkit
Komponen pengungkit merupakan komponen yang menjadi faktor
penentu pencapaian sasaran hasil pembangunan zona integritas
menuju WBK/WBBM. Di bawah ini adalah tabel rincian bobot
komponen pengungkit penilaian unit kerja Berpredikat Menuju WBK /
Menuju WBBM.

Tabel 4.2 Bobot Komponen Pengungkit

Bobot
No. Komponen Pengungkit
(60%)
1. Manajemen Perubahan 8%
2. Penataan Tatalaksana 7%
3. Penataan Sistem Manajemen SDM 10%
4. Penguatan Akuntabilitas Kinerja 10%
5. Penguatan Pengawasan 15%
6. Penguatan Kualitas Pelayanan Publik 10%
b. Indikator komponen Hasil
Pembangunan Zona Integritas Menuju Wilayah Bebas dari Korupsi dan
Wilayah Birokrasi Bersih dan Melayani, fokus pelaksanaan reformasi
birokrasi tertuju pada dua sasaran utama, yaitu:

Tabel 4.3 Bobot Komponen Hasil

Bobot
No. Unsur Indikator komponen Hasil
(40%)
1. Terwujudnya Pemerintahan yang Bersih dan 20%
Bebas KKN
2. Terwujudnya Peningkatan Kualitas Pelayanan 20%
Publik kepada Masyarakat

102 REFORMASI BIROKRASI DALAM PENINGKATAN


KUALITAS IMPLEMENTASI REFORMASI BIROKRASI
c. Syarat Menuju WBK dan Menuju WBBM
Untuk mendapatkan predikat WBK atau WBBM, maka syarat yang
harus dipenuhi adalah

a) Level (Kementerian)
1) Mendapatkan predikat minimal Wajar Dengan Pengecualian
dari BPK atas opini laporan keuangan untuk pengusulan
predikat WBK;
2) Mendapatkan predikat minimal Wajar Tanpa Pengecualian
dari BPK untuk pengusulan predikat WBBM;
3) Mendapatkan nilai AKIP minimal “B”
b) Level unit kerja (Tingkat Satker)
1) Memiliki peran dan penyelenggaraan fungsi pelayanan
strategis;
2) Telah melaksanakan program reformasi birokrasi secara
baik;
3) Mengelola sumber daya yang cukup besar;
4) Untuk pengajuan unit kerja berpredikat WBBM, unit kerja
yang diusulkan merupakan unit kerja yang sebelumnya
telah mendapatkan predikat WBK.
c) Pra Reviu terhadap Usulan unit kerja Berpredikat Menuju
WBK/WBBM oleh TPN
Hasil penilaian TPI pada unit kerja yang diajukan telah memenuhi
ambang batas penilaian, yaitu:

1) Menuju WBK
a. total nilai pengungkit minimal 75,00 dengan minimal nilai
pengungkit 40;
b. bobot nilai per area pengungkit minimal 60% pada semua
area pengungkit untuk predikat Menuju WBK;
c. nilai komponen ”hasil” terwujudnya pemerintahan yang
bersih dan bebas KKN” minimal 18,50 untuk Menuju WBK;
d. nilai sub komponen “Survei Persepsi Anti Korupsi” minimal
13,5 atau minimal skor survei 3,60 untuk Menuju WBK;

REFORMASI BIROKRASI DALAM PENINGKATAN 103


KUALITAS IMPLEMENTASI REFORMASI BIROKRASI
e. nilai pada sub komponen “persentase TLHP” minimal
5,00 atau 100% temuan hasil pemeriksaan (internal dan
eksternal) telah ditindaklanjuti untuk Menuju WBK.
2) komponen hasil “terwujudnya peningkatan kualitas pelayanan
publik kepada masyarakat” minimal 16 atau skor survei minimal
3,20 untuk unit kerja yang diajukan berpredikat Menuju WBK.
Menuju WBBM
a. total nilai pengungkit minimal 85,00 dengan minimal nilai
pengungkit 48;
b. bobot nilai per area pengungkit minimal 75% pada semua
area pengungkit untuk predikat WBBM;
c. nilai komponen ”hasil” terwujudnya pemerintahan yang
bersih dan bebas KKN” minimal 18,50 untuk Menuju
WBBM;
d. nilai sub komponen “Survei Persepsi Anti Korupsi” minimal
13,5 atau minimal skor survei 3,60 untuk Menuju WBBM;
e. nilai pada sub komponen “persentase TLHP” minimal
5,00 atau 100% temuan hasil pemeriksaan (internal dan
eksternal) telah ditindaklanjuti untuk Menuju WBBM;
f. komponen hasil “terwujudnya peningkatan kualitas
pelayanan publik kepada masyarakat” minimal 18 atau
skor survei minimal 3,60 untuk unit kerja yang diajukan
berpredikat Menuju WBBM.
d) Penetapan Unit Kerja Berpredikat Menuju WBK dan WBBM
1) Penetapan Unit Kerja Menuju WBK
a. nilai total (pengungkit dan hasil) minimal 75 dengan minimal
nilai pengungkit adalah 40;
b. Bobot nilai per area pengungkit minimal 60% untuk semua
area pengungkit;
c. nilai komponen hasil “Terwujudnya Pemerintah yang
Bersih dan Bebas KKN” minimal 18,50, dengan nilai sub
komponen Survei Persepsi Anti Korupsi minimal 13,5 dan
sub komponen Persentasi TLHP minimal 5,0;

104 REFORMASI BIROKRASI DALAM PENINGKATAN


KUALITAS IMPLEMENTASI REFORMASI BIROKRASI
d. memiliki nilai komponen hasil “Terwujudnya
Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik kepada
Masyarakat” minimal 16;
e. Seluruh pegawai yang wajib Laporan Harta Kekayaan
Penyelenggara Negara (LHKPN) telah melaporkan
LHKPN kepada KPK; dan seluruh pegawai yang yang
tidak wajib LHKPN telah menyampaikan Laporan
Harta Kekayaan Aparatur Sipil Negara (LHKASN).
2) Penetapan Unit Kerja Menuju WBBM
a. Telah mendapatkan predikat Menuju WBK;
b. Memiliki nilai total (pengungkit dan hasil) minimal 85
dengan minimal nilai pengungkit adalah 48;
c. Bobot nilai per area pengungkit minimal 75% untuk semua
area pengungkit;
d. memiliki nilai komponen hasil “Terwujudnya Pemerintah
yang Bersih dan Bebas KKN” minimal 18,50 dengan nilai
sub komponen Survei Persepsi Anti Korupsi minimal 13,50
dan sub komponen Persentasi TLHP minimal 5,0;
e. memiliki nilai komponen hasil “Terwujudnya Peningkatan
Kualitas Pelayanan Publik kepada Masyarakat” minimal
18;
f. Seluruh pegawai yang wajib Laporan Harta Kekayaan
Penyelenggara Negara (LHKPN) telah melaporkan LHKPN
kepada KPK dan seluruh pegawai yang yang tidak wajib
LHKPN telah menyampaikan Laporan Harta Kekayaan
Aparatur Sipil Negara (LHKASN).
3) Penetapan Kawasan Menuju WBK
a. Semua Unit kerja yang berada di kawasan tersebut
memenuhi kriteria unit berpredikat menuju WBK
sebagaimana dijelaskan pada angka 1;
b. Sudah terdapat keterpaduan/integrasi ketatalaksanaan
(proses bisnis) antar unit kerja yang ada di kawasan

REFORMASI BIROKRASI DALAM PENINGKATAN 105


KUALITAS IMPLEMENTASI REFORMASI BIROKRASI
tersebut. Skor Integrasi proses bisnis minimal 6,5 untuk
predikat WBK.
4) Penetapan Kawasan Menuju WBBM
a. Kawasan tersebut telah mendapat predikat kawasan
menuju WBK;
b. Semua Unit kerja yang berada di kawasan tersebut
memenuhi kriteria unit berpredikat WBBM sebagaimana
dijelaskan pada angka 2;
c. Sudah terdapat keterpaduan/integrasi ketatalaksanaan
(proses bisnis) antar unit kerja yang ada di kawasan
tersebut. Skor Integrasi proses bisnis minimal 7,5 untuk
predikat menuju WBBM.

C. Pelaksanaan PMPRB Dan Pembangunan ZI Menuju WBK/WBBM


di Lingkungan Kementerian Hukum dan HAM
1. Pelaksanaan PMPRB
Penilaian mandiri pelaksanaan reformasi birokrasi yang disingkat
PMPRB adalah model penilaian mandiri yang berbasis prinsip Total Quality
Management dan digunakan sebagai metode untuk melakukan penilaian
serta analisis yang menyeluruh terhadap kinerja instansi pemerintah.
Pelaksanaan PMPRB berpedoman pada Peraturan Menteri Pendayagunaan
Aparatur Negara dan Refromasi Birokrasi Nomor 26 Tahun 2020 tentang
Pedoman Evaluasi Pelaksanaan Reformasi Birokrasi. Kementerian Hukum
dan HAM dalam penilaian mandiri pelaksanaan reformasi birokrasi memiliki
pedoman internal sebagai turunan dari Pedoman Evaluasi Pelaksanaan
Reformasi Birokrasi adalah Keputusan Menteri Hukum dan HAM tentang
Pedoman Penilaian Mandiri Pelaksanaan Reformasi Birokrasi Kementerian
Hukum dan HAM.

Penilaian mandiri pelaksanaan reformasi birokrasi Kementerian


Hukum dan HAM dilaksanakan dalam 2 (dua) level yaitu Kementerian
dan Unit Eselon I. Setiap level dinilai oleh Asesor yang ditetapkan dalam
Keputusan Pimpinan Tinggi Madya, dan dilaporkan pada Sekretaris Jenderal
selaku Ketua Reformasi Birokrasi Kementerian Hukum dan HAM. Dalam

106 REFORMASI BIROKRASI DALAM PENINGKATAN


KUALITAS IMPLEMENTASI REFORMASI BIROKRASI
melakukan penilaian, Asesor menggunakan Lembar Kerja Evaluasi (LKE)
sebagai instrument penilaian. Asesor terbagi menjadi 2 yaitu :

1) Asesor Pusat, merupakan asesor ditingkat Kementerian yang bertugas


untuk melakukan penilaian pelaksanaan reformasi birokrasi di tingkat
Kementerian dengan menggunakan LKE Pusat yang terdiri atas
Komponen Pengungkit dan Komponen Hasil.
2) Asesor Unit, merupakan asesor ditingkat Unit Eselon I yang bertugas
melakukan penilaian pelaksanaan reformasi birokrasi di tingkat Unit
Eselon I dengan menggunakan LKE Unit yang terdiri atas Komponen
Pengungkit.
Penilaian mandiri pelaksanaan reformasi birokrasi menghasilkan
Indeks Reformasi Birokraisi dengan kategori sebagai berikut:

Tabel 4.4 Kategori indeks RB

No Kategori Nilai/Angka Predikat Interpretasi


Memenuhi kriteria sebagai
organisasi berbasis kinerja yang
1 AA >90-100 Istimewa mampu mewujudkan seluruh
sasaran Reformasi Birokrasi.
Memenuhi karakteristik
organisasi berbasis kinerja
Sangat namun belum mampu
2 A >80-90 Baik mewujudkan keseluruhan
sasaran Reformasi Birokrasi baik
secara instansional maupun di
tingkat unit kerja.

Secara instansional mampu


mewujudkan sebagian besar
sasaran Reformasi Birokrasi,
3 BB >70-80 Baik namun pencapaian sasaran pada
tingkat unit kerja hanya sebagian
kecil saja.

REFORMASI BIROKRASI DALAM PENINGKATAN 107


KUALITAS IMPLEMENTASI REFORMASI BIROKRASI
Penerapan Reformasi Birokrasi
Cukup mendorong perbaikan kinerja
4 B >60-70
Baik organisasi.
Penerapan Reformasi Birokrasi
secara formal terbatas di tingkat
5 CC >50-60 Cukup instansi dan belum berjalan secara
merata di seluruh unit kerja.
Penerapan Reformasi Birokrasi
secara formal di tingkat instansi
6 C >30-50 Buruk
dan hanya mencakup sebagian
kecil unit kerja.
Memiliki inisiatif awal,
Sangat menerapkan Reformasi
7 D
Buruk Birokrasi dan perbaikan kinerja
0-30
instansi belum terwujud.

Berikut pencapaian indeks reformasi birokrasi Kementerian Hukum


dan HAM di beberapa tahun terakhir:
Gambar 4.2 Indeks RB Kemenkumham

108 REFORMASI BIROKRASI DALAM PENINGKATAN


KUALITAS IMPLEMENTASI REFORMASI BIROKRASI
Berdasarkan data diatas dapat dilihat bahwa Kementerian Hukum dan
HAM berada pada kategori BB dengan predikat “Baik”, yang berarti secara
instansional Kementerian Hukum dan HAM mampu mewujudkan sebagian
besar sasaran reformasi birokrasi, namun pencapaian sasaran pada tingkat
unit kerja hanya sebagian kecil saja.

Kementerian Hukum dan HAM secara terus-menerus melakukan


perbaikan dalam pelaksanaan reformasi birokrasi, salah satunya adalah
dengan menindaklanjuti seluruh rekomendasi hasil evaluasi Kementerian
Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi dan melakukan
pembinaan baik di tingkat Unit Eselon I, Kantor Wilayah sampai dengan Unit
Pelaksana Teknis.

2. Pelaksanaan Pembangunan ZI Menuju WBK/WBBM di Lingkungan


Kementerian Hukum dan HAM
Dalam pelaksanaannya, selain berpedoman pada Peraturan Menteri
Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 52
Tahun 2014 tentang Pedoman Pembangunan Zona Integritas Menuju WBK
dan WBBM di lingkungan Instansi Pemerintah sebagaimana telah diubah
dengan Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi
Birokrasi Nomor 10 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri
Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 52 Tahun
2014 tentang Pedoman Pembangunan Zona Integritas Menuju WBK dan
WBBM di Lingkungan Instansi Pemerintah, Kementerian Hukum dan HAM
juga telah menetapkan Peraturan Menteri Hukum dan HAM Nomor 29
Tahun 2019 tentang Pembangunan Zona Integritas Menuju WBK dan WBBM
di Lingkungan Kementerian Hukum dan HAM sebagaimana telah diubah
dengan Peraturan Menteri Hukum dan HAM Nomor 6 Tahun 2020 tentang
Perubahan atas Peraturan Menteri Hukum dan HAM Nomor 29 Tahun
2019 tentang Pembangunan Zona Integritas Menuju WBK dan WBBM di
Lingkungan Kementerian Hukum dan HAM.

Pembangunan Zona Integritas di lingkungan Kementerian Hukum


dan HAM dimulai sejak tahun 2018, dimana pada tahun tersebut 10
(sepuluh) satuan kerja Kementerian Hukum dan HAM memperoleh predikat

REFORMASI BIROKRASI DALAM PENINGKATAN 109


KUALITAS IMPLEMENTASI REFORMASI BIROKRASI
WBK dari Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi
Birokrasi (Kemenpan RB). Pada tahun 2019, 43 (empat puluh tiga) satuan
kerja Kementerian Hukum dan HAM Kembali memperoleh predikat WBK/
WBBM yang meliputi 4 (empat) satker WBBM dan 39 (tiga puluh sembilan)
satker WBK. Pada tahun 2020 ini jumlah satuan kerja yang diajukan ke Tim
Penilai Nasional sebanyak 42 ( empat puluh dua ) usulan satker WBBM dan
478(empat ratue tujuh puluh delapan) usulan satker WBK.

D. Langkah-langkah Percepatan Pelaksanaan RB di


Kemenkumham :
Untuk memaksimalkan pelaksanaan Program Reformasi Birokrasi di
Kementerian Hukum, terdapat langkah -langkah percepatan yang di lakukan
oleh Kementerian Hukum dan HAM, berikut ini area perubahan beserta
dengan implementasi dan capaiannya.

NO AREA PERUBAHAN IMPLEMENTASI CAPAIAN


1. Manajemen a. Pencanangan a. Ketersediaan Pedoman/
Perubahan Pembangunan Video Tutorial (melalui
Zona Integritas laman Youtube)
PMPRB dan Pedoman
Pembangunan ZI Menuju
WBK/WBBM Terlaksana
di Seluruh satuan kerja
Kementerian Hukum dan
HAM. Kegiatan meiputi
Sosialisasi, Internalisasi,
Pendampingan,
Penguatan Satker dalam
pelaksanaan RB guna
mewujudkan predikat
WBK/WBBM. Jumlah
Satuan Kerja yang telah
memperoleh predikat
yaitu :
• 45 Satker WBK
• 4 Satker WBBM

110 REFORMASI BIROKRASI DALAM PENINGKATAN


KUALITAS IMPLEMENTASI REFORMASI BIROKRASI
b. Pembentukan b. Tunas Integritas yang telah
Tunas Integritas mengikuti workshop
sebanyak 2.885 pegawai
dari jumlah pegawai
sebanyak 58.045 pegawai
(0,95%)
c. Road Map RB c. Monev Pelaksanaan RB
Kementerian melalui aplikasi Elektronik
Reformasi Birokrasi
(E-RB) melalui erb.
kemenkumham.go.id
2. Deregulasi Kebijakan Telah dilakukan Peraturan Menteri yang telah
(Penataan Peraturan identifikasi analisis diterbitkan sebanyak:
Perundan-undangan) dan pemetaan 2017 : 42 PerMen
terhadap kebijakan 2018 : 42 PerMen
yang tidak harmonis 2019 : 32 PerMen
2020 : s/d saat ini 15 PerMen
Keputusan Menteri yang
diterbitkan sebanyak :
2017 : 953 Kepmen
2018 : 722 Kepmen
2019 : 668 Kepmen
2020 : s/d saat ini 374
Kepmen
3. Penataan Evaluasi Pelaksanaan perubahan
Organisasi kelembagaan revisi ORTA dilakukan
setiap 5 tahun sekali namun
di tahun 2019 dilakukan
perubahan ketiga terhadap
Permenkumham no 29
tahun 2015 tentang ORTA
Kementerian Hukum dan
HAM.

REFORMASI BIROKRASI DALAM PENINGKATAN 111


KUALITAS IMPLEMENTASI REFORMASI BIROKRASI
4. Penataan Tata a. Penyusunan a. Proses Bisnis Unit
Laksana Proses Bisnis Sekretariat Jenderal telah
(level 2) sampai dengan Level 2,
b. Prosedur sedangkan 10 Unit Eselon
Operasional I lainnya sedang dalam
Tetap (SOP) proses penyusunan menuju
Level 2
5. Penataan Sistem a. Peta kebutuhan a. Kementerian Hukum
Manajemen SDM pegawai dan HAM mendapatkan
aparatur, b. Penetapan Kinerja penghargaan SAPK
Individu; (Sistem Aplikasi Pelayanan
c. Penegakan aturan Kepegawaian) dan
disiplin/kode etik; pemanfaatan aplikasi CAT
dalam rekruitmen pegawai
dan calon taruna di
Kemenkumham;
d. Pelaksanaan b. Pencanangan Corporate
evaluasi jabatan University untuk
mewujudkan SDM berbasis
digital unggul Indonesia
Maju;
e. Peta c. Monev Kinerja Pegawai
Pengembangan yang berimplikasi pada
kompetensi pemberian tunjangan
pegawai. kinerja berdasarkan hasil
penilaian kinerja melalui
f. Sistem Informasi
aplikasi SIMPEG (Sisitem
Kepegawaian
Informasi Kepegawaian).
(SIMPEG)

112 REFORMASI BIROKRASI DALAM PENINGKATAN


KUALITAS IMPLEMENTASI REFORMASI BIROKRASI
6. Penguatan a. Evaluasi maturitas a. Nilai hasil evaluasi
Pengawasan, SPIP; maturitas SPIP
Kementerian
Hukum dan HAM pada
tahun 2019 yaitu 3,309
dengan level terdefinisi;

b. Sistem Peradilan b. Telah dilaksanakan di


Pidana Terpadu 7 Kanwil (Kanwil DKI,
(SPPTTI) berbasis Kanwil Jateng, Kanwil
Teknologi Yogjakarta, Kanwil Jabar,
Informasi; Kanwil Jatim, Kanwil
Sumut);
c. Pengelolaan c. Kemenkumham masuk
Aplikasi E- TOP 25 Pengelola
LAPOR, WBS LAPOR Terbaik (2018)
(Whistleblowing - Mewakili Pemerintah
System, dan Zona Indonesia dalam forum
Integritas.
Asian Development Bank
di Manila sebagai Best
Practice Pengelolaan
Pengaduan terbaik
(2017);
- Sebagai Kementerian
tercepat dalam
Pengelolaan Pengaduan
(dari Kemenpan RB)
2017

REFORMASI BIROKRASI DALAM PENINGKATAN 113


KUALITAS IMPLEMENTASI REFORMASI BIROKRASI
7. Penguatan Pengelolaan SAKIP Hasil evaluasi SAKIP
Akuntabilitas Kinerja (Sistem Akuntabilitas Kemenkumham oleh
Kinerja Instansi KemenPAN-RB pada Tahun
Pemerintah) 2019 dengan Indeks 76,71
(BB)
8. Peningkatan a. Penetapan Standar a. 90% satuan kerja telah
Kualitas Pelayanan Pelayanan memiliki standar layanan,
b. Penilaian Kepuasan dan 10% masih dalam
Tehadap Layanan proses perbaikan.
b. Pelaksanaan Survey
c. Pemanfaatan dilakukan secara berkala
Teknologi Informasi dengan sistem QR
dalam pelaksanaan Code untuk mengetahui
pelayanan kepada IndeksPersepsi Korupsi
masyarakat. (IPK) dan mengukur
Indeks Kepuasan
Masyarakat (IKM)
terhadap layanan
Kemenkumham Tahun
2019 dengan hasil sbb:
1. Sekretariat Jenderal
IPK : 12,33
IKM : 16,75
2. Inspektorat Jenderal
IPK : 13,79
IKM : 18,42
3. Ditjen PP
IPK : 13,89
IKM : 18,81
4. Ditjen AHU
IPK : 10,22
IKM : 13,23
5. Ditjen PAS
IPK : 13,53
IKM : 18,1

114 REFORMASI BIROKRASI DALAM PENINGKATAN


KUALITAS IMPLEMENTASI REFORMASI BIROKRASI
6. Ditjen Imigrasi
IPK : 13,75
IKM : 18,34
7. Ditjen KI
IPK : 12,78
IKM : 16,96
8. Ditjen HAM
IPK : 13,06
IKM : 17,67
9. BPHN
IPK : 13,37
IKM : 18,07
10. Balitbang Hukum dan
HAM
IPK : 13,81
IKM : 18,42
11. BPSDM Hukum dan
HAM
IPK : 12,74
IKM : 16,94

REFORMASI BIROKRASI DALAM PENINGKATAN 115


KUALITAS IMPLEMENTASI REFORMASI BIROKRASI

Anda mungkin juga menyukai