Anda di halaman 1dari 13

Potensi Korupsi Dalam

Administrasi & Birokrasi

• Persoalan paradigmatis, struktural dan politis


• Institusi preudo—legal korupsi perizinan
• Tantangan
“ In any bureaucracy there
is a natural tendency to let
the system become an
excuse for inaction…
Chris Fussell

ALASAN PEMBIARAN untuk Pemanfaatan/
Penguasanaan Kawasan Hutan

Asumsi Kapasitas Administrasi Pelanggaran

ketika hutan atau kapasitas untuk respon yang ada kesengajaan


lahan tidak lagi melakukan dilakukan sebatas melakukan
dibebani izin, pengelolaan melakukan pembiaran.
setelah dicabut setelah izin/hak
kegiatan
izin/haknya, akan tersebut dicabut
administrasi.
tetap utuh tanpa sangat rendah.
gangguan.
Persoalan terkait isi peraturan dan kebijakan yang kurang sesuai dengan
kondisi di lapangan. Penyebabnya sebagai bentuk dis-kursus kebijakan antara lain:

▪ Peraturan tidak membolehkan solusi dilaksanakan walau solusi itu benar.


Kebenaran peraturan dapat dibangun terbatas sesuai dengan peraturan yang
lebih tinggi, tanpa ada verifikasi.
▪ Kegiatan sebagai solusi, walau benar, tetapi bukan tugas pokok dan fungsinya.
▪ Walau masalah dan solusi terkait tugasnya, tetapi jikapun diselesaikan tidak
menyebabkan prestasi kerjanya lebih baik. Sebab prestasi kerja diukur dari hal
yang lain.
▪ Instruksi prioritas kerja di lembaga dimana ia bekerja mempunyai kepentingan
sendiri, dan tidak berhubungan dengan kepentingan masyarakat untuk
menyelesaikan masalah mereka.
▪ Alokasi anggaran untuk kegiatan yang penting dapat menjadi persoalan politik.
Berada di luar jangkauan. Walaupun alasan-alasan teknis urgensi suatu kegiatan
disampaikan, tetapi bukan alasan itu yang dipakai.
Negara “ditangkap” untuk Korupsi
STATE CAPTURE CORRUPTION

State capture corruption yang menghasilkan regulasi resmi atau peraturan,


namun isinya dapat berupa alokasi pemanfaatan sumberdaya bagi
kelompok tertentu, mewujudkan hubungan-hubungan yang menimbulkan
biaya transaksi, pengurangan atau menutupi adanya pajak, maupun
membatasi informasi yang semestinya patut diketahui oleh publik.
Juga dapat dilakukan menggunakan prosedur resmi pemerintah, misalnya
dalam proses penetapan anggaran atau belanja barang, dengan tujuan
menguntungkan kelompok tertentu.
Institusi “Pseudo—Legal” Korupsi Perizinan
Aktor dalam Korupsi Perizinan
Potensi Moral Hazard Amdal & Ijin Lingkungan
SLHD 2016: setiap tahun di seluruh propinsi, kabupaten dan kota (jumlah 539), terdapat 76 sd 194 investasi dan
memerlukan studi lingkungan. Maka setiap tahun minimal ada 40.000 studi lingkungan, belum termasuk di Pusat.
Pembahasan inisiatif swasta di KPK, disebutkan dalam satu tahun potensi uang suap di seluruh Indonesia sekitar Rp 51
trilyun yang terkait dengan perizinan.

PROSES Pemerintah Konsultan Pemrakarsa Masy JUMLAH Dokumen public


dirahasiakan
Penyusunan Dokumen 6 4 2 1 13
Konflik kepentingan
Penilaian Dokumen 6 4 1 1 12 Proses dilaksanakan
untuk memenuhi syarat
Penerbitan SKKL dan IL 4 1 - - 5 administrasi drpd
substansi
Sistem Standardisasi 2 - - - 2 Lingkungan hidup
memerlukan ilmu
JUMLAH 18 9 3 2 32 spesifik
Doc Evaluasi, KLHK (2018) Jika Kondisi Ideal Diterapkan:
± 70 – 75 % LPJP
Tidak Diperpanjang Registrasi
Keterangan Pemenuhan
No. Komponen
2016 (%) 2017 (%)
1. Format Penyusunan Dokumen Amdal 100 100

2. Konsistensi KA Andal, Andal dan RKL- RPL 60 90


3. Pemenuhan Keharusan 90 100
4. Pemenuhan Kedalaman (Metode, Besar Dampak) 25 31
5. Pemenuhan Relevansi (Kesesuaian RKL – RPL) 25 31
6. Pemenuhan Pelingkupan, Prakiraan Dampak dan Relevansi 25 31
Pengelolaan/Pemantauan
Jumlah dan Sebaran Penyusun Amdal yang Bersertifikat Kompetensi
Situasi ini penyebab
adanya sertifikat
terbang

Penyusun Amdal di
Jabar dan Jakarta
dapat digunakan
untuk menyusun
Amdal di tempat lain

Tarif yang ditemukan


Pelaksanaan sertifikasi oleh LSK Amdal Intakindo: Rp 5 juta, Rp 12 juta,-
TOTAL SERTIFIKAT PERNAH DIBERIKAN = 977
▪ 86 UK (2009-2015)
▪ Kualifikasi ATPA = 594 sertifikat TOTAL SERTIFIKAT YANG MASIH BERLAKU = 805
Sumber: LSK Intakindo
▪ Kualifikasi KTPA = 383 sertifikat
▪ Total = 977 sertifikat (per 12 Desember 2015 )
Nagara (2017)
PERBAIKAN masalah struktural
• Regulasi tidak harus • Regulasi dinilai melalui ‘indicatively’ • Regulasi dinilai melalui
diidentifikasi melalui fakta yang kasus nyata korupsi. ‘indicatively’ kasus nyata korupsi.
terjadi, tetapi dapat melalui • Rasionalitas administrasi mungkin • Prinsip ‘anti-corruption’ atau ‘good
potensi kehilangan kekayaan belum menjadi isu penting, tetapi governance’, dapat digunakan
negara yang dinyatakan dalam KPK menggunakan itu itu melalui untuk mengidentifikasi ‘loopholes’
pasal-pasal. metoda CIA oleh ACRC. terjadinya korupsi.
• Bureaucratic corruption: bribery and • Bureaucratic corruption: bribery
• Political corruption: ‘revolving extortion. and extortion.
doors’, ‘rent-seeking behaviour’.

Karakteristik birokrasi yang dapat menjadi pemicu korupsi: 1) birokratisasi atau teknikalisasi masalah kebijakan, 2) kriteria
formal untuk akuntabilitas kinerja tatakelola, 3) definisi ulang istilah-istilah (terms).

“Systemic corruptive regulation” “Criminogenic regulation” “Vulnerable regulation” yaitu adanya


yang diuji melalui potensi ‘state maknanya, ketika dilaksanakan, pasal-pasal yang menyediakan
loss’ serta ‘benefit’ actor memosisikan birokrat ke dalam ‘loopholes’ yang digunakan sebagai
‘red tape’ atau perilaku
tertentu, ‘corruption trap’.
‘opportunism’.
Systemic regulation Criminogenic regulation Vulnerable regulation
Terima kasih
Portal Pembelajaran Antikorupsi
aclc.kpk.go.id

Anda mungkin juga menyukai