Kualitas Hidup Pasien Obstetri Terkait Kesehatan Setelah Di Rawat Di Icu
Kualitas Hidup Pasien Obstetri Terkait Kesehatan Setelah Di Rawat Di Icu
Penyaji:
dr. Obby Saleh
Pembimbing:
dr. Firmansyah Basir, SpOG, Subsp. Obginsos, MARS
Moderator:
Dr. dr. Hartati, SpOG, Subsp. Obginsos, M.Kes
Penilai:
Prof. dr. Syakroni Daud Rusydi, SpOG, Subsp. Obginsos
dr. Agustria Zainu Saleh, SpOG, Subsp. Onk
dr. Iskandar Zulqarnain, SpOG, Subsp. FER
dr. Amir Fauzi, SpOG, Subsp. Urogin RE, PhD
dr. Abarham Martadiansyah, Sp.OG, Subsp. KFM
Pembahas:
dr. Abi Rafdi
dr. Siti Annisa Nur Fathia
dr. Nurkulis
Pembimbing, Penyaji,
dr. Firmansyah Basir, SpOG, Subsp. Obginsos, MARS dr. Obby Saleh
ii
DAFTAR ISI
iii
DAFTAR SINGKATAN
iv
BAB I
PENDAHULUAN
1
Mengutip salah satu semboyan WHO dalam menyikapi kematian ibu,
“There is story behind every maternal death or life-threatening complication.
Understanding the lesson to be learnt can help to avoid such outcome”, sehingga
adanya pengetahuan yang lebih baik pada karakteristik pasien obstetri di ICU
dapat menjadi pencegahan dan menurunkan mortalitas dan morbiditas maternal
Sangat sedikit dilakukan penelitian mengenai pasien obstetri di ICU terutamanya
pada Negara berkembang. Hal seperti ini dan komplikasi terkait persalinan dapat
memengaruhi fisik, mental, dan kesejahteraan sosial pasien kebidanan,
memperburuk penurunan kualitas hidup terkait kesehatan (HRQoL) selama
periode yang lebih lama.13 Penelitian ini bertujuan untuk menilai kualitas hidup
pasien obstetri pasca perawatan di ruang ICU yang dapat memberikan gambaran
tentang tatalaksana pasien obstetri dengan morbiditas yang memerlukan
perawatan ICU di masa yang akan datang.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kehamilan
2.1.1. Kehamilan dan Faktor Risiko
Severe Maternal Morbidity (SMM), juga disebut 'nyaris meninggal',
termasuk hasil tak terduga dari persalinan dan persalinan yang
mengakibatkan konsekuensi jangka pendek atau jangka panjang bagi
kesehatan wanita dan neonatus.14 Usia ibu lanjut, obesitas dan
preeklamsi meningkatkan risiko komplikasi parah. Wanita dalam
kasus SMM lebih mungkin melahirkan melalui operasi caesar dan
prematur. Selain itu, kehamilan multipel dan wanita multipara yang
pernah menjalani persalinan caesar sebelumnya berisiko lebih tinggi
mengalami SMM.14
Usia ibu lanjut dianggap sebagai faktor risiko untuk hasil ibu
dan neonatus yang lebih buruk. Proporsi persalinan operatif
meningkat secara substansial dengan usia ibu menemukan bahwa
pada primipara risiko rendah ada hubungan antara usia dan
persalinan operatif darurat, khususnya operasi caesar darurat. 15,16
Primiparitas pada usia ibu yang sangat lanjut (≥45) membawa risiko
yang signifikan terhadap hasil kehamilan dan kelahiran yang
merugikan seperti diabetes gestasional, hipertensi gestasional, dan
pre-eklampsia. Selain itu, wanita dengan usia ibu yang sangat tua
lebih cenderung memiliki kondisi kesehatan yang kronis. Usia ibu
yang lanjut memiliki risiko perdarahan hebat yang lebih tinggi,17
histerektomi peripartum darurat dan transfusi darah saat melahirkan
Jakobson dkk. tahun 2013.18 Selain itu, usia ibu yang lebih tinggi
dikaitkan dengan tingkat induksi persalinan, robekan perineum, dan
lama tinggal di rumah sakit.16 Bayi dari ibu dengan usia ibu yang
sangat lanjut memiliki risiko berat badan lahir rendah (BBLR) dan
lebih mungkin membutuhkan perawatan unit perawatan intensif
3
neonatal (NICU).19
Obesitas meningkatkan risiko komplikasi terkait kelahiran yang
parah di antara populasi.15,17 Obesitas pra-kehamilan memerlukan
peningkatan risiko kelahiran besar untuk usia kehamilan dan
kebutuhan untuk melahirkan melalui operasi caesar atau prosedur
instrumental. Risiko operasi caesar darurat meningkat di antara
wanita dengan indeks massa tubuh 30 atau lebih.17 Selain itu, risiko
hasil neonatal yang merugikan meningkat dengan IMT ibu yang
lebih tinggi, terlepas dari cara persalinan. Bird dkk. menemukan
bahwa wanita yang memiliki bayi BBLR lebih cenderung memiliki
IMT pra-kehamilan dalam kategori kelebihan berat badan atau
obesitas. Selain itu, obesitas pra-kehamilan memiliki dampak buruk
yang serius pada status kesehatan bayi, termasuk komplikasi seperti
resusitasi bayi atau pemindahan ke NICU.20
Neonatus yang lahir dari wanita obesitas yang tidak sehat
berisiko tinggi mengalami cedera lahir pada sistem saraf perifer dan
kerangka, sindrom gangguan pernapasan, sepsis bakterial, kejang,
dan hipoglikemia). Masuk NICU dan skor Apgar rendah lebih
mungkin terjadi pada neonatus yang lahir dari ibu yang kelebihan
berat badan setelah persalinan spontan dan induksi. Namun, obesitas
pra-kehamilan adalah faktor risiko utama yang dapat dimodifikasi
untuk komplikasi kebidanan.20
Preeklamsi meningkatkan risiko semua komplikasi kebidanan,
dan wanita dengan penyakit hipertensi maternal apa pun memiliki
peningkatan risiko perdarahan hebat dan transfusi darah selama
persalinan.16 Plasenta praevia telah ditemukan dalam literatur sebagai
faktor risiko transfusi darah, dan bayi yang lahir dari ibu dengan
plasenta praevia lebih mungkin dilahirkan prematur, memiliki berat
badan lahir rendah dan perlu masuk NICU.21 Selain itu, wanita
dengan kelahiran prematur sebelumnya dan komplikasi obstetrik
sebelumnya juga lebih mungkin untuk melahirkan prematur
4
terlambat daripada kelahiran cukup bulan.22
Dampak dari faktor risiko kebidanan untuk komplikasi ibu yang
mengancam jiwa bervariasi menurut cara persalinan dan kelompok
risiko. Usia ibu, paritas, presentasi janin, dan kelahiran kembar
merupakan indikator untuk operasi caesar, tingkat induksi, dan lama
rawat inap. Namun, persalinan pervaginam adalah cara paling aman
untuk melahirkan bahkan untuk wanita berisiko tinggi, tidak
termasuk wanita dengan preeklamsi. Yang terakhir memiliki risiko
yang sama dalam persalinan pervaginam dan operasi caesar
elektif.16,17
Severe acute maternal morbidity (SAMM) didefinisikan oleh
World Health Organization (WHO) sebagai seorang wanita yang
hampir meninggal, tetapi selamat dari komplikasi yang terjadi
selama kehamilan, persalinan, atau dalam 42 hari setelah terminasi
kehamilan.15 menggambarkan nyaris meninggal sebagai "seorang
wanita yang hampir mati tapi selamat". Namun, definisi SAMM
sangat bervariasi di seluruh studi dalam tinjauan literatur ini, dan
tidak mungkin untuk menetapkan kriteria yang ketat untuk kasus
nyaris meninggal. Penggunaan kriteria berbasis sistem organ
tampaknya menjadi pendekatan yang berguna untuk
mengidentifikasi kasus SAMM. Selain itu, definisi dapat dibuat
sesuai dengan apa yang penulis maksud dengan SAMM, atau
sebagai respons terhadap kejadian seperti masuk ke ICU,
histerektomi, transfusi darah masif, atau eklampsia.
Dalam literatur, indikasi SAMM paling umum yang mengarah
ke perawatan intensif adalah disfungsi vaskular yang berhubungan
dengan perdarahan dan preeklampsia berat. Faktor yang terkait
dengan kasus SAMM adalah kelahiran prematur dan cara persalinan
dengan pembedahan. Terjadinya komplikasi parah dan kasus nyaris
meninggal selama kehamilan dan persalinan rendah, tetapi mereka
mendapat perawatan intensif di negara-negara dengan sumber daya
5
tinggi.20
6
Sistem penilaian SOFA menggambarkan disfungsi organ pasien dan
mengevaluasi perubahan fungsi pada sistem pernapasan, peredaran darah,
koagulasi, hati, ginjal, dan saraf. Pasien mengumpulkan satu hingga empat
poin untuk setiap variabel fisiologis, dan skor total mereka dapat
bervariasi antara nol dan 24. Skor tinggi menunjukkan disfungsi serius
pada fungsi vital pasien; mereka yang memiliki poin SOFA lebih dari 15
ditemukan memiliki potensi kelangsungan hidup 10%.
Gambar 1. Apache score II
7
mengelompokkan pasien berdasarkan derajat berat penyakit dan
untuk menentukan laju mortalitas pasien. Semakin tinggi skor
APACHE II, semakin tinggi pula angka kematiannya
Gambar 2. Simplied Acute Physiology Score(SAPS)
Dikutip dari Rios FG4
8
Gambar 3. SOFA Score
Dikutip dari Rios FG4
9
Escherichia coli), Streptococcus group A dan B, dan
Staphylococcus aureus. Sedangkan penyebab non obstetri yang
sering ialah pneumona, pyelonephtitis, dan ruptur appendisitis.
Sepsis merupakan penyebab kematian terbanyak di ICU di
Amerika Serikat dimana 9,3% kematian disebabkan oleh sepsis
dan merupakan komplikasi pada 1 dari 8000 persalinan, namun
masih lebih jarang dibandingkan kematian karena perdarahan atau
hipertensi dalam kehamilan. 2,4,7,8,12
Sepsis didefinisikan sebagai
terpenuhinya kriteria systemic inflammatory response system
(SIRS) dengan infeksi yang dikonfirmasi atau dicurigai.
Sedangkan kriteria SIRS ialah adanya respon klinis terhadap
infeksi dengan manifestasi >2 dari gejala berikut yaitu: (1) suhu
> 38°C atau < 36° C; (2) nadi > 90 kali/menit; (3) respirasi > 20
kali permenit atau PaCo2 < 32 mmHg; atau (4) Jumlah sel darah
putih > 16.000 atau < 4000 atau > 10% neutrofil imatur.7, 12
c. Hipertensi dan preeklamsi/eklamsi
Merupakan kelainan tersering yang menyebabkan komplikasi pada
kehamilan. Hipertensi menyebabkan komplikasi pada 5-8%
kehamilan. Keluhan dapat berupa bengkak, gangguan
pengelihatan, sakit kepala, nyeri ulu hati hingga kejang. Dapat
berkembang menjadi gagal napas yang diakibatkan adanya
kelebihan cairan, hipoalbuminemia, penurunan tekanan onkotik
koloid, dan peningkatan tekanan hidrostatik kapiler paru. Edema
paru dapat terjadi sebanyak 3% dari kasus preeklampsia dengan
kejadian terbanyak pada post partum. Edema paru dapat terjadi
pada preeklampsia berat dengan komplikasi kegagalan
kardiopulmonal, krisis hipertensi, disseminated intravascular
coagulation (DIC), gagal ginjal akut, dan edema serebri. Pada
seluruh kasus preeklampsia 5% dapat sindrom HELLP.
Berdasarkan Kriteria yang ditetapkan oleh Spanish Society of
Gynecology and Obstetrics pada tahun 2006, pasien dengan
10
preeklampsia berat dikategorikan dalam subgroup pasien
dengan peningkatan mortalitas fetomaternal dan memiliki
potensi untuk dirawat di ICU. 4, 13
d. Distosia
Apabila kemajuan persalinan tidak berlangsung sesuai dengan batas
waktu yang normal, dapat merupakan manifestasi dari ruptur uteri.
Persalinan macet merupakan 8% penyebab kematian ibu secara
global. Persalinan lama merupakan penyebab kematian janin. Janin
meninggal karena penekanan yang berlebihan pada plasenta dan
tali pusat. Kematian janin dapat menjadi pemicu terjadinya
koagulasi intravaskular disseminata akibat perdarahan, syok, dan
kematian.8
2.2.1. Penyakit Medis Pada Kehamilan
Beberapa penyakit medis dapat memberikan komplikasi pada
kehamilan sehingga menyebabkan perlunya perawatan intensif.
Diantaranya beberapa penyakit yang sering ditemukan pada wanita
hamil dan menjadi indikasi masuk ICU ialah penyakit jantung,
edema paru, pneumonia, gagal ginjal akut, dan penyakit endokrin.
a. Penyakit Jantung
Hanya 4% dari kehamilan dengan komplikasi penyakit jantung,
akan tetapi pasien hamil dengan sakit jantung memiliki potensi
tinggi dirawat di ICU karena adanya perubahan hemodinamik yang
dihubungkan dengan kehamilan dan persalinan. Indikasi masuk
ICU dengan penyakit jantung maternal berjumlah < 15% dan 50%
pasien maternal yang meninggal di ICU disebabkan karena
penyakit jantung. Studi Cardiac Disease in Pregnancy (CARPREG)
oleh Siu et al mengidentifikasikan 4 prediktor terkuat untuk
terjadinya komplikasi maternal yaitu (1) riwayat gagal jantung,
transient ischemic attack, stroke, atau arrhythmia; (2) New York
Heart association (NYHA) class > II; (3) obstruksi jantung kiri
(area katup mitral <2cm2; area katup aorta < 1,5 cm2; peak left
11
outflow gradient < 30 mmHg); (4) ejectional fraction <40%. Setiap
1 prediktor meningkatkan komplikasi hingga 27%, adanya >1
prediktor meningkatkan insiden komplikasi hingga 75%. Penyakit
jantung yang sering menyebabkan komplikasi pada kehamilan
diantaranya ialah penyakit katup jantung yang biasanya sering
ditimbulkan akibat sekuel dari demam rematik; dan kardiomiopati
peripartum. Kardiomiopati peripartum ialah keadaan disfungsi
sistolik ventrikel kiri jantung ibu yang ditandai dengan gejala gagal
jantung pada bulan terakhir kehamilan sampai bulan kelima
persalinan. Kriteria diagnosis kardiomiopati peripartum
berdasarkan The National Heart, Lung, and Blood Insitute and the
Office of Rare Disease ialah munculnya gejala gangguan jantung
pada akhir kehamilan atau dalam 5 bulan postpartum; tidak
ditemukan penyebab gagal jantung; tidak ada riwayat penyakit
jantung sebelum kehamilan; dan adanya disfungsi sitolik
ventrikel kiri yang ditandai dengan depresi fraksi ejeksi. 7, 14,15
b. Edema Paru
Wanita hamil memiliki predisposisi untuk menderita edema paru
yang disebabkan oleh berbagai penyebab. Berdasarkan etiologinya
dapat dibagi menjadi dua kelompok yaitu kardiogenik yang
diakibatkan oleh peningkatan tekanan hidrostatik kapiler paru dan
non-kardiogenik, yaitu edema permeabilitas yang diakibatkan
kebocoran endotel kapiler dan alveoli paru. Penyebab edema paru
terbanyak ialah akibat penyakit jantung (26,5%), adanya kelebihan
cairan (21,5%) dan preeklampsia (18%). Rata- rata 1 dari 1000
kehamilan mengalami komplikasi edema paru. Suatu studi oleh
Sciscione et al melaporkan edema paru paling sering terjadi selama
masa antepartum (47%), masa postpartum (39%) dan sisanya
sekitar 14% terjadi selama intrapartum. Terapi pasien obstetri
dengan edema paru di ICU ialah berfokus pada perkembangan
penyakit, determinasi penyebab edema paru, dan memperbaiki
12
oksigenasi. 7, 15
c. Pneumonia
Pneumonia dapat menyebabkan kematian ibu, persalinan preterm,
dan bayi berat badan lahir rendah. Pathogen pada community-
aquired pneumonia biasanya sama pada pasien obstetri maupun
pasien non-obstetri seperti Streptococcus pneumonia, Hemophilus
influenza, Mycoplasma, Chlamydia, dan Legionella. Pasien
dengan pneumonia dapat mengalami gagal napas hipoksemia
akut dan opasitas bilateral pada kedua lapang paru pada
pemeriksaan roentgent. 4
d. Gagal Ginjal Akut
Gagal ginjal akut biasanya ditemukan dengan oligouria, azotemia,
dan asidosis metabolik. Gagal ginjal akut pada kehamilan yang
berlanjut dapat menimbulkan mortalitas yang signifikan dan
morbiditas jangka panjang. Penyebab gagal ginjal terbanyak pada
kehamilan ialah akibat dari preeklampsia. Penyebab lainnya ialah
fatty liver akut, purpura trombositopenia trombotik, emboli air
ketuban, infeksi, sepsis, penurunan volume intravaskular, obstruksi,
ataupun idiopatik. Penatalaksanaan gagal ginjal akut pada
kehamilan sama dengan pasien yang tidak hamil. Nefrotoksin harus
dihindari dan pemberian obat didasari oleh fungsi ginjal,
hemodialisa dapat dilakukan dengan indikasi. Indikasi hemodialisa
antara lain adanya kelebihan volume intravaskular, hiperkalemia
atau yang tidak membaik dengan pengobatan, asidosis metabolik,
uremia simptomatis, profilaktik bila didapatkan BUN> 50-70
mg/dl 2, 16
e. Penyakit Endokrin
Penyakit endokrin yang sering ditemukan pada pasien obstetri
yang dirawat di ICU ialah ketoasidosis diabetik dan krisis tiroid.
Pada beberapa penelitian didapatkan angka ketoasidosis diabetik
berkisar antara 1-3% dari kasus diabetes dalam kehamilan.
13
Ketoasidosis diabetik pada kehamilan merupakan keadaan
emergensi baik pada ibu maupun janin. Gejala ketoasidosis ini
dapat terlihat dengan terjadinya diuretik osmosis yang berlebih,
kehilangan banyak cairan dan elektrolit (kalium menurun).
Keadaan ini akan berlanjut dengan hipoglikemia sel-sel jaringan,
jaringan kolaps, gangguan sistem multiorgan, masuk kedalam
keadaan koma hingga kematian. Prinsip penanganan ketoasidosis
diabetik ialah memonitor secara intensif keadaan ibu dan janin,
pasien dirawat di ICU, rehidrasi, pemberian cairan yang hilang
secara agresif, pemberian insulin, koreksi asidosis dan elektrolit,
koreksi faktor risiko potensial, dan monitor hasil pengobatan.
Sedangkan krisis tiroid ialah kondisi endokrinologi emergensi
karena dapat terjadi kematian akibat komplikasi (henti jantung).
Krisis tiroid merupakan risiko utama pada wanita hamil dengan
tirotoksikosis. Sebanyak 20-30% kasus berakhir dengan mortalitas
ibu dan janin. 17,18
14
Instrumen penilaian kualitas hidup secara garis besar dibagi menjadi 2
macam, yaitu instrumen umum (generic scale) yang digunakan untuk
menilai secara umum mengenai kemampuan fungsional,
ketidakmampuan, kekhatiran yang timbul akibat penyakit yang diderita
dan instrumen khusus (spesific scale) yang digunakan untuk mengukur
sesuatu yang khusus dari penyakit, populasi tertentu atau fungsi yang
khusus misal emosi.
Dalam pengukuran kualitas hidup kita dapat menggunakan pilihan
instrumen generik maupun spesifik. Beberapa penelitian pengukuran
HRQoL dengan instrumen generik digunakan pada populasi umum dan
instrumen spesifik dilakukan pada pasien penyakit tertentu. Penggunaan
instrumen spesifik dapat melihat bagaimana dampak sebuah penyakit
terhdap kualitas hidup tiap individu sedangkan pada populasi umum
evaluasi dapat membandingkan HRQoL dengan beban ekonomi di suatu
negara. Pengukuran HRQoL dengan menggunakan instrumen dilakukan
pengujian properti psikometrik. Pengujian tersebut untuk menilai
bagaimana tingkat validitas dan reliabilitas sebuah instrumen dalam
mengukur kualitas hidup. Penelitian terkait validasi instrumen telah
berkembang dan banyak dilakukan baik pada populasi umum ataupun
pada pasien tertentu.
Pengukuran HRQoL dilakukan pada populasi umum dengan kategori
dan jumlah responden yang beragam melalui wawancara/interview
langsung ataupun survey online (email, telepon). Hasil dari tinjauan
dalam review ini ada 15 jenis instrumen yang digunakan dalam mengukur
kualitas hidup (HRQoL) pada populasi umum. Instrumen HRQoL yang
paling banyak digunakan adalah jenis instrumen Short Form- 36 (SF-36)
dengan menggunakan pengujian psychometric properties yang beragam.
1. Short Form-36 (SF-36); Domain: fungsi fisik, keterbatasan
peran masalah fisik, nyeri badan, persepsi kesehatan umum,
vitalitas, fungsi sosial, fungsi sosial, keterbatasan peran karena
faktor emosional, kesehatan mental.
15
2. Short Form-6 Dimension (SF-6D); Domain: fungsi fisik,
keterbatasan peran, fungsi sosial, rasa sakit, kesehatan mental
dan vitalitas.
3. European Quality-five-Dimension (EQ-5D); Domain: mobilitas,
perawatan diri, kegiatan yang biasa dilakukan, rasa sakit,
kesehatan mental.
4. Vnt (VSP-A); Domain: psikologi, domain fisik, vitalitas,
hubungan dengan guru, performa disekolah, hubungan dengan
teman, hubungan dengan orangtua, tubuh, aktivitas bersantai,
sentimental dan seksual.
5. World Health of Quality of Life- BREF (WHOQOL-BREF);
Domain: kesehatan fisik, kesehatan psikologi, hubungan sosial,
kesehatan lingkungan, item kesehatan umum.
6. Short Form-12 (SF-12); Domain: fungsi fisik, peran fisik, nyeri
badan, kesehatan umum, fungsi sosial, vitalitas, peran
emosional, kesehatan mental.
7. Pediatric Quality of Life (PedsQL); Domain: Kesehatan fisik,
fungsi emosional, fungsi sosial, fungsi sosial, fungsi dalam
bekerja/sekolah, kesehatan psikologi.
8. Positive Mental Health Instrument (PMH)Domain: umum,
dukungan emosioanl, spiritual, keahlian interpersonal,
pertumbuhan pribadi dan otonomi, pengaruh global.
9. The Four Dimensional Symptom Quesioner (4DSQ); Domain:
umum, dukungan emosioanl, spiritual, keahlian interpersonal,
pertumbuhan pribadi dan otonomi, pengaruh global.
10. WHO-Well being; Domain: masalah kesehatan mental,
kelelahan, sulit untuk tertidur, frekuensi berjalan, kesulitan
berkonsentrasi.
11. Control Autonomy,Self-realisation, Pleasure scale (CASP);
Domain: kontrol, otonomi, kesenangan, realisasi diri.
12. Warwick-Edinburgh Mental Well-Being Scale (WEMWBS);
16
Domain: mental (Optimis dengan masa depan,santai,
ketertarikan dengan orang lain, tenaga, menangani
masalah,percaya diri dan lain-lain).
13. Quality-Well Being Self-Administration (QWB-SA); Domain:
mobilitas, aktifitas fisik, aktivitas sosial dan gejala yang pernah
dirasakan.
14. Leiden-Padua Questionnaire (LEIPAD); Domain: Fungsi fisik,
perawatan diri, depresi dan kecemasan, fungsi cognitive, fungsi
seksual,fungsi sosial dan kepuasaan akan hidup.
15. Health-Related Quality of Life Instrument with 20-items (HINT-
20); Domain: kesehatan fisik, kesehatan sosial, kesehatan
mental, kesehatan positif.
17
status kesehatan seseorang. Dari ke 36 pertanyaan yang ada
merupakan penjabaran dari 8 aspek penilaian, yaitu:
1. Pembatasan aktifitas fisik karena masalah kesehatan
2. Pembatasan aktifitas sosial karena masalah fisik dan emosi
3. Pembatasan aktifitas sehari-hari karena masalah fisik
4. Nyeri seluruh badan
5. Kesehatan mental secara umum
6. Pembatasan aktifitas sehari-hari karena masalah emosi
7. Vitalitas hidup
8. Pandangan kesehatan secara umum
Dari kedelapan dimensi tersebut dapat dikelompokkan menjadi dua
komponen besar yaitu komponen fisik dan komponen mental. Kuisioner
SF-36 memiliki skor yang berkisar antara 0-100, dimana semakin tinggi
skor menunjukkan semakin baiknya kualitas hidup terkait. Penilaian SF-
36 dilakukan dengan 2 tahap yaitu pertama, melakukan konversi nilai
menjadi 0-100, kedua merata-ratakan nilai konversi setiap domain.
Instrumen SF-36 menghasilkan nilai normative yang memiliki nilai rata-
rata+SD adalah 50+10 untuk setiap domain kuaitas hidup.
SF-36 adalah ukuran HRQoL yang banyak digunakan dan
dikembangkan sebagai ukuran singkat dari fungsi dan kesejahteraan
dalam studi hasil medis. Kuesioner berisi 36 item yang mengukur delapan
subskala status kesehatan: fungsi fisik, keterbatasan peran karena masalah
kesehatan fisik, nyeri tubuh, persepsi kesehatan umum, vitalitas, fungsi
sosial, keterbatasan peran karena kesehatan emosional, dan kesehatan
mental secara umum. Skor pada subskala digabungkan menjadi skor
ringkasan: skor komponen fisik dan skor komponen psikologis. Ada
literatur untuk mendukung validitas dan reliabilitas instrumen SF-36 dan
kecukupannya untuk digunakan dalam pengukuran HRQoL. SF-12 adalah
singkatan dari SF-36 asli.
Instrumen EQ-6D didasarkan pada ukuran Generik Kualitas Hidup
Eropa Lima Dimensi (EQ-5D) dan menyediakan profil deskriptif
18
sederhana tentang kesehatan umum. EQ-5D terdiri dari lima dimensi
(mobilitas, perawatan diri, aktivitas biasa, nyeri/ketidaknyamanan dan
depresi/kecemasan), dan setiap dimensi memiliki tiga kemungkinan
jawaban (tidak ada masalah, masalah sedang, masalah berat). EQ-6D
adalah EQ-5D yang diperluas dengan dimensi kognitif: memori,
konsentrasi, koherensi, dan IQ. Deskripsi kesehatan seseorang dapat
dinyatakan dalam skala antara nol (kematian) dan satu (kesehatan
sempurna), menggabungkan enam dimensi menjadi satu skor utilitas
keseluruhan. Validitas instrumen EQ-6D telah diuji dengan
membandingkannya dengan SF-36, dengan hasil yang baik.
19
adalah penyebab utama persalinan prematur. 24 Studi ini tidak menemukan
perubahan pada QOL wanita yang diukur dengan WHOQOL-BREF,
kecuali pada domain kesehatan fisik. Ibu melaporkan kesejahteraan fisik
yang lebih baik selama tahun pertama setelah melahirkan. Alasannya
mungkin karena masalah fisik yang relevan dengan periode
pascapersalinan, seperti nyeri perineum dan pinggang, gangguan
pencernaan, inkontinensia urin, rasa tidak nyaman pada payudara, dan
kelelahan. Namun, keparahan klinis selama periode neonatal, displasia
bronkopulmoner, dan hidrosefalus pasca-hemoragik berhubungan dengan
kualitas hidup ibu yang lebih buruk. Selanjutnya, merawat anak VLBW
berhubungan negatif dengan HRQoL ibu, dan ibu-ibu ini mengalami
HRQoL fisik yang lebih buruk daripada ibu dari anak-anak NBW.
Temuan ini berasal dari investigasi Witt et al. terhadap ibu dari anak
VLBW dan NBW berusia lima tahun. Lau melaporkan bahwa wanita
dengan HRQoL yang buruk dalam domain fisik lebih cenderung
melahirkan bayi dengan BBLR. Selain itu, di antara ibu dengan bayi
prematur BBLR di NICU pada awal post-partum, kualitas tidur yang
buruk dikaitkan dengan kelelahan, yang pada gilirannya berkontribusi
pada HRQoL fisik yang buruk.25
Bijlenga dkk. menyelidiki efek induksi persalinan dibandingkan dengan
pemantauan hamil pada wanita dengan hipertensi gestasional atau
preeklamsi ringan setelah 36 minggu kehamilan. Kesehatan fisik mereka
meningkat dari waktu ke waktu pada kedua kelompok antara awal dan
akhir enam bulan post partum. Skor komponen fisik bahkan lebih tinggi
dari rata-rata populasi. Dalam penelitian lain, Bijlenga dkk. tahun 2011
menyelidiki HRQoL dan IUGR ibu setelah usia kehamilan 36 minggu.
Skor komponen fisik berada di bawah nilai norma pada saat inklusi, tetapi
meningkat dari waktu ke waktu dan berada di atas norma populasi pada
enam bulan pascapersalinan.23
Leung dkk. tahun 2010 meninjau HRQoL pasien kebidanan yang
dirawat di ICU. Alasan utama untuk rawat inap adalah perdarahan post
20
partum, diikuti oleh hipertensi terkait kehamilan. Dalam tiga domain –
fungsi fisik, nyeri tubuh, dan fungsi sosial – skor secara signifikan lebih
rendah dari norma populasi. Namun, sulit menentukan apakah skor yang
rendah berhubungan langsung dengan komplikasi kebidanan yang
menyebabkan masuknya ICU.
21
pascapersalinan, tetapi mereka yang pernah mengalami preeklamsi berat
masih memiliki HRQoL psikologis yang buruk.
22
BAB III
KESIMPULAN
23
DAFTAR PUSTAKA
24
et al. Critically ill patients in an American and an Indian public
hospital: comparison of case-mix, organ dysfunction, intensive care
requirements, and outcomes. Intensive Care Med. 2005;31:1087-94.
11. Cartin-Ceba R, Gajic O, Iyer VN: Fetal outcomes of critically ill
pregnant women admitted to the intensive care unit for nonobstetric
causes. Crit Care Med. 2008; 36:2746-2751
12. Kilpatrick SJ, Abreo A, Gould J. Confirm severe maternal morbidity is
associated with high rate of preterm delivery. Am J Obstet Gynecol.
2016; 215:233-7
13. Burke N, Burke G, Breathnach F. Prediction of caesarean section in the
term nulliparous woman: results from the prospective, multicentre
Genesis study. Am J Obstet Gynecol. 2017;216: 598-11
14. Mesterton J, Lindgren P, Abreu AK. Case mix adjustment of health
outcomes, resource use and process indicators in childbirth care: a
register-based study. Pregnancy and Childbirth. 2016; 16: 125-129
15. Pallasmaa N, Ekblad U, Gissler M et al. The impact of maternal
obesity, age, pre-eclampsia and insulin dependent diabetes on severe
maternal morbidity by mode of delivery: a register-based cohort study.
Arch Gynecol Obstet. 2015; 291: 311–318.
16. Macharey G, Ulander VM, Kostev K. Emergency peripartum
hysterectomy and risk factors by mode of delivery and obstetric
history: a 10-year review from Helsinki University Central Hospital. J
Perinat Med. 2015; 43: 721–728
17. Alon BD, Glasser S, Schiff E. Pregnancy and birth outcomes among
primiparae at very advanced maternal age: at what price? Matern Child
Health. 2016; 20: 833–842
18. Bird AL, Grant CC, Bandara DK. Maternal health in pregnancy and
associations with adverse birth outcomes: evidence from growing up in
New Zealand. 2017; 57: 16–24
19. Spiegelman J, Mourad M, Melka S. Risk factors for blood transfusion
in patients undergoing high-order cesarean delivery. 2017; 57: 2572–
25
2757
20. Trilla CC, Medina MC, Ginovart GG. Maternal risk factors and
obstetric complications in late preterm prematurity. Eur J Obstet
Gynecol Reprod Biol. 2014; 179: 105–109
21. Prick BW, Bijlenga D, Jansen GAJ. Determinants of health-related
quality of life in the postpartum period after obstetric complications.
Eur J Obstet Gynecol Reprod Biol. 2015;185: 88–95
22. Moura MRS, Araújo CGA,Factor assoociated with the quality of life.
23. Lee SY, Hsu HC. Stress and health-related well-being among mothers
with a low birth weight infant: the role of sleep. Social Science &
Medicine 2012; 74: 958–965
24. Bijlenga D, Koopmans CM, Birnie E. Health-related quality of life
after induction of labor versus expectant monitoring in gestational
hypertension or preeclampsia at term. Hypertension in Pregnancy.
2011; 30: 260–274
25. Stern C, Trapp EM, Mautner E. The impact of severe preeclampsia on
maternal quality of life. Qual Life Res. 2014; 23: 1019–1026.
26