Anda di halaman 1dari 3

Pilihan ku vs Pilihan Orangtua dalam Memperjuangkan Pilihan

Pilihan, mungkin sebagian dari kita pasti pernah merasakan bagaimana sulitnya
menentukan pilihan, mulai dari hal yang sederhana, sampai hal-hal yang lebih kompleks. Hal-hal
sederhana misalkan menentukan warna pakaian apa yang akan kita pakai untuk menghadiri
ulangtahun sahabat kita atau saat kita. Hal-hal seperti itu mungkin sering kita alami dalam
kehidupan kita, tanpa kita sadari kita sudah banyak menentukan pilihan, entah pilihan karena
pilihan sendiri ataupun orang lain.

Menentukan jurusan yang akan kita ambil saat kuliah juga menjadi pilihan yang tak
jarang sulit bagi sebagian orang. Memilih satu jurusan yang benar-benar sesuai dengan keinginan
hati dan passion memang tidaklah mudah, banyak hal yang harus disesuaikan selain karena hal
tersebut, yakni keinginan orangtua. Benar saja, saat kita duduk di bangku SD kelas 6, mungkin
pilihan orangtua masih dapat kita terima dengan baik. Saat kelas IX SMP, mulai
mempertimbangkan saran dari orangtua, karena pada usia remaja saat itu, banyak dari kita yang
ingin mengikuti teman-teman satu gang, misalnya. Memasuki bangku sekolah menengah atas
(SMA), ada beberapa dari mereka, mungkin tak banyak namun mereka sudah dengan mantap
memilih dan menentukan jurusan yang diinginkan saat di bangku kuliah. Namun, tak jarang juga,
masih banyak yang hingga menjelang detik-detik terakhir untuk memilih jurusan, mereka masih
bingung, hingga pada akhirnya mereka memilih jurusan yang nyatanya bagi mereka sendiri itu
bukan keinginan hati dan passion mereka.

Banyak di antara kita mungkin masih bingung mengapa hal tersebut dapat terjadi. Salah
satu factor yang menyebabkan kebingungan tersebut sering terjadi adalah ketidak tahuan
mengenai jurusan apa yang sesuai dengan passion dan keinginan kita yang pada akhirnya kita
terjebak pada pilihan orangtua yang nyatanya membuat kita tidak nyaman saat menjalaninya.
Hanya bisa pasrah dan menjalani kehidupan perkuliahan dengan apa adanya yang seharusnya
kehidupan perkuliahan adalah masa di mana kita dapat mengembangkan kemampuan yang kita
miliki sesuai dengan passion kita.

Selain pentingnya memilih jurusan di bangku kuliah nantinya, penentuan Perguruan


Tinggi Negeri (PTN) yang dituju pun menjadi hal yang tak kalah penting. Sebagian besar orang
mungkin mengatakan hal demikian, “tak mengapa jika tidak mendapat PTN, sekolah sama saja,
asal kamu baik dan bisa mengikuti perkuliahan, kamu akan bisa bertahan.” Kalimat klasik yang
mungkin sering sekali kita dengar saat menjelang pendaftaran kuliah, menurutku ini adalah
sebuah strategi untuk menyemangati kita jika nantinya kita tidak lulus di PTN. Namun, hal ini
keliru, antara PTN satu dan PTN lainnya cukup banyak perbedaan, mulai dari budaya yang ada
di kampus tersebut, system pembelajaran, kualitas mahasiswa dan dosen, fasilitas dan banyak hal
lainnya yang memang perlu dipertimbangkan. Tak ada yang sama, setiap PTN dan PTS pun
memiliki banyak perbedaan, tidak bisa disamakan satu dengan yang lain.
Menentukan jurusan dan PTN sedari awal akan memudahkan kita untuk menentukan
sikap, apa yang harus dipersiapkan, entah dari segi nilai akademik hingga bagaimana
mempelajari budaya yang ada di daerah tersebut. Memilih jurusan yang masih terbilang jarang
dan berani memilih salah satu kampus top 3 di Indonesia, membuat ku semakin berusaha keras,
tak mengenal waktu, ingin menyerah pun setiap waktu. Namun, aku kembali bangkit, lagi dan
lagi, karena apa ? aku yang memilih dan aku harus mewujudkan pilihan ku tersebut untuk dapat
berkuliah di pusat ibukota Jakarta. Usaha yang tidak mudah, jatuh, bangun, cibiran, motivasi,
semua itu datang silih berganti, seolah semesta juga merestui keinginanku. Pernah juga
merasakan buah dari kerasnya aku dalam belajar, aku mendapat posisi 1 paralel, hal yang benar-
benar tidak aku duga. Meskipun begitu, banyak juga yang masih tidak memberikan dukungan
atas pilihanku, masih saja ada yang bilang seperti ini, “yah kan masih juara 1, jangan ketinggian
berharap deh bakal dapat universitas yang bagus,” kalimatnya mungkin sederhana, namun tidak
bagiku, kalimat yang membuatku tidak bisa focus dalam beberapa hari dan justru membuat ku
merendahkan diri juga. Cibiran dan semangat yang terus berdatangan dari guru, keluarga dan
teman-teman lainnya menjadi pegangan ku bahwa mereka tak selamanya akan merendahkan ku,
namun mereka juga merestui dan mendoakan pilihanku.

Pilihan yang aku tentukan sedari awal tentunya memiliki konsekuensi, konsekuensi yang
harus aku rasakan adalah waktu untuk bermain semakin sedikit, bermain dengan teman hingga
malam mungkin jarang aku rasakan, mungkin pernah sesekali, namun itu karena tuntutan tugas
yang harus dikumpulkan keesokan harinya. Orangtua ku selalu menasihati, “tak apa kehilangan
masa muda untuk foya-foya sekarang yang hanya akan menyita waktu belajarmu, tapi
percayalah, kelak ketika kamu sudah mendapatkan hasil kerja keras mu, teman-teman mu baru
saja memulai. Ketika kamu sudah mendapatkan apa yang kamu ingin, kamu bisa melakukan apa
yang kamu inginkan,” melekat permanen hingga saat ini di hatiku. Orangtua ku yang ingin anak-
anaknya sukses dan tidak ingin anak-anaknya hanya menghabiskan masa mudanya yang sia-sia
hingga nantinya akan menyesal. Keras namun tegas, gambaran yang tepat untuk kedua orangtua
ku.

Berusaha, berdoa dan tawakkal, hal yang akan selalu menjadi kunci utama yang aku
camkan dalam hati untuk menjadi seseorang yang sukses. Terus-menerus memperbaiki nilai
akademik agar mencapai target, doa restu dari orang-orang terdekat, hingga akhirnya harus
bertawakkal. Berserah diri, mengakui diri sebagai makhluk Tuhan yang tak berdaya tanpa
pertolongannya. Ketika menyerah, aku mengingat usaha ku selama ini, 5 semester yang harus
dilewati demi lolos jalur undangan membuatku selalu bangkit. Senyum orangtua ku yang ingin
aku lihat ketika aku mendapat pengumuman lulus nanti benar-benar menjadi pil pereda lelah,
pereda ingin menyerah. Aku selalu mengingatkan diriku sendiri, “buat apa menyerah atas pilihan
sendiri ? lihat, teman-teman mu di luar sana mungkin masih terkekang atas pilihan orangtuanya,
kamu mestinya bersyukur, orangtua mu selalu mendukung apapun pilihanmu.” Benar, ini
memang pilihan ku, pilihan yang harus aku perjuangkan hingga akhir.
17 April 2018, hasil perjuangan ku selama 5 semester akan segera aku terima hasilnya.
Waktu yang terus berjalan mundur seolah tak ingin berhenti sejenak. Degup jantung yang kian
cepat, aliran darah yang mengalir lebih cepat dari biasanya, bibir dan hati yang tak henti berdoa
hingga detik terakhir. Hingga pada akhirnya, tepat pukul 17.00 WIB, aku mendapatkan hasil
yang tertera pada pengumuman berwarna hijau yang menandakan bahwa aku lulus seleksi
SNMPTN dan diterima di Universitas Indonesia program studi pilihan pertama yakni Psikologi.
Alhamdulillah, tangis yang tak terbendung, syukur yang tiada henti dari kedua orangtua dan
keluarga, ucapan selamat yang silih berganti memenuhi ruang di social media ku. Alhamdulillah,
akhirnya perjuangan meraih PTN di UI tak sia-sia, benar adanya bahwa hasil tidak akan
menghianati usaha. Gerbang baru telah dibuka untuk memulai perjalan panjangku.

“Tetaplah berjuang, gapailah impianmu, tak perduli berapa banyak cibiran yang
merendahkanmu di luar sana, Tuhan tidak melihat itu semua, Tuhan hanya melihat bagaimana
kerasnya usaha mu untuk meraih apa yang telah lama engkau impikan” – Me -

Anda mungkin juga menyukai