Anda di halaman 1dari 64

I.

PENDAHULUAN

Didalam bab pertama ini dipaparkan tentang batasan dan lingkup


Fisiologi Hewan Air secara singkat. Pembaca yang tidak begitu
menguasai istilah-istilah yang biasa dipakai dalam biologi tidak akan
menemui kesulitan dalam memahami pokok pembicaraan. Karena buku
ini ditulis untuk membantu para mahasiswa yang masih belum banyak
mempelajari bidang-bidang spesifik lain dalam biologi.

Fisiologi mempelajari fungsi organ-organ tubuh atau fungsi keseluruhan


organisme. Organ artinya alat-alat tubuh seperti hati, paru-paru, insang,
jantung, ginjal yang merupakan bagian tubuh hewan sedangkan pada
tumbuhan organ antara lain meliputi akar, batang, daun, bunga. Organ-
organ terebut menyusun suatu organisme yaitu mahluk hidup baik yang
makroskopik (berukuran besar, dapat dilihat dengan mata manusia tanpa
bantuan alat) maupun yang mikroskopik (berukuran kecil, tidak dapat
dilihat dengan mata manusia tanpa bantuan alat). Fisiologi mencakup
pembahasan tentang apa yang dilakukan oleh mahluk hidup dan
bagaimana mereka melakukannya agar mereka lulus hidup dan dapat
mengatasi berbagai tantangan dari lingkungan hidupnya sehingga mereka
dapat beradaptasi dan mempertahankan eksistensinya.
Hewan air adalah mahluk hidup yang habitatnya di perairan dan tidak
dapat memanfaatkan secara langsung zat-zat anorganik (organisme
heterotrof) tetapi mereka dapat mendapatkan makanannya dari mikroba,
tumbuhan atau hewan lainnya. Pada umumnya hewan air melakukan
pergerakan untuk mencari makanan.
Hewan air meliputi kelompok avertebrata (hewan yang tidak bertulang
belakang) dan kelompok vertebrata (hewan yang bertulang belakang).
Avertebrata air yang termasuk hewan uniseluler atau hanya terdiri atas
satu sel antara lain yaitu Amoeba dan Paramaecium, sedangkan hewan
yang memiliki banyak sel atau multiseluler antara lain adalah ubur-ubur;
cacing lur; cumi-cumi; kepiting; udang dan beberapa spesies serangga.
Vertebrata air antara lain meliputi belut; sidat; ikan dan kura-kura.
Hewan air ada yang hidup di dasar perairan, melayang atau berenang
dalam air dan dipermukaan perairan. Di laut yang dalam juga dijumpai
berbagai spesies hewan air. Fisiologi hewan air tersebut akan dibahas
2

secara sepintas dan sebagian besar pembahasan difokuskan pada hewan-


hewan yang hidup perairan yang tidak terlalu dalam.

Fisiologi hewan air mempelajari tentang apa yang dilakukan oleh mahluk
hidup yang terdiri dari organisme heterotrof uniseluler dan multiseluler
yang habitatnya adalah lingkungan perairan dan bagaimana mereka
melakukannya agar dapat lulus hidup dan dapat mengatasi beragam
tantangan dari lingkungan hidupnya sehingga dapat mempertahankan
eksistensinya. Yang dilakukan oleh hewan air untuk mempertahankan
eksistensinya tersebut meliputi makan yang meliputi pencernaan,
absosrpsi sari makanan dan metabolisme serta pemanfaatan energi yang
diperoleh dari makanan tersebut; respirasi; sistem sirkulasi; ekskresi;
osmoregulasi; reproduksi; pergerakan dan koordinasi. Jadi fisiologi
hewan air juga mempelajari bagaimana hal-hal tersebut dilakukan oleh
organisme heterotrof yang hidup di perairan dan aspek-aspek yang
mempengaruhinya.

Lingkungan perairan meliputi perairan tawar, perairan payau dan


perairan laut baik yang dangkal maupun yang dalam. Seluruh lingkungan
perairan luasnya lebih kurang 70% dari luas permukaan bumi tempat kita
hidup. Perairan tawar merupakan habitat hewan-hewan air yang tidak
dapat hidup pada perairan payau atau laut, tetapi beberapa hewan air
tawar ada yang pada waktu mudanya berada di laut dan ketika akan
bereproduksi akan menuju ke perairan tawar, atau sebaliknya pada waktu
muda berada di perairan tawar dan setelah dewasa untuk memijah
membutuhkan lingkungan laut.

Agar lebih dapat dimengerti maka pembicaraan mengenai mekanisme


fisiologis melingkupi level organisme, seluler dan dalam berbagai hal
seperti misalnya mengenai kerja enzim dalam memecah molekul
makanan pada level molekuler. Oleh sebab itu, fisiologi akan lebih
mudah dipahami oleh para mahasiswa yang telah mempelajari biologi
dasar, biologi sel dan biologi melekuler. Selain itu karena dalam berbagai
pembahasan menyangkut proses fisik dan kimiawi, maka pemahaman
mengenai fisika dasar dan kimia dasar serta biokimia merupakan
prasarat.
3

II. NUTRISI DAN PENCERNAAN

Pendahuluan
Hewan air ada yang hidup di perairan dangkal dan ada pula yang hidup di
perairan dalam. Kesemuanya membutuhkan pakan untuk kehidupannya.
Nutrisi akan membahas mengenai tipe-tipe pakan, komponen-komponen
pakan yang dapat dimanfaatkan untuk mendukung kehidupan hewan air
dan bagaimana hewan air memperoleh pakannya. Setelah pakan
diperoleh maka selanjutnya pakan tersebut mengalami pencernaan baik
secara fisik maupun kimia. Pembahasan pencernaan akan mencakup
kedua macam pencernaan tersebut serta pencernaan ekstraseluler dan
intraseluler.

Setelah mempelajari bab ini mahasiswa akan dapat menjelaskan tipe


pakan dan nutrisi hewan air, pencernaan fisik dan kimiawi, pencernaan
ekstraseluler dan intraseluler, kerja enzim protease, lipase dan
karbohidrase dalam pencernaan pakan hewan air. Selain itu juga dapat
menjelaskan tentang proses absorpsi molekul-molekul pakan dan
metabolisme serta anggaran energi pada hewan air, khususnya pada ikan.

Pakan adalah material yang setelah ditelan oleh hewan air dapat dicerna,
diserap dan digunakan untuk kehidupannya. Dalam pengertian umum
kita memberi batasan pakan untuk menerangkan sesuatu yang dapat
dimakan. Sebagai contoh rumput laut adalah pakan, namun tidak semua
komponen yang terkandung didalamnya dapat dicerna. Batasan kata
“pakan” digunakan untuk pengertian umum, oleh karena itu dalam buku
ini komponen-komponen yang dapat digunakan oleh hewan air
selanjutnya akan disebut sebagai “nutrisi”. Kata nutrisi berasal dari
bahasa Inggris “nutrient”. Nilai nutrisi suatu makanan pada umumnya
tergantung pada kandungan protein, lemak, karbohidrat, vitamin,
mineral, kadar air dan energi. Kebutuhan nutrisi bagi hewan air, misalnya
ikan terutama kandungan proteinnya umumnya lebih tinggi jika
dibandingkan dengan jenis unggas maupun mamalia yang hidup di darat.
4

Berdasarkan kebiasaan makannya hewan air, khususnya ikan, dapat


diklasifikasikan kedalam herbivora, karnivora, omnivora dan detrivora.
Ikan herbivora mengkonsumsi sekitar 70% alga uniseluler, alga filamen
dan tanaman air. Yang termasuk dalam kelompok herbivora antara lain
ikan mujaher (Oreochromis mossambicus) dan grass carp, dan walaupun
masih terjadi kontroversi ikan gurami juga sering dikelompokkan sebagai
ikan herbivora. Ikan herbivora ini pada umumnya memiliki usus yang
menggulung dan panjang.

Ikan karnivora memangsa organisma kecil dan mengkonsumsi hewan-


hewan lain seperti copepoda, daphnia dan serangga air. Usus ikan
karnivora biasanya pendek dan tidak menggulung. Beberapa ikan
karnivora memiliki caeca.

Ikan omnivora memakan tanaman maupun hewan air lainnya. Usus ikan
omnivora berukuran sedang, lebih pendek dari usus ikan herbivora tetapi
lebih panjang dari usus ikan karnivora. Yang termasuk ikan omnivora
diantaranya ikan karper (Cyprinus carpi) dan ikan lele (Clarias sp.)

Ikan detrivora memakan detritus dan zooplankton serta fitoplankton. Ikan


detrivora ini memiliki insang yang dapat dipakai untuk menyaring
pakannya dari lingkungan perairan.

Bagi hewan yang hidup dalam perairan yang terlalu dalam, pemenuhan
kebutuhan pakannya tidak terlalu sulit untuk diperoleh. Tetapi bagaimana
hewan yang hidup di dasar laut, tanpa penetrasi matahari memenuhi
kebutuhan pakannya? Nampaknya mereka dapat mengatasi masalah
tersebut dengan cara sebagai berikut:
?? Memanfaatkan energi kimia dari oksidasi H2 S, bukan energi
matahari.
?? Enzim untuk metabolisme sulfur dan pembentukan adenosin trifosfat
(ATP) dari energi kimia yang diperoleh dari oksidasi hidrogen
sulfida. Ini menghasilkan energi kimia tetapi tidak memberikan
senyawa karbon yang dibutuhkan bagi pertumbuhan.
?? Senyawa organik diperoleh melalui fiksasi karbondioksida yang
dilakukan dengan bantuan energi kimia dari oksidasi sulfida.
5

Pakan dan nutrisi


Berdasarkan tipenya, pakan hewan air dapat dikelompokkan sbb:
?? Pakan partikel kecil: bakteri, alagae - metodenya antara lain
menggunakan cilia, menyaring – Amoeba, Radiolaria, Ciliata,
Bivalvia, Gastropoda, Crustacea.
?? Pakan partikel besar diperoleh dengan menangkap dan menelan
mangsa – ikan karnivora, herbivora. omnivora
?? Pakan molekul organik terlarut diperoleh melalui uptake dari perairan
sekitarnya, misalnya pada avertebrata laut kecuali arthropoda
?? Pakan nutrien dari organisme simbiotik, dimana hewan memperoleh
pakannya melalui simbiosa, misalnya pada Zooxanthele dan Porifera.

Berdasarkan kandungannya, pakan hewan air meliputi protein, lemak,


karbohidrat, selulosa, vitamin dan mineral. Senyawa-senyawa organik
dan vitamin diperoleh melalui pakan yang diperlukan untuk pertumbuhan
(anabolisme) dan sebagai sumber energi (katabolisme). Mineral
diperoleh oleh hewan air dari perairan tempat hidupnya. Pada umumnya
hewan yang hidup di perairan tawar memiliki kemampuan absorpsi ion
anorganik yang lebih tinggi daripada hewan air yang hidup di laut.

Protein merupakan komponen pakan terpenting bagi hewan. Akan tetapi


kelebihan protein dalam pakan dapat mengakibatkan “excessive protein
syndrome”. Ikan dapat menerima protein tinggi, karena mempunyai
kemampuan tambahan untuk menghilangkan nitrogen yang berlebihan
melalui insangnya. Ikan dapat mengeluarkan sebagian besar sisa-sisa
protein sebagai ammonia secara cepat dan terus menerus.

Protein dibutuhkan untuk pertumbuhan dan reparasi jaringan. Protein


tubuh terdiri atas rantai panjang asam-asam amino. Hanya 20 macam
asam amino yang dibutuhkan untuk sintesis molekul protein dalam tubuh
yang meliputi:
6

Asam amino esensial Asam amino non esensial


?? Threonin, ?? alanin,
?? histidin, ?? asparagin,
?? arginin, ?? asam aspartat,
?? triptofan, ?? sistein,
?? metionin, ?? asam glutamat,
?? isoleusin, ?? glutamin,
?? leusin, ?? glysisn,
?? lysin, ?? prolin,
?? valin, ?? serin,
?? phenylalanine. ?? tirosin.

Lemak merupakan senyawa organik yang tidak larut dalam air tetapi
larut dalam pelarut organik seperti kloroform, eter dan benzen. Lemak
merupakan konstituen pakan yang merupakan sumber kalori tinggi dan
mengandung vitamin yang larut dalam lemak serta mengandung asam-
asam lemak esensial.

Perbedaan antara lemak pada hewan berdarah panas dan lemak pada
hewan berdarah dingin adalah karena rendahnya temperatur lingkungan
yang digunakan sebagai media hidup ikan dan kebutuhan lemak yang
lebih lembut untuk menjaga plastisitas selaput sel yang kaya akan
fosfolipida. Ikan membutuhkan asam-asam lemak essensial yang berbeda
dari yang dibutuhkan oleh binatang berdarah panas. Asam-asam lemak
tak jenuh pada ikan mempunyai proporsi yang lebih besar jika
dibandingkan dengan hewan darat, khususnya asam lemak omega 3.
Asam-asam lemak tertentu biasanya telah tersedia dalam pakan dan akan
mempengaruhi pola lemak pada ikan. Lemak pada ikan laut berbeda dari
ikan air tawar karena sumer pakannya berbeda. Setiap spesies juga
berkecenderungan memopunyai pola lemak yang berbeda.

Karbohidrat merupakan senyawa organik yang dapat berupa


polihidroksialdehid dan keton serta turunannya. Termasuk juga gula
dioksi, gula amino, dan gula alkohol dan asam-asam gula. Karbohidrat
merupakan sumber kalori bagi kebanyakan ikan.
7

Karbohidrat peranannya lebih kecil pada ikan jika dibandingkan dengan


peranannya di hewan darat. Bahkan jika karbohidrat terlalu tinggi dapat
berakibat buruk bagi ikan. Sebagai contoh, pada ikan mas (Cyprinus
carpio) pakan yang kandungan karbohidratnya terlalu tinggi dapat
mengakibatkan meningkatnya mortalitas, sedangkan pada ikan salmon
kandungan karbohidrat pakan terlalu tinggi menyebabkan
pertumbuhannya terhambat. Karbohidrat tidak begitu penting bagi ikan
karena hewan air ini memperoleh energi untuk berenang dari oksidasi
lemak atau dari glukosa yang disesderhanakan dari asam-asam amino
melalui glukogenesis. Hal ini terjadi pada sidat (Anguilla rostrata) proses
glukogenesis dipercepat oleh adanya adrenokortikal steroids.

Sebagian besar karbohidrat pada Crustacea disimpan dalam bentuk


sebagai nitrogenoeus polisakarida yaitu kitin. Bahan-bahan organik pada
eksoskeleton Brachyura 64-74% merupakan khitin. Walaupun demikian
kitin pada eksoskeleton ini bukan merupakan karbohidrat simpanan yang
dapat begitu saja digunakan sebagai energi bagi hewan tersebut.
Karbohidrat simpanan merupakan simpanan yang komplek pada waktu
pembentukannya maupun penyimpanannya. Karbohidrat tersimpan
dalam bentuk mukopolisakarida protein yang ada dalam epidermis dan
hepatopankreas. Bentuk glikogen dan glukosa merupakan sepertiga
simpanan karbohidrat yang siap digunakan sebagai sumber energi utama.
Glukosa juga terdeteksi sebagai komponen utama dalam darah
(hemolimfe). Oligosakarida ditemukan dalam konsentrasi rendah. Pada
Carcinus maenas glukosa dalam hemolimfenya 1 – 100mg/100 ml.
Perubahan gula umumnya terjadi pada waktu molting, stress, melakukan
aktivitas, reproduksi, kelaparan, setelah makanan dan aklimatisasi
terhadap temperatur. Efek-efek ini memperlihatkan bahwqa fungsi
hemolimfe merupakan tempat penyimpanan transisi bagi glukosa yang
diambil dari sel atau jaringan.

Karbohidrat diambil dari tempat penyimpanannya karena hal sebagai


berikut:
1. sintesis protein
2. produksi mukopolisakarida
3. sintesis ribosa dan nikotinamid adenin dinukleotida fosfat (NADPH)
8

4. glikolisis yang menyebabkan produk akhir berupa L-laktase atau


karbondioksida dan air.

Setiap kali udang mengalami ganti kulit harus mensekresikan kutikula


yang baru. Pada waktu ganti kulit dikeluarkan cadangan material organik
yang begitu besar. Sintesis kitin menggunakan glukosa dengan energi
fosfat tinggi berupa ATP dan UTP. Dua cara penting penggunaan
karbohidrat yaitu dalam jalur pentosa-fosfat dan jalur glukoronat.

Vitamin yang dibutuhkan oleh hewan air meliputi thiamine, riboflavin,


asam piridoksin, pantotenat, inositol, biotin, asam folat, kolin, asam
nikotinat, vitamin B 12, asam askorbat dan asam p-aminobensoat.

Vitamin A1 (retinol) berguna untuk pembentukan pigmen-pigmen peka


cahaya bagi retina mata karena perbedaan spektrum cahaya menurut
kondisi iluminasi lingkungan biasanya dialami oleh ikan. Proporsi
pigmen-pigmen cahaya dapat berubah secara bulanan akibat adanya
perubahan sudut matahari diatas horizon. Ikan juga dapat memisahkan
secara seri pigmen-pigmen peka cahaya dari vitamin A2 (dehidroretinol)
untuk mendapatkan kelebihan dalam kepekaan pada tepi spektrum merah
jika ia hidup di air tawar.

Defisiensi vitamin dapat mengakibatkan berbagai sindrom (Tabel 2.1.).


Kebutuhan vitamin pada hewan air khususnya pada ikan berbeda dari
hewan darat. Defisiensi beberapa jenis vitamin mengakibatkan timbulnya
gejala-gejala yang hanya ditemukan pada ikan, seperti insang yang
menumpuk atau lengket yang disebabkan oleh defisiensi tokoferol atau
asam pantotenat.

Sebagian besar hewan dapat mensistesis asam askorbat (vitamin C) dari


asam glukoronat, namun ikan dan Crsutacea tidak memiliki enzim
golunolakton oksidase yang dibutuhkan pada tahap akhir sintesis asam
askorbat ini. Oleh karena itu, kebutuhan asam askorbat harus dipenuhi
dengan memberikannya pada makanan dengan jumlah yang cukup secara
terus menerus. Kebutuhan vitamin C pada ikan bervariasi setiap bulannya
dan diperkirakan kebutuhannya melebihi kebutuhan pada mammalia.
Kebutuhan asam askorbat untuk juvenil ikan adalah 25-50 miligram
9

asam askorbat per kilogram pakan, sedangkan untuk udang adalah 100
miligram asam askorbat per kilogram pakan (National Research Council,
1993; D’Abramo & Conklin, 1995; Merchie et al., 1997). Defisiensi
vitamin C pada ikan diantaranya mengakibatkan lordosis (lihat Tabel
2.1.). Lordosis diakibatkan oleh pemecahan kolagen vertebral. Pada
udang dari Familia Penaeidae vitamin C merupakan nutrisi essensial dan
defisiensi vitamin C dapat mengakibatkan pertumbuhan yang lambat,
konversi pakan rendah, frekuensi pergantian kulit (molting) rendah atau
pergantian kulit tidak sempurna, mudah stress, sintesis kolagen tidak
lengkap dan proses penyembuhan yang lama, luka hitam dibawah
kerangka luarnya dan mortalitas tinggi. Kebutuhan vitamin C pada
Penaeus japonicus berkisar antara 3.000 – 10.000 miligram per kilogram
pakan, bila sumber vitamin C yang digunakan adalah asam L-askorbat
(He & Lawrence, 1993).

Sintesis, metabolisme dan fungsi fisiologis vitamin D pada hewan air


sangat berbeda dari hewan darat. Ikan-ikan yang jarang atau bahkan tidak
pernah terkena sinar matahari memiliki kemampuan untuk sintesis
vitamin D. Namun, hewan air yang selalu terkena sinar matahari seperti
ikan mas kemampuannya kecil atau bahkan tidak dapat mensintesis
vitamin D sama sekali. Nampaknya, vitamin D pada ikan tidak ada
korelasinya dengan pembentukan maupun pemeliharaan tulang. Hal ini
dibuktikan bahwa pada ikan-ikan yang tidak bertulang juga menyimpan
vitamin ini.

Selain vitamin, beberapa unsur mineral penting bagi ikan dan hewan air
lain. Empat unsur yang peling umum pada hewan air adalah oksigen,
karbon, hidrogen dan nitrogen. Mineral yang penting pada ikan adalah
Fe ++ dan Ca++. Ion-ion sodium, kalium, klorida dan bikarbonat juga
penting bagi hewan air. Konsentrasi Na+, dan Cl- harus dipelihara
konsentrasi normalnya agar keseimbangan osmotik terjaga.
10

Tabel 2.1. Sindrom defisiensi vitamin pada ikan


Vitamin Gejala sindrom defisiensi pada ikan
salmon, karper dan ikan lele
Tiamin (Vitamin B1) Nafsu makan kurang, otot lemah, edema,
pertumbuhan terhambat
Riboflavin Vaskularisasi kornea, lensa buram, pigmentasi
mata tidak normal, warna gelap, nafsu makan
rendah, anemia, pertumbuhan lambat.
Asam piridoksin Gangguan saraf, iritabilitas berlebihan, ataxia,
anemia, edema rongga peritoneal, terengah-engah.
Pantotenat Pertumbuhan lambat, lamban, kerusakan insang,
hilang nafsu makan
Inositol Pertumbuhan lambat, waktu pengosongan
lambung meningkat, kerusakan kulit
Biotin Kehilangan nafsu makan, kerusakan kolon,
fragmentasi eritrosit, kulit rusak dan pertumbuhan
lambat
Asam folat Sirip ekor mudah patah, warna kegelapan, anemia
makrositis, pertumbuhan lambat
Kolin Konversi pakan rendah, pendarahan ginjal dan
usus, pertumbuhan lambat
Asam nikotinat Nafsu makan hilang, kolon rusak, kaku dan susah
bergerak, lemah, edema pada lambung dan kolon,
pertumbuhan lambat.
Vitamin B12 Nafsu makan hilang, hemoglobin rendah,
fragmentasi eritrosit, anemia mikrositis.
Asam askorbat Soliosis, lordosis, pembentukan kolagen
terganggu, gangguan mata, pendarahan di kulit,
liver, ginjal, usus dan daging.
Asam p-aminobensoat Tidak ada indikasi pertumbuhan, nafsu makan dan
mortalitas yang abnormal
Sumber: Kumar & Tembhre (1997).
11

Ion kalsium diperlukan untuk fungsi normal konduksi saraf, kontraksi


otot dan pembekuan darah. Kalsium juga merupakan bagian penting dari
penyusun kerangka tubuh dan berbagai struktur mekanis yang keras.
Tulang vertebrata terutama mengandung kalsium fosfat. Kerangkan luar
hewan avertebrata air seperti kerang, dan karang terutama terdiri atas
kalsium karbonat. Demikian pula pada lobster dan kepiting kerangka
luarnya diperkeras dengan kalsium karbonat.

Pada kerangka avertebrata selain mengandung kalsium karbonat juga


mengandung magnesium sulfat dan kadang-kadang juga mengandung
kalsium sulfat. Suatu perkecualian pada Radiolaria genus Acantharia
seluruh kerangkanya tersusun dari strantium sulfat.

Pencernaan
Molekul pakan yang besar dan kompleks harus dipecah menjadi molekul
yang lebih kecil dan sederhana agar dapat diabsorpsi dan selanjutnya
digunakan dalam tubuh hewan. Pemecahan molekul ini dilakukan dengan
cara pencernaan.

Berdasarkan struktur hewannya pencernaan dapat terjadi pada:


1. hewan air dengan 1 lubang pada sistem pencernaannya (ex. Planaria)
2. hewan air yang memiliki 2 lubang pada sistem pencernaannya
(Coelenterata, Crustacea, dan vertebrata yang hidup di perairan).

Berdasarkan lokasi terjadinya pencernaan, pada hewan air pencernaan


dapat terjadi dengan cara-cara berikut:
1. pencernaan intraseluler (contohnya pada Amoeba);
2. pencernaan sebagian intraseluler dan sebagian ekstraseluler
(misalnya pada Coelenterata - sebagaian kecil dilakukan didalam
rongga coelenteron tetapi kemudian pakan yang telah dicerna
sebagian itu dibawa kedalam sel-sel dinding rongga tersebut untuk
diselesaikan pencernaannya secara intraseluler);
3. secara ekstraseluler (misalnya pada ikan dan semua hewan air yang
memiliki sistem pencernaan yang sempurna).
12

Berdasarkan perangkat yang digunakan pencernaan pada hewan air


terjadi secara mekanik dan kimiawi.
1. Pencernaan mekanik menggunakan taring misalnya pada ikan untuk
menggigit. Beberapa hewan air juga menggunakan gigi untuk
menggigit dan mengoyak pakan misalnya pada ikan lele. Struktur
tembolok pada hewan air (pada ikan dan udang) juga digunakan
untuk pencernaan mekanik. Sebanyak 85% ikan Teleostei memiliki
lambung yang digunakan untuk pencernaan mekanik.
2. Pencernaan kimiawi melibatkan enzim (contohnya protease, lipase,
amilase) sebagai katalisator untuk mempercepat prosesnya. Dalam
kondisi normal reaksi berjalan lambat tetapi dengan hidrolisis dan
kerja enzim reaksi kimia berjalan lebih cepat. Pencernaan protein
oleh enzim protease yang terdiri atas enzim eksopeptidase dan
endopeptidase. Enzim tersebut terdapat pada hewan avertebrata dan
vertebrata yang hidup di perairan. Pencernaan lemak oleh lipase juga
terdapat pada hewan avertebrata dan vertebrata. Pencernaan
karbohidrat, hidrolisis oleh amilase, katalisis oleh sukrase, prosesnya
serupa pada hewan avertebrata dan vertebrata. Pencernaan selulosa
memerlukan selulose yang dihasilkan oleh bakteri simbiotik.

Pencernaan protein
Pada hewan air pencernaan protein membutuhkan enzim protease sebagai
katalisator. Enzim protease yang utama pada udang misalnya, adalah
tripsin dan kemotripsin. Tripsin memecah rantai dala m peptida yang
berdekatan dengan asam amino basal, sedangkan kemotripsin memecah
protein pada asam amino aromatik. Asam amino basal yang utama adalah
lisin dan arginin, sedangkan asam amino aromatik utama adalah tirosin
dan fenilalanin. Selama pemanasan dapat menyebabkan mutu kedua
kelompok asam amino ini menurun.

Pencernaan pada udang dimulai dari usus depan selama 1 –2 jam,


kemudian menuju usus tengah dimana keberadaan pakan mencapai
tingkat optimum 5 jam setelah proses makan dimulai. Usus depan berupa
ruangan berkitin yang berfungsi sebagai penggerus mekanik. Pakan
13

memasuki ruang anterior proventikulus ditekan oleh cairan dari kelenjar


pencernaan yang mengalir didepan dorsolateral dalam saluran atau pada
ruang posterior yang mengeluarkan partikel dibawah 1 um dan akhirnya
kedalam kelenjar pencernaan yang membuka. Cairan dari kelenjar
pencernaan dipompa kearah dorsal kedalam saluran dorsolateral,
digabungkan oleh aliran cairan dari sejumlah pakan dalam ruang
posterior. Sejumlah cairan juga dipompa kedalam dan keluar anterior
divertikulum usus tengah. Gabungan cairan kemudian melewati bagian
depan ruang anterior.

Usus tengah berperan ganda sebagai tempat sekresi enzim dan


penyerapan pakan yang telah dicerna. Sel mikrovili pada epitelium usus
tengah berfungsi dalam penyerapan dan sel vesikular melepaskan
sekresinya kedalam lumen usus. Enzim dalam saluran pencernaan pada
udang windu (Penaeus monodon ) antara lain tripsin, kemotripsin,
karboksipeptidase A dan karboksipeptidase B, aminopeptidase.
Endopeptidase yang terdiri dari tripsisn dan kemotripsin mempunyai pH
optimum 7,5 sedangkan karboksipeptidase A dan B yang merupakan
eksopeptidase memiliki pH optimum 4. Keistimewaan khas tripsin adalah
kekhasan untuk hidrolisis ester dan peptida bagi asam amino yang
termasuk kelompok karboksilat basal (arginin dan lisin), enzim ini juga
melibatkan serin dan histidin sebagai pusat aktif.

Kemotripsin memisahkan asam amino tirosin, triptofan, fenilalanin,


metionin dan leusin. Enzim karboksipeptidase A akan memisahkan asam
amino valin, leusin, isoleusin dan alanin, sedangkan karboksioeotidase B
dan tripsin memisahkan arginin dan lisin. Endopeptidase bekerja pada
kerangka internal dan melepaskan sejumlah fragmen peptida.
Eksopeptidase memecah satu asam amino pada saat yang sama juga pada
ujung COOH dan NH2. Endopeptidase penting bagi pemecahan awal
polipeptida yang panjang menjadi produk yang lebih sederhana,
seterusnya akan dipecah oleh eksopeptidase secara lebih efisien. Maka
hasil akhirnya dihasilkan asam amino bebas, dipeptida, tripeptida,
kemudian akan diserap oleh sel-sel epitel usus. Enzim karboksipeptidase
A dan karboksipeptidase B ini telah dapat diisolasi dari kelenjar
pencernaan pada udang laut Penaeus setiferus.
14

Pada vertebrata pencernaan protein membutuhkan pepsin misalnya pada


perut ikan karnivora, tripsin yang terdapat dalam usus dan pankreas;
kimotripsin dan erepsin yang terdapat dalam usus. Ikan karnivora
memiliki perut yang mensekresikan enzim pepsin dan mukosa perut.
Pepsi merupakan enzim protease yang bekerja secara optimum pada pH 2
– 4 sehingga memerlukan asam lambung agar menghasilkan pH rendah.
Pada ikan karnivora HCl disekresi oleh mukosa perut.

Enzim tripsin disekresi oleh eksokrin jaringan pankreas pada beberapa


ikan Elasmobranchia. Tripsin juga disekresi oleh hepatopankreas. Bentuk
inaktif tripsin yaitu tripsinogen adalah zimogen. Tripsinogen diaktifkan
oleh enzim enterokinase yang disekresi dalam usus. Pada ikan yang tidak
memiliki perut tidak memiliki pepsin dan kompensasinya adalah enzim
usus yang disebut erepsin. Usus mensekresi aminopeptidase yang terdiri
atas eksopeptidase yang bekerja pada ujung asam amino dan
endopeptidase yang bekerja ditengah rantai asam amino.

Pencernaan lemak
Lemak adalah senyawa yang tidak larut dalam air tetapi larut dalam
pelarut organik. Pada hewan air lemak merupakan konstituen pakan yang
menghasilkan energi tinggi. Lemak dalam pakan mengandung vitamin
yang larut didalamnya dan asam lemak. Pada hewan air lemak
dicernakan dengan enzim lipase. Pada berbagai spesies ikan lipase
disekresikan pada pankreas. Tetapi enzim lipase juga terdapat dalam
mukosa.

Pencernaan karbohidrat
Enzim yang penting dalam pencernaan karbohidrat adalah amilase yang
bekerja pada amilum dan memecahnya menjadi maltosa dan kemudian
maltase memcahnya menjadi glukosa dengan proses pencernaan kimiawi.
Pada manusia amilase disekresi oleh kelenjar saliva dan pankreas. Pada
hewan air misalnya pada ikan-ikan karnivora amilase disekresi dari
pankreas, sedangkan pada ikan herbivora enzim amilase disekresi dari
15

seluruh saluran gastrointestinal maupun dari pankreas. Amilase disekresi


dalam seluruh saluran alimentari pada ikan mujaher (Oreochromis
mossambicus) yang merupakan ikan herbivora. Sukrase juga ditemukan
dalam sistem pencernaan ikan dan enzim ini memecah sukrosa menjadi
glukosa dan fruktosa. Glukosa darah dikonversi dengan bantuan insulin
menjadi glikogen otot. Kelebihan glukosa dari saluran pencernaan yang
mengalir kedalam darah dikonversi menjadi glikogen dalam hati.

Pencernaan dikontrol oleh hormon gastrointestinal yang terdiri atas


sekretin, kolsistokinin, gastrin dan peptida penghambat gastrik. Hormon
ini dilepaskan kedalam darah oleh sel-sel endokrin gastrointestinal dan
bersirkulasi ke seluruh tubuh. Hormon tersebut berikatan dengan reseptor
pada selaput plasma sel sasaran. Gastrin dan kolesistokinin pada ikan
disekresi oleh sel-sel endokrin usus yang terdispersi.

Setelah mengalami pencernaan pakan akan diabsorbsi melalui dinding


usus. Oleh sistem sirkulasi molekul-molekul pakan ini didistribusikan
keseluruh bagian tubuh yang membutuhkannya. Didalam sel-sel tubuh
molekul pakan ini dioksidasi dengan adanya oksigen yang diperoleh
melalui sistem respirasi.

Absorpsi
Pakan yang telah dicernakan dan telah berukuran cukup kecil akan
diserap untuk kemudian didistribusikan ke seluruh bagian tubuh yang
membutuhkannya. Pada Crustacea khususnya udang pakan yang sudah
dicerna diserap oleh dinding usus tengah. Penyerapan glisin dan lisin
pada Penaeus marginatus dilakukan secara aktif dengan media
pembawanya yaitu sodium (Na+). Asam amino dan molekul pakan lain
yang telah memasuki aliran darah akan mengalami metabolisme dalam
sel-sel tubuh hewan.
16

III. DARAH DAN SIRKULASI

Setelah hewan mencernakan pakannya dan mengabsorpsi molekul-


molekul pakan tersebut selanjutnya mendistribusikannya ke seluruh sel-
sel tubuh dengan bantuan sistem pengangkut, biasanya adalah darah.
Sistem pengangkut ini juga membawa oksigen ke seluruh tubuh untuk
kepentingan oksidasi dan di lain pihak juga mengangkut karbondioksida
untuk dikeluarkan dari tubuh melalui insang atau permukaan respirasi
lainnya. Sistem pengangkut juga berfungsi untuk mengedarkan enzim
dan hormon. Karena fungsi-fungsi itulah maka didalam tubuh hewan air
terdapat sistem sirkulasi. Dalam bab ini dibahas pengertian fungsi sistem
sisrkulasi pada hewan akuatik dan dijelaskan dengan menggunakan
beberapa contoh yang terjadi pada hewan akuatik dengan pendekatan
komparatif.

Darah
Beberapa hewan air seperti halnya hewan darat memiliki darah yang
berfungsi sebagai pengangkut. Senyawa yang diangkut dalam darah
meliputi:
?? Gas-gas respiratori O2 dan CO 2.
?? Nutrien, yang ditransportasi, sebagai contoh, dari saluran
gastrointestinal ke organ penyimpan dan dari organ penyimpan ke
lokasi penggunaan.
?? Limbah, misalnya urea diangkut dari hati ke ginjal dan CO2
diangkut dari jaringan ke organ pertukaran gas.
?? Sel-sel darah khusus, contohnya sel darah putih yang berperan
dalam kekebalan dan reaksi pertahanan dan trombosit yang
berperan dalam pembekuan darah.
?? Hormon. Kadang-kadang hormon diangkut terlekat pada molekul
pengangkut biasanya protein, mekanisme ini digunakan
pengangkutan hormon steroid.
?? Panas dapat dipindahkan antara lingkungan dan tubuh organisme
manakala panas mengalir melalui bagian vaskular pada kulit.
17

Kadang-kadang senyawa yang diangkut terlarut dalam cairan vascular,


tetapi terdapat perkecualian misalnya pada pengangkutan oksigen
diperlukan molekul pengangkut khusus. Semua sistem kardiovaskular
memiliki tiga komponan dasar yaitu jantung yang menghasilkan tekanan,
cairan sirkulatori, sistem tabung dimana cairan tersebut bersirkulasi.

Pada berbagai spesies hewan air darah mengalir dalam saluran khusus,
tetapi darah dapat juga mengalir bebas diantara sel-sel dalam tubuh
hewan. Darah pada umumnya terdiri atas unsur-unsur seluler dan matrik
cairan yang disebut plasma.

Plasma darah
Seperti halnya hewan air lain ikan memiliki darah yang serupa dengan
hewan vertebrata lain. Darah ikan terdiri atas plasma dan komponen
seluler yaitu sel-sel darah. Komponen seluler terdiri atas sel darah merah,
sel darah putih dan thombosit. Plasma merupakan cairan yang
mengandung ion-ion dan molekul organik meliputi protein, elektrolit,
nutrien, materi sampah, zat pengatur dan gas terlarut.

Komposisi plasma adalah sebagai berikut:


?? Air
?? Protein (fibrinogen, globulin, albumin)
?? Bahan terlarut
?? Elektrolit (Na+, K +, Ca++, Mg++, Cl-, HCO3-, PO4----, SO4---)
?? Senyawa protein non nitrogen (urea, asam urat, kreatin, kreatinin,
garam-garam amonium)
?? Nutrien (glukosa, lemak, asam amino)
?? Gas-gas darah (oksigen, karbon dioksida, nitrogen)
?? Senyawa pengartur (hormon, enzim)

Komposisi plasma berbeda dari cairan intraseluler, dalam darah


konsentrasi Na+ tinggi sedangkan konsentrasi K+ rendah, sedangkan
dalam cairan intraseluler adalah sebaliknya. Kandungan protein plasma
juga bervariasi dan ini mempengaruhi tekanan osmotik plasma. Karena
18

protein adalah molekul yang berukuran besar dan impermeable terhadap


selaput sel, maka protein terperangkap dalam plasma. Semakin tinggi
konsentrasi protein plasma semakin tinggi tekanan osmotiknya. Tekanan
osmotik yang dihasilkan oleh protein ini disebut tekanan osmotik koloid
dan ini mempengaruhi gerakan air menembus selaput sel. Pada hewan
osmoconformer konsentrasi protein plasmanya rendah sedangkan pada
hewan yang bersifat osmoregulator konsentrasi protein plasmanya tinggi.

Sel-sel darah
Didalam matrik cairan darah terdapat sel-sel darah. Sel yang mengangkut
oksigen disebut eritrosit. Sel yang berperan dalam kekebalan dan
pertahanan tubuh disebut leukosit dan sel yang berperan dalam
homeostasis disebut trombosit. Tipe sel yang terdapat dalam darah hewan
sangat beragam. Sebagai contoh pada Echinodermata (bintang laut dan
mentimun laut) memiliki eritrosit dan sel-sel lain yang disebut
coelomocyte. Coelom adalah rongga tubuh yang dilapisi jaringan
mesodermal. Ada beberapa tipe coelomocyte misalnya amoebocyte yang
berperan seperti leukosit pada vertebrata yaitu untuk kekebalan dan
pertahanan tubuh. Annelida dan beberapa spesies dari kelas Arthropoda
hanya memiliki coelomocyte. Sedangkan semua vertebrata memiliki
eritrosit dan leukosit.

Fungsi darah antara lain untuk mengangkut oksigen. Fungsi ini dapat
dilakukan dengan dua cara. Oksigen dapat diangkut dengan terlarut
dalam plasma, yang kedua dapat diangkut dengan pigmen respiratori
yaitu suatu senyawa yang dapat berikatan dengan oksigen. Pada beberapa
hewan avertebrata yang laju metaboliknya rendah oksigen terlarut dalam
darah. Kebutuhan oksigen yang rendah ini tidak memerlukan pigmen
respiratori, tetapi pada avertebrata dan vertebrata yang aktivitas
metaboliknya tinggi memerlukan pigmen respiratori. Jadi pigmen
respiratori berfungsi untuk meningkatkan jumlah oksigen yang dapat
diangkut dalam darah. Pada vertebrata mengandung pigmen respiratori
yaitu hemoglobin yang efisien untuk mengangkut oksigen. Hemoglobin
memiliki kapasitas 15 sampai dengan 25 kali lipat kapasitas air untuk
19

mengikat oksigen. Hanya 1% dari total oksitgen yang diambil oleh


plasma darah, sedangkan 99% total oksigen diambil oleh hemoglobin

Selain hemoglobin pada hewan air dikenal pigmen respiratori lain yang
terdiri atas protein dan komponen non protein, secara rinci dapat
dipaparkan sebagai berikut:
?? Hemocyanin, komponen non proteinnya Cu2+, dijumpai pada
kepiting, lobster, Chepalopoda, terdapat bebas dalam cairan tubuh.
?? Chlorocruoin, komponen non proteinnya Fe2+, dijumpai pada cacing
laut Polychaeta, terdapat bebas dalam cairan tubuh.
?? Hemerythrin, komponen non proteinnya Fe2+, dijumpai pada
Brachiopoda dan beberapa Annelida, terdapat bebas dalam cairan
tubuh dan dalam sel darah.
?? Hemoglobin, komponen non proteinnya Fe2+, dijumpai pada cacing
pipih, Nematoda dan Annelida, beberapa Arthropoda, Moluska dan
berbagai Vertebrata, terdapat bebas dalam larutan dan dalam sel
darah.

Fungsi darah juga untuk mengangkut karbondioksida. Gas ini dihasilkan


dalam jaringan tubuh hewan memasuki plasma darah dan menuju
kedalam sel darah merah. Karbon dioksida berikatan dengan ion
bikarbonat (HCO 3-). Pengangkutan karbondioksida dapat dilakukan juga
dengan berkombinasi dengan hemoglobin. Karbondioksida berkombinasi
dengan NH2 bebas dari unsur protein. Ini menghasilkan pembentukan
senyawa karbamino. Pada hewan yang memiliki hemocyanin juga
memiliki fungsi yang analog dengan hemoglobin dalam pengangkutan
karbondioksida.

Sistem sirkulasi
Sistem sirkulasi terdiri atas saluran-saluran dan ruang-ruang (rongga-
rongga). Saluran-saluran dan rongga-rongga tersebut merupakan tempat
cairan mengalir untuk mengambil zat-zat yang diperlukan tubuh dan
mengangkut zat-zat yang harus dikeluarkan dari tubuh. Biasanya suatu
20

sistem sirkulasi memiliki suatu organ pemompa cairan ke seluruh tubuh.


Pada hewan vertebrata organ tersebut adalah jantung.
Sistem sirkulasi pada hewan air, misalnya ikan umumnya memiliki
jantung sebagai organ yang memompa cairan darah. Arah aliran darah
biasanya ke anterior dalam saluran (pembuluh) ventral dan ke posterior
dalam pembuluh dorsal utama. Darah dipompa kearah depan dari jantung
di bagian ventral dibelakang insang menuju aorta ventral, dari situ
pembuluh branchial afferent memasok insang. Darah yang mengandung
oksigen mengumpul dalam pembuluh efferent, yang berkomunikasi
dengan pasangan aorta dorso-lateral yang mengangkut darah ke arah
belakang ke aorta dorsal tunggal dan dari situlah kemudian
didistribusikan ke seluruh bagian tubuh lainnya. Setelah melalui sistem
kapiler jaringan tubuh darah tersebut kembali ke jantung via vena-vena
kecil yang membawanya kedalam vena-vena utama memasuki aurikula
(auricle). Pada sistem sirkulasi tunggal ini berbeda dari sistem sirkulasi
ganda pada mamalia dan burung, sehingga tekanan darah yang memasok
jaringan juga lebih rendah. Sekali sirkulasi misalnya pada sidat
membutuhkan waktu 2 menit.
21

IV. RESPIRASI

Setiap hewan yang hidup didalam lingkungan perairan memerlukan


oksigen untuk melakukan oksidasi bahan-bahan makanan sehingga dapat
dimanfaatkan oleh tubuh hewan tersebut. Oksigen ini diperoleh melalui
suatu mekanisme yang menggunakan sistem respiratori. Karena sistem
respiratori telah dipaparkan dalam anatomi hewan maka didalam bab ini
pemaparannya lebih dikonsentrasikan pada pengertian respirasi; faktor-
faktor yang mempengaruhi respirasi; konsumsi oksigen dan efek
kekurangan oksigen terhadap hewan air.

Pengertian respirasi
Hewan air uniseluler tidak memiliki sistem respiratori dan mereka
melakukan pengambilan gas dari lingkungannya dengan cara difusi
melalui permukaan tubuhnya. Tetapi kebanyakan hewan multiseluler
membutuhkan organ-organ respiratori yang khusus dan mereka memiliki
sistem respiratori yang berkembang baik yang dipergunakan untuk
pengambilan serta pengeluaran gas. Namun demikian ada beberapa
hewan air yang disamping menggunakan insang untuk keperluan
pertukaran gas, mereka juga masih menggunakan permukaan tubuhnya
untuk pengambilan gas.

Respirasi pada hewan air pada umumnya meliputi pengambilan atau


ekstraksi gas dari perairan di sekitarnya melalui insang dan pengeluaran
gas dari tubuh melalui insang. Dalam proses respirasi oksigen berdifusi
dari perairan kedalam darah dan sebaliknya karbon dioksida berdifusi
keluar dari darah ke perairan di sekitarnya. Air yang terbentuk dalam
proses oksidasi masuk kedalam air yang terdapat dalam tubuh begitu saja
tanpa menimbulkan permasalahan.

Jadi proses fisika yang terjadi dalam pergerakan oksigen dari medium
eksternal kedalam sel-sel tubuh hewan adalah adalah difusi yaitu suatu
proses dimana suatu zat bergerak dari konsentrasi yang lebih tinggi
22

menuju ke konsentrasi yang lebih rendah. Karbondioksida yang bergerak


kearah yang berlawanan dengan pergerakan oksigen juga mengikuti
gradien konsentrasi, jadi juga secara difusi. Jadi, dalam difusi oksigen
dan karbondioksida ini kekuatan pendorong pergerakan gas dalam
respirasi adalah gradien konsentrasi. Agar lebih jelas berikut ini akan
dibahas secara ringkas mengenai gas-gas respirasi, kelarutannya dalam
air dan proses difusi.

Air sebagai medium respirasi


Untuk dapat melakukan respirasi dalam air hewan membutuhkan
ketersediaan gas yang terlarut dalam perairan dimana mereka hidup. Gas-
gas dalam perairan yang perlu dipertimbangkan dalam membahas
respirasi hewan air meliputi oksigen (O 2), karbondioksida (CO2) dan
nitrogen (N). Ketiga macam gas tersebut berasal dari udara di permukaan
air yang berdifusi dan kemudian terlarut dalam air. Di udara atmosfer
gas-gas tersebut diatas komposisinya sebagai berikut:

Tabel 4.1. Komposisi gas pada tekanan atmosfir 760 mmHg (0 meter
diatas permukaan laut)

Jenis gas Persentase


Nitrogen 78,09
Oksigen 20,95
Karbondioksida 0,03

Gas nitrogen memiliki persentase terbesar, disusul kemudian oksigen dan


karbon dioksida yang paling kecil. Gas-gas tersebut larut dalam air dan
jumlah gas yang terlarut dalam air tergantung pada:
(1) sifat gas, karena daya larut semua jenis gas tidaklah sama;
(2) tekanan gas pada fase gas;
(3) temperatur;
(4) keberadaan bahan-bahan terlarut lainnya.
23

Sebagai contoh pada temperatur 150C daya larut gas dalam air disajikan
dalam tabel 4.1. Data dalam tabel 4.1. menunjukkan bahwa daya larut
karbon dioksida secara kasar adalah 30 kali lipat daya larut oksigen atau
60 kali lipat daya larut nitrogen. Daya larut ini mempengaruhi jumlah gas
yang terlarut dalam air.

Tabel 4.1. Daya larut gas dalam air pada temperatur 15 0C dimana
tekanan atmosfir adalah 1 atm.

Jenis gas Daya larut

Oksigen 34,1 ml O2 per liter air

Nitrogen 16,9 ml N2 per liter air

Karbon disoksida 1019,0 ml CO2 per liter air


Sumber : Schmidt-Nielsen (1990)

Meskipun daya larut karbondioksida 30 kali lipat daya larut oksigen,


tetapi karena jumlah karbondioksida di atmosfir sangat rendah maka
jumlah karbondikosida yang terlarut juga rendah. Perhitungannya adalah
sebagai berikut:

1019 x 0,03
Volume CO2 terlarut = = 0,30 ml CO2 per liter air
100

34,1 x 20,95
Volume O2 terlarut = = 7,14 ml CO2 per liter air
100
24

Jumlah gas terlarut dalam air juga dipengaruhi oleh temperatur dan
keberadaan bahan-bahan terlarut lain. Sebagai contoh pengaruh
temperatur dan keberadaan bahan terlarut lain terhadap jumlah oksigen
yang terlarut dalam air disajikan dalam tabel berikut:
Data dalam tabel 2.2. menunjukkan bahwa semakin tinggi temperatur
maka semakin rendah jumlah oksigen yang terlarut dalam air. Daya larut
oksigen dalam air kurang lebih 20% lebih rendah dari daya larut oksigen
dalam air tawar, karena keberadaan garam dalam air laut mengurangi
daya larut oksigen tersebut. Efek ini terjadi karena keberadaan benda
padat, tetapi tidak demikian halnya dengan keberadaan gas lain,
keberadaan gas lain dalam air tidak mempengaruhi daya larut.

Tabel 4.2. Pengaruh temperatur terhadap jumlah oksigen terlarut dalam


air tawar dan air laut dalam keadaan kesetimbangan dengan udara
atmosfir.

Temperatur Air tawar Air laut


(oC) (ml O2 per liter air) (ml O2 per liter air)

0 10,29 7,97
10 8,02 6,35
15 7,22 5,79
20 6,57 5,31
30 5,57 4,46
Sumber: Krogh, 1941 dikutip dalam Nielsen (1991).
25

Difusi gas
Banyak pakar biologi yang percaya bahwa kecepatan difusi
karbondioksida lebih tinggi dari kecepatan difusi oksigen. Sebenarnya
tidaklah demikian.

Kecepatan difusi suatu gas berbanding terbalik dengan akar kuadrat berat
molekul (BM) gas tersebut. BM karbondioksida lebih besar dari BM
oksigen sehingga difusinya lebih lambat. BM CO2 adalah 44 dan BM O2
adalah 32, jadi kecepatan difusi CO2 adalah 1/6,6 dan kecepatan difusi O2
adalah 1/5,7. Kecepatan difuisi CO2 adalah 5,7/6,6 = 0,86 dari kecepatan
difusi O 2. Namun karena daya larut CO2 tinggi maka kecepatan difusinya
juga terkesan lebih tinggi.

Pada kenyataannya jumlah CO2 yang terlarut dalam permukaan air pada
pada temperatur 150C adalah 29,8 kali lebih tinggi dari jumlah O 2
bilamana kedua gas tersebut berada pada tekanan parsial yang sama pada
fase gas (lihat tabel 2.1.). Kecepatan difusi CO 2 lebih rendah (0,86 kali)
dari kecepatan difusi O2, tetapi karena konsentrasi CO2 di permukaan air
lebih tinggi, maka jumlah CO2 yang berdifusi kedalam air, pada tekanan
yang sama pada fase gas, jumlahnya lebih besar yaitu 29,8 x 0,86 = 25,6
kali lipat jumlah O2 sehingga tampaknya kecepatan difusi C2 lebih tinggi
dari kecepatan difusi O2.

Mekanisme respirasi
Hewan air yang berukuran kecil melakukan respirasi dengan difusi
melalui permukaan tubuhnya dan oksigen tidak melalui sistem khusus,
serta tidak membutuhkan sistem sirkulasi. Sedangkan hewan air yang
berukuran besar memiliki organ khusus untuk pertukaran gas.

Ikan memliki insang sebagai permukaan respiratori. Insang juga dimiliki


oleh polychaeta, misalnya pada Arenicola. Pada organisme ini insang
merupakan modifikasi dari parapodia. Pada cacing laut ini air digerakkan
membasahi insang sebagai akibat dari gerakan tubuhnya. Pada
polychaeta lainnya terdapat cilia yang menjamin aliran air. Insang juga
26

terdapat pada moluska. Pada hewan ini mekanisme aliran air pada insang
dijamin oleh adanya cilia. Insang pada moluska melakukan fungsi selain
respirasi yaitu untuk menyaring makanan.

Crustacea seperti kepiting dan udang karang memiliki insang yang


merupakan derivasi dari appendages abdominal dan biasanya terlekat
dalam carapace. Organisme yang sepenuhnya hidup didalam air memiliki
ukuran insang yang lebih besar. Pada umumnya crustacea mampu
membalikkan aliran air ke insangnya yang hanya satu arah. Dengan
demikian insangnya akan terbebas dari akumulasi serpihan kotoran dari
aliran air. Serangga yang hidup di air memiliki insang. Pada larva
nyamuk terdapat insang anal yang fungsi utamanya nampaknya untuk
osmoregulasi.

Walaupun permukaan tubuh hewan vertebrata dapat digunakan untuk


pertukaran gas dengan cara difusi, tetapi suplai oksigen yang dibutuhkan
melalui mekanisme ini saja tidak akan mencukupi kebutuhannya. Oleh
sebab itu, peranan insang dalam pertukaran gas sangat penting. Pada
vertebrata air ini insang terdiri atas dua tipe yaitu insang filamen
eksternal dan yang umum dijumpai adalah insang lamela internal. Insang
berkembang baik pada ikan Teleostei (Gambar 4.1.).

Darah arteri
Lamela insang
Darah vena

Filamen insang
Air

Gambar 4.1. Struktur serta aliran air dan darah pada insang ikan.
27

Insang terdiri atas beberapa lengkung. Setiap lengkung memiliki dua


lajur juluran filamen insang. Pada masing-masing filamen terdapat lajur
lamela insang yang merupakan tempat pertukaran gas. Air mengalir pada
arah yang berlawanan dengan aliran darah atau disebut aliran arus
berlawanan (countercurrent flow). Dengan aliran seperti itu
memaksimalkan pengambilan oksigen kedalam darah. Ekstraksi oksigen
dari air yang melewati insang mencapai 81%, jauh lebih tinggi dari
ekstraksi oksigen oleh paru-paru pada hewan darat.

Pada ikan air yang mengalir di permukaan insang secara terus menerus
bekerja sebagai pompa. Pompa respiratori pada ikan teleostei terdiri atas
rongga bukal dan rongga operkular, disebabkan oleh gerakan lengkung
insang dan operkuli menghasilkan pemompaan pada sistem respiratori.
Mula -mula air memasuki mulut dengan membesarnya rongga bukal.
Kemudian air diakselerasi melalui insang. Air akan dialirkan keluar
melalui lubang operkular yang membuka oleh kontraksi rongga bukal
dan rongga operkuli secara simultan. Kemudian siklus respiratori mulai
lagi.

I
RB

A KO RO

PO
I
PB

Gambar 4.1. Diagram memperlihatkan mekanisme ventilasi insang oleh


dua pompa setelah inspirasi. A: air, KO: kelep oral, RB:
rongga bukal, PB: pompa bukal, I: insang, RO: rongga
operkular, PO: pompa operkular.
28

Ventilasi insang menggunakan pompa operkular membutuhkan energi


yang jumlahnya besar dan mekanismenya sangat kompleks, melibatkan
sistem otot, tulang, ligamen dan artikulasi. Pada ikan yang berenang
cepat tidak melakukan ventilasi operkular tetapi melakukan ventilasi ram.
Kalau pada ventilasi operkular insang disirami dengan air, maka dalam
ventilasi ram insang digerakkan menembus air sehingga setiap kali air
segar yang kaya oksigen menyirami insang.

Pada ikan yang berenang cepat seperti ikan tuna dan ikan hiu, mulut dan
tutup insangnya tetap membuka sambil berenang untuk menyirami
insangnya dengan adanya arus air yang dihasilkan selama ikan tersebut
berenang. Dengan ventilasi ram ikan menghemat energi dan nampaknya
energi yang dibutuhkan untuk berenang cepat lebih efisien ketimbang
energi untuk pompa operkular. Pada umumnya ikan yang berenang cepat
memiliki rungga insang yang lebih kecil dibandingkan dengan ikan-ikan
yang tidak banyak bergerak.

Lebih dari 20 genus ikan dari berbagai famili beradaptasi untuk dapat
mengambil gas dari udara. Hal ini dilakukan karena dua hal. Pertama
karena ketersediaan oksigen dalam medium hidupnya sangat rendah atau
terjadi defisiensi oksigen. Yang kedua karena tingginya aktivitas
metabolik yang dilakukan oleh ikan. Akan tetapi, beberapa spesies ikan
mengambil gas dari udara walaupun ketersediaan oksigen terlarut dalam
medium hidupnya mencukupi. Sebagai contoh, ikan gurami
(Osphronemos gouramy) seringkali menyembul ke permukaan air
walaupun oksigen terlarut dalam air disekitarnya memadai.

Setelah oksigen diperoleh dari pertukaran gas yang terjadi pada insang,
ikan membutuhkan sistem sirkulasi untuk mendistribusikan oksigen ke
seluruh tubuh dan mengangkut karbondioksida dari seluruh tubuh. Pada
bab berikut akan dibahas sistem sirkulasi pada hewan air.
29

Tabel 4.3. Beberapa genus ikan yang memiliki organ respirasi untuk
bernafas di udara (Helfman et al., 1999).

Genus Habitat Organ respirasi


Heterois Rawa-rawa , Afrika Gelembung renang
Pantodon Perairan tawar, Afrika Gelembung renang
Gymnarchus Sungai dan rawa-rawa, Afrika Gelembung renang
Megalops Perairan pantai, Amerika Gelembung renang
Pangasius Perairan tawar, Asia Gelembung renang
Polypterus Perairan tawar, Afrika Kantung udara
Erpetoichthys Perairan tawar, Afrika Kantung udara
Saccobranchus Rawa-rawa, kolam Asia Kantung udara
suprabranchial
Anguilla Perairan payau, Sungai, Eropa, Kulit
Amerika Utara, Asia, Afrika
Mnierpes Pantai berbatu, Amerika Selatan Kulit
Electrophorus Raw-rawa, sungai Amerika Selatan Mulut/faring
Clarias Rawa-rawa, kolam Asia & Afrika Organ insang arborescent
Lepidosiren Sungai, Australia Paru-paru
Protopterus Sungai, Afrika Paru-paru
Plecostomus Rawa-rawa, Amerika Selatan Perut
Ancistrus Rawa-rawa Perut
Hypopomus Rawa-rawa, Amerika Selatan Rongga operkular
Monopterus Rawa-rawa, kolam Asia Rongga suprabranchial
Doras Rawa-rawa, Sungai, Amerika Selatan Usus
Misgumus Sungai, Asia & Eropa Usus halus
Hoplastemum Sungai, Amerika Selatan Usus halus
30

V. METABOLISME DAN ANGGARAN ENERGI

Pendahuluan
Pencernaan memecah pakan menjadi senyawa sederhana baik melalui
peristiwa fisik maupun kimiawi dengan bantuan enzim dan selanjutnya
senyawa pakan tersebut diabsorpsi untuk didistribusikan ke sel-sel dalam
tubuh. Adanya suplai oksigen ke sel-sel dalam tubuh memungkinkan
terjadinya oksidasi molekul pakan untuk menghasilkan energi yang
bermanfaat bagi kehidupan hewan air seperti untuk kontraksi otot dan
kerja syaraf, sintesis struktur tubuh, pemeliharaan tubuh dan homeostasis.
Reaksi enzimatik yang mengkonversi energi dari senyawa pakan dalam
sel ini disebut katabolisme yang menghasilkan energi. Sebaliknya
anabolisme adalah sintesis molekul komplek seperti pati, glikogen, lemak
dan protein dari molekul sederhana dengan menggunakan ATP sebagai
sumber energi. Jadi metabolisme yang terdiri atas anabolisme dan
katabolisme ini meliputi metabolisme kartbohidrat, lemak dan protein.

Bab ini akan memberikan pengetahuan dan pengertian kepada mahasiswa


sehingga mereka mampu menjelaskan metabolisme protein, lemak dan
karbohidrat serta mampu menjelaskan anggaran energi pada hewan air
khususnya pada ikan dan udang.

Metabolisme Protein
Protein dalam tubuh hewan dioksidasi, dan nitrogen pada asam amino
dilepaskan sebagai ammonia. Jika ammonia dalam tubuh hewan terlalu
banyak dapat bersifat racun, tetapi dapat didetoksifikasi dengan
dikonversi menjadi urea dan diekskresi dalam bentuk urine
Asam amino sebagai precursor neurotransmiter mengalami
dekarboksilasi. Asam amino hasil pencernaan oleh enzim proteolitik
diserap ke darah dengan bantuan firidoksal fosfat (bentuk aktiv vitamin
B6) yang berperan dalam pengambilan asam amino oleh sel-sel tubuh.
31

Dalam hati asam amino dilepas sebagai amonia dalam suatu proses yang
melibatkan 2 set reaksi yaitu transaminase dan deaminase oksidatif.

Metabolisme protein dapat digambarkan seperti dalam diagram berikut:

Protein pakan Urea, glutamine

CO2 + H2O
NH2 NH3 O

R CH COOH R C COOH

Glukosa
Protein endogen Dekarboksilasi CO2
oksidatif

Neurotransmiter, polyamine

Purin dan pirimidin, heme,


neurotransmitter

Katabolisme asam amino dan protein dapat menyediakan bahan


metabolisme energi yang tinggi pada Crustacea. Jalur degradasi asam
amino pada crustacea ini serupa dengan yang terjadi pada hewan
vertebrata. Perubahan glutamat, aspartat dan alanin menjadi asam keto
dikatalisa dengan transaminase. Pada kelenjar antenna, jaringan otot dan
beberapa jaringan lainnya serin dideaminasi dengan serin dehidrase
untuk menghasilkan piruvat dan ammonia. Enzim ini digunakan dalam
jalur kunci dimana amonia yang dihasilkan dapat dibentuk dari asam
amino.
32

Katabolisme menghasilkan tiga produk akhir yaitu amonia, urea dan


asam urat. Katabolisme protein dan asam amino menghasilkan bahan
utama amonia. Degradasi asam nukleat pada tahap awal menghasilkan
asam urat yang kemudian diubah menjadi urea dan akhirnya menjadi
ammonia melalui jalur urikolitik. Amonia dikeluarkan melalui insang,
tetapi mekanismenya masih belum diketahui dengan pasti. Kelenjar
antenna merupakan organ ionik dan senyawa nitrogen disekresi dalam
jumlah sedikit. Karena urea sangat mudah larut, maka bisa keluar melalui
insang. Asam urat yang sulit terlarut tidak dibuang melalui ekskresi,
tetapi melalui pengelupasan kulit (molting) dan pengelupasan sel
lambung (Dall et al., 1990).

Sintesis protein pada Crustacea sama dengan yang terjadi pada hewan-
hewan lain, hal ini pernah dibuktikan pada Artemia. Asam aspartat dan
asam glutamat disintesis dari siklus Krebs dengan peralihan oksaloasetat
dan 2-oksoglutarat melalui reaksi aminotransferase. Asam glutamat bisa
juga dibentuk melalui aminasi reduktif 2-oksoglutarat. Sintesis glutamat
dari 2-oksoglutamat bisa juga terjadi melalui aminasi reduktif. Reaksi
tersebut dikatalisis oleh glutamat dehidrogenase. Prolin banyak terdapat
dalam otot crustacea. Prolin disintesis dari glutamat-?-semialdehid.
Arginin dan ornitin dapat merupakan precursor prolin.

Metabolisme lemak

Seperti halnya pada hewan-hewan lain, lemak dalam tubuh hewan air
misalnya ikan dapat dipecah menjadi asam lemak dan gliserol.
Metabolisme lemak pada ikan serupa dengan yang terjadi pada hewan
vertebrata lainnya. Secara sederhana metabolisme lemak tersebut dapat
digambarkan seperti dalam diagram berikut:
33

Penyimpanan
dalam jaringan

Triasil gliserol

Asam lemak

Asam lemak berikatan dengan albumin


Transport + Absorpsi Asam lemak
dalam darah Triasil gliserol dalam lipoprotein
+ dari pakan
Keton

Disimpan sebagai Metabolisme


Asam lemak dalam organ
Triasil gliserol

oksidasi biosintesis

Lemak kompleks
Keton tubuh

Asetil CoA HMG CoA


Struktur sel
Sterol

Siklus Kreb

Katabolisme
karbohidrat &
asam amino Energi

Gambar 5.1. Diagram metabolisme lemak.


34

Metabolisme Karbohidrat

Metabolisme karbohidrat secara sederhana dapat digambarkan seperti


diagram berikut:

Glikogen

Glikogenolisis Glikogenosis

Glukosa

Glikolisis Glukoneogenesis

Laktat

Seluruh sel tubuh mengekstrak energi kimia yang terdapat dalam glokosa
dengan glikolisis. Proses glikolisis juga mengkonversi glukosa dan
piruvat. Glikolisis memproduksi ATP merupakan reaksi katabolik. Jika
sel memiliki mitokondria, produk akhir glikolisis dengan adanya oksigen
menghasilkan piruvat, yang kemudian dioksidadi menjadi CO2 dan H2O
oleh enzim yang terdapat dalam mitokondria.

PDH
D-Glukosa 2-piruvat 2 asetil Co A
glikolisis

2L-Laktat 2 CO 2 4 CO 2
O2 tidak diperlukan untuk glikolisis O2 untuk dehidrogenase
piruvat (PDH)
35

Glikogenolisis (Degradasi glikogen)


?? Glikogen dikatalisis oleh glikogen fosforilase menghasilkan glukosa l-
fosfatse, terjadi pada ujung molekul glikogen. Fosforilase adalah
reaksi pembelahan menggunakan fosfat anorganik, berbeda dari
hidrolisis yakni reaksi pembelahan menggunakan H2O.
?? Glukosa l-fosfat dikatalisis oleh fosfoglukomutase menghasilkan
glokosa 6-fosfat.
?? Glokosa 6-fosfat dikatalisis oleh glukosa 6-fosfatase menghasilkan
glukosa.

Metabolisme dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya ukuran hewan


dan temperatur. Laju metabolisme diukur dengan menentukan konsumsi
oksigen pada hewan yang diteliti, karena proses metabolisme
membutuhkan oksigen yang diperoleh dari luar tubuh. Pada udang galah
Macrobrachium rosenbergii konsumsi oksigen meningkat dengan
meningkatnya ukuran tubuhnya. Hubungan antara laju metabolisme yang
tolok ukurnya adalah konsumsi okaigen dengan ukuran tubuh udang
galah dapat dipaparkan dengan persamaan sebagai berikut:

Log O2 = 1,54 +0,904 log B, dimana B adalah bobot tubuh udang galah.

Pada ikan gurami meningkatnya temperatur medium pemeliharaan


meningkatkan konsumsi oksigen. Pada ikan ini perbedaan pakan yang
dimakan juga mempengaruhi metabolismenya.

Anggaran energi
Anggaran energi adalah suatu perhitungan mengenai pemanfaatan energi
yang diperoleh dari pakan. Energi tersebut oleh hewan air misalnya pada
ikan yang telah banyak dipelajari dipergunakan untuk aktivitas
metabolik, pertumbuhan dan sebagian hilang dalam bentuk feses dan
sampah metabolik yang diekskresikan. Pada udang yang dalam siklus
hidupnya mengalami pergantian kulit, anggaran energi juga
36

memperhitungkan kandungan exuviae yaitu kulit yang dikelupaskan pada


waktu pergantian kulit. Sebagai contoh anggaran energi untuk
perkembangan total pada udang windu Penaeus monodon protozoea s/d
PL1 yang diberi pakan algae kemudian artemia (Kurmaly et al., 1989)
adalah sebagai berikut:

I = G + Ev + M + E
18,78 = 1,69 + 0,403 + 0,962 + 15,72 Joules

?? I : energi intake
?? G: laju pertumbuhan
?? Ev: kandungan energi exuviae
?? M: laju metabolisme
?? E: ekskresi dan egesti

Anggaran energi diatas menunjukkan bahwa post larva udang windu


yang diberi pakan algae dan kemudian artemia sebagian besar energi
yang diperoleh dari pakan terbuang dalam ekskresi dan egesti, hanya
sebagian kecil saja (9,5%) yang dialokasikan kedalam pertumbuhan.
Pada ikan anggaran energi dipengaruhi oleh kebiasaan makannya. Pada
ikan laut karnivora dan herbivora energi yang diperoleh dari konsumsi
pakan dipergunakan dalam persentase sebagai berikut:

Konsumsi pakan = Metabolisme total + Limbah + Perolehan


100% = (44 ? 7) + (27 ? 3) + (29 ? 6) - ikan
karnivora
100% = 37 + 43 + 20 - ikan
herbivora

Nampaknya ikan karnivora lebih baik dalam perolehan energi yang


dialokasikan untuk pertumbuhan ketimbang pada ikan herbivora. Ini
kemungkinan berhubungan dengan pakannya. Ikan herbivora banyak
mengkonsumsi bahan yang sulit dicerna seperti selulosa, sehingga total
limbah yang dikeluarkan jauh lebih besar dari ikan karnivora. Secara
alamiah ikan karnivora mengkonsumsi pakan yang mudah dicerna,
sehingga limbahnya sedikit.
37

Pada ikan air tawar yaitu grass carp (Ctenopharyngodon idella Val.) (Cui
et al., 1994) yang merupakan ikan herbivora budget energinya sbb:

100C = 49,1F + 4,5U + 3.6Rfa + 30,9Rfe + 11,9G

C : konsumsi pakan
F : produksi feses
U : ekskresi
Rfa: metabolisme dalam keadaan puasa
Rfe: metabolisme makan
G: pertumbuhan

Lebih dari separoh total energi yang diperoleh dari pakan menjadi limbah
dalam bentuk feses (49,1) dan ekskresi (4,5).
Pada ikan air tawar yang toleran terhadap lingkungan payau yaitu ikan
nila Oreochromis niloticus yang bobotnya 8,29 – 11,02 gram budget
energinya adalah sebagai berikut:

100IE = 16,9FE + 1,2(ZE+UE) + 62,3HE + 19,6RE


IE : energi intake
FE : energi yang hilang dalam feses
(ZE+UE) : energi yang hilang melalui ekskresi
HE : produksi panas
RE : energi yang diperoleh dalam pertumbuhan

Nampaknya pada ikan nila ini sebagaian besar energi yang dikonversi
dari pakan yang dikonsumsi hilang dalam bentuk panas dan hanya sekitar
seperlima total energi dari pakan yang diperoleh dalam bentuk
pertumbuhan.
38

VI. EKSKRESI

Pendahuluan
Fungsi utama sistem ekskretori adalah untuk memelihara konsentrasi
bahan terlarut dalam tubuh, memelihara volume tubuh, menghilangkan
produk akhir metabolisme dan menghulangkan senyawa asing maupun
produk metaboliknya.

Hasil akhir metabolisme seringkali bersifat racun bagi tubuh hewan


akuatik. Zat-zat yang mengandung nitrogen yang dihasilkan pada
deaminasi protein adalah racun yang harus dikeluarkan dari tubuh dan
inilah fungsi utama ekskresi. Ekskresi adalah proses pembuangan zat-zat
sebagai hasil sampah metabolisme. Zat yang dibuang contohnya urine.
Pada hewan air ekskresi merupakan proses kimiawi dalam sel yang
meliputi sisntesis dan degradasi protein, asam nukleat dan senyawa lain
yang mengandung nitrogen menghasilkan urea, asam urat, dan amoniak.
Zat-zat tersebut tidak berguna bagi tubuh dan toksik maka harus dibuang.
Fungsi ini dilakukan oleh organ ekskretori yang dapat berupa vakuola
kontraktil, nefridia, kelenjar antena, tubulus Malphigi dan ginjal, serta
dapat juga berupa insang dan kelenjar rektal.

Walaupun organ ekskretori dapat bermacam-macam bentuk tetapi proses


dasar yang terjadi dalam pembentukan cairan yang diekskresi hanya
meliputi ultrafiltrasi dan transport aktif. Ultrafiltrasi adalah tekanan
terhadap cairan untuk menembus selaput semipermeable yang tidak lolos
molekul protein tetapi lolos terhadap air dan molekul kecil lain seperti
garam, gula dan asam amino. Transport aktif adalah gerakan bahan
terlarut melawan gradient elektrokimia dengan proses yang
membutuhkan energi metabolik. Jika transport aktif arahnya dari tubuh
hewan ke lumen organ ekskretori atau ke organel disebut sekresi aktif.
Jika sebaliknya dari lumen kembali ke tubuh hewan disebut reabsorpsi
aktif.
39

Didalam organ ekskretori mula -mula cairan mengalami ultrafiltrasi dan


selanjutnya mengalir sepanjang kanal organ ekskretori. Selama mengalir
dalam kanal tersebut filtrat mengalami modifikasi. Senyawa tertentu
diambil dari filtrat dengan proses reabsorpsi aktif dan senyawa lain
ditambahkan kedalam filtrat dengan proses sekresi aktif.

Setelah mempelajari bab ini mahasiswa akan mengetahui macam-macam


sampah metabolik pada hewan air dan dapat menjelaskan bagaimana
hewan air mangatasi masalah sampah metabolik tersebut. Pembahasan
juga meliputi fungsi berbagai organ ekskretori pada hewan air.

Ekskresi pada hewan avertebrata air


Organ ekskresi pada hewan air meliputi organ ekskretori umum dan
organ ekskretori khusus. Pada avertebrata air dikenal tiga macam organ
ekskresi umum yaitu:

1. Vakuola kontraktil (pada Protozoa dan Coelenterata),


2. Protonefridia (Paltyhelminthes),
3. Metanefridia atau nefridia (Annelida).

Sebenarnya vakuola kontraktil bukan merupakan organ ekskresi seperti


halnya ginjal, tetapi lebih tepat disebut organel ekskresi. Organ ekskresi
khusus meliputi kelenjar garam dan insang.

Vakuola kontraktil

Vakuola kontraktil sesungguhnya tidak tepat disebut sebagai organ


ekskresi seperti halnya ginjal pada hewan vertebrata, tetapi lebih tepat
disebut sebagai organela ekskresi. Organela ini terdapat pada
Coelenterata dan semua spesies dari protozoa yang hidup di perairan
tawar, tetapi pada protozoa laut organ ini tidak umum dijumpai. Fisiologi
vakuola kontraktil pada coelenterata masih belum banyak diketahui,
sehingga tidak dibahas dalam buku ini.
40

Pada Protozoa air tawar vakuola kontraktil menunjukkan mekanisme


fungsi vakuola kontraktil yang menariik untuk dipelajari. Vakuola
kontraktil pada protozoa berbentuk bulatan dan air masuk kedalamnya.
Kemudian vakuola yang berisi air tersebut berfusi dengan selaput sel
Protozoa dan air dikeluarkan ke lingkungan. Laju pengeluaran air dari
dalam sel protozoa dipengaruhi oleh konsentrasi osmotik lingkungannya.
Jika konsentrasi osmotik lingkungan turun yang berarti air masuk
kedalam protozoa meningkat, maka pengeluaran air oleh vakuola
kontraktil meningkat.

Pemasukan air kedalam vakuola kontraktil dan proses pengosongannya


diduga dilakukan dengan transport aktif yang membutuhkan energi
dalam bentuk adenosin trifosfat (ATP). Namun mekanismenya belum
dapat dijelaskan dengan pasti walaupun ada beberapa hipotesis yang
telah diajukan mengenai hal ini (lihat Schmidt-Nielsen, 1990, halaman
357-358).

Protonefridia

Organ ekskresi paling sederhana yang dijumpai pada hewan air adalah
protonefridia. Organ ekskresi ini terdapat misalnya pada cacing pipih
juga pada rotifera. Protonefridia pada Rotifera dari genus Asplancha,
berfungsi sebagai ginjal filtrasi-reabsorpsi sepertihalnya metanefridium.
Hewan air ini memiliki cairan tubuh yang hipertonik terhadap
mediumnya dan menghasilkan urin encer. Jika hewan ini dipindahkan ke
medium yang lebih encer ia membentuk urin yang lebih encer. Hal ini
menunjukkan bahwa protonefridium berperan dalam osmoregulasi dan
ekskresi air. Protonefridium pada Asplancha juga telah dibuktikan
berfungsi dalam ultrafiltrasi. Telah dibuktikan juga bahwa sebelum urine
dibuang keluar terjadi reabsorpsi cairan (Pontin, 1964 dalam Schmidt-
Nielsen, 1990).
41

Metanefridium

Organ ekskretori pada avertebrata lain misalnya Annelida disebut


metanefridium atau seringkali disebut nefridium. Organ ini dijumpai
pada hewan yang memiliki coelom. Metanefridium memiliki
nefridiostom (ujung yang berhubungan dengan coelom) dan nefridiosfor
(ujung yang berhubungan dengan lingkungan luar). Darah disaring
melalui selaput kapiler dan cairan yang hanya terdiri dari air dan molekul
kecil memasuki coelom, sedangkan molekul besar seperti protein tetap
berada dalam sistem vaskular. Jadi pada metanefridium terjadi
ultrafiltrasi. Cairan dari coelom kemudian mengalir kedalam nefridium
melalui corong nefrostom dan ketika cairan tersebut mengalir dalam
saluran yang panjang, komposisinya dimodifikasi. Mulanya cairan yang
memasuki nefridium bersifat isotonik, tetapi garam dalam cairan tersebut
diambil pada bagian ujung organ ekskresi dan terbentuklah urin encer
yang siap dibuang. Metanefridium ini berfungsi sebagi ginjal filtrasi
reabsorpsi, dimana pada mulanya cairan dibentuk dengan ultrafiltrasi dan
selanjutnya dimodifikasi ketika cairan tersebut mengalir dalam tubulus
uriniferus.

Pada moluska, misalnya pada chepalopoda seperti cumi-cumi dan


octopus, dan juga bivalvia, telah diketahui adanya fungsi renal. Pada
hewan air ini mula -mula cairan dibentuk dengan ultrafiltrasi darah.
Ultrafiltrasi diikuti dengan reabsorpsi selektif dan selanjutnya urine
diekskresi.

Kelenjar hijau

Organ ekskretori pada Crustacea adalah kelenjar antenna atau disebut


juga kelenjar hijau, terletak di kepalanya. Kelenjar ini memiliki ujung
gelembung yang berhubungan dengan kanal nefridial yang ujungnya
berupa bladder. Urine dibentuk dalam kelenjar antenna dengan filtrasi
dan reabsorpsi. Setelah terjadi filtrasi dan reabsorpsi maka urine
diekskresikan keluar tubuh. Pada lobster air tidak direabsorpsi,
sedangkan pada kepiting Carcinus air direabsorpsi dari ultrafiltrat.
Kemungkinan sodium dalam ultrafiltrat direabsorpsi secara aktif diikuti
42

dengan reabsorpsi air secara pasif. Hasilnya, urine kepiting ini


konsentrasi sodiumnya lebih rendah dari konsentrasi sodium darah, ini
penting bagi hewan air laut yang bergerak ke perairan yang lebih rendah
salinitasnya.

Kelenjar antenna pada crustacea laut berfungsi menahan potassium dan


kalsium dan mengeliminasi magnesium dan sulfat. Jika seekor kepiting
bergerak kearah salinitas tinggi konsentrasi magnesium urin cenderung
meningkat. Nampaknya magnesium ditransport secara aktif kedalam
urine sehingga semakain lama konsentrasi magnesium urine meningkat.

Ekskresi pada hewan vertebrata air


Ciri khas hewan vertebrata adalah memiliki ginjal yang terdiri atas
nefron. Demikian pula halnya pada ikan Teleostei. Ikan memiliki
sepasang ginjal terletak diluar rongga peritoneal, pada bagian ventral dari
kolumna vertebral. Ginjal kiri dan kanan seringkali bergabung
membentuk materi kehitaman dibawah vertebrae.

Larva ikan memiliki tipe ginjal pronephros. Pada beberapa jenis ikan
saluran ginjalnya terlibat dalam pergerakan sperma sehingga sering
dibahas sebagai sistem urogenital. Ikan dewasa memiliki ginjal
mesonephros yang berfungsi baik. Mesonephros merupakan ginjal yang
kompleks yang tidak memiliki saluran pembuangan kedalam rongga
tubuh. Mesonephros terdiri atas sejumlah korpuskula renal, masing-
masing membentuk glomerulus yang dikelilingi oleh kapsul Bowman.
Glomerulus menerima darah dari arteriola afferent dari aorta dorsal.
Glomerulus bekerja sebagai ultrafilter untuk memisahkan air, garam-
garam, gula dan sampah nitrogen dari darah. Filtrat dikumpulkan oleh
kapsula Bowman dan selanjutnya dialirkan melalui tubulus mesonephric
dimana air, gula dan bahan terlarut lainnya diresorbsi secara selektif.
Struktur ginjal ikan laut berbeda dari ikan air tawar, mencerminkan
permasalahan yang dihadapi oleh kedua kelompok ikan tersebut berbeda.
Ikan air tawar memiliki ginjal lebih besar dengan glomeruli yang lebih
besar sampai 10.000 per ginjal dengan ukuran 48 – 104 mikrometer (rata-
43

rata pada beberapa spesies ikan air tawar adalah 71 mikrometer).


Glomeruli ikan laut hanya 27 – 94 mikrometer (rata-rata spesies ikan laut
48 mikrometer).

Urine mengandung air dan kreatin, kreatinin, urea, ammonia dan produk
sampah nitrogen lainnya. Hanya 3% sampai 50% sampah nitrogen yang
diekskresi melalui urine, dan kebanyakan berupa ammonia, sebagian
besar sisanya diekskresi sebagai ammonia pada insang selama proses
respirasi. Beberapa ikan memiliki organ penyimpan urine yang disebut
gelembung urinary tetapi ini merupakan evaginasi posterior dari saluran
mesonefrik.

Pada ikan yang hidup di perairan tawar tubuhnya hipertonik terhadap


mediumnya, kelebihan air yang masuk kedalam tubuhnya karena gradient
osmotik dikeluarkan bersama urin encer. Sebaliknya, pada ikan laut
tubuhnya hipotonik terhadap mediumnya sehingga air cenderung keluar
tubuhnya, mereka memproduksi urin sedikit. Ikan laut ini tidak mungkin
menghasilkan urin yang pekat dan kelebihan garam diekskresi lewat
insang. Untuk mengganti air yang hilang dari tubuhnya karena perbedaan
osmotik, ikan laut meminum air laut dan fungsi utama ginjalnya adalah
untuk mengekskresikan ion-ion divalen yang terdapat dalam air laut
tersebut yaitu magnesium dan sulfat. Ammonia yang mudah larut dalam
air pada kebanyakan ikan diekskresikan melalui insang.

Beberapa ikan adalah aglomerular, tidak memiliki glomeruli di ginjalnya.


Sedikitnya terdapat 30 spesies ikan teleos aglomerular yang merupakan
anggota tujuh familia yang kebanyakan ikan laut seperti Batrachoididae,
Ogcocephalidae, Lophiidae, Antennariidae, Gobiesocidae, Syngnathidae
dan Cottidae. Ginjal aglomerular tidak dapat mensekresi gula.

Ginjal reptilia dapat menghasilkan urin encer tetapi tidak dapat


menghasilkan urin yang lebih pekat dari plasma darah. Bagi reptilia air
tawar seperti buaya dan kura-kura air tawar keadaan ini memadai, karena
urin encer membantu untuk mengeluarkan air yang masuk ke tubuh
akibat gradien osmotik. Tetapi bagi reptilia yang hidup di laut mereka
mengalami kekurangan air dan kelimpahan garam. Ginjalnya tidak dapat
44

mengatasi masalah kelebihan garam, dan ini dieliminasi oleh kelenjar


garam yang mensekresi cairan sodium klorida sangat pekat.
45

VII. OSMOREGULASI

Pendahuluan
Dalam kehidupannya hewan senantiasa melakukan proses yang menjaga
keseimbangan internal (internal equilibrium) tubuhnya atau dikenal
dengan istilah homeostasis. Hal tersebut memungkinkan sistem fisiologis
dalam tubuhnya dapat berfungsi dengan baik. Didalam mempelajari
fisiologi hewan air kita perlu memahami bagaimana mekanisme yang
terjadi dalam tubuh hewan untuk menjaga keseimbangan air dan ion-ion
atau bahan terlarut dalam tubuhnya. Oleh sebab itu kita mempelajari
osmoregulasi.

Salah satu fungsi homeostatis yang terpenting pada organisme hidup


adalah regulasi lingkungan osmotik internal yang tepat. Fungsi-fungsi
fisiologis tubuh hewan air dapat terancam oleh deviasi dari kisaran
keadaan normal akibat kehilangan atau perolehan cairan yang berlebihan,
perubahan konsentrasi ion internal dan pergeseran gradien osmotik.

Hewan akuatik yang hidup di perairan tawar tekanan osmotik tubuhnya


lebih rendah dari lingkungannya dan air cenderung masuk ke dalam
tubuhnya dengan demikian mereka harus mengeluarkan banyak air dari
tubuhnya. Sebaliknya hewan akuatik yang hidup di laut tekanan osmotik
tubuhnya lebih tinggi dari lingkungannya sehingga mereka beresiko
kehilangan air terus menerus terutama pada ikan melalui membran insang
dan urin. Maka ikan laut harus minum banyak air tetapi bersamaan
dengan itu mereka meminum garam yang harus dikeluarkan secara aktif
dari tubuhnya. Mekanisme pengaturan keseimbangan cairan tubuh inilah
yang merupakan fungsi osmoregulasi.

Setelah mempelajari bab ini mahasiswa akan mengetahui fungsi


osmoregulasi pada hewan air. Selain itu juga akan dapat menjelaskan
bagaimana hewan air melakukan regulasi osmotik di lingkungan
perairan.
46

Osmoregulasi pada hewan avertebrata air

Konsentrasi osmotik dalam tubuh pada kebanyakan hewan avertebrata


yang hidup di laut sama dengan air laut disekitarnya, hewan ini disebut
osmoconformer. Namun karena komposisi bahan terlarut dalam cairan
tubuhnya tidak sama dengan air laut dan mereka harus memelihara
konsentrasi garam dalam tubuhnya yang tidak dalam keseimbangan
dengan air laut, maka dibutuhkan regulasi osmotik.

Beberapa hewan air lainnya mengatur konsentrasi osmotik walaupun


mereka berada dalam lingkungan yang berbeda. Sebagai contoh,
beberapa kepiting laut akan senantiasa mempertahankan konsentrasi
garam dalam cairan tubuhnya ketika hewan ini dipindahkan kedalam air
payau yang salinitasnya lebih rendah (lebih encer dari habitatnya).
Hewan yang demikian ini disebut osmoregulator.

Hewan air tawar memiliki cairan tubuh yang lebih pekat dari
lingkungannya. Hewan ini bersifat hiperosmotik terhadap mediumnya
dan mereka menghadapi masalah fisiologis yaitu:
1. Air cenderung masuk kedalam tubuh hewan karena terdapat
konsentrasi larutan dalam tubuh lebih tinggi.
2. Bahan terlarut cenderung hilang karena konsentrasinya didalam lebih
tinggi dan karena air yang masuk harus diekskresi dan bersamaan
dengan itu membawa bahan terlarut tersebut.
Kedua masalah tersebut dapat diatasi dengan membuat seluruh
permukaan tubuhnya impermeable tetapi hal ini tidaknlah mungkin.
Setidaknya pada permukaan respiratori harus tipis dan cukup lebar
sehingga memungkinkan terjadinya difusi gas. Permukaan respiratori ini
biasanya merupakan tempat hilangnya bahan terlarut dan masuknya air
dari mediumnya.

Bagaimana hewan mengkompensasi kehilangan bahan terlarutnya? Hal


ini dapat dilakukan melalui pengambialan ion-ion lewat makanan, tetapi
pada hewan air tawar pengambilan ion dilakukan dengan uptake
langsung dari mediumnya. Diasumsikan bahwa uptake ion terjadi melalui
permukaan tubuh. Tetapi pada crustacea dan serangga air permukaan
tubuhnya tidak dapat digunakan untuk uptake ion. Oleh sebab itu, pada
47

crustacea digunakan insang sebagai organ transport aktif dan pada larva
nyamuk digunakan insang anal. Transport aktif membutuhkan energi dan
bila hewan bergerak ke medium yang lebih encer kebutuhan energi untuk
transport aktif meningkat. Kepiting Carcinus yang bergerak dari laut ke
perairan payau konsumsi oksigennya meningkat pesat. Ini berarti bahwa
respirasi sel yang memproduksi ATP sebagai sumber energi untuk
transport aktif meningkat. Jika salinitas medium menurun seperempat
kali lipat salinitas asalnya, maka konsumsi oksigennya meningkat 50%.

Osmoregulasi pada hewan vertebrata air


Kebanyakan ikan adalah osmoregulator, yaitu bahwa ikan tersebut
mengatur lingkungan osmotik internalnya dalam kisaran yang sempit
sehingga sesuai untuk fungsi seluler yang tepat, walaupun kondisi
lingkungan osmotik luarnya berfluktuasi. Ikan yang dapat mentoleransi
perubahan konsentrasi bahan terlarut dari lingkungan eksternalnya dalam
skala kecil ...........
Hewan vertebrata air yang hidup di laut memiliki permasalahan tekanan
osmotik yang berbeda dari mereka yang hidup di air tawar. Ikan air laut
mengalami permasalahan kehilangan air karena tubuhnya hipotonik
terhadap mediumnya, sedangkan ikan air tawar mengalami permasalahan
kemasukan air dari lingkungannya karena cairan tubuhnya hipertonik
terhadap mediumnya. Pada ikan laut air keluar melalui insang dan
bersama urine dan untuk kompensasinya ikan laut meminum air dari
lingkungannya (Gambar 7.1.)

Air masuk
karena minum

Air keluar karena Air keluar


tekanan osmotik dengan urine
48

Gambar 7.1. Ikan laut kehilangan air terus menerus terutama melalui
selaput insang dan bersama dengan urine.

Karena ikan laut kehilangan airnya maka kompensasinya ia minum


banyak air secara terus menerus. Akibatnya garam dan mineral masuk
kedalam tubuh secara terus menerus. Na+ dan Cl- diabsorbsi melalui usus
dan dieliminasi melalui insang dengan transport aktif. Mg2+ dan SO4-
dikeluarkan melalui ginjal bersama urine (lihat Gambar 7.2).

NaCl

N a+ dan Cl-
Mg2+ dan SO4-

Gambar 7.2. Garam dan mineral masuk kedalam tubuh ikan bersama air
yang diminum dan dikeluarkan melalui insang dan bersama
urin.

Pada ikan air tawar yaitu ikan mujaher (Oreochromis mossambicus)


transport ion dilakukan oleh sel-sel klorida pada membran operkular
(Fosket and Scheffey, 1982 dikutip oleh Nielsen, 1990).
49

VIII. REPRODUKSI

Pendahuluan

Bereproduksi artinya memperbanyak diri atau berkembang biak. Pada


hewan air diketahui dua proses fundamental reproduksi yaitu reproduksi
aseksual misalnya dengan pembelahan, pertunasan dan reproduksi
seksual dengan membentuk sel-sel gamet yakni sperma dan telur.
Setelah mempelajari bab ini mahasiswa akan dapat menjelaskan
mekanisme reproduksi aseksual dan seksual pada hewan air dan dapat
menjelaskan kontrol hormonal reproduksi pada hewan avertebrata dan
vertebrata air.

Reproduksi aseksual
Reproduksi aseksual hanya membutuhkan satu hewan induk dan tidak
melibatkan produksi maupun pendayagunaan gamet. Dengan demikian
keturunan yang dihasilkan dari reproduksi aseksual ini adalah identik
secara genetik dengan induknya. Reproduksi aseksual tidak berperan
penting dalam perkembangan evolusioner. Bentuk reproduksi aseksual
yang paling sederhana adalah pembelahan biner. Reproduksi aseksual
pembelahan biner dicapai dengan pembelahan kromosom mitotik,
dimana jumlah kromosom menjadi 2 kali lipat. Pada hewan uniseluler,
sel membelah menjadi dua menghasilkan sel anakan. Setiap sel anakan
memiliki kromosom lengkap dan berkembang menjadi sel masak.

Reproduksi aseksual juga dapat dilakukan dengan pertunasan (budding)


dan disebut juga stolonisasi. Pertunasan dijumpai pada berbagai
coelenterata misalnya hewan karang. Pada hewan ini hewan anakan
dihasilkan dari pertunasan yang selanjutnya tunas tersebut terpisah
menjadi individu baru yang benar-benar terlepas dari induknya.
50

Reproduksi seksual
Pada kebanyakan hewan air reproduksi seksual terjadi pada hewan yang
memiliki kelamin terpisah (dioecious). Induk hewan harus menghasilkan
sel kelamin yaitu gamet. Sel-sel gamet jantan dan betina dihasilkan
dalam gonad dan haploid. Sel gamet jantan dan betina kemudian
bergabung dalam proses fertilisasi untuk menghasilkan zygote yang
kemudian berkemabang menjadi hewan dewasa.

Beberapa hewan air hermaprodit dan monoecious. Ada yang mampu


melakukan alih kelamin, misalnya pada belut. Hewan ini menjalani
pergantian kelamin dalam kehidupannya. Belut muda berkelamin betina,
sedangkan belut ynag sudah tua selalu berkelamin jantan. Belut betina
berukuran panjang antara 10 – 29 cm, usianya kurang dari 9 bulan.
Setelah berumur lebih dari 9 bulan belut yang telah berukuran panjang 30
cm atau lebih berubah kelamin menjadi jantan.

Ikan dapat bereproduksi setelah mencapai usia tertentu yaitu pada saat
mencapai kedewasaan. Sebagai contoh kematangan kelamin pada ikan
gurami dicapai setelah berusia 3 tahun, pada ikan lele setelah bobot
tubuhnya mencapai 100 gram, usianya kira-kira 4 bulan . Pada usia
matang kelamin ikan gurami betina dapat bertelur sebanyak 6.000 butir
telur, ikan lele betina menghasilkan 1.000 - 4.000 butir telur sekali
memijah. Ikan gurami dapat bertelur sepanjang tahun, selang waktu
antara pemijahan yang satu dengan lainnya lebih kurang 40 hari.
Reproduksi pada umumnya terjadi sepanjang tahun dengan periode
intensif pada akhir musim kemarau menjelang musim penghujan. Ikan
lele memijah pada musim hujan.

Ikan kakap Lates erythropterus di laut China tingkat kematangan kelamin


dicapai mulai bulan Maret sampai April dan menurun pada bulan Juni.
Pada Lates kasmira di Samudera Hindia pemijahan berlangsung sekali
tetapi periodenya lama yaitu dari bulan November sampai bulan Maret.
Pada saat matang kelamin pertama kali ukuran ikan mencapai 20 cm.
Jumlah telur yang dihasilkan dipengaruhi oleh bobot tubuhnya.
Fekunditas ikan kakap berkisar antara 691.000 – 2.620.000, semakin
berat tubuhnya semakin banyak jumlah telurnya.
51

Kontrol hormonal reproduksi seksual


Reproduksi seksual pada hewan air dikontrol oleh hormon. Pada cacing
lur (Nereis) dari kelas Annelida gametogenesis dikontrol oleh hormon
yang dihasilkan oleh ganglia cerebral disebut neurohormon. Pada hewan
betina oogenesis merupakan proses target aktivitas neurohormon. Pada
Nereis sp. Differensiasi sel telur berkorelasi dengan level neurohormon
yang tinggi. Selama fase vitelogenesis titer neurohormon pada cacing ini
tetap tinggi. Selanjutnya aktivitas neurohormon akan menurun sehingga
memungkinkan terjadinya proses kemasakan sel gamet. Perkembangan
sel telur menuju kemasakan sempurnanya melalui proses pembentukan
cortical alveoli. Proses ini terjadi ketika ukuran sel telur telah mencapai
ukuran maksimal menjelang kemasakan akhir. Titer neurohormon
selanjutnya menjadi sangat rendah atau hilang sama sekali pada saat sel
telur cacing lur telah mencapai kemasakan sempurna dan siap memijah.

Pemijahan selalu diikuti dengan kematian pada hewan monotelik ini.


Hewan monotelik ialah hewan yang selama siklus hidupnya hanya
mengalami satu kali reproduksi dan setelah itu mereka mati. Ini berbeda
dari hewan politelik yaitu yang dalam siklus hiduonya melakukan
reproduksi beberapa kali.

Tangkai mata udang memiliki jaringan neuroendokrin yang


memproduksi Gonad Inhibiting Hormone (GIH). Hormon ini berfiungsi
menghambat perkembangan gonad. GIH diproduksi oleh medula
ganglionik terminalis atau disebut organ X. Tangkai mata juga
merupakan sumer Molt Inhibiting Hormone (MIH) yang berfungsi
menghambat Molting Hormone (MH) yang dihasilkan oleh kelenjar ganti
kulit atau disebut organ Y.

Kontrol reproduksi dan pergantian kulit (molting) pada udang secara


skematis dapat digambarkan dalam gambar 8.1.
52

Isyarat lingkungan
(temperatur, cahaya,
iklim)

Neurotransmitter

Tangkai mata Sistem syaraf pusat

MIH GIH GSH

Organ-Y Ovary
MH Hormon steroid

Ovary, Hepatopankreas, jaringan lain

Gambar 8.1. Kontrol reproduksi dan pergantian kulit (molting) pada


udang. MIH: molt inhibiting hormone; GIH: gonad inhibiting hormone;
GSH: gonad stimulating hormone; MH: molting hormone
53

Reproduksi pada ikan dikontrol oleh hipotalamus-hipofisis-gonad.


Kondisi lingkungan meliputi temperatur, cahaya, cuaca diterima oleh
reseptor dan diteruskan ke sistem saraf. Kemudian hipotalamus
melepaskan Gonad releasing hormone (GnRH) yang merangsang
kelenjar hipofisis untuk melepaskan Gonadotropic hormone (GTH) yang
mengontrol perkembangan dan pemasakan gonad serta pemijahan
(Yaron, 1995). Pada beberapa spesies ikan misalnya ikan salmon
mensekresi 2 macam hormon glikoprotein yang disebut gonadoprotein I
yang berperan dalam perkembangan gonad dan gonadotropin II yang
berperan dalam pematangan gonad dan pemijahan (Swanson et al.,
1991). Sistem kontrol reproduksi ikan secara umum dapat digambarkan
seperti dalam gambar 8.2.

Isyarat lingkungan
(temperatur, Hipotalamus GnRH
cahaya, iklim)
Hipofisis

Sintesis GTH
vitelogenin
di hati

Testosteron

Estradiol Telur
masak Ovulasi
Vitelogenesis

Gambar 8.2. Sistem kontrol reproduksi ikan. GnRH: gonad releasing


hormone; GTH: gonadotropic hormone
54

Produksi telur selain dikontrol oleh hormon juga dipengaruhiu oleh


ketersediaan bahan baku yang dibutuhkan. Selama proses oogenesis
terjadi akumulasi yolk dan butiran lemak. Telur ikan Mas misalnya
mengandung protein 17,6 – 22,7 %, lemak 2,2 – 7,3 %, abu 1,4 – 2,2 %
dan air 64,9 – 75 % (Linhart et al. 1995). Oleh sebab itu untuk
memberikan suplai bahan dasar bagi perkembangan telur diperlukan
pakan yang mengandung protein dan lemak yang cukup. Diketahui pula
bahwa telur ikan Mas mengandung asam amino diantaranya isoleusin,
leusin, valin, threonin yang mana asam-asam amino ini dapat disuplai
dengan memberikan pakan dari tepung kedelai. Selain asam amino,
tepung kedelai mengandung hormon fitoestrogen yang terbukti
berpengaruh positif terhadap peningkatan fekunditas ikan Mas (Pallisero
and Schumpter, 1992). Apakah fitoestrogen memiliki efek yang sama
terhadap fekunditas ikan Telestoi lainnya masih diperlukan penelitian
lebih lanjut.
55

VIII. PERGERAKAN DAN KOORDINASI

Pendahuluan

Hewan air bergerak dengan cara berenang atau berjalan diatas permukaan
dasar perairan bagi hewan yang memiliki kaki jalan. Protozoa yang
memiliki cilia dapat menggunakannya untuk melakukan pergerakan.

Didalam bab ini akan dibahas mengenai pergerakan hewan air


diantaranya adalah bagaimana ikan berenang dan juga pergerakan udang
dalam merespon adanya pakan disekitarnya. Pergerakan dan aktivitas
lainnya dikoordinasikan oleh sistem syaraf dan karenanya mekanisme
kerja sistem saraf akan dibahaas secara ringkas.

Bagaimana hewan air berenang

Kebanyakan hewan air bergerak dari satu tempat ke tempat lain dengan
cara berena ng dalam badan air. Tetapi beberapa hewan yang hidup
didasar perairan juga berjalan pada permukaan dasar perairan untuk
bergerak dari suatu tempat ketempat lainnya. Pergerakan dilakukan untuk
berbagai tujuan termasuk menghindarkan diri dari bahaya, migrasi dan
yang paling umum pergerakan dilakukan untuk mencari pakan.

Pada umumnya ikan bergerak dengan cara berenang, walaupun ikan lele
dapat merayap diatas tanah yang lembab. Untuk berenang ikan
mengandalkan kerangka tubuhnya sebagai kerangka kerja, otot-ototnya
untuk kekuatan dan sirip-siripnya untuk mendorong dan mengarahkan.
Otot-otot sebanyak 80% tubuh ikan memberikan kekuatan untuk
berenang. Otot-otot tersusun dalam arah berganda (myomere) sehingga
memungkinkan ikan bergerak ke arah manapun. Gelombang sinusoidal
mengalir dari kepala ke ekor. Sirip memberikan rel untuk dorongan dari
otot ke air.
Pada saat ikan berenang kekuatan pendorong berada pada arah ikan,
kekuatan mengangkat berlawanan dalam arah tegak lurus terhadap arah
dorongan. Kekuatan penarik atau penahan berlawanan dengan arah
56

gerakan ikan. Jika kekuatan pendorong lebih besar dari kekuatan penarik
maka ikan berenang dan arahnya selalu kedepan yakni kearah kepala.
Ikan melakukan dua tipe berenang:
1. Penjelajah: ikan berenang terus menerus untuk mencari pakannya,
ditemui pada tuna. Kaya akan myoglobin dan dapat mempertahankan
gerakan aerobik.
2. Berenang sesekali: ikan biasanya berada relatif pada tempat yang
sama seperti kebanyakan ikan koral.

Pada saat berenang sirip memiliki peranan yang penting. Sirip


memberikan kendali terhadap pergerakan dengan mengarahkan
dorongan, hantaran kesamping dan bahkan berperan sebagai rem. Ikan
harus mengendalikan gerakan baling-baling kedepan, gerakan mengoleng
dan gerakan menggulung. Hal ini dilakukan dengan bantuan sirip sebagai
berikut:
?? Sirip ekor memberikan dorongan dan mengontrol arah ikan.
?? Sirip pektoral mengontrol gerakan baling-baling kedepan dan
mengoleng, juga berperan sebagai rem yang menyebabkan penarikan.
?? Sirip pelvik mengontrol gerakan baling-baling kedepan.
?? Sirip dorsal dan sirip anal mengontrol gerakan menggulung.
Gerakan-gerakan tersebut dapat digambarkan seperti diagram dibawah
ini:

Gerakan baling-baling
kedepan

Gerakan
menggulung Gerakan
mengoleng
57

Hewan air selain melakukan gerakan berenang juga dapat berjalan di


permukaan dasar perairan dalam usaha mencari makan. Sebagai contoh
berikut ini akan dijelaskan bagaimana udang galah melakukan gerakan
sebagai respon terhadap pakan yang mengandung kemoatraktan.

Dalam merespon presentasi pakan udang galah (Macrobrachium


rosenbergii) melakukan gerakan yang dapat dikelompokkan kedalam tiga
perilaku gerakan makan yaitu: (1) gerakan orientasi, (2) gerakan mencari
dan mendekati pakan, (3) gerakan menemukan dan memakan pakan.

Gerakan orientasi terhadap pakan diawali dengan pelecutan antenula dan


kadang-kadang diikuti dengan gerak membersihkan antennula,
pemutaran antenula dan penarikan antenula. Pelecutan antennula
merupakan mekanisme merapatkan rambut-rambut aestetacs yang akan
memberikan peningkatan ketajaman pengenalan lingkungan kimiawi
yang ada disekelilingnya. Pelecutan antennula terjadi secara spontan kira-
kira 1 Hz, tergantung pada intensitas rangsang. Semakin tinggi
konsentrasi senyawa perangsang semakin tinggi frekwensi pelecutan
antennula. Misalnya pada perangsangan menggunakanan betain-HCl
konsentrai 1 M akan memberikan frekuensi pelecutan antennula lebih
tinggi dari konsentrasi 10-1 M, 10-2 M, 10-3 M dan seterusnya (Harpaz &
Steiner, 1990).

Pelecutan antennula dapat terjadi secara terus menerus tetapi


gerakannnya tidak ritmis dan tidak sinkron antara pelecutan antenula kiri
dan yang kanan. Pelecutan antenula ini membantu sirkulasi air disekitar
rambut-rambut aestetac sehingga memudahkan proses penerimaan
rangsang dari kemoatraktan. Fungsi pemutaran antennula adalah untuk
menegakkan rambut-rambut aestetac kedalam arus air, sehingga
memudahkan deteksi perubahan air disekeliling rambut-rambut tersebut
selama pergerakan. Pembersihan antenula berfungsi untuk
menghilangkan atau memindahkan bahan-bahan yang terperangkap atau
terselip diantara rambut-rambut aestetac pada antenula. Fungsi gerakan
penarikan antennula adalah untuk mekanisme perlindungan melawan
rangsang-rangsang kimiawi yang berbahaya.
58

Setelah gerakan orientasi pakan berhasil menunjukkan udang galah pada


lokasi pakan selanjutnya hewan ini akan bergerak mendekati pakan
dengan cara berjalan didasar perairan atau berenang.

Gerakan mencari pakan ini dipengaruhi oleh rangsang penarik kimia


(kemoatraktan) yang diterima oleh reseptor rambut-rambut aestetac yang
kemudian dikode untuk menjadi impuls saraf yang ditransmisikan ke
sistem saraf pusat untuk diterjemahkan kedalam respon yang sesuai. Jadi,
pergerakan sebagai respon terhadap rangsang kimia ini seperti halnya
pergerakan lain memerlukan koordinasi yang dilakukan oleh sistem
syaraf. Pada berbagai hew an sistem saraf ini berfungsi untuk koordinasi
yang mekanismenya akan dipaparkan dalam seksi berikut.

Fungsi saraf
Jika rangsang mengenai sistem syaraf akan diubah menjadi gelombang
elektrokimia yang ditrasmisikan sepanjang sistem saraf. Dalam berbagai
hewan air, misalnya pada cumi-cumi sistem syaraf tersusun dari sel-sel
saraf yang disebut neuron. Fungsi saraf telah banyak diteliti dengan
menggunakan neuron dari hewan ini, karena ukurannya yang cukup
besar.

Neuron secara garis besar tersusun atas badan sel, inti sel, akson hillock
yaitu pangkal akson yang melekat pada badan sel, akson yaitu juluran
yang memanjang dari badan sel dan berakhir pada ujung akson yang
berhubungan dengan dendrit dari neuron didekatnya. Pada hewan yang
berukuran besar untuk meningkatkan kecepatan konduksi impuls
dilakukan dengan konduksi melompat atau konduksi salto (saltatory
conduction) dari suatu titik pada bagian akson yang tidak terbungkus
myelin ke titik serupa yang lainnya. Hal ini hanya bisa terjadi pada akson
yang diinsulasi dengan lembar myelin dan membentuk nodus-nodus pada
area yang tidak diinsulasi, disebut nodus Ranvier. Lembar myelin
tersusun dari sekelompok sel-sel glial yang disebut sel Schwann yang
membungkus akson.
59

Antara ujung akson dari suatu neuron dengan neuron lainnya terdapat
suatu celah mikroskopik yang disbut synapse. Impulse yang sampai ke
synapse ditransmisikan dengan bantuan suatu senyawa kimiawi disebut
neurotransmitter, pada umumnya berupa neuropeptida. Namun, pada
beberapa spesies ikan impulse dapat ditransmisikan dari satu neuron ke
lainnya dengan transmisi elektrik yang tidak memerlukan
neurotrtansmitter.

Berdasarkan strukturnya neuron dapat dikelompokkan menjadi tiga


macam:
1. Neuron multipolar yaitu bahwa badan sel memiliki banyak juluran
yang mana salah satunya adalah akson dan lainnya adalah dendrit.
2. Neuron bipolar yaitu bahwa badan selnya memiliki dua juluran yang
satu adalah akson dan yang satunya lagi adalah dendrit.
3. Neuron unipolar yaitu hanya memiliki satu juluran yang kemudian
bercabang menjadi akson dan dendrit.

Berdasarkan fungsinya neuron dapat dikelompokkan menjadi:


1. Neuron afferent atau neuron sensory yang berasal dari area reseptor.
2. Neuron effernt atau neuron motor yaitu yang menuju efektor baik
berupa jaringan otot maupun kelenjar.
3. Neuron internuncial atau interneuron yaitu yang menghubungkan
antara neuron afferent dan neuron efferent.

Potensial rehat dan potensial aksi


Neuron bekerja dengan menghasilkan potensial aksi dan
mengkonduksikannya sepanjang sistem saraf. Potensial aksi adalah
gelombang aktivitas elektrik yang bergerak sepanjang neuron. Ini terjadi
karena selaput neuron secara elektrik tidak stabil, yang berarti bahwa
perbedaan potensial yang terjadi pada bagian dalam dan bagian luar
selaput neuron dapat berubah-ubah.

Neuron seperti halnya sel-sel lain memiliki perbedaan potensial antara


bagian dalam dan bagian luar selaput. Perbedaan potensial ini disebut
60

potensial selaput rehat, pada umumnya kira-kira –75 mV, sebelah dalam
selaput negatif terhadap sebelah luar. Dalam keadaan rehat seperti ini
selaput neuron permeable terhadap ion potasium (K+). Sebab dalam
keadaan rehat kanal potasium pada selaput neuron membuka dan
memungkinkan untuk dilewati oleh ion potasium. Pada saat rehat selaput
neuron sangat tidak permeable terhadap ion sodium, hanya kira-kira satu
per dua puluh limanya permeabilitas terhadap potasium.

Jika polaritaas selaput neuron berubah, bagian interior neuron berubah


dari bermuatan negatif menjadi bermuatan positif dalam beberapa
milidetik terjadilah potensial aksi. Dengan cara potensial aksi inilah
neuron membawa informasi. Potensial aksi ini merambat sepanjang
akson dengan kecepatan mencapai 120 meter per detik pada neuron
bermyelin. Pada neuron yang tak bermyelin kecepatannya hanya
mencapai 2,5 meter per detik, tetapi ini cukup tinggi karena ukuran
hewan yang memiliki neuron tak bermyelin biasanya kecil, misalnya
cumi-cumi. Dengan potensial aksi ini trnsmisi informasi tidak mengalami
penurunan, sehingga potensial aksi pada akson hillock persis sama
ukurannya dengan potensial aksi setelah sampai di akson terminal.
Adanya rangsang menyebabkan kanal ion sodium membuka dan selaput
neuron menjadi permeable terhadap ion sodium sehingga ion tersebut
bergerak mengikuti gradien konsentrasi menuju ke bagian dalam neuron.
Tetapi tidak semua rangsang menghasilkan potensial aksi. Hanya
rangsang yang melewati batas ambang saja yang menghasilkan potensial
aksi. Batas ambang potensial aksi ini adalah potensial selaput sebesar 10-
15 mV lebih besar dari potensial selaput rehat. Pada batas ambang
terjadilah mekanisme umpan balik positif dimana pemasukan awal ion
sodium mengakibatkan pemasukan ion sodium lebih lanjut dan
seterusnya. Perubahan awal pada selaput ini disebut depolarisasi. Segera
setelah kanal sodium membuka, lalu menutup, dan kanal potasium
membuka. Ini mengakibatkan potensial selaput mulai kembali pada
keadaan rehat, ini disebut repolarisasi dan menghasilkan pengeluaran
muatan positif dalam bentuk ion potasium dari bagian interior neuron.
Kanal potasium yang telah membuka selama potensial aksi relatif lambat
menutupnya, yang berarti bahwa terlalu banyak muatan positif hilang
dari neuron. Keadaan ini diatasi oleh pompa Na+/K+-ATPase yang
menukar sodium dengan potasium.
61

Transmisi potensial aksi


Transmisi potensial aksi dilakukan dengan menghasilkan arus lokal. Pada
saat potensial aksi muatan positif didalam akson ditarik kearah area yang
bermuatan negatif dari selaput yang berada dalam keadaan rehat
didekatnya. Aliran muatan positif ini akan menyebabkan potensial
selaput pada area tersebut menjadi mendekati batas ambang. Begitu batas
ambang tercapai maka dihasilkanlah potensial aksi. Kejadian semacam
ini terus berlanjut disepanjang akson sampai ke akson terminal. Pada
akson bermyelin transmisi potensial aksi bisa jauh lebih cepat karena
potensial aksi bukan mendepolarisasi area selaput didekatnya tetapi
potensial aksi tersebut melompat dari satu nodus Ranvier yang satu ke
yang berikutnya. Transmisi potensial aksi semacam itu disebut konduksi
melompat (saltatory conduction). Pada akson bermyelin pergerakan ion
yang diperlukan untuk menghasilkan potensial aksi terhalang oleh
pembungkus myelin tersebut, kecuali pada area membran yang tak
terbungkus. Karena itu, tempat pergerakan ion hanya terjadi pada nodus
Ranvier yang tak dibungkus myelin, sehingga potensial aksi nampak
melompat dari satu nodus ke nodus berikutnya disepanjang akson.
Dengan cara ini kecepatan transmisi potensial aksi meningkat.

Sesampainya di akson terminal potensial aksi harus ditransmisi untuk


mel;ewati celah yang disebut dengan synapse. Transmisi dapat terjadi
melalui synapse elektrik atau epaphase atau melalui synapse dengan
bantuan neurotransmitter. Pada synapse elektrik terdapat penghubung
celah yang disebut connexon yang merupakan porus protein terletak
diantara selaput presinaptik dan selaput postsinaptik. Ion-ion akan
melalui connexon dari presinaptik ke postsinaptik. Synapse elektrik
memungkinkan potensial aksi berjalan satu arah saja dari neuron
presinaptik ke post sinaptik. Sinapse elektrik terdapat pada Annelida,
Arthropodan dan Moluska. Sinapse ini juga terdapat pada Vertebrata.
Pada ikan sinapse elektrik berperan dalam reaksi melarikan diri. Jika
diganggu ikan akan berenang menjauh dari bahaya. Synapse elktrik ini
penting bagi ikan sehingga mereka dapat menghindari bahaya.
62

Transmisi potensial aksi umumnya terjadi melalui synaps kimiawi.


Depolarisasi pad ujung presinaptik menghasilkan aliran ion sodium
kedalam terminal presinaptik. Ion sodium masuk melalui kanal sodium
yang membuka sebagai respon terhadap depolarisasi. Efek aliran ion
sodium ini diantaranya mengaktifkan enzim kalsium/kalmodulin-
dependent protein kinase 1. Enzim ini memfosforilasi substrat
menghasilkan synapsin. Bilamana difosforilasi synapsin lepas dari
vesikula memungkinkan vesikula berfusi dengan selaput presinaptik.
Dengan proses eksositosis neurotransmitter dilepaskan kedalam synapse
dimana kemudian berdifusi dan berkombinasi dengan reseptor spesifik
pada selaput postsinaptik. Setelah neurotransmitter berkombinasi dengan
reseptornya, ini dapat mempengaruhi potensial selaput pada post
sinaptik. Beberapa neurotransmitter yang telah diketahui adalah sebagai
berikut:

Tabel 8.1. Neuro transmitter yang telah diketahui pada hewan air
Senyawa Hewan
Asetilkolin Cacing pipih, moluska, vertebrata
Dopamin Moluska, crustacea, vertebrata
Noradrenalin (norepinefrin) Cnidaria, moluska, vertebrata
Serotinin Annelida, vertebrata
Glutamat Crustacea, vertebrata
Aspartat Crustacea, vertebrata
Asam ?-aminobutirat (GABA) Annelida, vertebrata
Proctolin Moluska, annelida
Ademosin Sipuncula

Untuk mencegah terjadinya aktivasi terusmenerus dengan dilepaskannya


neurotransmitter kedalam synapse, maka harus ada mekanisme
mengeluarkan neurotransmites dari synapse. Yang paling mudah adalah
dengan metabolisme senyawa neurotransmitter didalam synapse. Sebagai
contoh neurotransmitter asetilkolin dimetabolisme oleh enzim asetilkolin
esterase sebagai berikut:
Asetilkolin asetat + kolin
Asetat memasuki kembali sirkulasi dan kolin ditransport secara aktif
kemali ke neuron presinaptik dimana ini dapat disentesis kembali
menjadi asetilkolin. Cara lainnya untuk mengeluarkan neurotransmitter
63

dari synapse adalah dengan mengangkut neurotransmiter kedalam sel dan


memecahnya secara intraseluler.

Kerja syaraf selalu diawali oleh rangsang yang diterima oleh reseptor.
Berdasarkan tipe rangsangnya reseptor dapat dikalsifikasikan sebagai
berikut:
?? Kemoreseptor; merupakan reseptor bagi rangsang kimia
?? Mekanoreseptor; untuk rangsang mekanik
?? Termoreseptor; untuk rangsang temperatur,
?? Fotoreseptor untuk rangsang sinar
?? Elektro reseptor untuk rangsang elektrik, dan
?? Magnetoreseptor untuk rangsang magnetik.

Bagi hewan air yang tidak mengandalkan viual kemoreseptor sangat


penting fungsinya. Udang galah misalnya, sangat mengandalakan
kemoatraktan untuk menemukan pakannya, sehingga kemoreseptor
sangat penting peranannya. Mekanoreseptor juga sangat penting bagi
ikan. Gurat sisi pada ikan merupakan mekanoreseptor yang memberikan
informasi mengenai gerakan ikan tersebut maupun informasi mengenai
gerakan didekatnya. Elektroreseptor penting bagi ikan yang dalam
mencari pakannya menggunakan bidang elektrik mangsanya. Ikan pari,
hiu dan lele mengandalkan elektroreseptor untuk menemukan
mangsanya. Contoh elektroreseptor adalah ampula Lorenzini pada ikan
hiu dan ikan pari. Magnetoreseptor penting bagi jewan air misalnya ikan
hiu untuk mengetahui informasi tentang bidang magnet bumi sehingga
dapat dipakai sebagai penunjuk arah.
64

DAFTAR BACAAN LANJUT

Dall, W., B. J. Hill; P. C. Rithisberg and D. J. Sharples, 1990,The


Biology of Penaeidae, Academic Press, London.

De Silva, S. S, 1998, Tropical Mariculture, Academic Press, London,


UK.

He, H. & L. Lawrence, 1993, Vitamin C requirements of the shrimp


Penaeus vannamei. Aquaculture, 114: 305-316.

Kay, I., 1998, Introduction to Animal Physiology, Bios Scientific


Publisher, Springer-Verlag, New York, USA.

Kumar, S. and M. Tembhre, 1997, Anatomy and Physiology of Fishes,


Vikas Publishing House PVT LTD, New Delhi, India.

Lan, C. C. and B. S. Pan, 1993. In-vitro pencernaanbility stimulating the


proteolysis of feed protein in the midgut gland of grass shrimp
(Penaeus monodon). Aquaculture, 109: 59-70.

Linhart, O. S., Kudo, R. Billard, V. Slechta, V. Mikodina, 1995,


Morphology composition and fertilization of carp eggs: A review.
Aquaculture, 129: 75-93.

National Research Council, 1993, Nutrients requirement for fish.


National Academic Press, Washington, USA.

Schmidt-Nielsen, K., 1990, Animal Physiology – Adaptation and


Environment, Fourth Edition, Cambridge University Press,
Cambridge, New York, Port Chester, Melbourne, Sydney.

Yaron, Z., 1995. Endocrine control of gametogenesis and spawning


induction in the carp. Aquaculture, 129: 49-73.

Anda mungkin juga menyukai