Anda di halaman 1dari 3

Nama : Mailalizama

NIM : 01011182227131

Mata Kuliah : Ujian Akhir Semester Bahasa Indonesia Kelas A Manajemen Indralaya

Hari/Tanggal : Senin/28 November 2022

1. Menulis teks eksposisi

Bahaya Merokok

Rokok merupakan salah satu barang yang mengandung zat adiktif berupa
nikotin yang bisa menyebabkan ketergantungan. Berbahaya bagi perokok itu
sendiri dan orang orang disekitarnya. Orang yang merokok disebut perokok aktif
dan orang yang menghisap asap rokok dari perokok aktif disebut perokok pasif.

Rokok sendiri sudah banyak dikonsumsi masyarakat terutama di kalangan


anak muda, bukan hanya anak muda saja bahkan anak-anak, remaja dan orang
dewasa banyak yang mengkonsumsi rokok. Di Indonesia sendiri sudah hal yang
biasa jika terdapat anak muda yang merokok, karena menurut mereka supaya
terlihat keren. Hal ini disebabkan oleh pergaulan yang salah, faktor lingkungan
dan kurangnya perhatian dari orang tua.

Oleh sebab itu, jauhilah rokok dan orang-orang yang merokok. Karena tanpa
disadari suatu saat nanti bisa saja tergiur untuk merokok. Maka carilah
lingkungan yang baik dan bertemanlah dengan orang-orang yang baik agar bisa
menjadi contoh yang baik untuk generasi-generasi selanjutnya.

2. Menulis kutipan

Mengarang Sebagai Wadah Ekspresi Diri

Menjadi seorang penulis sering dianggap remeh oleh orang-orang yang tidak
tau bagaimana proses dalam menulis. Padahal mengarang sebuah tulisan itu
merupakan suatu hal yang sulit. Namun tidak sedikit juga yang menganggap
bahwa menulis adalah seni dalam menuangkan ide-ide yang cemerlang. Menulis
membuat seseorang menjadi lebih lega karena bisa mengeluarkan kata-kata
yang tidak bisa disampaikan kepada orang lain secara langsung. Karena
mengarang sendiri pun seseorang bisa dengan mudah melakukannya. Hal ini
sesuai dengan pendapat Atmowiloto (2004:2) yang menyatakan bahwa
"Mengarang, bisa dilakukan anak-anak, remaja, orang tua, bahkan pensiunan.
Seperti naik sepeda atau berenang, sekali menguasai bisa seterusnya. Tak akan
lupa, atau menjadi tak bisa. Yang diperlukan hanyalah mengenal unsur-unsur
dalam mengarang: ide atau ilham, cara menyusun, menggambarkan tokoh.
Selebihnya latihan. Rasanya, asal bukan buta huruf total, semua orang bisa
mengarang."

Tidak jarang juga penulis terkadang menuangkan kisah hidupnya. Yang


mungkin bisa menjadi motivasi bagi pembaca nya diluar sana. Tidak peduli
bagaimana latar belakang orang yang mengarang cerita walaupun cuma lulusan
SMP. Selama tidak ada unsur negatif yang dituangkan di dalamnya maka itu
merupakan suatu apresiasi yang sangat baik. Terkadang karangan juga tidak
selalu tentang kisah nyata seseorang. Karangan fiksi juga banyak yang telah
diterbitkan, seperti di negara Indonesia pada tahun 2005 penulis fiksi booming.
Hal ini sesuai dengan pendapat Luna Torashyngu dan Donna Widjajanto (2012:5)
yang menyatakan bahwa "Sejak 2005, terjadi booming pengarang di dunia fiksi
Indonesia. Mendadak banyak yang bisa menjadi pengarang fiksi. Mendadak
muncul nama-nama baru yang langsung melesat jadi bintang. Mendadak pula,
banyak yang ingin menjadi pengarang fiksi."

Agar bisa menjadi pengarang yang bisa dikenal oleh banyak orang,
mengarang harus selalu dilakukan secara konsisten dan belajar dari pengalaman
yang sudah didapatkan. Jangan pernah menyesali pengalaman yang sudah kita
dapatkan. Pengalaman yang manis maupun pahit akan membawamu kepada
pribadi yang lebih bijak. Mungkin saja dibalik pengalaman itu ada sebuah
harapan bagi seseorang untuk hidupnya dikemudian hari. Karena pengalaman
yang seadanya mampu menyajikan suatu karangan yang luar biasa. Hal ini
sesuai dengan pendapat Seno Gumira Ajidarma (1997:330) yang menyatakan
bahwa "Pengalaman yang biasa-biasa saja, jika dituliskan dengan intensitas dan
kepekaan artistik, bisa menjadi sebuah cerita yang luar biasa".
DAFTAR PUSTAKA

Atmowiloto, Arswendo. 2004. Mengarang Itu Gampang. Jakarta: Gramedia


Pustaka Utama.

Torashyngu, L dan Widjajanto, D. 2012. When Author Meets Editor. Jakarta:


Gramedia Pustaka Utama.

Adjidarma, S, G. 1997. Ketika Jurnalisme Dibungkam, Sastra Harus Bicara.


Yogyakarta: Bentang Budaya.

Anda mungkin juga menyukai