Anda di halaman 1dari 1

SINGKATNYA SEPERTI INI

Nama saya Raihanah Asshifah, di sekolah saya biasa dipanggil Rai atau Raihanah, anak pertama
dari empat bersaudara. Saya lahir di Jakarta, 29 Desember 2003 dan sekarang tinggal di Depok
dan bersekolah di Jakarta.

Tidak banyak yang bisa diingat dari masa kecil saya, jika dilihat dari tahun kelahiran, saya mulai
masuk ke taman kanak-kanak pada tahun 2008. Pada awal masuk saya selalu diantar oleh asisten
rumah tangga, tapi seiring berjalannya waktu saya dibiarkan berangkat sendiri karena memang
jarak sekolah yang terbilang cukup dekat dari rumah.

Setelah lulus taman kanak-kanak, saya melanjutkan sekolah ke SD negeri di Depok. Saya
bersekolah di sana hanya sampai kelas dua, setelah naik ke kelas tiga, orang tua saya
memindahkan saya ke sekolah islam di Limo. Di sana saya melanjutkan pendidikan sampai ke
jenjang SMP. Namun pada kenaikan kelas kelas delapan, orang tua saya memutuskan untuk
memindahkan saya lagi ke SMP Muhammadiyah 1 Jakarta karena menganggap jika saya tetap
bersekolah di sana, saya tidak akan bisa maju karena banyak hal yang dilarang oleh pihak
sekolah.

Pindah ke sekolah yang baru membuat saya harus mengulang kembali kelas tujuh karena
kebijakan dari sekolah. Di sekolah yang baru, saya mendapat banyak teman baru bahkan saya
mendapat teman dekat. Semua berjalan dengan sempurna, saya mendapat nilai bagus, aktif di
kegiatan ekstrakulikuler dan kegiatan organisasi. Semuanya berubah ketika saya naik ke kelas
delapan, teman yang dulu saya anggap dekat mulai melakukan bullying secara verbal dan tanpa
alasan yang jelas mereka mulai menjauhi saya dan menghasut teman yang lain untuk membenci
saya. Pada saat itu saya sempat mengalami depresi, tapi berkat diri saya sendiri yang tidak ingin
hidup dalam lingkaran itu, saya mulai mencoba untuk bangkit kembali.

Setelah lulus SMP, saya melanjutkan pendidikan ke SMA Suluh di Jakarta. Di SMA, semuanya
mulai membaik. Dikarenakan pandemi, saat kelas sepuluh saya dan teman-teman harus
melakukan pembelajaran secara online. Meskipun pada pembelajaran online sulit untuk
memahami pelajaran, setidaknya dengan tidak bertemu dengan orang baru untuk sementara
waktu, sedikitnya bisa membantu saya untuk menyembuhkan luka di hati.

Setelah dua tahun menjalani pembelajaran secara online, di saat corona sudah mulai mereda,
pemerintah sudah membolehkan pembelajaran tatap muka, ada kesenangan dan kepanikan
sendiri ketika saya mendapat pengumuman itu. Senang karena akhirnya bisa terbebas dari kode
zoom, panik karena saya harus bertemu dengan orang baru dan diharuskan untuk beradaptasi
dengan lingkungan baru setelah hampir dua tahun hanya berada di rumah.

Bisa dibilang, masa-masa SMP adalah masa terburuk saya. Di kelas dua belas sekarang,
semuanya terasa lebih menyenangkan karena saya mendapat teman sekelas yang ramah dan
friendly. Senang rasanya ketika bisa diterima di lingkungan ini.

Anda mungkin juga menyukai