MATA KULIAH
PRAKTIKUM MIKROBIOLOGI TERAPAN
Oleh :
2. Penyusun
Penanggung Jawan MK : Dr. Drs. Maria Erna K., M.Sc
Anggota : 1. Pramita Sari Anungputri, S.TP., M.Si.
2. Dr. Ir. Suharyono A.S., M.T.
3. Diki Danar Tri Winanti, S.T.P., M.Si.
Prof. Dr. Ir. Purnomo, M.S. Dr. Drs. Maria Erna K., M.Sc
NIP. 196406131987031002 NIP. 196211291987032002
Menyetujui,
Ketua LP3M Universitas Lampung
LEMBARPENGESAHAN ............................................................................................
DAFTAR ISI ..................................................................................................................
DAFTAR TABEL ..........................................................................................................
DAFTAR GAMBAR .....................................................................................................
Tata Tertib dan Good Laboratory Practise (GLP) Praktikum Mikrobiologi Terapan ...
Materi Praktikum Mikrobiologi Terapan:
Bab 1. PENGENALAN ALAT LABORATORIUM
Bab 2. METODE ASEPTIS DAN STERILISASI
Bab 3. TEKNIK KULTIVASI DAN PRESERVASI KULTUR
Bab 4. TEKNIK PRESERVASI KULTUR
Bab 5. ISOLASI MIKROORGANISME
Bab 6. OBSERVASI MIKROBA DENGAN MIKROSKOP
Bab 7. PEWARNAAN GRAM
Bab 8. KUANTIFIKASI MIKROBA
Bab 9. PENGARUH FAKTOR LINGKUNGAN TERHADAP PERTUMBUHAN
MIKROBA
TATA TERTIB DI LABORATORIUM
1. Setiap peserta wajib menghadiri praktikum 100% dengan toleransi
keterlambatan maksimal 10 menit.
2. Semua tas dan benda lain yang tidak ada hubungannya dengan
praktikum diletakkan pada tempat yang telah disediakan.
3. Selama mengikut praktikum praktikan di wajibkan mengenakan jas
laboratorium penggunaan jas laboratorium tidak saja dapat
melindungi diri para praktikan dari kontaminasi akan tetapi juga agar
saudara dapat terhindar dari kotoran ataupun zat warna yang mungkin
dipakai.
4. Setiap praktikan diwajibkan menjaga kebersihan meja dan alat-alat
laboratorium yang digunakan.
5. Setiap praktikan harus mencuci tangan sebelum ataupun sesudah
praktikum di laksanakan.
6. Selama praktikum berlangsung dilarang makan, minum, merokok dan
menggunakan handphone.
7. Setiap kelompok mahasiswa praktikum bertanggung jawab atas
kebersihan alat-alat yang digunakan masing-masing kelompok.
8. Setelah praktikum selesai, setiap peserta praktiukum wajib
membersihkan meja ataupun alat-alat yang telah digunakan serta
membuang sampah atau kotoran sisa praktikum,
9. Biakan mikrobia yang tidak terpakai lagi, harus dibuang/diletakkan di
tempat khususyang telah disediakan atau disterilkan dengan
autoklaf kemudian segera dicuci.
10. Dilarang membuang biakan sisa atau habis pakai dan pewarna sisa
disembarang tempat. Bahan tersebut harus dibuang di tempat yang
telah disediakan.
11. Laporkan segera jika terjadi kecelakaan kepada asisten.
12. Praktikan meninggalkan laboratorium dalam keadaan bersih
1
8) Memcuci jas lab sesegera mungkin setealh menggunakannya di
lab mikrobiologi.
9) Menggunakan alas kaki yang tertutup
10) Selalu mencuci tangan dengan air dan sabun sebelum dan setelah
bekerja.
11) Menggunakan sarung tangan apabila diperlukan dan
membuangnya pada tempat sampah khusus yang terkontaminasi.
12) Menggunakan alat pelindung yang tepat
13) Selalu mengelap tempat kerja dengan desinfektan ssebelum dan
setelah bekerja.
14) Tidak makan, minum, merokok, menyimpan atau meyiapkan
makanan , dan mengenakan kosmetik di dalam laboratorium.
15) Menyimpan barang pribadi diluar laboratorium
3. Dalam penyimpanan kultur, setiap kultur harus diberi label kultur,
tanggal dibuat, dan nama pembuat.
4. Alat gelas/kultur/media yang terkontaminasi harus diterilisasi terlebih
dahulu sebelum dicuci.
5. Alat atau bahan yang sudah dipakai dibersihkan dan dibuang sesuai
dengan prosedur yang telah ditetapkan.
6. Memipet bahan atau kultur tidak boleh dilakukan dengan
menggunakan mulut. Hindari adanya tumpahan saat memipet.
7. Apabila kultur tumpah atau terkontaminasi, segera didekontaminasi
(10 x volume tumpah) 3% iodofor atau 1:100 khlorox
8. Apabila kultur mikroorganisme tercecer, tuang desinfektan, seka
dengan kertas merang, dan buang ditempat sampah khusus.
9. Apabila tabung mikroorganisme pecah, tuang desinfektan, sapukan,
dan buang pada tempat khusus.
10. Minimalkan pembentukan aerosol saat membuka vial kultur,
sentrifugasi, pencampuran, atau pemecahan sel.
11. Secara periodic lakukan pembersihan pada refrigerator, incubator,
clean bench, freezer, dan waterbath.
12. Lup inokulasi dan jarum inokulasi harus disterilkan dengan
memijarkan seluruh Panjang kawat sebelum dan sesudah setiap
penggunaan.
13. Api bunsen harus dimatikan apabila tidak digunakan
14. Pipet yang akan digunakan lebih dari satu kali harus diletakan pada
penyangga ppet
15. Pipet, tip pipet, kaca objek, kaca cover yang telah digunakan
disimpan pada wadah yang berisi desinfektan
16. Pekerjaan mikrobiologis harus dilakukan pada ruang khusus
17. Pada saat pemindahan media dan biakan, aliran udara dari luar
seminimal mungkin.
18. Idealnya, ruang tempat pemindahan media dan kultur tidak dimasuki
orang yang menggunakan alas kaki atau dilakukan di dalam clean
bench.
2
PRAKTIKUM MIKROBIOLOGI TERAPAN
A. Deskripsi
Mata kuliah ini mencakup prinsip analisis dasar mikrobiologi
seperti metode aseptis dan sterilisasi, teknik isolasi, kultivasi, dan
preservasi kultur mikroba, teknik enumerasi mikroba, teknik identifikasi
mikroba, dan faktor intrinsic dan ekstrinsik yang mempengaruhi
pertumbuhan mikroba. Praktikum ini juga mencakup prinsip penggunaan
alat instrumen diantaranya mikroskop dan spektrofotometer.
C. Materi Praktikum
1. Pengenalan alat
2. Metode Aseptis dan sterilisasi
3. Teknik enumerasi mikroba
4. Teknik isolasi dan karakterisasi mikroba termasuk pewarnaan Gram
5. Kurva pertumbuhan mikroba
3
BAB 1
PENGENALAN ALAT LABORATORIUM
I. PENDAHULUAN
Peralatan laboratorium yang sangat erat kaitannya dengan
dunia mikrobiologi yaitu mikroskop. Mikroskop dapat digunakan
untuk melihat mikroba yang memiliki ukuran sangat kecil. Mikroskop
dibedakan menjadi mikroskop cahaya dan mikroskop electron.
Mikroskop cahaya denan sumber penerangan lampu pijar ataupun
cahaya matahari langsung dapat digunakan untuk melihat
mikroorganisme hingga perbesaran lensa objektif 100x dan lensa
okuler 10x. Bagian-bagian mikroskop ditunjukan pada gambar berikut
4
dengan suhu selama 15 menit 15. Bentuk dan bagian-bagian autoclave
ditunjukan pada gambar dibawah.
5
Colony counter berguna untuk mempermudah perhitungan
koloni yang tumbuh setelah diinkubasi di dalam cawan karena adanya
kaca pembesar pada alat tersebut. Selain itu alat tersebut dilengkapi
dengan skala/ kuadran yang sangat berguna untuk pengamatan
pertumbuhan koloni yang sangat banyak. Jumlah koloni pada cawan
petri dapat ditandai dan dihitung secara otomatis oleh alat berdasarkan
tekanan yang diberikan.
II. TUJUAN
Praktikum ini bertujuan untuk mengetahui berbagai peralatan
yang digunakan pada pratikum mikrobiologi beserta cara
penggunaannya.
6
III. ALAT DAN BAHAN
Peralatan yang digunakan pada praktikum kali ini yaitu
mikroskop, autoklaf, incubator, laminar air flow, colony counter,
cawan petri, tabung reaksi, tabung durhan, gelas piala, erlenmeyer,
pipet, mikropipet, kaca preparat, hemasitometer, jarum ose, pembakar
bunsen, dan rak tabung reaksi.
7
dengan bersebrangan, lalu tutup dibuka perlahan dari belakang.
Dan keluarkan alatnya.
8
BAB 2
METODE ASEPTIS DAN STERILISASI
LANDASAN TEORI
Kultur disebut murni apabila kultur ini hanya terdiri dari satu
spesies mikroba saja (Cappuccino dan Sherman, 1983). Pekerjaan di
laboratorium mikrobiologi pada umumnya melibatkan berbagai kultur
murni. Jika spesies mikroba yang lain masuk secara tidak sengaja ke
dalam kultur murni, kultur tersebut dikatakan telah terkontaminasi, dan
tidak lagi dikatakan sebagai kultur murni tetapi kultur campuran.
Kemungkinan terjadinya kontaminasi ini merupakan hal yang harus
diperhatikan karena kontaminan ini akan mempengaruhi hasil pengujian
yang sedang dilakukan, atau akan terjadi kesalahan hasil. Oleh karena itu,
untuk mempertahankan kultur tetap murni, medium pertumbuhan yang
digunakan harus steril dan kontaminasi harus dicegah.
Pada saat telah diperoleh kultur yang murni, maka hal-hal yang harus
diperhatikan (Sumbali dan Mehrotra, 2009):
1. Seluruh material yang akan berhubungan langsung dengan mikroba
harus steril.
2. Seluruh media yang digunakan untuk menumbuhkan sel juga harus
steril.
Metode yang digunakan untuk memelihara kultur murni atau
bekerja dengan kultur murni disebut metode aseptis (Gunasekaran, 2005).
Prosedur umum yang harus diikuti setiap bekerja dengan kultur murni
adalah:
1. Medium pertumbuhan dan tempatnya harus steril
2. Tempat pertumbuhan harus selalu ditutup untuk mencegah masuknya
debu yang membawa mikroba dan aerosol. Apabila penutup harus
dibuka, harus dalam waktu yang sesingkat mungkin, dilarang
meletakkan penutup pada sembarang tempat.
3. Peralatan (ose dan pipet) dan larutan yang digunakan untuk pekerjaan
harus steril. Apabila tidak steril, ose atau pipet ini akan mentransfer
kontaminan pada kultur murni.
4. Ose yang telah selesai digunakan harus disterilkan dan pipet yang telah
digunakan untuk memindahkan kultur harus ditempatkan pada larutan
disinfektan sesegera mungkin.
5. Area tempat bekerja juga harus dijaga agar tidak terkontaminasi
dengan kultur yang digunakan.
Sebelum memulai acara-acara praktikum mikrobiologi terlebih dahulu
harus diketahui cara memindahkan sel secara aseptis. Beberapa hal yang
perlu diperhatikan adalah:
1. Jangan digunakan ose yang belum steril untuk menyentuh kultur. Hal
ini bertujuan untuk mencegah terjadinya kontaminasi.
2. Mulut tabung harus dipanasi baik pada saat ose dimasukkan atau saat
dikeluarkan dari tabung. Pemanasan pertama ditujukan untuk mencegah
masuknya udara luar yang membawa partikel debu masuk ke dalam
9
tabung, sedang pemanasan kedua ditujukan untuk membakar sel-sel yang
jatuh atau menempel pada mulut tabung saat ose dimasukkan atau ditarik.
3. Diusahakan tabung dalam kondisi terbuka dalam waktu yang
sesingkat-singkatnya. Dihindari menempatkan tutup tabung pada
permukaan area pekerjaan atau menyentuhnya. Diusahakan agar tutup
tabung tidak bersinggungan dengan sumber kontaminan.
4. Ose yang telah digunakan harus disterilkan untuk mencegah
kontaminasi.
2.2. STERILISASI
LANDASAN TEORI
Dalam mikrobiologi sterilisasi merupakaan suatu proses untuk
mematikan semua mikroorginisme hidup beserta sporanya yang ada pada
bahan atau benda. Obyek yang terbebas dari kehidupan mikroba disebut
steril. Sterilisasi merupakan salah satu cara untuk mengontrol mikroba,
sedang cara yang lain adalah dengan menghambat pertumbuhan mikroba.
Namun sterilisasi berbeda dengan cara yang kedua, dalam hal, bahwa
pada sterilisasi seluruh mikroba yang ada beserta sporanya dimatikan
atau dihilangkan dan obyek menjadi steril (Jay, 2005). Proses sterilisasi
yang paling sederhana dilakukan yaitu dengan memanaskan jarus ose
pada api bunsen ketika akan memindahkan biakan atau mikroorganisme.
Sterilisasi adalah hal yang penting dalam melakukan aktivitas
laboratorium terutama yang melibatkan mikroba. Karena pada umumnya
percobaan dilakukan menggunakan kultur murni. Bekerja dengan kultur
murni memerlukan beberapa persyaratan, yaitu media nutrien serta
tempat untuk pertumbuhan harus steril, demikian pula segala peralatan
yang terkait. Seandainya sterilisasi tidak dikerjakan, mikroba kontaminan
akan tumbuh dan hasil yang seharusnya diperoleh dari percobaan
menggunakan kultur murni akan menyimpang. Secara umum terdapat
tiga cara sterilisasi yang dapat dilakukan yaitu dengan mengunakan agen
fisik (panas), agen kimia, dan penyaringan (filtrasi). Kedua agen fisik dan
kimia mempengaruhi struktur dan fungsi mikroba. Bagian sel dari
mikroba yang dapat rusak dan mengakibatkan malfungsi diantaranya
adalah dinding sel, membrane sel, sitoplasma, enzim, dan asam nukleat.
Kondisi dimana mikroba dapat mati secara langsung akibat perlakuan
tersebut disebut efek mikrobisidal, sedangkan efek mikrobisatik adalah
kondisi dimana kapasitas reproduktif sel dihambat dan jumlah populasi
mikroba diijaga konstan (Jay, 2005).
Pemilihan metode sterilisasi disesuaikan dengan kondisi bahan yang akan
disterilkan, jenis mikroba yang terlibat, dan tujuan dari syterilisasi itu
sendiri (Jay, 2005). Berikut ini adalah beberapa jenis metode sterilisasi
yang biasa digunakan untuk megontrol pertumbuhan mikroba yang tidak
diinginkan:
10
obyek yang akan disterilkan pada nyala api. Cara ini dapat mencegah
adanya kontaminasi mikroba dari udara pada saat pemindahan kultur
karena panas dan gas yang ditimbulkan oleh api Bunsen dapat
membunuh mikroba pada permukaan alat sehingga tidak bisa masuk
ke dalam alat dan mencegah kontaminasi. Nyala api dengan suhu
tinggi ini akan membunuh seluruh mikroba yang ada pada obyek.
Metode api langsung ini biasanya digunakan untuk sterilisasi ose,
forceps, mulut tabung reaksi saat memindahkan kultur secara aseptis
(Wheelis, 2008). Metode api langsung biasanya dikombinasikan
dengan penggunaan cairan alkohol 70% sebagai larutan pembilas.
b. Panas kering (oven udara kering). Sterlisisai kering dilakukan dengan
menggunakan udara panas pada suhu yang tinggi tanpa adanya uap air.
Hal ini menyebabkan diperlukannya suhu yang lebih tinggi
dibandingkan dengan sterilisasi basah. Pada proses sterilisasi ini,
endospore bakteri akan mati pada suhu 160-175oC. Suhu yang
digunakan untuk sterilisasi panas kering adalah 160oC selama 90
menit sampai 3 jam (Gunasekaran, 2005). Pada table 1 disajikan
hubungan antara suhu dan waktu yang dapat digunakan untuk
sterilasasi kering. Sterilisasi kering digunakan untuk bahan-bahan
yang tidak mudah rusak, menyala, hangus, dan menuguap pada suhu
tinggi seperti pada tabung reaksi, cawan petri, botol sample, bahan-
bahan yang tidak tembus uap (gliserin, minyak, vaselin), dan dan
bahan-bahan serbuk. Obyek yang akan disterilkan ditempatkan pada
oven udara panas dan dibakar sampai seluruh mikroba terbunuh.
Panas kering dapat membunuh mikroba karena terjadi oksidasi
struktur sel dan makromolekul. Panas kering tidak dapat digunakan
untuk sterilisasi cairan (seperti media cair) karena kebanyakan cairan
akan mendidih pada suhu 100oC, dan selama mendidih temperaturnya
tidak akan naik. Pendidihan belum tentu dapat mensterilkan obyek,
karena bebrapa spora bakteri tetap bertahan dengan pendidihan selama
berjam-jam pada suhu 100oC.
11
ini akan mendenaturasi atau mengkoagulasi protein pada organisme
hidup sehingga akan mematikannya. Sterilisasi basah dapat digunakan
untuk mensterilkan bahan yang dapat ditembus uap air dan tidak rusak
bila dipanaskan pada suhu 110-121oC. Bahan-bahan yang biasa
disterilkan dengan cara basah yaitu medium biakan yang umum, air
suling, peralatan laboratorium, biakan yang akan dibuang, medium
tercemar dan bahan-bahan dari karet. Medium seperti kaldu
fermentasi, gelatin nutrient dan susu litmus akan rusak bila dipanaskan
pada suhu 121oC.
Sterilisasi tanpa panas
a. Filtrasi. Sterilisasi dengan menggunakan penyaringan atau filtrasi
dilakukan dengan menggunakan filter yang memiliki ukuran pori 0,4
µm sehingga bakteri dan sel-sel yang lebih besar tertahan dalam filter
dan dihasilkan filtrat yang bebas bakteri, ukuran pori 0,22 µm untuk
membebaskan bahan dari virus (Wheelis,2008). Filtrasi ini dilakukan
untuk mensterilisasi bahan-bahan yang peka terhadap panas seperti
serum, enzin, toksin bakteri, vitamin dan antibiotic. Pada cara ini
mikroba tidak dimatikan tetapi dihilangkan. Liquid yang akan
disterilkan dilewatkan pada filter yang pori-porinya sangat kecil
sehingga tidak bisa lewat. Filter yang digunakan untuk sterilisasi ada
beberapa macam, tetapi yang paling sering digunakan adalah filter
membran. Filter membran adalah material yang sangat tipis terbuat
dari selulosa asetat atau polikarbonat dengan ukuran pori-pori yang
bervariasi. Sebelum sterilisasi, filter membran dan peralatannya
disterilkan terlebih dahulu (biasanya menggunakan autoklaf).
b. Sterilisasi Kimia. Sterilisasi kimiawi dilakukan pada suhu ruang
sebagai metode yang digunakan untuk sterilisasi objek padat yang
sensitif terhadap panas. Strilisasi ini menggunakan bahan-bahan kimia
toksik, baik yang bersifat bakteriostatik (menghambat pertumbuhan
bakteri) dan bahkan bersifat bakterisida (membunuh bakteri). Bahan
kimia yang sering digunakan adalah etilen oksida (EtO). Etilen oksida
biasanya digunakan untuk sterilisasi berbagai material yang sensitif
terhadap panas, misalnya cawan Petri, pipet, alat suntik yang terbiuat
dari plastik. Alkohol biasa diguakan untuk sterilisasi tangan, alat
ataupu meja sebelum bekerja. Sedang mekanisme kematiannya sangat
tergantung dari bahan kimia yang digunakan. Bahan kimia yang
digunakan untuk sterilisasi harus dapat membunuh seluruh mikroba,
oleh karena itu harus dibedakan dengan disinfektan ataupun antiseptik,
yang biasanya digunakan untuk mengontrol mikroba tetapi tidak
mensterilkan. Bahan kimia lain yang umum digunakan adalah
senyawa fenolik, cresol, heksakloropen, rekorsinol, senyawa klorin,
senyawa iodin, dan sebagainya. Efisiensi dari bahan kimia ini
didasarkan pada konsentrasi bahan, lama paparan, tipe mikroba yang
akan dimatikan, dan kondisi lingkungan dari bahan kimia tersebut
(Cappuccino dan Sherman, 1983).
c. Sterilisasi dengan sinar radiasi. Radiasi pengion merupakan alternatif
lain untuk sterilisasi, khususnya untuk bahan yang peka terhadap
panas. Hal ini disebabkan karena kenaikan suhu yang terjadi akibat
12
perlakuan iradiasi hanya 4oC. Selain itu radiasi pengion memiliki
daya tembus yang besar. Radiasi pengion ini mampu mengionkan
molekul yang diterpanya. Molekul air bila kena radiasi pengion ini
akan mengalami radiolisis, dan dihasilkan radikal-radikal bebas,
diantaranya radikal bebas hidrogen dan radikal bebas hidroksil.
Senyawa radikal bebas ini sifatnya sangat reaktif dan sangat mudah
bereaksi satu sama lainnya dan juga dapat mempengaruhi dan
merusak molekul di dalam sel, termasuk enzim dan asam nukleat.
Yang perlu diperhatikan dalam menggunakan sinar radiasi untuk
tujuan sterilisasi ini adalah dosis yang digunakan harus tepat. Jika
tidak, akibatnya sangat berbahaya, karena akan menyebabkan
terjadinya mutasi atau resistensi terhadap radiasi. Kelemahan
sterilisasi dengan radiasi ini adalah biaya mahal, dan butuh kehati-
hatian untuk mengoperasikannya. Yang termasuk radiasi pengion
adalah sinar gamma, sinar elektron, dan x-ray. Sinar ultraviolet (uv)
merupakan radiasi non-pengion dan hanya efektif untuk sterilisasi
permukaan untuk menghilangkan mikroorganisme yang ada pada
udara atau ruang seperti yang digunakan pada clean banch dan objek
transparan, seperti gelas (Boundless, 2013).Sterilasasi dengan
menggunakan infrared biasanya digunakan untuk mensterilisasi alat-
alat gelas dan metal.
TUJUAN PRAKTIKUM
1. Mahasiswa memahami prinsip sterilisasi.
2. Mahasiswa mampu mempersiapkan alat dan bahan yang akan
disterilisasi dengan autokaf.
3. Mahasiswa mampu melakukan sterilisasi alat, media
mikroorganisme, dan bahan yang digunakan dalam uji
mikrobiologi dengan menggunakan autokaf.
PROSEDUR KERJA
a. Persiapan glass ware yang akan disterilisasi.
1. Siapkan alat gelas (tabung reaksi, pipet, erlenmeyer, cawan petri) yang
sudah dicuci bersih dan dikeringkan.
2. Buatlah penutup dari kapas steril untuk tabung reaksi dan erlenmeyer.
Pastikan kapas penutup tergulung sempurna dan tidak mudah rusak
saat penutup dibuka. Kapas penutup harus bisa menutup alat gelas
hingga tidak ada udara yang bisa masuk. Bungkus kapas penutup
dengan kertas kedap air.
3. Bungkus pipet volume dengan plastik PE dan ikat kedua ujungnya
dengan karet.
4. Bungkus cawan petri dengan kertas kedap air dan pastikan posisinya
dibalik agar tidak ada uap air yang masuk selama sterilisasi.
13
5. Bungkus semua alat dengan plastik PE dan pastikan tidak ada udara
yang ada dalam platik kemudian ikatlah platik dengan karet dan
masukkan ke dalam keranjang autokalf.
14
2. Pipet 10 ml susu atau medium kedalam tabung reaksi, tutup
dengan tabung ulir atau sumbat kapas.
3. Lakukan sterilisasi terhadap medium dengan waktu sterilisasi
15, suhu 121oC, dan tekanan 1 atm.
4. Lakukan sterilisasi terhadap susu dengan waktu sterilisasi 15,
suhu 121oC, dan tekanan 1 atm.
PENGAMATAN
Lakukan pengamatan terhadap susu dan medium yang telah
disterilisasi dan bandingkan perbedaan yang terjadi terhadap setiap
perlakuaan.
DAFTAR PUSTAKA
Boundless.2013. Microbiology. http://boundless.com/microbiology.
Diakses 10 Februari 2014.
Cappuccino, J.G. dan Sherman, N. 1983. Microbiology: A Laboratory
Manual. Addison Wesley Publishing Company: Calofornia.
Gunasekaran,P. 2005. Laboratory Manual in Microbiology. New Age
International (P) Limited, Publishers: New Delhi.
Sumbali, G. dan Mehrotra, R.S. 2009. Principles of Microbiology, 1 Ed.
Tata McGrow Hill Education Private Limited: New Delhi.
Tabo, N.A. 2004. Laboratory Manual in Microbiology. Rex Book Store,
Inc.:Manila Wheelis, Mark. 2008. Principles of Modern
Microbiology. Jones and Bartlett Publishers,LLC: Canada.
15
BAB 3
TEKNIK KULTIVASI DAN PRESERVASI KULTUR
1
3. Medium harus steril.
4. Medium tidak mengandung zat-zat penghambat.
Berdasarkan komposisi kimiawinya, medium dapat dibedakan
menjadi medium sintetik dan non-sintetik (kompleks). Medium sintetik
merupakan medium yang komposisi kimiawinya diketahui dengan pasti
dan dibuat dari bahan-bahan dengan kemurnian tinggi seperti NA
(Nutrient Agar), PCA (Plate Count Agar), PDA (Potato Dextrose Agar),
dan lain-lain; medium ini biasanya digunakan untuk mempelajari
kebutuhan makanan mikroba. Sedangkan medium non-sintetik
merupakan medium yang komposisi kimiawinya tidak diketahui dengan
pasti seperti kaldu nutrient dalam bentuk ekstrak daging dan pepton,
medium ini banyak digunakan untuk menunbuhkan dan mempelajari
taknosomi mikroba.
Berdasarkan fungsinya medium dapat dibedakan menjadi (1)
medium serbaguna yaitu medium yang dapat menunjang sebagian besar
pertumbuhan mikroorganisme, (2) medium selektif yaitu medium yang
ditambah zat kimia tertentu yang bersifat selektif untuk menghambat
pertumbuhan sebagian mikroorganisme tanpa menghambat pertumbuhan
mikroorganisme yang diinginkan,misalnya medium yang mengandung
kristal violet pada kadar tertentu untuk mencegah pertumbuhan bakteri
Gram positif tanpa mempengaruhi bakteri Gram negative., dan (3)
medium diferensial yaitu medium yang ditambah reagensia atau zat
kimia tertentu yang menyebabkan suatu mikroba membentuk
pertumbuhan atau mengadakan perubahan tertentu sehingga dapat untuk
membedakan bakteri himolitik dan non himolitik. (4) Medium diperkaya
(enriched medium) yaitu medium yang ditambah zat tertentu misalnya
serum, darah, ekstak tumbuh tumbuhan sehungga dapat digunakan untuk
menumbuhkan mikroba heterotrof tertentu. (5) Medium penguji (assay
medium) yaitu medium dengan susunan tertentu yang digunakan untuk
pengujian vitamin, asam amino, antibiotic, dan sebagainya.
Medium dapat dibuat dalam bentuk cair, semi padat dan padat
bergantung pada tujuan penggunaanya. Medium cair seperti NB (Nutrient
Broth) biasanya digunakan untuk menumbuhkan mikroorganisme dalam
jumlah besar, penelaahan fermentasi dan berbagai macam uji. Medium
padat merupakan medium yang ditambahkan bahan pemadat seperti agar-
agar yang biasa digunakan untuk mengamati morfologi koloni dan
mengisolasi biakan murni. Sedangkan medium setengah padat yaitu
medium yang mengandung agar-agar tetapi dalam jumlah sedikit
dibandingkan dengan medium padat biasa digunakan untuk menguji
motilitas dan kemampuan fermentasi.
Untuk membuat medium yang tersusun atas beberapa bahan dapat
dilakukan cara berikut ini :
1. Mencampur bahan – bahan. Garam-garam dan bahan-bahan lain
dilarutkan dalam aquadest kemudian dipanaskan dalam pemanas air agar
larutannya homogen.
2. Menyaring medium. Beberapa jenis medium kadang-kadang perlu
disaring, sebagai penyaring dapat digunakan kertas filter, kapas atau kain.
2
Untuk medium agar atau gelatin penyaringannya dilakukan sewaktu
medium panas.
3. Menentukan dan mengatur pH. Penentuan pH suatu medium cair dapat
dilakukan menggunakan kertas indikator universal ataupun pH meter. pH
diatur sesuai dengan yang diharapkan.
4. Memasukkan medium ke dalam tempat tertentu Sebelum disterilkan
medium dimasukkan ke dalam tabung steril atau tempat – tempat lain
yang steril kemudian ditutup kapas dan bagian kapasnya dibungkus
kertas sampul (kertas perkamen) agar tidak basah sewaktu disterilkan.
5. Sterilisasi medium. Sterilisasi tergantung macam mediumnya,
umumnya dilakukan sterilisasi cara basah.
TUJUAN
1. Mahasiswa memahami berbagai jenis dan fungsi medium bagi
microorganism.
2. Mahasiswa mampu melakukan perhitungan kebutuhan media jadi dan
racik.
3. Mahasiswa mampu membuat medium jadi dan medium racik.
PROSEDUR KERJA
a. Pembuatan media racik PGYA
i. Media PGY memiliki komposisi 10 g pepton, 40 g glukosa dan 5 g
yeast ekstrak,
Bacteriological Agar 15 g untuk 1000 ml medium.
ii. Hitunglah kebutuhan bahan media PGYA untuk pembuatan 100 ml
media
sesuaikan dengan komposisi pada butir (i).
iii. Timbanglah bahan-bahan yang diperlukan sesuai hasil perhitungan
butir (ii), serta CaCO3 0,5% (0,5 g untuk 100 ml media).
iv. Campurkan dan larutkan semua bahan tersebut
v. Masukkan media tersebut pada erlenmeyer 200 ml dan sumbatlah
dengan kapas
vi. Sterilisasi media tersebut pada suhu 121oC selama 15 menit.
3
dalam 1 liter air selama 1 jam, saring filtrat yang diperoleh sebanyak 200
ml (sehingga diperoleh 200 ml sari kentang).
iii. Tambahkan bahan-bahan lainnya ke dalam 200 ml ekstrak kentang
tersebut (lihat poin (i))
iv. Larutkan semua bahan tersebut dan masukkan ke dalam erlenmeyer
dan sumbatlah dengan kapas.
v. Sterilisasi media tersebut pada suhu 121oC selama 15 menit.
c. Pembuatan media jadi/siap pakai NA, NB, PCA, PDA, dan MRSA.
i. Bacalah komposisi dan cara pembuatan media tersebut yang tertera
pada
kemasan masing-masing media.
ii. Timbanglah bahan sesuai dengan kebutuhan.
iii. Larutkan media dan tempatkan pada wadah yang sesuai (erlenmeyer
atau tabung reaksi), dan sumbat dengan kapas
iv. Sterilisasi media pada suhu dan waktu tertentu sesuai petunjuk pada
kemasan
dan perhatikan bila ada catatan khusus untuk media tertentu.
4
6. Sterilisasi medium pada suhu 1210C selama 15 menit.
7. Dinginkan medium dalam tabung pada kondisi miring (kemiringan
45°C) hingga benar-benar memadat dan agar miring siap untuk
digunakan..
5
Teknik Kultivasi
6
Gambar 3. Teknik Isolasi Mikroba Dengan Metode Sebar (Spread plate)
dan
Metode Tuang (Pour plate) (Anonymous, 2007)
Transfer Kultur
Mikroorganisme dipindahkan dari satu media ke media lainnya
dengan cara sub kultur. Teknik ini merupakan suatu teknik dasar yang
penting dan selalu digunakan dalam menyiapkan ataupun
mempertahankan stok kultur. Mikroorganisme selalu ada baik di udara,
di laboratorium, dan di peralatan. Mereka dapat berperan sebagai sumber
kontaminasi eksternal dan hal ini dapat mempengaruhi hasil eksperimen,
kecuali jika menggunakan teknik yang benar dalam sub kultur. Berikut
ini adalah langkah-langkah penting yang harus diperhatikan dalam
transfer aseptis mikroorganisme (Cappuccino dan Sherman, 1983).
7
1. Loop atau ose harus selalu disterilisasi dengan cara memijarkan pada
api Bunsen sampai ujungnya berwarna kemerahan. Setelah dibakar loop
atau ose tidak boleh diletakkan, tetapi harus dipegang tangan dan biarkan
selama 10-20 detik hingga agak dingin. Tabung tempat stok kultur dan
tabung kosong tempat inokulasi dipegang pada ujung jari telunjuk tangan
lainnya dan ditahan dengan ibu jari. Kedua tabung dipegang berdekatan
dan dipisahkan dengan ibu jari sehingga membentuk huruf V.
2. Tutup tabung dibuka dengan cara memegang tutup pertama
menggunakan jari
kelingking dan tutup kedua dengan jari manis, kemudian tarik tutup
tabung sampai terlepas. Setelah dibuka, tutup tabung harus tetap
dipegang oleh tangan yang memegang loop atau ose. Setelah dibuka,
secara perlahan-lahan lewatkan leher tabung reaksi pada api bunsen.
Setelah itu, dinginkan ose atau loop dengan cara menempelkan pada
dinding bagian dalam tabung yang telah disterilisasi sebelum
memindahkan sampel inokulum.
3. Loop atau ose digunakan, tergantung dari jenis medium kulturnya.
Loop digunakan untuk kultur yang berasal dari broth kultur. Sedangkan
ose digunakan untuk memindahkan kultur dari agar miring dengan cara
perlahan-lahan goreskan ujung ose pada permukaan media padat yang
berisi kultur, sehingga tidak merusak agar.
4. Loop atau ose kemudian dimasukkan kedalam tabung sub kultur. Pada
media cair, loop atau ose digoyang perlahan untuk mencampurkan
mikroorganisme. Sedangkan untuk media agar miring, goreskan ose
perlahan pada permukaan agar secara lurus ataupun zigzag. Untuk
inokulasi agar tegak, masukkan ose atau loop secara tegak lurus kedalam
agar sampai bagian bawah tabung, kemudian tarik kembali ose seperti
pada saat memasukkan ose.
5. Langkah selanjutnya, setelah loop atau ose dikeluarkan dari tabung
reaksi, panaskan kembali leher tabung reaksi melalui api bunsen, dan
tutup kembali dengan kapas semula.
6. Pijarkan loop atau ose pada api bunsen sampai ujungnya berwarna
kemerahan, untuk mematikan mikroorganisme yang mungkin masih ada
pada ujung ose.
TUJUAN PRAKTIKUM
1. Mahasiswa mampu melakukan berbagai teknik transfer kultur secara
aseptis
2. Mahasiswa mampu melakukan teknik isolasi kultur dengan metode
goresan
kuadran
8
PROSEDUR KERJA
Untuk mengembangkan ketrampilan memindahkan kultur secara aseptis,
maka praktikan harus memahami dan menguasai cara kerja atau langkah-
langkah dalam metoda aseptis pemindahan kultur. Berikut ini akan
disajikan langkah-langkah yang harus diikuti oleh praktikan.
ltur E.coli
9
10. Panaskan ose setelah selesai dipakai atau sebelum diletakkan kembali
(gambar 1.1 h).
11. Jika belum mahir, tabung reaksi bisa dipegang secara bergantian.
12. Inkubasikan tabung reaksi yang sudah diinokulasi pada inkubator.
10
Gambar 6. Cara transfer kultur dari tabung reaksi ke cawan petri secara
aseptis (Tabo, 2004)
11
(a) Bentuk (b) Elevasi
12
Gambar 9. Karakteristik Pertumbuhan Koloni Pada Media Agar Miring
(a) dan Media Agar Tegak (b) (Fardiaz, 1987).
13
BAB 4
TEKNIK PRESERVASI KULTUR
Landasan Teori
Preservasi kultur dapat dilakukan dalam jangka pendek dan
jangka panjang. Tujuan utama preservasi yaitu mereduksi atau
mengurangi laju metabolisme dan mikroorganisme hingga sekecil
mungkin dengan mempertahankan viabilitasnya dan memelihara
sebaikmungkin biakan sehingga diperoleh angka perolehan (recovery)
dan kehidupan (survival) yang tinggi (Machmud, 2001).
Gambar 10. Teknik Preservasi dengan Metode Gores pada Agar Miring
dan Agar Tegak
14
Preservasi jangka Menengah
Tujuan Praktikum:
1. Menyimpan kultur murni E.coli dalam Paper filter disk.
2. Mengetahui daya hidup kultur.
Prosedur kerja
1. Kultur murni E.coli ditumbuhkan di dalam media broth NA selama
24jam sehingga diperkirakan mempunyai densitas koloni 108sel/mL.
2. Paper filter dibuat berukuran 1x1cm atau bentuk bulat dengan jari2 1
cm dan disterilkan menggunakan otoklav.
3.Paper filter steril diletakkan dalam cawan petri (steril) dan ditetesi
hingga jenuh kultur broth E.coli (no 1) atau 0,5mL.
4. Paper filter yang mengandung kultur dilakukan perhitungan jumlah
kulturnya menggunakan media PCA atau NA (sebagai jumlah kultur
awal).
5. Cawan petri yang berisi Paper filter di letakkan di dalam desikator
yang telah berisi butiran silica gel (di bagian bawah desikator) dengan
tujuan mengeringkan, selama 24jam pada suhu ruang.
6. Paper filter yang sudah kering telah mengandung sejumlah tertentu
biakan murni dan siap disimpan.
7. Penghitungan jumlah kultur dalam Paper filter, untuk mengetahui
apakah ada perbedaan jumlah kultur dengan sebelum disimpan di
dalam paper filter.
15
Daya hidup= jumlah kultur paper filter kering/jumlah kultur dalam
paper filter sebelum dikeringkan x 100%.
8. Paper filter yang mengandung kultur murni dibungkus menggunakan
plastic seal dan disimpan.
1. Liofilisasi.
Liofilisasi merupakan dua teknik penyimpanan jangka panjang
yang paling baik yaitu meliputi pembekuan dan pengeringan. Secara
garis besar tahapan proses ini meliputi pembuangan uap air dengan cara
sublimasi vakum dari status beku. Sebelum proses pengeringan, perlu
dilakukan proses pembekuan. Pada tahap pembekuan, suspensi sel
mikroba dapat dibekukan dengan menambahkan campuran pendingin
seperti es kering dalam etanol. Alternatif lain adalah pembekuan dengan
cara sentrifugal dimana suspensi suspensi sel dibekukan dengan cara
pendinginan dan penguapan pada kondisi vakum sementara ampulnya
diputar dengan kecepatan rendah untuk menghindari timbulnya buih.
Selanjutnya suspensi beku mikroba di dalam ampul dikeringkan dalam
kondisi vakum. Selanjutnya ampul kering dapat disimpan pada suhu
ruang di tempat gelap. Kemampuan bertahan hidup jangka panjang
mikroba dapat ditingkatkan dengan penyimpanan dalam kulkas. Hal yang
perlu diperhatikan adalah cairan pengawet/preservatif yang digunakan
untuk pembuatan suspensi sel untuk mencegah kerusakan sel hidup pada
tahap pembekuan dan pengeringan. Fungsi preservatif adalah
menstabilkan protein, mencegah kerusakan akibat pembekuan dan
melindungi dari kekeringan yang berlebihan. Pemilihan preservatif
terhantung pada mikroba yang akan disimpan. Salah satu senyawa
preservatif yang terbaik dan telah digunakan untuk penyimpanan jangka
panjang adalah mist dessicants yang merupakan cairan dengan komposisi
pepton difco 12 g dan glukosa 30 g dalam 100 ml akuades. Beberapa
cairan preservatif lain yang sering digunakan adalah larutan pepton 1%,
larutan susu skim 1%, larutan Naglutamat 1% dan larutan campuran
serum kuda dengan pepton 10%.
2.Kriogenik
Preservasi mikroba pada suhu sangat rendah yaitu dengan cara
pembekuan dalam nitrogen cair yang bersuhu -196oC dimaksudkan untuk
menjaga viabilitas dan stabilitas genetik. Berbagai jenis bakteri dapat
dibekukan langsung dalam mediumnya tetapi penambahan senyawa
krioprotektan seperti gliserol atau dimethylsulfoxide (DMSO) dapat
mengurangi dampak negatif (stres) dari pembekuan. Penyimpanan
mikroba dilakukan pada suhu -80oC untuk mereduksi kecepatan
16
metabolismenya. Semakin rendah suhu penyimpanan maka semakin kecil
peluang kehilangan viabilitasnya.
TUJUAN PRAKTIKUM :
Melakukan teknik kultivasi serta preservasi untuk menyimpan kultur
murni yang telah didapatkan dari hasil teknik isolasi.
DAFTAR PUSTAKA
Cappuccino, J.G. dan Sherman, N. 1983. Microbiology: A Laboratory
Manual. Addison-Wesley Publishing Company: Calofornia.
Fardiaz, S. 1987. Penuntuk Praktek Mikrobiologi Pangan. Lembaga
Sumberdaya Informasi Institut Pertanian Bogor : Bogor.
Fong YK, Anuar S, Lim HP, Tham FY, Sanderson FR. 2000. A modified
filter paper technique for long term preservation of some fungal
cultures, Mycologist, 14(3):127-130.
Kulkarni GA and Chite RR. 2015. Preservation of thermophilic bacterial
spores using filter paper disc technique, J.
Bioprocessing&Biotechniques, 5(4), http://dx.doi.org/10.4172/2155-
9821.1000223.
Machmud, M. 2001. Teknik Penyimpanan dan Pemeliharaan Mikroba.
Buletin AgroBio 4(1):24-32
Moore, L.W. and R.V. Carlson. 1975. Liquid Nitrogen Storage Of
Phytopathogenic Bacteria. Phytopathology 65:246-250
Opsdiagnostic. 2013. Protocol for Freezing Bacteria Using Glycerol.
http://opsdiagnostics.com/notes/protocols/Protocol%20for%20Freezin
g%20B
acteria%20using%20Glycerol.htm. Diakses Maret 2013.
Pommerville, J.C. 2011. Alcamo’s Laboratory Fundamentals of
Microbiology. Jones and Bartlett Learning, LLC: USA.
Ryan F, Kustyawati ME, Suharyono, Rizal S. 2019. Teknik Paper filter
disk untuk penyimpanan E.coli, Skripsi, Universitas Lampung, 2019.
17
Sumbali, G. dan Mehrotra, R.S. 2009. Principles of Microbiology, 1 Ed.
Tata McGrow Hill Education Private Limited: New Delhi.
Tabo, N.A. 2004. Laboratory Manual in Microbiology. Rex Book Store,
Inc.:Manila
Yousef, A.E. dan Carlstrom, C. 2003. Food Microbiology: A Laboratory
Manual. John Wiley and Sons, Inc: Canada
18
BAB 5
ISOLASI MIKROORGANISME
I. PENDAHULUAN
Keberadaan mikroba pada suatu bahan memiliki jumlah yang
sangat banyak dan beragam sehingga untuk diperoleh suatu biakan
murni perlu dilakukan teknik isolasi. Isolasi mikroba merupakan suatu
cara untuk memisahkan atau memurnikan mikroba tertentu dari
lingkungan sehingga diperoleh kultur atau biakan murni. Dalam
melakukan isolasi, perlu dilakukan pengenceran terhadap jumlah
mikroba dalam suatu bahan sehingga diperoleh jumlah mikroba dalam
rentant tertentu yang dapat dihitung pada media agar cawan.
Teknik isolasi, dilakukan pada medium agar cawan dengan
menggunakan goresan zigzag/sambung, radian, T, dan kuadran.
Goresan zigzag dilakukan dengan menarik garis dalam bentuk zigzag
dari ujung atas medium hingga bagian bawah cawan tanpa putus.
Goresan radian dilakukan dengan membentuk garis zigzag pada
bagian atas medium kemudian menarik garis tegak lurus dari beberapa
titik pada garis. Goresan T dilakukan dengan membagi cawan
kedalam tiga bagian yang membentuk hurup T, sedangkan goresan
kuadran dilakukan dengan membagi cawan menjadi empat kuadran.
Penggoresan pada setiap setiap bagian dilakukan dengan goresan
zigzag yang kemudian dilanjutkan pada bagian berikutnya dengan
mengambil garis dari titik terakhir kuadran Hasil penggoresan
mikroba dengan menggunakan sistem kuadran pada medium agar
cawan akan membentuk kultur yang semakin tipis dan semakin murni
pada akhir kuadran dan ujung goresan.
II. TUJUAN
Praktikum ini bertujuan untuk melakukan isolasi terhadap
mikroba dengan menggunakan Teknik goresan zigzag, radiant, T dan
kuadran.
19
Peralatan yang digunakan pada praktikum kali ini yaitu cawan
petri, ose, bunsen, dan inkubator. Sedangkan bahan yang digunakan
yaitu medium Nutrient Agar, aquades, larutan pengencer, alkohol dan
biakan mikroba.
20
BAB 6
OBSERVASI MIKROBA DENGAN MIKROSKOP
PENDAHULUAN
Pengamatan terhadap mikroba dapat dilakukan dengan
menggunakan mikroskop untuk melihat struktur mikroba tersebut. Dalam
hal observasi dengan menggunakan mikroskp diperlukan persiapan
sampel atau olesan bakteri pada kaca preparat yang baik sehingga bakteri
dapat jelas diamati. Olesan bakteri yang baik yaitu yang tidak terlalu
tebal dan tidak terlalu tipis serta bila difiksasi dengan panas akan tahan
terhadap pencucian ketika dilakukan proses pewarnaan sehingga
organismenya tidak akan hilang tercuci serta tidak salah bentuk ataupun
menyusut.
Hal penting yang perlu diperhatikan dalam pembuatan preparat mikroba
untuk pengamatan mikroskop yaitu kaca objek yang akan dipakai harus
bersih dan tidak tergores, kemampuan menaruh jumlah mikroorganisme
yang tepat pada kaca objek sehingga olesan yang dihasilkan tidak terlalu
tebal dan juga tidak terlalu tipis. Pada olesan yang tebal, sel-sel bakteri
akan bertumpuk sehingga sulit unutk menentukan bentuk sel secara
individu dan jumlah yahaya yang melewati specimen akan sedikit
sehingga menyulitkan pengamatan. Olesan yang terlalu tipis akan
menyebabkan kesulitan dalam pencarian sel-sel pada pengamatan
mikroskop. Olesan bakteri harus betul-betul kering sebelum dilakukan
fiksasi dengan panas untuk menghindari perubahan bentuk sel yang
diakibatkan oleh terebusnya sel dalam air yang tersisa. Proses fiksasi
dilakukan untuk mematikan mikroorganisme dan menempelkannya pada
kaca objek.
TUJUAN
Praktikum ini bertujuan untuk membuat preparat/olesan bakteri
dan mengamati struktur bakteri dengan menggunakan mikroskop.
PROSEDUR KERJA
1. Bersihkan kaca objek dengan menggunakan alkoho dan keringkan.
2. Untuk pembuatan perparat dari medium cair, siapkan 1-2 ose penuh
biakan cair pada kaca objek dan ebarkan organisme hingga merata.
3. Untuk pembuatan perparat dari medium padat, teteskan 1-2 ose
aquades steril pada kaca objek. Dengan jarum ose lurus, pindahkan
sedikit biakan keatas air pada kaca objek, campurkan dan sebarkan
hingga merata.
4. Keringkan preparat dengan mengangin-anginkannya di udara hingga
kering.
21
5. Lakukan fiksasi terhadap kaca objek tersebut dengan melewatkannya
diatass api bunsen hingga kaca objek terasa panas apabila ditempelkan
pada punggung tangan.
6. Amati preparat tersebut dibawah mikroskop dan gambarkan struktur
sel yang diamati.
22
BAB 7
PEWARNAAN GRAM
PENDAHULUAN
Pengecatan Gram pertama kali dikembangkan oleh Christian
Gram seorang dokter dari Denmark pada tahun 1883. Pengecatan gram
termasuk pengecatan diferensial karena dapat digunakan untuk
membedakan bakteri dalam dua kelompok besar, yaitu bakteri Gram
negatif dan bakteri Gram positif. Ada 4 reagen yang digunakan dalam
pengecatan Gram:
1. Cat utama, yaitu larutan violet kristal.
2. Mordan, yaitu senyawa yang digunakan untuk mengintensifkan cat
utama (kompleks antara cat utama dengan senyawa yang dicat), misalnya
larutan Iodine.
3. Bahan peluntur (decolorizing agent), yaitu solven organik (alkohol
atau aseton) yang dapat digunakan untuk melunturkan cat utama.
4. Cat penutup, seperti safranin, digunakan untuk mewarnai kembali sel-
sel yang telah kehilangan cat utamanya setelah perlakuan dengan alkohol.
Warna cat penutup harus berbeda dengan warna cat utama.
Pewarnaan gram merupakan suatu metode pewarnaan yang
digunakan untuk membedakan mikroba kedalam gram positif dan gram
negative. Pengelompokan ini didasarkan pada perbedaan komposisi
dinding sel bakteri gram positif dan negative yang menyebabkan
perbedaan reaksi gram yang terjadi. Bakteri gram positif akan menahan
kompleks pewarna primer ungu kristal iodium sampai akhir prosedur,
sedangkan bakteri gram negative akan kehilangan kompleks warna ungu
kristal pada pembilasan oleh alkoho namun akan terwarnai oleh pewarna
tandingannya yaitu safranin. Pada bakteri gram positif yang memiliki
dinding sel tebal menyusut oleh perlakuan alkoho karena terjadi dehidrasi
yang menyebabkan pori dinding sel menutup sehingga mencegah
larutnya kompleks ungu kristal-iodium. Sedangka pada gram negative
mempunyai kandungan lipid yang lebih tinggi pada dinding selnya yang
larut oleh alkoho dana seton. Larutnya lipid oleh alkoho pada pewarnaan
gram akan memperbesar pori-pori dinding sel yang menyebabkan proses
pemucatan berlangsung lebih cepat.
TUJUAN
Praktikum ini bertujuan untuk melakukan pewarnaan gram
terhadap bakteri serta membedakan antara bakteri gram positif dan gram
negative.
PROSEDUR KERJA
23
1. Bersihkan kaca preparat dengan alkoho dan biarkan hingga kering.
2. Oleskan biakan bakteri pada kaca preparat dan fixasi dengan
pemanasan diatas api bunsen. Olesan bakteri dibuat tidak terlalu tebal
dan tidak terlalu tipis.
3. Teteskan pewarna kristal violet2-3 tetes pada kaca preparat, biarkan
selama 1 menit.
4. Cuci dengan air mengalir, kemudian dikering anginkan dengan kipas
angin, dan bilas dengan aquades.
5. Teteskan beberapa tetes pewarna iodin pada kaca preparat, biarkan
selama 1 menit.
6. Buang sisa zat warna yang ada dan bilas dengan aquades.
7. Miringkan gelas benda, teteskan alkohol 95% pada kaca preparat,
biarkan selama 30 detik.
8. Buang sisa alkohol yang ada dan bilas dengan aquades.
9. Teteskan pewarna safranin pada kaca preparat, biarkan selama 2 menit.
Buang sisa zat warna yang ada dan bilas dengan aquades.
Keringkan keaca preparat. Amati sel dengan menggunakan mikroskop.
TUJUAN PRAKTIKUM
1. Mengamati ada tidaknya aktivitas katalase mikroba
2. Menentukan bakteri katalase negatif atau katalase positif
24
BAB 8
KUANTIFIKASI MIKROBA
PENDAHULUAN
Perhitungan jumlah mikroba sangat penting dilakukan dalam
pengujian mikrobiologis. Pengukuran mikroba secara mendasar dapat
dilakukan melalui penentuan jumlah sel dan penentuan massa sel.
Penentuan jumlah sel dilakukan untuk mikroorganisme sel tunggal
seperti bakteri, sedangkan penentuan massa sel dapat dilakukan untuk
mikroorganisme sel tunggal dan berfilamen. Perhitungan miroskopis
dilakukan secara langsung dengan menggunakan alat berupa
hemasitometer dengan bantuan mikroskop. Penggunaan metode ini
memiliki keuntungan yaitu pelaksanaan yang cepat tanpa memerlukan
banyak peralatan, sedangkan kelemahannya yaitu tidak dapat
membedakan antara sel hidup dan sel mati dalam populasi yang dihitung.
Pada beberapa mikroorganisme eukariotik, penambahan zat warna
(seperti methilen blue) pada sel dapat digunakan untuk membedakan sel
yang mati dan yang hidup dimana sel yang hidup dapat menyerap zat
warna tersebut sedangkan sel yang mati tidak dapat menyerap zat warna.
Namun, hal tersebut tidak dapat diimplementasikan pada setiap
mikroorganisme, seperti pada khamir yang akan tetap akan menyerap zat
warna walaupun selnya mati. Pada metode ini juga akan sangat sulit
untuk menghitung sel yang berukuran sangat kecil dikarenakan ketebalan
hemasitometer yang tidak memungkinkan penggunaan lensa objektif
minyak imersi.
TUJUAN
Praktikum ini bertujuan untuk melakukan perhitungan
mikrooganisme dengan menggunakan hemasitometer.
PROSEDUR KERJA
1. Bersihkan permukaan hemasitometer
2. Teteskan suspensi sampel yang akan dihitung sebanyak 0,1 ml pada
permukaan hitung hemasitometer. Biarkan hingga memenuhi ruang
hitung hemasitometer dan tutup permukaan hitung dengan cover glass.
3. Amati hemasitometer dengan menggunakan mikroskop.
4. Hemasitometer memiliki sembilan area yang masing-masing
berukuran 1 mm2. Kotak yang berada ditengah (semua sisi dibatasi
garis ganda) berukuran 1 mm2 dan dibagi menjadi 25 kotak besar.
Setiap kotak besar ini dibagi lagi menjadi 16 kotak kecil sehingga
terdapat 400 kotak kecil didalam kotak tengah.
25
5. Hitunglah jumlah sel yang terdapat pada 80 kotak kecil
6. Perhitungan jumlah sel:
Jumlah sel dalam setiap 1 mm2 hemasitometer =
Jumlah sel dalam suspense awal (sel/ml) = jumlah sel dalam setiap
mm3x 1000 mm3/ml
26
yang terlihat sebagai suatu garis tebal., (3) perbandingan jumlah bakteri
dari hasil pengenceran yang berturut turut antara pengenceran yang lebih
besar dengan pengenceran sebelumnya, jika sama atau lebih kecil dari 2,
haslnya dirata rata; tetapi jika lebih besar dari 2, yang dipakai jumlah
mikroba dari hasil pengenceran sebelumnya., (4). Jika dilakukan ulangan
(duplo), setelah memenuhi syarat hasilnya dirata rata.
Perhitungan:
Faktor pengenceran =FP
FP = pengenceran awal x pengenceran selanjutnya x jumlah yang
ditumbuhkan
Koloni per mL = Jumlah koloni x (1/FP)
Contoh perhitungan:
1. Penetapan jumlah koloni dalam sampel cair.
Pengenceran awal 1:10 )=10-1) dibuat dengan cara mengencerkan
1 mLsampel ke dalam 9 mL larutan pengencer, dan dilanjutkan dengan
pengenceran yang lebih tinggi misalnya sampai 10-5 atau 10-6,
tergantung pada mutu sampelnya (bahannya). Semakin tinggi jumlah
mikroba yang terdapat di dalam bahan sampel semakin tinggi
pengenceran yang harus dilakukan. Jika setelah inkubasi diperoleh 62
koloni cawan yang mengandung pengenceran 10-4, maka jumlah koloni
dapat dihitung sebagai berikut (1 mL larutan pengencer dianggap
mempunyai berat 1 gram).
1,3 1 1 1
= x x x x 0,1
48 1,3 7 65 74 1
27
1,3
=
49,3 x 7 x 65 x 75 x 10
1
Jumlah koloni per gram = 220 x
10 7
= 2,2 x 109
Tujuan Praktikum
Praktikum ini bertujuan untuk melakukan perhitungan jumlah
mikroba pada sampel dengan menggunakan metode hitungan cawan /
Total Plate Count.
Prosedur kerja
1. Siapkan empat seri tabung reaksi yang berisi 9 ml larutan garam
fisiologis yang sudah disterilisasi.
2. Masukan 1 ml atau 1 gr sampel kedalam tabung reaksi pertama (10 -1).
Homogenkan larutan dengan menggunakan vortex.
3. Ambil 1 ml sampel dari tabung reaksi pertama dan masukan kedalam
tabung reaksi kedua (10-2).
4. Lakukan pengenceran hingga tabung reaksi ke empat (10 -4).
5. Inokulasi sampel yang telah telah diencerkan dari tabung reaksi ke-4
sejumlah 1 ml (10-4) dan 0,1 ml (10-5) pada cawan yang telah berisi
PCA dengan menggunakan metode sebar.
6. Inkubasi sampel selama 2 hari pada suhu 320C.
7. Hitung jumlah koloni yang terdapat pada cawan dengan menggunakan
bantuan colony counter.
28
8. Tentukan jumlah mikroba yang terdapat di dalam sampel.
29
4. Tuangkan media agar (VRBA, PCA dan NA) pada masing-masing
cawan biarkan memadat dan diinkubasikan pada posisi terbalik pada
suhu 30 – 32oC selama 48 – 72 jam.
5. Hitung koloni yang tumbuh dan hitung jumlah koloni mikroba per cm2
permukaan sayuran.
Jika penumbuhan dilakukan 1 mL maka:
Jumlah koloni mikroba per cm2 =
1cm 2 25mL
= 2
x x jumlah koloni rata rata 1mL suspensi
2 x 2,5 cm 1mL
Jika pemupukan dilakukan 1 mL maka:
Jumlah koloni mikroba per cm2 permukaan=
1cm 25mL
2
x x jumlah koloni rata rata 0,1mLsuspensi =
2 x2,5cm 0,1mL
30
3. Lubangi bagian ujung yang runcing tersebut, lalukan di atas api
sebentar, dan dituangkan seluruh isinya ke dalam gelas piala steril.
Pengenceran
1. Setelah telur yang dipecahkan dikocok dengan sendok atau spatula
steril, pipet 10ml atau timbang 10 gram ke dalam 90 ml larutan
pengencer yang berisi butiran gelas, sehingga diperoleh pengenceran 1 :
10. Butiran gelas ditujukan untuk membantu memecahkan membran-
membran.
2. Kocok sebanyak 25 kali, dan buatlah pengenceran selanjutnya yaitu
10-2.
.
Penumbuhan
1. Lakukan penumbuhan duplo sehingga di dalam cawan mengandung
contoh sebanyak 10-1, 10-2, 10-3 ml atau gram.
2. Tuangkan media cair (VRBA, SSA, PCA dan NA) ke dalam cawan,
dan goyangkan supaya merata. Setelah agar memadat, inkubasikan
dengan posisi terbalik pada suhu 30 – 32oC selama 48 – 73 jam.
5. Susu Pasteurisasi
31
laporkan sebagai jumlah bakteri termodurik per ml atau LPC (Laboratory
Pasteurization Count) per ml.
6. Susu Bubuk
3. METODE TURBIDIMETRI
Pendahuluan
Perhitungan jumlah mikroba dapat dilakukan dengan
menggunakan metode turbidimetri. Metode ini merupakan metode yang
cepat untuk menghitung jumlah mikroba dalam suatu larutan secara tidak
langsung. Perhitungan jumlh mikroba dilakukan dengan mengukur
tingkat kekeruhan suatu sampel dengan spektrofotometer. Mikroba dalam
suatu bahan cair dapat dideteksi berdasarkan kekeruhannya.
Pertumbuhan sel bakteri dalam suatumedium cair akan meningkatkan
kekeruhan media, yang akanmempengaruhi jumlah sinar yang dapat
ditransmisikan menembus medium. Metode pengukuran ini tidak dapat
membedakan antara sel hidung dan sel mati yang terdapat pada sampel.
Pada pengukuran menggunakan spektrofotometer, cahaya yang
mengenail sel mikroorganisme di dalam suspensi sampel akan
dihamburkan, sedangkan cahaya yang lolos akan diteruskan melewati
sampel dan mengaktivasi foto tabung yang akan mencatat nilai persen
transmitannya (%T). Semakin sedikit jumlah sel didalam suspense, maka
semakin besar intensitas cahaya yang lolos dan semakin tinggi pula
persen transmitant yang tercatat. Nilai transmitant kemudian diubah dan
32
dinyatakan sebagai nilai absorbant (A) atau rapat optis. Kolerasi antara
rapat optis suatu sampel dengan jumlah sel dapat ditentukan dengan
membandingkan jumlah koloni yang tumbuh pada metode hitungan
cawan dengan nilai absorban (A) yang didapat dari hasil pengukuran
spektro pada tingkat pengenceran yang sama.
Tujuan Praktikum
Praktikum ini bertujuan utnuk mengetahui metode perhitungan
mikroorganisme dengan menggunakan spektrofotometer.
Prosedur kerja
1. Siapkan empat seri tabung reaksi yang berisi 9 ml larutan garam
fisiologis yang sudah disterilisasi.
2. Masukan 1 ml atau 1 gr sampel kedalam tabung reaksi pertama (10 -1).
Homogenkan larutan dengan menggunakan vortex.
3. Ambil 1 ml sampel dari tabung reaksi pertama dan masukan kedalam
tabung reaksi kedua (10-2).
4. Lakukan pengenceran hingga tabung reaksi ke empat (10 -4).
5. Inokulasi sampel yang telah telah diencerkan dari tabung reaksi ke-4
sejumlah 1 ml (10-4) dan 0,1 ml (10-5) pada tabung reaksi yang telah
diisi dengan NB steril.
6. Inkubasi sampel selama 2 hari pada suhu 320C.
7. Ukur nilai kekeruhan sampel dengan menggunakan spektrofotoeter
pada panjang gelombang 240 nm.
8. Tentukan nilai absorban pada setiap sampel.
9. Buatlah grafik kolerasi antara nilai absorban dan jumlah koloni yang
terhitungpada metode cawan.
33
Data yang dilaporkan sebagai SPC harus mengikuti peraturan-peraturan
sebagai berikut :
1.Hasil yang dilaporkan hanya terdiri dari dua angka yaitu angka pertama
dan kedua.Jika angka yang ketiga sama dengan atau lebih besar dari 5,
harus dibulatkan satu angka lebih tinggi pada angka yang kedua.
34
tertinggi dan terendah lebih besar dari 2, yang dilaporkan hanya hasil
yang terkecil.
5. Jika digunakan dua cawan petri (duplo) per pengenceran, data yang
diambil harus dari kedua cawan tersebut, tidak boleh diambil dari salah
satu.
35
4. METODE MOST PROBABLE NUMBER (MPN)
Pendahuluan
Most Probable Number (MPN) merupakan suatu metode
perhitungan mikroorganisme berdasarkan data kualitatif hasil
pertumbuhan mikroorganisme pada medium cair spesifik. Perhitungan
dilakukan berdasarkan jumlah tabung positif yang ditumbuhi mikrobia
setelah inkubasi pada suhu dan waktu tertentu. Pengamatan tabung yang
positif dapat dilihat dengan mengamati timbulnya kekeruhan atau
terbentuknya gas pada tabung durham. Metode MPN biasanya digunakan
untuk menghitung total koliform pada sampel yang berbentuk cair,
meskipun dapat juga untuk sampel padat dengan terlebih dahulu
membuat suspensi 1:10 dari sampel tersebut. Prinsip dari metode ini
yaitu mengencerkan sampel sampai tingkat tertentu agar setelah inkubasi
diharapkan terjadi pertumbuhan pada tabung positif – negative
dicocokkan dengan Tabel nilai MPN untuk 3 seri tabung atau 5 seri
tabung sesuai seri yang digunakan. Dengan pengenceran akan didapatkan
konsentrasi dimana semakin rendah tingkat pengenceraannya maka akan
semakin banyak tabung positif yang muncul dan semakin tinggi tingkat
pengencerannya semakin jarang tabung positif yang muncul.Tabung
positif merupakan tabung yang terdapat gelembung gas di dalam tabung
durham. Kombinasi yang dipilih untuk nilai MPN yang dimaksud
dimulai dari pengenceran tertinggi yang masih menghasilkan semua
tabung positif, sedangkan pada pengenceran yang berikutnya ada tabung
yang negatif. Jika pada pengenceran yang keempat atau seterusnya masih
ditemukan tabung yang hasilnya positif tersebut harus ditambahkan pada
nilai kombinasi yang ketiga (terakhir). Metode MPN dapat digunakan
untuk menghitung jumlah mikroba jenis tertentu yang terdapat di antara
mikroba-mikroba lainnya. Sebagai contoh, jika digunakan Lactose broth
maka adanya bakteri yang dapat memfermentasi laktosa ditunjukkan
dengan terbentuknya gas di dalam tabung Durham. Cara ini biasanya
digunakan untuk menentukan MPN koliform terhadap air atau minuman
karena bakteri koliform termasuk bakteri yang dapat memfermentasi
laktosa. Kombinasi kemunculan tabung positif dan negative
menggambarkan prakiraan konsentrasi mikroorganisme pada sampel
sebelum diencerkan. Berikut di bawah ini adalah table yang menunjukan
nilai MNP dari 3 seri sampel.
36
(3 1 1) 3 1 1 0,75
0
(3 (3 2 3 2 1 1,50
1)
(0 2 0) 0 2 0 0,062
0
Kombinasi 3 2 1
Nilai MPN dari Tabel MPN (3 tabung) = 1,50
1
MPN Count = Nilai MPN x
Pengenceran tabung yan di tengah
3
= 1,50 x 1/10-
= 1,5 x 10-3
Kombnasi 3 1 1
Nilai MPN dari Tabel MPN (3 tabung) = 0,75
1
MPN Count = Nilai MPN x
Pengenceran tabung yang di tengah
= 0,75 x 1/10-3
= 7,5 x 102
Tujuan
Praktium ini bertujuan untuk menghitung jumlah mikroba dengan
menggunakan metode Most Probable Number (MPN)
Prosedur kerja
1. Siapkan sembilan tabung reaksi ulir yang telah diisi dengan medium
LB steril dan dilengkapi dengan tabung durham.
2. Nomori tabung dengan seri A1, A2, A3, B1, B2, B3, C1, C2, dan C3.
3. Masukan 1 ml sampel kedalam tabung reaksi A1, A2, A3.
4. Masukan 1 ml sampel kedalam tabung reaksi B1, B2, B3.
5. Masukan 1 ml sampel kedalam tabung reaksiC1, C2, dan C3.
6. Inkubasi sampel selama satu hari pada suhu 30m-32oC selama 48 jam.
7. Hitung jumlah tabung yang mengandung gelembung gas pada tabung
durham untuk setiap seri.
8. Tentukan nilai MPN dari seri tersebut pada table
9. Total MPN sampel =
37
Terbentuknya gas di dalam LB atau dalam BGLBB tidak selalu
menunjukkan jumlah bakteri koli karena mikroba lainnya mungkin juga
ada yang memfermentasi laktosa dengan membentuk gas, misanya
bakteri asam laktat dan beberapa khamir tertentu. Oleh karena itu perlu
dilakukan penguat pada agar EMB. Dengan menggunakan jarum Ose,
contoh dari tabung MPN yang menunjukkan uji penduga positif
(terbentuk gas) masing masing diinokulasikan pada agar cawan EMB
dengan cara menggores kwadran, kemudian diinkubasi pada suhu 35 oC
selama 24jam. Jumlah cawan EMB pada masing masing pengenceran
yang menunjukkan adanya pertumbuhan koliform, baik fecal maupung
nofekal dihitung, dan MPN penguat dapat dihitung dari Tabel MPN 7
tabung atau 15 tabung.
38
Gambar 12. Tabel Nilai MPN tiga seri tabung (Fardiaz, 1993)
39
40
Enumerasi Langsung
TUJUAN PRAKTIKUM :
haemocytometer
41
yang sama. Catatlah jumlah sel setiap petak maupun jumlah
petakyang dihitung.
8. Tentukan jumlah sel yeast rata-rata dari 25 petak untuk menghitung
jumlah selyeast tiap ml bahan.
Catatan : Bila jumlah sel yeast tiap petak terlalu banyak, maka suspensi
yeast diencerkan dengan larutan pengencer steril sampai jumlah sel setiap
petak sekitar 50. Catatlah faktor pengenceran yang digunakan.
1mm
Volume = 0,1 mm3
1mL = 1 cm3= 1000mm3
1 mm
1 mm
Gambar: Haecytometer
42
BAB 9
PENGARUH FAKTOR LINGKUNGAN
TERHADAP PERTUMBUHAN MIKROBA
PENDAHULUAN
Syarat pertumbuhan mikroba dipengaruhi oleh keberadaan nutrisi
dan kondisi lingkungan tempat mikroba tersebut tumbuh. Kondisi
lingkungan yang mempengaruhi pertumbuhan mikroba diantaranya yaitu,
suhu, pH, keberadaan gas atmosfer, keberdaan cahaya, air dan kadar
garam pada medium. Mikroorganisme dapat tumbuh pada kondisi
lingkungan sesuai dengan karakteristik mikroorganisme tersebut.
Mikroorganisme yang tumbuh pada suhu 0 – 30oC disebut
mikroorganisme psikrofil, pada suhu 25 – 40oC disebut mesofil dan
mikroba yang tumbuh pada suhu diatas 50oC disebut mikroba termofil.
Pada tingkat keasaman yang berbeda, mikroorganisme dapat
dikelompokan menjadi mikroba asidofil yang tumbuh pada pH 2 -5,
mesofil tumbuh pada pH 5.5 – 8.0 dan alkalifil yang tumbuh pada pH 8.4
-9.5. Berdasarkan keberadaan oksigen di udara mikroorganisme dapat
dibedakan menjadi aerob yaitu mikroba yang akan tumbuh dengan
keberadan oksigen dan mikroba anaerob yaitu mikroba yang tumbuh
tanpa adanya oksigen. Selain itu, terdapat mikroorganisme yang tumbuh
pada kondisi dengan kadar garam tinggi yang disebut dengan mikroba
halofil.
TUJUAN
Praktikum ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh suhu, pH dan
kadar garam (tekanan osmosis medium) terhadap pertumbuhan mikroba.
PROSEDUR KERJA
a. Pengaruh Faktor Suhu terhadap Pertumbuhan Mikroba
1. Siapkan 3 tabung reaksi berisi medium Nutrient Broth sebanyak 7 ml
untuk setiap tabung
2. Sterilisasi medium sebelum digunakan.
3. Inokulasikan 2 ose biakan mikroba ke dalam medium yang telah
dingin. Lakukan pekerjaan dengan cara aseptis.
4. Simpang tabung reaksi pertama pada incubator (suhu 32 oC), taung
reaksi kedua pada referigator (suhu 4oC), dan tabung ketiga pada oven
(suhu 70oC) selama 2 hari.
5. Amati dan bandingkan kekeruhan dan pembentukan endapan pada
medium untuk setiap perlakuan.
43
1. Siapkan 3 tabung reaksi berisi medium NB yang memiliki pH masing-
masing 3, 7, dan 9.
2. Sterilisasi medium sebelum digunakan.
3. Inokulasikan 2 ose biakan mikroba ke dalam medium yang telah
dingin. Lakukan pekerjaan dengan cara aseptis.
4. Inkubasi biakan pada suhu 32oC selama 2 hari
5. Amati dan bandingkan kekeruhan dan pembentukan endapan pada
medium untuk setiap perlakuan
DAFTAR PUSTAKA
Cappuccino, J.G. and Sherman, N. 1983. Microbiology: A Laboratory
Manual.Addison-Wesley Publishing Company: Calofornia.
Fardiaz, S. 1987. Penuntuk Praktek Mikrobiologi Pangan. Lembaga
Sumberdaya. Informasi Institut Pertanian Bogor : Bogor.
Fardiaz, S. 2003. Analisa Mikrobiologi Pangan. PT. RajaGrafindo
Persada : Jakarta.
Kasmidjo, R., dkk. 1994. Petunjuk Praktikum Mikrobiologi Terapan.
Fakultas Teknologi Pertanian UGM : Yogyakarta.
McLandsborough, L. 2003. Food Microboilogy Laboratory. CRC Press :
Boca Raton.
Roberts, D. and Greenwood, M. 2003. Practical Food Microbiology.
Blackwell Publishing : London
SapariantiE, Ningtyas DW, Nurcholis M, Sarita I, Heppy F., 2014. Buku
Petunjuk Praktikum Mikrobiologi Terapan, Jur THP, Fakultas
Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya.
44