Anda di halaman 1dari 10

LAPORAN PRAKTIKUM BIOFARMASI DAN FARMAKOKINETIKA

FARMAKOKINETIKA URIN

Disusun oleh :
Moren Bellinda Purwati (26206062A)
Royhan Jurnerboy (26206063A)
Sarah Sahtika (26206064A)
Meliza Hanim (26206065A)
Selly Dilla Octavia (26206069A)
Muhammad Nurhuda (26206072A)
Pramudita Dea Pratama (26206075A)

PROGRAM STUDI S1 FARMASI


FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SETIA BUDI SURAKARTA
2022
I. TUJUAN
1. Mengukur konsentrasi obat dalam ekskresi urin dan mengetahui
parameter - parameter lain yang yang dapat dihitung.
2. Memahami cara mengukur konsentrasi obat dari sampel urin
II. DASAR TEORI
Sistem urin adalah suatu sistem saluran dalam tubuh manusia,
meliputi ginjal dan saluran keluarnya yang berfungsi untuk membersihkan
tubuh dari zat-zat yang tidak diperlukan. Sebanyak 1 cc urin dihasilkan oleh
kedua ginjal kiri dan kanan setiap menitnya dan dalam 2 jam dihasilkan
sekitar 120 cc urin yang akan mengisi kandung kemih. Saat kandung kemih
sudah terisi urin sebanyak itu mulai terjadi rangsangan pada kandung kemih
sehingga yang bersangkutan dapat merasakannya. Keinginan mengeluarkan
mulai muncul, tetapi biasanya masih bisa ditahan jika volumenya masih
berkisar dibawah 150 cc.
Komposisi urin terdiri dari 95% air dan mengandung zat terlarut. Di
dalam urin terkandung bermacam – macam zat, antara lain (1) zat sisa
pembongkaran protein seperti urea, asam urat, dan amoniak, (2) zat warna
empedu yang memberikan warna kuning pada urin, (3) garam, terutama
NaCl, dan (4) zat – zat yang berlebihan dikonsumsi, misalnya vitamin C, dan
obat – obatan serta juga kelebihan zat yang yang diproduksi sendiri oleh
tubuh misalnya hormone. (Ethel, 2003) Urin merupakan larutan kompleks
yang terdiri dari sebagian besar air ( 96%) air dan sebagian kecil zat terlarut
( 4%) yang dihasilkan oleh ginjal, disimpan sementara dalam kandung
kemih dan dibuang melalui proses mikturisi.
Proses pembentukan urin, yaitu :
1. Filtrasi (penyaringan) : kapsula bowman dari badan malpighi menyaring
darah dalam glomerulus yang mengandung air, garam, gula, urea dan zat
bermolekul besar (protein dan sel darah) sehingga dihasilkan filtrat
glomerulus (urin primer). Di dalam filtrat ini terlarut zat seperti glukosa,
asam amino dan garam-garam.
2. Reabsorbsi (penyerapan kembali) : dalam tubulus kontortus proksimal zat
dalam urin primer yang masih berguna akan direabsorbsi yang dihasilkan
filtrat tubulus (urin sekunder) dengan kadar urea yang tinggi.
3. Sekresi (pengeluaran) : dalam tubulus kontortus distal, pembuluh darah
menambahkan zat lain yang tidak digunakan dan terjadi reabsorbsi aktif ion
Na+ dan Cl- dan sekresi H+ dan K+. Selanjutnya akan disalurkan ke tubulus
kolektivus ke pelvis renalis.
Semua obat absorpsi, distribusi, metabolisme dan ekskresi berjalan
melewati membran. Disposisi dari obat ditentukan oleh mekanisme obat
terhadap membran dan sifat fisikokimia dari molekul dapat mempengaruhi
pemindahan obat ke jaringan. Pergerakan obat dan availability obat
tergantung pada ukuran dan bentuk molekul, derajat ionisasi, kelarutan
relatif lipid dari bentuk ionik dan nonionik dan yang mengikat protein serum
dan jaringan.
Ketersediaan hayati merupakan kecepatan dan jumlah obat yang
mencapai sirkulasi sistemik dan secara keseluruhan menunjukkan kinetic
dan perbandingan zat aktif yang mencapai peredaran darah terhadap jumlah
obat yang diberikan.Ketersediaan hayati obat yang diformulasi menjadi
sediaan farmasi merupakan bagian dari salah satu tujuan rancangan bentuk
sediaan dan yang terpenting untuk keefektifan obat tersebut. Pengkajian
terhadap ketersediaan hayati ini tergantung pada absorpsi obat ke dalam
sirkulasi umum serta pengukuran dari obat yang terabsorbsi tersebut. Dalam
menaksir ketersediaan hayati ada tiga parameter yang biasanya diukur yang
an profil konsentrasi dalam darah dan waktu dari obat yang diberikan.
Proses-proses fisika dan Kimia yang menyebabkan ketersediaan
hayati berkurang (F kurang dari 1) meliputi kelarutan obat yang jelek,
absorpsi gastrointestinal yang tidak lengkap, dan metabolisme yang cepat
pada saat melalui hati sebelum sampai ke sirkulasi sistemik (first-pass
effect). Organ terpenting untuk ekskresi adalah ginjal obat diekskresi melalui
ginjal dalam bentuk utuh maupun bentuk metabolitnya. Ekskresi dalam
bentuk utuh atau bentuk aktif merupakan cara eliminasi obat melalui ginjal.
Ekskresi melalui ginjal melibatkan 3 proses yaitu filtrasi glomerulus, sekresi
aktif di tubulus proksimal, dan reabsorpsi pasif di sepanjang tubulus.
Organ lain yang memiliki kemampuan untuk mengeliminasi obat atau
metabolit dari badan. Ginjal bisa mengekskresi obat dengan filtrasi
glomerulus atau proses aktif seperti sekresi tubular proksimal. Obat juga
dapat dieliminasi melalui empedu yang diproduksi oleh hati atau
pengeluaran udara oleh paru-paru.
Ginjal merupakan dua organ utama eliminasi obat dalam tubuh, walau
eliminasi obat juga dapat terjadi di seluruh bagian tubuh. Ginjal merupakan
obat ekskresi utama untuk pembersihan sisa produk metabolic dan
memegang peran utama dalam mempertahankan kesetimbangan garam dan
air, ginjal mengekskresi kelebihan elektrolit, cairan dan produk produk sisa
sambil mempertahankan solute yang diperlukan untuk fungsi tubuh.
Disamping itu, ginjal mempunyai dua fungsi endokrin: (1) sekresi urin, yang
mengatur tekanan darah; dan (2) sekresi eritropoetin, yang merangsang
produksi sel darah merah.
Proses yang terlihat adalah :
1. Eliminasi urin oleh filtrasi glomerulus.
2 Metabolisme, biasanya oleh hati.
3. Ambilan oleh hati dan selanjutnya eliminasi melalui empedu
Klirens obat merupakan istilah farmakokinetika untuk
menggambarkan eliminasi obat dari tubuh tanpa mengidentifikasi
mekanisme prosesnya. Kliren obat (klirens tubuh, klirens tubuh total atau
ClT) menganggap seluruh tubuh sebagai sistem pengeliminasi obat tunggal
dimana beberapa proses eliminasi yang tidak diidentifikasi terjadi. Sebagai
pengganti gambar laju eliminasi obat dalam jumlah obat yang dibersihkan
persatuan waktu (misal, mg/ menit) klirens obat digambarkan dalam istilah
volume cairan yang dibersihkan dari obat persatuan waktu (misal, mL/
menit).
III. ALAT DAN BAHAN

ALAT BAHAN
Spektrofotometer UV-Vis Vitamin C
Mikropipet
Pipet volume
Tabung reaksi
Beaker glass
Labu takar
Botol plastik
Botol vial volume 5 ml dan 10 ml

IV. SKEMA KERJA


V. HASIL

Konsentrasi Absorbansi

0,001 0,924

0,0015 1,709

0,002 1,929

0,0025 2,393
Regresi Linear :
a : 0,1193
b : 925,4
r : 0,9737
y = a+bx
y = 0,1193+925,4x

No sampel t (jam) Volume urin Absorbansi Cu


(ml)

I 2 70 1,292 0,0012

II 2 70 0.675 0,0006

III 4,5 70 1,904 0,0019

IV 7 70 1,401 0,0013
Menghitung Cu
Regresi linear y = 0,1193 + 925,4x
- Sampel I
1,292 = 0,1193 + 925,4x
1,292 − 0,1192
x= 925,4
= 0,0012

- Sampel II
0,675 = 0,1193 + 925,4x
0,675 − 0,1192
x= 925,4
= 0,0006

- Sampel III
1,904 = 0,1193 + 925,4x
1,904 − 0,1192
x= 925,4
= 0,0019

- Sampel IV
1,401 = 0,1193 + 925,4x
1,401 − 0,1192
x= 925,4
= 0,0013

1. Metode ekskresi urin kumulatif

Nomor t (jam) Cu Vu (ml) Du Du kumulatif Du ∞ - Du


Sampel (Cu x Vu) kumulatif

I 2 0,0012 70 0,084 0,084 0,266

II 2 0,0006 70 0,042 0,126 0,224

III 4,5 0,0019 70 0,133 0,259 0,091

IV 7 0,0013 70 0,091 0,35 0


Regresi linear (t vs log Du ∞ - Du kumulatif)

t (jam) Log Du ∞ - Du kumulatif

2 - 0,575118363

2 - 0,649751981

4,5 - 1,040958608

7 Error
a : - 0,2696
b : - 0,17141
r : - 0,9888
𝑘
-b = 2,303

𝑘
-(-0,17141) = 2,303

0,17141 x 2,303 = -k
-1
k = 0,3948 .jam
0,693
t1/2 = 𝑘

0,693
t1/2 = 0,3948
= 1,7553 jam

2. Metode kecepatan ekskresi renal

Waktu t* Δt Du (mg) Du / Δt Log Du / Δt


(jam)

2 (0+2)/2 = 1 2 0,084 0,042 - 1,37675071


2 (2+2)/2 = 2 0 0,042 - -

4,5 (2+4,5) = 3,25 2,5 0,133 0,00532 - 1,274088368

7 (4,5+7)/2 = 5,75 2,5 0,091 0,0364 - 1,438898616


Regresi linear ( t* vs Log Du / Δt )
a : - 1,31638362
b : - 0,014058683
r : - 0,401350566
−𝑘
b= 2,303

−𝑘
- 0,014058683 = 2,303

- 0,014058683 x 2,303 = -k
-1
k = 0,0324.jam
0,693
t1/2 = 𝑘

0,693
t1/2 = 0,0324
= 21,3889 jam

DIAGRAM

VI. PEMBAHASAN
Pada praktikum kali ini dilakukan penentuan konsentrasi dan parameter farmakokinetik pada
suatu obat dari sebuah sampel urine. Pengujian ini juga dilakukan untuk mengetahui kadar
vitamin C yang terukur apakah masih dalam rentang/jumlah yang sesuai atau tidak. sampel
urine yang digunakan adalah dari 1 probandus yang mengkonsumsi vitacimin. Pada urine
tersebut mengandung berbagai komponen senyawa dan salah satunya adalah senyawa
eksogen. senyawa eksogen ini adalah vitamin C yang digunakan sebagai obat dengan khasiat
antioksidan. Obat yang berkhasiat tersebut tentunya akan berinteraksi dengan molekul-molekul
yang penting secara fungsional dalam tubuh sehingga dapat menghasilkan respon biologis. jika
pada proses biofarmasetik berlangsung dengan baik, maka seharusnya jumlah vitamin C
meningkat dalam urine.

Pada pengujian kali ini hal pertama yang dilakukan adalah probandus diberikan obat vitamin C
sebanyak 1 tab. Obat tersebut diminum sehari sebelum percobaan, tepatnya pada pukul 19.00
WIB. Hal ini untuk memaksimalkan proses biofarmasetik dimana obat akan terabsorbsi,
distribusi, dimetabolisme dan terakhir diekskresi melalui urine. Farmakokinetika obat pada
darah maupun urine hanya dapat memperoleh data berupa konsentrasi, bukan jumlah obat
yang terkandungnya. Semakin banyak jumlah volume urine yang dihasilkan, semakin banyak
pula senyawa yang terdapat didalamnya. Pengumpulan urine dilakukan dengan rentang waktu
yang telah ditentukan. Pada saat pengumpulan catat volume urine dan juga waktunya. Hal ini
dilakukan agar jumlah obat yang dieksresikan memiliki kecepatan eliminasi yang tetap sehingga
data urine yang diperoleh tidak berbeda jauh.
Dihari selanjutnya yaitu dihari pengamatan dilakukan pengenceran urine dari 4 sampel urine
yang telah dikumpulkan caranya dengan dipipet sebanyak 1 ml kemudian ditambahkan aquadest
ad 50 ml dan dimasukkan kedalam labu takar. Ini bertujuan untuk mengetahui berapa banyak
kadar vitamin C dalam beberapa waktu pengambilan urine. Lalu sampel yang telah diencerkan
tersebut diukur absorbansinya menggunakan spektrofotometer UV lambda 244 nm. Pada
proses ini menggunakan aquades sebagai larutan pembandingnya.
Setelah didapat absorbansi dilakukan pembuatan kurva baku vitamin C, dari perhitungan
didapatkan nilai a: 0,1193, b: 925,4 dan r: 0,9737. Sehingga didapatkan persamaan y =
0,1193+925,4x. Selanjutnya, dari nilai tersebut dihitung menggunakan metode ekskresi urin
kumulatif dan metode kecepatan ekskresi renal untuk mengetahui t1/2.

VII. KESIMPULAN
Pada praktikum ini dapat disimpulkan bahwa perbedaan waktu pengambilan
sampel urine dapat mempengaruhi kadar vitamin C di dalamnya. Hal lain juga
dapat dipengaruhi oleh makanan yang dikonsumsi probandus juga kesehatan
tubuhnya.
VIII. DAFTAR PUSTAKA
https://www.academia.edu/34900906/Laporan_Praktikum_Farmakokinetik_
Urin

Anda mungkin juga menyukai