Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH

HUBUNGAN ZAT GIZI LEMAK DAN SITOKIN INFLAMASI

Dosen Pengampuh :

Di Susun Oleh :

Mariana Ringkuangan (7113311210

Ni Wayan Oktavia (711331121041)

Lindayanti (711331121037)

Amison Wanimbo (7113311210

Nurbani S. Pudjiomo (711331121042)

Laura Agnes Palit (711331121035)

Maesi Mangimbuluda (711331121038)

Nimade Widhiastiti (711331121040)

Paskalia Imelda Matayani (711331121043)

Anto Yando (711331121112)

Lavenia Wilar (711331121036)

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTRIAN KESEHATAN MANADO

PRODI SARJANA TERAPAN GIZI DAN DIETETIKA

2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa. Atas rahmat dan hidayah-Nya, kami
dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul " HUBUNGAN ZAT GIZI LEMAK DAN
SITOKIN INFLAMASI" dengan tepat waktu. Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas
Mata Kuliah Imuniologi Gizi, Selain itu, makalah ini bertujuan menambah wawasan tentang
bagaimana hubungan antara zat gizi lemak dan sitokin inflamasi.

Penulis sangat berharap semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi pembaca. Bahkan kami berharap lebih jauh lagi agar makalah ini bisa
pembaca praktikkan dalam kehidupan sehari-hari. Bagi kami sebagai penyusun merasa
bahwa masih banyak kekurangan dalam penyusunan makalah ini karena keterbatasan
pengetahuan dan pengalaman Kami. Untuk itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran
yang membangun dari pembaca.
DAFTAR ISI

COVER...............................................................................................................................i

KATA PENGANTAR.......................................................................................................ii

DAFTAR ISI......................................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN.................................................................................................1

1.1 Latar Belakang...................................................................................................1


1.2 Rumusan Masalah..............................................................................................1
1.3 Tujuan Masalah.................................................................................................1

BAB II PEMBAHASAN...................................................................................................2

2.1 Definisi Obesitas..................................................................................................2

2.2 Obesitas Dan Sistem Imun...................................................................................2

2.3 Definisi Inflamasi.................................................................................................3

2.4 Faktor Yang Memengaruhi Kdar IL-6.................................................................4

2.5 Fungsi Interleukin-6.............................................................................................5

2.6 Hubungan Obesitas Terhadap Kdar Interleukin-6...............................................6

BAB III PENUTUP...........................................................................................................7

3.1 Keesimpulan.........................................................................................................7

3.2 saran.....................................................................................................................7

DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................8
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Di masa remaja asupan nutrien sangat penting guna mendukung pertumbuhan,
perkembangan dan kematangan seksual. Namun demikian ketidak seimbangan antara
asupan energi dengan energi ekspenditur menjadi masalah Kesehatan epidemik di
negara berkembang, terutama Indonesia. Ketidak seimbangan energi yang bersifat
berlebih diyakini menjadi sebab obesitas. Kondisi ini mudah berkembang menjadi
penyakit metabolik karena inflamasi kronik akibat pelepasan sitokin pro-inflamasi
yang terjadi di jaringan lemak, terutama jaringan lemak perut atau lebih dikenal
dengan obesitas perut, dan menjadi faktor resiko penyakit kardiometabolik. Namun
demikian diet dan nutrisi merupakan faktor penyebab obesitas yang mampu diperbaiki
dengan diet yang tepat disertai aktivitas fisik.
Komplikasi obesitas disebabkan oleh akumulasi lemak berlebih yang
menyebabkan dislipidemia sekunder, pada anak ditandai kadar trigliserida yang tinggi
dan kadar kolesterol high-density lipoprotein (HDL-c) yang rendah, sehingga
menyebabkan perkembangan penyakit kardiovaskuler. Jaringan adiposa bertindak
sebagai organ endokrin dan mensekresikan adiposit yang mampu bertindak baik
secara endokrin, parakrin dan autokrin yang bekerja sistemik dan lokal. Namun
kondisi hyperplasia (jumlah adiposit yang banyak) dan hipertrofi (ukuran yang besar)
sehingga menghasilkan dan melepaskan sitokin pro-inflamasi dan menginduksi stress
oksidasi dan inflamasi, diantaranya TNF-α, IL-6, dan hsCRP

1.2 Rumusan Masalah


 Apa definisi dari obesitas ?
 Bagaiaman hubungan antara obesitas dan sistem imun ?
 Apa definisi dari inflamasi
 Apa saja faktor yang mempengaruhi kadar IL-6?
 Bagaimana fungsi dari IL-6?
 Bagaimana hubungan obesitas terhadap kadar IL-6?
1.3 Tujuan Masalah
 Mengetahui apa definisi, hubngan, faktor, fungsi dari masalah tersebut
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Definisi Obesitas

Obesitas merupakan salah satu masalah kesehatan global. Obesitas dikaitkan dengan
keadaan inflamasi kronis tingkat rendah yang ditandai oleh produksi sitokin abnormal,
peningkatan protein fase akut dan aktivasi jalur sinyal inflamasi. NLR (neutrofil to
lymphocyte ratio) sebagai petanda inflamasi yang mudah dan murah, terbukti berhubungan
dengan sindrom metabolik, resisten insulin dan obesitas pada beberapa penelitian. Ferritin
suatu petanda inflamasi dikaitkan dengan obesitas dan dikatakan bahwa ferritin merupakan
petanda inflamasi daripada petanda status besi pada obesitas atau kelebihan berat badan.
Obesitas berkaitan dengan anemia karena penimbunan lemak dan inflamasi kronis di jaringan
adiposa dapat menurunkan penyerapan zat besi. Obesitas berkaitan dengan anemia karena
penimbunan lemak dan inflamasi kronis di jaringan adiposa dapat menurunkan penyerapan
zat besi.30,31 El-kerdany dkk Menyebutkan bahwa Kadar hemoglobin menurun seiring
dengan meningkatnya BMI.

Penelitian oleh Koperdanova 2015 dan Khan dkk. 2016 menyatakan bahwa ferritin
merupakan petanda inflamasi daripada petanda status besi pada pasien dengan obesitas.37
Penelitian ini kontras dengan penelitian sebelumnya dimana ferritin berkorelasi positif
dengan hemoglobin. Anari dkk melaporkan tidak ada perbedaan dalam kadar hemoglobin,
MCV (mean corpuscular volume), status besi, indek saturasi transferin, dan ferritin antara
berat badan normal, berat badan berlebih, dan obesitas. Hal ini mungkin dikarenakan nutrisi
yang baik pada orang obesitas, seperti konsumsi makanan tinggi besi.Obesitas menyebabkan
peradangan kronis yang berhubungan dengan ekspresi dan pelepasan sitokin proinflamasi
termasuk interleukin-6(IL-6) dan tumor necrosis factor-alpha (TNF-α).

2.2 Obesitas Dan Sistem Imun

Kelebihan berat badan merupakan salah satu masalah besar di bidang gizi. Kondisi ini
tidak hanya terkait berlebihnya berat badan, lingkar pinggang, dan persen lemak tubuh tetapi
juga berhubungan dengan gangguan pada metabolisme tubuh. Obesitas berkaitan dengan
gangguan pada produksi adipositokinin seperti leptin dan adiponektin. Leptin adalah hormon
yang dpaat mempengaruhi nafsu makan dan pengeluaran energi. Sedangkan adiponektin
adalah salah satu regulator penting dari respons terhadap insulin dan homeostasis glukosa.
Tidak hanya itu, obesitas juga berhubungan dengan peningkatan produksi Tumor Necrosis
Factor (TNF-alfa) serta gangguan keseimbangan T-helper1 dan T-helper2 . Oleh karena itu,
beberapa peneliti menunjukkan bahwa obesitas terkait dengan peningkatan inflamasi sistem
yang dimediasi oleh sistem imun.

Jaringan lemak abdominal lebih banyak menghasilkan TNF-alfa dibandingkan


jaringan lemak subkutan. TNF-alfa adalah sitokin yang dihasilkan oleh komponen sel imun
dlaam tubuh untuk menghasilkan reaksi inflamasi dan menginduksi kematian sel (apoptosis).
Pada individu yang mengalami obesitas, makrofag masuk ke dalam jaringan adiposa dan
menghasilkan TNF-alfa. Seperti TNF-alfa, interleukin-6 (IL-6) adalah molekul yang
dihasilkan oleh sistem imun untuk melaksanakan fungsinya. Selain berperan dalam proses
inflamasi, ternyata IL-6 juga mempengaruhi metabolisme lipid dan glukosa serta sensitivitas
insulin

Proporsi fenotipe makrofag yang terdapat pada jaringan adiposa individu obes
berbeda dengan proporsi fenotipe pada individu normal. Menurut studi diketahui bahwa
obesitas berhubungan dengan perubahan fenotipe makrofag dari yang semula antiinflamasi
menjadi proinflamasi. Individu dengan obesitas mengalami peningkatan inflamasi karena
kadar sitokin dan kemokin yang diproduksi oleh sel – sel imun dan sel adiposa mengalami
peningkatan. Saat sel adiposa mengalami pembesaran mengakibatkan peningkatan simpanan
lemak. Adiposa mensekresikan beberapa molekul yang memiliki efek lokal maupun sistemik
diantaranya adipokin (seperti leptin dan adiponektin, sitokin, asam lemak).

2.3 Definisi Inflamasi

Inflamasi merupakan sebuah reaksi yang kompleks dari sistem imun tubuh pada
jaringan vaskuler yang menyebabkan akumulasi dan aktivasi leukosit serta protein plasma
yang terjadi pada saat infeksi, keracunan maupun kerusakan sel. Inflamasi pada dasarnya
merupakan sebuah mekanisme pertahanan terhadap infeksi dan perbaikan jaringan tetapi
terjadinya inflamasi secara terus-menerus (kronis) juga dapat menyebabkan kerusakan
jaringan dan bertanggung jawab pada mekanisme beberapa penyakit. Terjadinya proses
inflamasi diinisiasi oleh perubahan di dalam pembuluh darah yang meningkatkan rekrutmen
leukosit dan perpindahan cairan serta protein plasma di dalam jaringan. Proses tersebut
merupakan langkah pertama untuk menghancurkan benda asing dan mikroorganisme serta
membersihkan jaringan yang rusak.
Tubuh mengerahkan elemen-elemen sistem imun ke tempat benda asing dan
mikroorganisme yang masuk tubuh atau jaringan yang rusak tersebut. Faktor lingkungan dan
berbagai faktor lain berperan sebagai penyebab atau pencetus inflamasi saluran napas pada
penderita asma. Inflamasi terdapat pada berbagai derajat asma baik pada asma intermiten
maupun asma persisten. Inflamasi dapat ditemukan pada berbagai bentuk asma seperti asma
alergik, asma nonalergik, asma kerja dan asma yang dicetuskan aspirin.

a) Inflamasi Akut
Reaksi Asma Tipe Cepat Alergen akan terikat pada IgE yang menempel pada sel mast
dan terjadi degranulasi sel mast tersebut. Degranulasi tersebut mengeluarkan
preformed mediator seperti histamin, protease dan newly generated mediator seperti
leukotrin, prostaglandin dan PAF yang menyebabkan kontraksi otot polos bronkus,
sekresi mukus dan vasodilatasi.

b) Inflamasi Kronik
Berbagai sel terlibat dan teraktivasi pada inflamasi kronik. Sel tersebut ialah limfosit
T, eosinofil, makrofag , sel mast, sel epitel, fibroblast dan otot polos bronkus.
Limfosit T yang berperan pada asma ialah limfosit T-CD4+ subtipe Th2). Limfosit T
ini berperan sebagai orchestra inflamasi saluran napas dengan mengeluarkan sitokin
antara lain IL-3, IL-4,IL-5, IL-13 dan GM-CSF. Interleukin-4 berperan dalam
menginduksi Th0 ke arah Th2 dan bersama-sama IL-13 menginduksi sel limfosit B
mensintesis IgE. IL-3, IL-5 serta GM-CSF berperan pada maturasi, aktivasi serta
memperpanjang ketahanan hidup eosinofil.

2.4 Faktor Yang Memengaruhi Kadar IL-6

a) Umur

Semakin tinggi usia atau umur seseorang kadar IL-6 serum juga dapat meningkat.
Umur 65 - 74 tahun memiliki rerata kadar IL-6 sebesar 1,4 pg/ml pada lelaki dan 1,1
pg/ml pada perempuan. Laki-laki dengan umur lebih dari 85 tahun memiliki rerata
kadar IL-6 sebesar 3,5 pg/ml sedangkan pada perempuan rerata kadar IL-6 nya adalah
2,1 pg/ml. Peningkatan radikal bebas oksigen pada usia tua menjadi alasan terjadinya
peningkatan kadar IL-6 terkait umur. Adanya gangguan ekspresi pada gen juga
menjadi penyebab peningkatan IL-6 terkait peningkatan usia (Ketut, 2016).
b) Jenis kelamin

Kondisi pro-inflamasi tidak berat pada usia tua ditandai dengan rendahnya hormon
steroid dalam serum. Banyak hormon yang berkorelasi negatif dengan kadar IL-6
layaknya hormon dehidroepiandosteron (DHEA) sulfat dapat menurunkanproduksi
IL-6 pada sel mononuklear. Maka dari itu hubungan jenis kelamin dengan kadar IL-6
ini adalah pada hormon yang pastinya berbeda antara laki-laki maupun perempuan.
Pada perempuan menopause akan terjadi peningkatan produksi IL-6. Terapi hormon
estrogen pada perempuan menopause juga akan menghambar produksi IL-6 di serum
(Chamarthi et al., 2011).

c) Dm tipe ii

Orang sehat dapat terkena penyakit DM tipe 2 saat terjadi peningkatan kadar IL-6.
Hal itu terjadi karena IL-6 berhubungan dengan metabolisme glukosa didalam tubuh.
IL-6 dapat meningkatkan absorbsi glukosa dan mengakali kekuatan insulin
(Chamarthi et al., 2011).

d) Asap rokok

Asap rokok dapat menginduksi leukosit sehingga kadar IL-6 akan meningkat.
Peningkatan IL-6 ini akibat perannya dalam proses sintesis protein-protein fase akut
maupun C–reactive protein (CRP) oleh hepatosit. Karakteristik yang membedakan IL-
6 dengan sitokin lainnya adalah karena sebagian besar IL-6 beredar bebas di sirkulasi
(Solang et al., 2016).

2.5 Fungsi Interleukin-6

Interleukin-6 merupakan sitokin yang mempunyai fungsi pleotrofik mulai dari


regulasi metabolik sampai inflamasi, autoimun dan respon fase akut. Interleukin 6 juga akan
meningkatkan permeabilitas vaskular, salah satunya efek yang timbul setelah IL-6 menuju
hepatosit yaitu merangsang reaktan fase akut sebagai penanda adanya inflamasi. CRP yang
berperan meningkatkan pelepasan serum amiloid dapat menyebabkan amiloidosis serta
meningkatkan fase akut reaktan fibrinogen yang dapat berisiko kelainan kardiovaskular.
Produksi hepsidin yang meningkat pada kondisi inflamasi menyebabkan terjadinya anemia.
Interleukin-6 juga menyebabkan penurunan produksi albumin yang berakibat timbulnya
edema.
Interleukin-6 yang dihasilkan akan merangsang sel T, CD8 maupun CD4, dan
stimulasi sel limfosti T yang merupakan respon inflamasi. Interleukin-6 diproduksi oleh sel-
sel imun selama respon inflamasi yang memiliki banyak efek. Interleukin berikatan dengan
reseptor pada permukaan sel untuk mengerahkan efeknya pada sel target, reseptor
interleukin-6 di temukan pada membran yang dapat terikat yang membutuhkan koreseptor
GP130

2.6 Hubungan Obesitas Terhadap Kadar Interleukin-6

Ciri khas obesitas ditandai dengan hipertrofi dan hiperplasia jaringan lemak.
Persinyalan parakrin dari jaringan lemak dapat memproduksi sitokin dan mediator lainnya
dalam jumlah besar, contohnya adinopectin, leptin,IL-6 dan TNF-α. Obesitas juga ditandai
dengan terjadinya peradangan kronis derajat rendah. Hal itu dikarenakan munculnya tanda
peradangan (IL-6, IL-8, CRP, leptin dan haptoglobin) yang terdeteksi pada penderita
obesitas. Hal ini dapat diatasi dengan menurunkan berat badan. IL-6 dan IL-6R di jaringan
diekspresikan oleh adiposit dan matriks di jaringan adiposa

Ekspresi dari IL-6 dan IL-6R di jaringan adiposa viseral 2-3 x lebih banyak dibanding
jaringan adiposa dibawah kulit. Ekspresi IL-6 di pembuluh darah berhubungan secara positif
dengan gangguan toleransi glukosa, obesitas, dan insulin resisten. Ekspresi IL-6 di pembuluh
darah dapat menyebabkan turunnya berat badan dan menghambat sinyal dari insulin di tepi
dengan cara merendahkan insulin receptor signaling components, dan menjadikan supresi
cytokine signaling 3 sebagai pengaturan negatif untuk insulin dan leptin signaling.
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

3.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA

file:///C:/Users/ACER/Downloads/admin,+048+-+347+-+Emelia+Wijayanti+-
+galley.pdf

file:///C:/Users/ACER/Downloads/
ZDY5ZjBjM2Q5YTQyNDMxNjE1MDFkNzAyYzE5YWIyOWMyOWQxMzQ3YQ==.pdf

https://news.unair.ac.id/2020/10/24/remaja-obesitas-diet-dan-profil-inflamasi-sebagai-
penanda-awal-atherosclerosis/?lang=id

Anda mungkin juga menyukai