TUJUAN PEMBELAJARAN
Penulisan tujuan pembelajaran sebaiknya memuat 2 komponen utama, yaitu:
Dalam menyusun alur tujuan pembelajaran, ada beberapa prinsip yang perlu diperhatikan:
1. Tujuan pembelajaran adalah tujuan yang lebih umum bukan tujuan pembelajaran harian
(goals, bukan objectives);
2. Alur tujuan pembelajaran harus tuntas satu fase, tidak terpotong di tengah jalan;
3. Alur tujuan pembelajaran perlu dikembangkan secara kolaboratif, (apabila guru
mengembangkan, maka perlu kolaborasi guru lintas kelas/tingkatan dalam satu fase.
Contoh: kolaborasi antara guru kelas I dan II untuk Fase A;
4. Alur tujuan pembelajaran dikembangkan sesuai karakteristik dan kompetensi yang
dikembangkan setiap mata pelajaran. Oleh karena itu sebaiknya dikembangkan oleh pakar
mata pelajaran, termasuk guru yang mahir dalam mata pelajaran tersebut;
5. Penyusunan alur tujuan pembelajaran tidak perlu lintas fase (kecuali pendidikan khusus);
6. Metode penyusunan alur tujuan pembelajaran harus logis, dari kemampuan yang
sederhana ke yang lebih rumit,
dapat dipengaruhi oleh karakteristik mata pelajaran, pendekatan pembelajaran yang
digunakan (misal: matematik realistik);
7. Tampilan tujuan pembelajaran diawali dengan alur tujuan pembelajarannya terlebih
dahulu, baru proses berpikirnya (misalnya, menguraikan dari elemen menjadi tujuan
pembelajaran) sebagai lampiran agar lebih sederhana dan langsung ke intinya untuk
guru;
8. Karena alur tujuan pembelajaran yang disediakan Kemendikbudristek merupakan contoh,
maka alur tujuan pembelajaran dapat bernomor/huruf
(untuk menunjukkan urutan dan tuntas penyelesaiannya dalam satu fase);
9. Alur tujuan pembelajaran menjelaskan SATU alur tujuan pembelajaran, tidak bercabang
(tidak meminta guru untuk memilih). Apabila sebenarnya urutannya dapat berbeda, lebih
baik membuat alur tujuan pembelajaran lain sebagai variasinya, urutan/alur perlu jelas
sesuai pilihan/keputusan penyusun, dan untuk itu dapat diberikan nomor atau kode; dan
10. Alur tujuan pembelajaran fokus pada pencapaian CP, bukan profil pelajar Pancasila dan
tidak perlu dilengkapi dengan pendekatan/strategi pembelajaran (pedagogi).
Tidak ada format komponen yang ditetapkan oleh pemerintah. Komponen alur tujuan
pembelajaran dapat disesuaikan dengan kebutuhan satuan pendidikan yang mudah dimengerti
oleh pendidik.
JENIS ASESMEN
1. Asesmen formatif, yaitu asesmen yang bertujuan untuk memberikan informasi atau
umpan balik bagi pendidik dan peserta didik untuk memperbaiki proses belajar.
a. Asesmen di awal pembelajaran yang dilakukan untuk mengetahui kesiapan peserta
didik untuk mempelajari materi ajar dan mencapai tujuan pembelajaran yang
direncanakan. Asesmen ini termasuk dalam kategori asesmen formatif karena
ditujukan untuk kebutuhan guru dalam merancang pembelajaran, tidak untuk
keperluan penilaian hasil belajar peserta didik yang dilaporkan dalam rapor.
b. Asesmen di dalam proses pembelajaran yang dilakukan selama proses
pembelajaran untuk mengetahui perkembangan peserta
didik dan sekaligus pemberian umpan balik yang cepat. Biasanya asesmen ini
dilakukan sepanjang atau di tengah kegiatan/langkah pembelajaran, dan dapat juga
dilakukan di akhir langkah pembelajaran. Asesmen ini juga termasuk dalam kategori
asesmen formatif.
2. Asesmen sumatif, yaitu asesmen yang dilakukan untuk memastikan ketercapaian
keseluruhan tujuan pembelajaran. Asesmen ini dilakukan pada akhir proses
pembelajaran atau dapat juga dilakukan sekaligus untuk dua atau lebih tujuan
pembelajaran, sesuai dengan pertimbangan pendidik dan kebijakan satuan
pendidikan. Berbeda dengan asesmen formatif, asesmen sumatif menjadi bagian dari
perhitungan penilaian di akhir semester, akhir tahun ajaran, dan/atau akhir jenjang.
Kedua jenis asesmen ini tidak harus digunakan dalam suatu rencana pelaksanaan pembelajaran atau
modul ajar, tergantung pada cakupan tujuan pembelajaran
MENENTUKAN KETERCAPAIAN TUJUAN PEMBELAJARAN
Untuk mengetahui apakah peserta didik telah berhasil mencapai tujuan pembelajaran, pendidik
perlu menetapkan kriteria atau indikator ketercapaian tujuan pembelajaran. Kriteria ini
dikembangkan saat pendidik merencanakan asesmen, yang dilakukan saat
pendidik menyusun perencanaan pembelajaran,
baik dalam bentuk rencana pelaksanaan pembelajaran ataupun modul ajar.
Penting untuk diperhatikan bahwa pendidik tidak mencampur penghitungan dari hasil asesmen
formatif dan sumatif karena asesmen formatif dan sumatif memiliki fungsi yang berbeda.
Asesmen formatif bertujuan untuk memberikan umpan balik pada proses sehingga asesmen
formatif bukan menjadi penentu atau pembagi untuk nilai akhir.
Dalam mengolah dan menentukan hasil akhir asesmen sumatif, pendidik perlu membagi
asesmennya ke dalam beberapa kegiatan asesmen sumatif agar peserta didik dapat
menyelesaikan asesmen sumatifnya dalam kondisi yang optimal (tidak terburu-buru atau tidak
terlalu padat). Untuk situasi ini, nilai akhir merupakan gabungan dari beberapa kegiatan
asesmen tersebut.
KENAIKAN KELAS
Satuan pendidikan memiliki keleluasaan untuk menentukan kriteria kenaikan kelas.
Penentuan kenaikan kelas dilakukan dengan mempertimbangkan laporan kemajuan belajar yang
mencerminkan pencapaian peserta didik pada semua mata pelajaran dan ekstrakurikuler serta
prestasi lain selama 1 (satu) tahun ajaran
Untuk menilai pencapaian hasil belajar peserta didik sebagai dasar penentuan kenaikan
kelas dapat berdasarkan penilaian sumatif. Penilaian pencapaian hasil belajar peserta didik
untuk kenaikan kelas dilakukan dengan membandingkan pencapaian hasil belajar peserta didik
dengan kriteria ketercapaian tujuan pembelajaran.
Ilustrasi di atas menunjukkan bahwa satuan pendidikan tidak perlu menentukan kriteria
dan mekanisme kenaikan kelas. Kenaikan kelas dilaksanakan secara otomatis (automatic
promotion). Pembelajaran dilaksanakan menggunakan prinsip mastery learning yang sangat sesuai
dengan pembelajaran berdiferensiasi atau pembelajaran sesuai tahap capaian (teaching at the right
level). Setiap peserta didik mempelajari tujuan pembelajaran yang sama dalam setiap pertemuan,
namun bagi peserta didik yang tidak dapat mencapai kriteria ketercapaian tujuan pembelajaran
perlu ditindaklanjuti dengan memberikan perlakukan khusus agar dapat mencapainya. Dengan kata
lain, tindakan untuk peserta didik yang berisiko tidak seharusnya menunggu hingga tahun ajaran,
tetapi perlu segera diberikan.
Dalam proses penentuan peserta didik tidak naik kelas, perlu dilakukan musyawarah dan
pertimbangan yang matang sehingga opsi tidak naik kelas menjadi pilihan paling akhir apabila
seluruh pertimbangan dan perlakuan telah dilaksanakan. Banyak penelitian menunjukkan
bahwa tinggal kelas tidak memberikan
manfaat signifikan untuk peserta didik, bahkan cenderung memberikan dampak buruk