Anda di halaman 1dari 10

Selanjutnya adalah mengelola penelitian berdasarkan lapangan.

Dalam bahasan ini, ada 2 pokok penting yang harus diperhatikan yaitu:

1. Cara menghemat waktu untuk merencanakan dan mengantisipasi langkah peneliti selanjutnya saat
bekerja di lapangan.
2. Menanggapi perbedaan pola dan hubungan Kerjasama apabila pekerjaan di lapangan dilakukan oleh
lebih dari satu orang.

a. Cara menghemat waktu untuk merencanakan dan mengantisipasi langkah peneliti selanjutnya
saat bekerja di lapangan.
Seperti yang telah dijelaskan pada pertemuan sebelumnya, penelitian kualitatif bersifat fleksibel
tergantung pada kebutuhan, situasi dan kondisi lapangan. Dalam hal ini, peneliti studi kualitatif harus
mampu melakukan manajemen waktu dengan baik seperti membagi waktu untuk melakukan collect
data di lapangan atau menganalisis hasil temuan karena hal tersebut membutuhkan waktu. Oleh
karena itu, peneliti kualitatif yang baik harus memiliki skala prioritas atas segala kebutuhan penelitian
agar terencana dengan baik atau tidak berantakan.
Peneliti kualitatif dapat membagi tugas berdasarkan skala prioritas yang dipopulerkan oleh Stephen
Covey, dimana dia membuat matriks manajemen waktu untuk membantu memahami bagaimana
mengelola kerja lapangan. Dilihat dari matriks ini, dimensi matriks tersebut dibagi menjadi tugas yang
dianggap mendesak dan tidak mendesak, serta pekerjaan yang dapat dianggap penting atau tidak
penting. Sebagai contoh: Peneliti dapat membagi pekerjaan untuk studi kualitatif dengan
menempatkan tugas antara wawancara mendalam dengan informan menjadi sangat penting dan
mendesak, membaca literatur yang relevan menjadi penting dan mendesak, dan scrolling sosial media
menjadi tidak penting dan kurang mendesak.
b. Menanggapi perbedaan pola dan hubungan Kerjasama apabila pekerjaan di lapangan dilakukan
oleh lebih dari satu orang.
Jadi dalam sebagian besar studi kualitatif, kerja lapangan, baik dari partisipan-pengamat atau ragam
wawancara, dilakukan oleh peneliti tunggal. Dalam kondisi seperti itu, tantangan utama dalam
mengelola lapangan kerja adalah self-management dan kemampuan mengendalikan diri.
Namun, beberapa studi kualitatif sengaja melibatkan orang tambahan untuk membantu kerja
lapangan. Peran orang-orang ini bisa jadi berbeda. Dalam peran untuk sekedar membantu, orang lain
(orang tambahan ini) dapat dipanggil untuk melayani sebagai pendamping peneliti utama atau
menemani peneliti utama tetapi tidak melakukan fungsi penelitian formal apa pun. Ilustrasinya
seperti terkadang dalam suatu situasi tertentu, peneliti utama memilliki kebutuhan untuk keamanan
pribadi saat seorang peneliti wanita akan mengunjungi rumah laki-laki dewasa untuk melakukan
wawancara di malam hari, nah peran orang tambahan adalah menemani si peneliti utama wanita
tersebut (misalnya, Royster, 2003). Dalam situasi lain, kebutuhan yang terjadi mungkin berbasis
budaya, seperti ketika mengadakan wawancara pribadi antara seorang peneliti dari satu jenis kelamin
dengan orang dari jenis kelamin lain akan tampak tidak pantas secara sosial dan membahayakan posisi
peneliti dalam komunitas yang sedang dipelajari (misalnya, Menjívar, 2000, hlm. 246–247).
Untuk peran yang lebih menuntut, seperti mencari kolega penelitian, maka peneliti utama perlu
melatih kolega tersebut dalam melakukan fungsi penelitian. Kolega seperti itu mungkin dilibatkan
untuk mengatasi ancaman refleksivitas. Misalnya, peneliti utama mungkin khawatir bahwa perbedaan
jenis kelamin, usia, atau ras dan etnis dapat menyebabkan hasil wawancara yang terdistorsi. Dengan
memiliki sebagian wawancara yang dilakukan oleh seorang kolega penelitian dari beberapa dimensi
demografi kritis, maka akan membantu mengatasi masalah tersebut. Sehingga hasil penelitian
menjadi lebih kaya.
Selain itu, Motivasi yang sangat berbeda ketika amemiliki anggota tim tambahan akan muncul ketika
ruang lingkup studi terlalu luas untuk dicakup oleh seorang peneliti tunggal. Situasi tipikal adalah
ketika sebuah studi memiliki beberapa pengaturan lapangan. Untuk menghilangkan perbedaan
temporal atau musiman dalam mengumpulkan data dalam pengaturan ini, kerja lapangan mungkin
perlu dilakukan selama periode waktu yang sama. Dalam situasi ini, peneliti utama perlu melatih
sepenuhnya satu atau lebih kolega bersama, masing-masing mencakup latar yang berbeda.
Kebutuhan akan kolega yang terlatih sepenuhnya juga dapat muncul bahkan jika studi tidak dilakukan
di berbagai tempat. Sebagai contoh mungkin penelitian ini memerlukan pengumpulan data dalam
jumlah yang intensif tentang latar yang sama. Dalam situasi yang paling rumit, seluruh tim studi dapat
mendirikan kantor lapangan dan berlokasi di sana selama satu atau dua tahun (misalnya, Lynd & Lynd,
1929). Data yang relevan mungkin tidak terbatas pada pengamatan lapangan dan wawancara tetapi
dapat melibatkan survei serta pengambilan dan pemeriksaan arsip dan informasi dokumenter.
Dalam salah satu situasi terakhir ini, di mana kolega mengumpulkan data secara terkoordinasi, baik di
beberapa lokasi atau di lokasi yang sama, muncul prosedur manajemen tim yang penting. Pertama,
tim mungkin ingin mengembangkan dan menggunakan protocol lapangan umum, untuk mengurangi
variabilitas yang tidak diinginkan dalam mengumpulkan data. Kedua, tim perlu mengadakan
pertemuan rutin selama periode kerja lapangan, dengan hati-hati mengoordinasikan dan
berkolaborasi dalam pekerjaannya (misalnya, Lareau, 2003, hlm. 268).

Selanjutnya adalah berlatih dalam melakukan penelitian kuailitati

a. Cara melatih keterampilan sebelum memulai studi yang sebenarnya

Pada masa lalu, istilah "melakukan penelitian" mungkin berarti duduk di perpustakaan dan mengambil
serta memanipulasi informasi. Namun, Saat ini, melakukan penelitian juga berarti secara aktif
mengumpulkan data baru, baik di laboratorium maupun di dunia nyata. Sejauh ini, penelitian bukan hanya
bentuk kebutuhan akademis. Penelitian juga merupakan praktek. Yagng artinya Praktik yang dapat
"dipraktikkan", dan semakin banyak dipraktikkan, semakin baik hasilnya.

Sayangnya, praktik terbaik untuk melakukan studi kualitatif adalah dengan melakukannya atau melakukan
tindakan secara aktif. Namun, logika seperti itu belum cukup membantu dalam memahami apa yang harus
dilakukan sebelum studi kualitatif pertama Peneliti. Sehingga Apa yang dapat Peneliti lakukan adalah
mempraktekkan beberapa prosedur penelitian utama secara mandiri dan berdasarkan percobaan.

b. Melakukan Latihan dalam buku ini untuk berlatih

Dalam situasi ini, meskipun latihan hanya meminta Peneliti untuk menyelesaikan satu contoh seperti
membandingkan satu dokumen dengan wawancara satu orang, Peneliti dapat melakukan lebih banyak
hal untuk melakukan percobaan dan mencari pengalaman studi kualitatif. Peneliti dapat dengan mudah
memeriksa beberapa dokumen, dipasangkan dengan mewawancarai beberapa orang. Untuk
mendapatkan hasil maksimal dari latihan, Peneliti harus menilai pekerjaan Peneliti sendiri setelah setiap
pasangan dan memutuskan perubahan atau peningkatan apa yang mungkin Peneliti lakukan pada
pasangan berikutnya. Untuk wawancara, misalnya, Peneliti harus banyak berlatih sehingga akhirnya
menjadi terbiasa mendengarkan, mengajukan pertanyaan, dan mencatat pada saat yang bersamaan.
Idealnya, Peneliti telah mengembangkan prosedur rutin yang membuat Peneliti nyaman melakukan studi
kualitatif.

c. Melakukan pilot study

Istilah pilot study atau studi pilot bisa memiliki dua pengertian yang berbeda di dalam penelitian ilmu
ssosial. Pertama, studi pilot bisa diartikan sebagai studi kelayakan (feasibility study). Dalam pengertian ini,
studi pilot adalah merupakan sebuah versi kecil dari sebuah penelitian atau suatu percobaan (trial run),
yang dilaksanakan sebagai persiapan bagi studi yang lebih besar.

Pilot study membantu menguji dan menyempurnakan satu atau lebih aspek studi akhir misalnya,
desainnya, prosedur kerja lapangan, instrumen pengumpulan data, atau rencana analisis. Dalam
pengertian ini, pilot study memberikan kesempatan lain untuk berlatih. Informasi dari pilot study dapat
berkisar dari topik logistik (misalnya, belajar tentang waktu lapangan yang diperlukan untuk mencakup
prosedur tertentu) hingga yang lebih substantif (misalnya, menyempurnakan pertanyaan penelitian
studi). Apa pun tujuan pilot study, para peserta pilot study perlu mengetahui bahwa mereka berpartisipasi
dalam studi percontohan.

d. Mencari motivasi

Meningkatkan motivasi untuk melakukan studi kualitatif juga bisa dipraktikkan dan merupakan cara
terakhir yang penting untuk membekali diri. Jika Peneliti merasa gentar sebelum memulai studi semacam
itu, dorongan motivasi akan membantu. Dorongan seperti itu mungkin datang dari sikap kompetitif,
seperti menetapkan harapan yang tinggi untuk melakukan studi Peneliti. Jika dorongan kompetitif tidak
berlaku untuk Peneliti, cara alternatif untuk meningkatkan motivasi mungkin dengan memikirkan
kepuasan yang akan Peneliti dapatkan dari melakukan penelitian kualitatif. Ingatlah bahwa penelitian
kualitatif memberi Peneliti kesempatan untuk mempelajari latar dunia nyata dengan istilahnya sendiri,
sehingga memberikan beragam topik studi yang Peneliti inginkan. Ingatkan diri Peneliti tentang
pengetahuan yang akan diperoleh dengan melakukan penelitian kualitatif.

Penetapan dan Pemeliharaan Perilaku Etis

Etika penelitian kerap menjadi pembahasan yang menarik karena menjadi ukuran baik buruknya jenis
penelitian yang akan dilakukan. Olehnya itu, perlu pemahaman yang mendalam tentang etika penelitian
yang sesuai dengan prinsip, kode etik, serta standar etik. Apalagi sebagai penelitian, kita dituntut untuk
mengembangkan pengetahuan dan teknologi yang bermanfaat bagi masyarakat. Tentu dalam melakukan
tugas tersebut, peneliti dituntut untuk menunjang tinggi dan menjaga perbuatan dan tindakan yang
bertanggung jawab dalam penelitian.
Dalam bahasan ini, akan disampaikan masalah perilaku etis khususnya dalam penelitian kualitatif
mencakup kode etik, ilustrasi dalam kode etik lima profesi asosiasi, integritas penelitian, dan
pengungkapan sebagai salah satu cara untuk menunjukkan integritas penelitian.

Untuk kode etik,

Dalam melakukan penelitian, salah satu pilihan terpenting adalah memutuskan data apa, setelah
dikumpulkan, untuk dimasukkan ke dalam analisis. Meskipun yang pertama tujuan utama untuk
membangun kepercayaan dan kredibilitas, seperti yang dibahas di pertemuan sebelumnya yaitu dengan
melaporkan prosedur dan data penelitian setransparan mungkin, namun sayangnya beberapa data akan
selalu berada di luar analisis dan juga tidak dilaporkan. Hal ini terjadi karena tidak mungkin menganalisis
semua data yang telah terkumpul. Demikian pula, pelaporan lengkap semua data dibatasi oleh ruang yang
tersedia di artikel jurnal. Karya yang lebih besar, seperti buku atau disertasi, juga masih ada batasnya.
Sehingga muncul pertanyaan. Peneliti harus bekerja dengan semua data mereka—tetapi mungkinkah
beberapa peneliti mengabaikan sebagian data mereka karena data tersebut tidak mendukung proposisi
utama penelitian mereka?

Namun, kemungkinan mengecualikan data dapat menjadi kenyataan, bahkan dalam penelitian
eksperimental—karena subjek manusia tampak tidak kooperatif atau salah satu uji coba tampak tidak
teratur. Apakah data pelaku eksperimen diabaikan karena alasan prosedural atau karena hasil yang
berlawanan? Dalam melakukan penelitian kualitatif, situasi serupa dapat muncul ketika mengabaikan
wawancara dengan peserta yang tidak percaya dengan konsep peneliti. Apakah peserta benar-benar tidak
percaya, atau dia hanya tidak setuju dengan keyakinan peneliti?

Untuk menghindari bias semacam ini diperlukan etika yang kuat. Peneliti perlu memulai penelitian Peneliti
dengan menetapkan aturan yang jelas untuk menentukan keadaan di mana data apa pun nantinya akan
dikecualikan. Peneliti kemudian perlu memantau pekerjaan Peneliti sendiri dan memiliki kemauan keras
untuk mengikuti aturan Peneliti sendiri. Misalnya, kerangka kerja pengambilan keputusan, yang
mencakup kriteria eksplisit mengenai bagaimana situasi tertentu sesuai dengan intuisi, aturan, prinsip dan
teori, nilai, dan tindakan Peneliti. Peneliti perlu mengenal diri sendiri dengan cukup baik untuk
mengantisipasi kapan Peneliti mungkin tergoda untuk "membuat pengecualian" dan melawan godaan
tersebut dengan peringatan yang lebih kuat mengenai konsekuensi yang mengerikan dari melanggar
peraturan Peneliti sendiri.
Berperilaku baik dalam situasi ini dianggap sebagai masalahintegritas penelitian. Peneliti dapat
menemukan panduan aktual tentang integritas tersebut dari sejumlah sumber. Sumber-sumber ini
menawarkan secara resmi dinyatakankode etik, stpenelitir etika, atauprinsip-prinsip panduan dan
dipromosikan oleh asosiasi profesional.

Selanjutnya adalah Ilustrasi butir-butir dalam kode etik lima profesi asosiasi (kecuali masalah pada
perlindungan subyek manusia)

Disini saya akan menyampaikan sekilas contoh kode etik yang diterapkan oleh beberapa asosiasi profesi
di dunia.

Pada dasarnya, konsep yang diatur dalam kode etik tersebut hampir sama. Dimana ada Asosiasi
antropilogi, Pendidikan riset, Evaluasi, Sosiologi, dan ilmi politik dari Amerika mengatur kode etik tentang:

- Tanggung jawab terhadap orang atau hewan yang dipelajari


- Tanggung jawab di lapangan, misalnya tetap menjalankan kehidupan professional agar tidak
membahayakan profesi.
- Melakukan penyelidikan sistematis
- Menghormati hak, martabat, dan keragaman manusia, dan lain sebagainya.

Selanjutnya yaitu integritas penelitian

Integritas penelitian berarti bahwa Peneliti dan kata-kata Peneliti dapat dipercaya sebagai mewakili posisi
dan pernyataan yang benar. Meskipun penelitian tidak menuntut Peneliti bersumpah, seperti di bidang
lain, orang harus tahu, melalui tindakan, sikap, dan metode penelitian Peneliti, bahwa Peneliti berusaha
untuk menghasilkan penelitian yang jujur. Integritas penelitian sangat penting dalam penelitian kualitatif.
Karena desain dan prosedur untuk melakukan penelitian kualitatif berpotensi lebih fleksibel daripada
melakukan sebagian besar jenis penelitian lainnya, orang akan ingin mengetahui bahwa peneliti kualitatif
telah berusaha keras untuk melakukan penelitian mereka secara akurat dan adil. Misalnya, salah satu
integritas penelitian peneliti adalah kesediaan untuk menguji keabsahan data, atau bahkan pemikiran
Peneliti sebelumnya tentang suatu masalah ditentang.

Pengungkapan sebagai salah satu cara untuk menunjukkan integritas penelitian

Hampir semua peneliti akan dengan mudah mengklaim bahwa mereka memiliki integritas penelitian.
Namun pertanyaannya, Bagaimana mengkomunikasikannya kepada orang lain mungkin soal tersebut.
Salah satu cara yang bermanfaat adalah mengungkapkan kondisi yang mungkin memengaruhi
pelaksanaan penelitian. Misalnya, semua orang setuju bahwa peneliti harus mengungkapkan sebanyak
mungkin tentang kondisi metodologis yang mungkin memengaruhi studi dan hasilnya—seperti bagaimana
pengaturan lapangan atau pesertanya dipilih. Namun,penelitian kualitatif menuntut pengungkapan
tentang peran dan sifat pribadi peneliti yang juga dapat memengaruhi penelitian dan hasilnya.

Melindungi Subjek Manusia: Memperoleh Persetujuan dari Dewan Peninjau Institusi (Institutional
Review Board)

Peran IRB

Sebelum lebih jauh mengenai peran. Kita perlu tahu apa itu IRB. IRB adalah singkatan dari Institutional
Review Board. Jika Anda melakukan penelitian yang melibatkan peserta manusia, Anda harus
mendapatkan persetujuan dari IRB Amherst sebelum Anda mengumpulkan informasi Anda. Tujuan
peninjauan dan persetujuan adalah untuk memastikan bahwa tidak ada/minimal risiko bagi peserta, dan
bahwa mereka sepenuhnya menyadari hak-hak mereka berdasarkan peraturan federal.

Secara prosedur, IRB akan melakukan Tinjauan Etika dan Formulir Persetujuan. Seperti:

tujuan -- mengapa Anda melakukan penelitian ini? apa yang ingin kamu capai?
peserta -- siapa yang Anda minta untuk berpartisipasi dalam penelitian ini? apakah ada populasi rentan
(narapidana, anak-anak, cacat mental/kognitif, ibu hamil, kurang mampu secara ekonomi/pendidikan)?
konsekuensi negatif apa yang mungkin terjadi sebagai akibat dari partisipasi, dan bagaimana Anda akan
melindunginya?
prosedur -- apa yang Anda minta agar peserta lakukan? jika Anda mewawancarai peserta, apa yang Anda
tanyakan kepada mereka? apakah ada aspek sensitif atau berpotensi merusak pertanyaan/pengamatan
Anda?
kekuasaan -- bagaimana Anda akan mendapatkan persetujuan? bagaimana Anda memastikan bahwa
peserta dapat meninjau kontribusi mereka sendiri dan mengontrol privasi mereka?
Peran dari IRB yaitu:
● Setiap studi dengan peserta manusia, kualitatif atau nonkualitatif, memerlukan persetujuan
terlebih dahulu dari dewan peninjau kelembagaan (IRB). Persetujuan IRB secara integral terkait
dengan masalah etika manusia yang baru saja dibahas. Relevansi dari persetujuan tersebut
dimulai dengan prinsip sederhana: Semua penelitian dengan partisipan manusia (apakah mereka
secara resmi ditunjuk sebagai "subjek" manusia atau tidak) perlu ditinjau dan disetujui dari sudut
peneli yang etis.
● Misalnya, peserta penelitian dapat terancam bahaya psikologis jika sengaja disesatkan atau ditipu
sebagai bagian dari eksperimen sosial. Penelitian semacam itu, terkadang melibatkan rekan
senegaranya dari pelaku eksperimen yang bertindak sebagai "antek", pada satu waktu mewakili
hampir setengah dari semua artikel yang diterbitkan di salah satu jurnal paling terkemuka dalam
psikologi sosial (Dewan Riset Nasional, 2003, hlm. 110).

Kemudian adalah pertimbangan melindungi subjek manusia


Panduan untuk IRB mencakup empat prosedur utama yang harus diperhatikan oleh pengajuan (Dewan
Riset Nasional, 2003, hlm. 23–28):
a. Memperoleh informed consent secara sukarela dari partisipan, biasanya dengan meminta mereka
menpenelititangani pernyataan tertulis (“informed” artinya partisipan memahami tujuan dan
sifat penelitian);
b. Menilai bahaya, risiko, dan manfaat dari penelitian, dan meminimalkan ancaman bahaya
(kerugian fisik, psikologis, sosial, ekonomi, hukum, dan martabat) kepada peserta;
c. Memilih partisipan secara adil, sehingga tidak ada kelompok orang yang secara tidak adil
dimasukkan atau dikeluarkan dari penelitian; dan
d. Menjamin kerahasiaan tentang identitas peserta, termasuk yang muncul dalam catatan komputer
dan kaset audio dan video.
Dalam riset sosial, peneliti perlu setidaknya memenuhi standar informed consent sebelum melakukan
proses pengambilan data (Ferreira & Serpa, 2018; Vanklay, Baines and Taylor, 2013). Calon responden
atau partisipan berhak untuk diinformasikan sekurang-kurangnya tentang : (1) Prosedur penelitian, yaitu
gambaran tentang pengambilan data dan tujuan penelitian, informasi waktu yang diharapkan untuk
berpartisipasi (misalnya: lama mengisi kuesioner, jumlah dan durasi sesi, total waktu yang dihabiskan, dll);
(2) Informasi mengenai manfaat, ketidaknyamanan, dan risiko penelitian yang mungkin bisa terjadi ketika
berpartisipasi. Misalnya saja penelitian tersebut hendak mengases tentang simtom emosi selama masa
pandemi. Bisa saja pertanyaan terkait emosi-emosi negatif memberikan rasa tidak nyaman dan punya
risiko untuk memicu emosi tertentu. Calon partisipan berhak tahu bahwa bisa saja ada risiko semacam
itu. Peneliti bertanggung jawab untuk membuat rambu-rambu keamanan sehingga bila terjadi kerugian
atau masalah psikologis ataupun ketidaknyamanan yang mengganggu partisipan akibat menjadi
responden, maka sudah tersedia layanan atau rujukan yang membantu partisipan mengurangi dampak
yang disebabkan oleh penelitian yang dilakukan peneliti; (3) Prinsip privasi dan kerahasiaan untuk
memastikan perlindungan informasi data selama penelitian, pengajaran, atau praktik profesional.
Kewajiban kerahasiaan juga termasuk pada seluruh anggota tim peneliti dan semua orang yang memiliki
akses ke proses penelitian. Institutional Review Board (IRB) di Perguruan Tinggi luar negeri bahkan
mewajibkan peneliti menyampaikan pada calon responden bagaimana proses penyimpanan data tersebut
dilakukan; (4) Hak untuk menarik persetujuan, yaitu informasi bahwa partisipan boleh menarik
persetujuan untuk proses data pribadi naupun menghentikan proses partisipasinya kapanpun juga tanpa
dikenai konsekuensi apapun; (5) Hak untuk mengajukan pertanyaan, keluhan, baik pada peneliti maupun
Lembaga tempat peneliti tersebut berada. Oleh sebab itu, peneliti perlu memberikan data detil (nama
dan kontak) peneliti yang terlibat atau bertanggung jawab; (6) Informasi adanya kompensasi (bila
diberikan) ketika menjadi responden penelitian.

Selain poin-poin tersebut, calon responden juga perlu diinformasikan ketika peneliti (misalnya dalam studi
kualitatif) menggunakan alat perekam suara maupun video maupun foto dan bagaimana prosedur
tersebut terjamin kerahasiaannya.

Beberapa IRB juga menetapkan tambahan prosedur informed consent yang lebih ketat untuk studi yang
menyasar pada partisipan yang masuk dalam kelompok rentan (misalnya: anak, individu yang memiliki
sakit tertentu, kelompok yang berisiko mengalami stigma, dll).

Akan sangat ideal bila berbagai riset yang mengikutsertakan manusia mendapatkan proses review terlebih
dahulu sebagai bagian dari perlindungan terhadap individu. Tentu saja, proses ini bukan untuk
membebani peneliti, namun sebaliknya memberikan proses belajar yang positif ketika melewati rangkaian
prosedur riset ilmiah sesuai dengan prinsip etika penelitian: respect, do no harm and maximize well-being,
dan justice

Anda mungkin juga menyukai