Anda di halaman 1dari 3

Optimalisasi peran IPNU dalam Menangkal Paham Radikal

Ahmad Baedowi, M.Si

Isu radikalisme dikalangan pelajar kembali mencuat setelah terjadi penangkapan salah seorang
mahasiswa Universitas Brawijaya Malang (UB) oleh Densus 88 Antiteror Mabes Polri.
Keterlibatan pemuda dalam hal ini mahasiswa dalam jaringan teroris harus menjadi perhatian
serius semua kalangan. Keikutsertaan pemuda terhadap ideologi radikalisme merupakan salah
satu isu penting yang harus dicermati di tengah bonus demografi yang tengah berlangsung di
negeri ini. Pertanyaan mengalir kenapa kalangan pemuda atau pelajar mudah sekali terbujuk dan
terperangkap dalam jaringan pemahaman yang radikal? Jawabannya adalah karena usia pemuda
merupakan usia yang tepat atau potential recruit yang mudah untuk dibujuk dengan hanya
“narasi tipis” ideologi radikal. Pemuda dan pelajar merupakan segmen usia yang rentan terhadap
keterpaparan paham keagamaan radikal. Sehingga tidak heran jika pemuda dan pelajar saat ini
kerap menjadi pelaku lapangan kaderisasi paham radikal khususnya bom bunuh diri.

Kasus penangkapan mahasiswa UB tersebut menunjukkan bahwa keterlibatan pemuda dan


pelajar menjadi salah satu ‘isu sentral’ karena peran pemuda dan pelajar menjadi salah satu
elemen penting dalam gerakan radikal di Indonesia. Cukup beralasan, para pemuda dan pelajar
menjadi target dalam proses kaderisasi paham radikal mengingat para pemuda dan pelajar
memiliki serta menghadapi sejumlah persoalan secara sosial, seperti pengangguran, marjinalitas,
eksistensi dan pencarian jati diri hingga sentimen kehilangan pegangan, dalam hal ini figur
panutan yang kemudian membuat mereka menjadi sumber penting rekrutmen radikalisme.
Secara bersamaan, Islam radikal menjadi perisai ideologis yang kemudian digunakan oleh kaum
muda dalam menghadapi keterpinggiran dalam masyarakat serta melindungi diri mereka dari
arus deras nilai-nilai dan budaya global.

Ada beberapa hal mengapa pemuda dan pelajar menjadi sasaran yang potensial dan strategis
terkait radikalisme yakni, Pertama rentang usia pemuda dan pelajar yang masih muda akan
bersikap terbuka terhadap pemikiran baru karena mereka dalam pencarian jatidiri. Hal tersebut
sangat rentan disisipi isu dan bahasan radikalisme Kedua pemuda dan pelajar memiliki jiwa
muda sehingga terkadang sangat singkat dan belum matang dalam berpikir. Hal ini menjadi
peluang oleh organisasi atau kelompok yang terlibat dalam radikalisme untuk merekrut dan
mengoptimalkan pemuda dan pelajar dalam mensukseskan program radikalisme yang mereka
kembangkan. Ketiga kemudahan mengakses informasi dari internet dan jejaring media sosial
dengan tidak dibarengi dengan kemampuan untuk menyaring informasi tersebut. Lewat internet
dan media sosial, konten hoax (berita bohong) lebih masif dan fenomenal saat ini. Itu seakan
berlomba dengan konten hate speech (ujaran kebencian) dalam memenuhi internet dan jejaring
media sosial. Intensitas tinggi tetapi literasi yang lemah di kalangan anak muda akan
menyebabkan mereka mudah terjaring dan terprovokasi oleh konten yang mereka akses.

Dari data lapangan yang ada diantara faktor penyebab radikalisme di Indonesia adalah adanya
factor internal dan eksternal. faktor eksternal yaitu masuknya pengaruh kekejaman kelompok
Islamic State of Iraq and Syiria (ISIS). Sedangkan faktor internal yaitu munculnya organisasi
keagamaan yang cenderung radikal, diantaranya Jamaah Islamiyah (JI), Majelis Mujahidin
Indonesia (MMI), Negara Islam Indonesia (NII), dan Mujahidin Indonesia Timur (MIT), HTI
dan lain sebagainya.

Fenomena radikalisme di kalangan umat Islam khususnya dikalangan pemuda dan pelajar
biasanya disebabkan karena paham keagamaan yang sempit, perasaan tertekan, terhegemoni,
tidak aman secara psikososial, serta ketidakadilan lokal dan global. Pemahaman seperti ini
sesungguhnya tidak disebabkan oleh faktor tunggal yang berdiri sendiri. Faktor sosial, ekonomi,
lingkungan, politik bahkan pendidikan terkadang ikut andil dalam memengaruhi radikalisme
agama.

Sejatinya, Islam sebagai agama yang merupakan rahmat bagi seluruh alam beserta isinya,
tentunya sangat menganjurkan kepada segenap pemeluknya untuk selalu melakukan perbuatan
yang bermanfaat bagi sesama manusia dan lingkungannya secara kontruktif, serta melarang
untuk melakukan perbuatan yang bersifat sia-sia, apalagi sampai melakukan tindak kekerasan
(destruktif) karena perbuatan yang demikian sudah dapat dipastikan sangat dilarang oleh agama
dan dibenci oleh Allah, sebagaimana yang dijelaskan dalam al-Qur‘an surat al-Qasas ayat 77:
ُّ‫ض ۗاِ َّن هّٰللا َ اَل ي ُِحب‬ ‫هّٰللا‬
ِ ْ‫ا َد فِى ااْل َر‬MM‫ك ِمنَ ال ُّد ْنيَا َواَحْ ِس ْن َك َمٓا اَحْ َسنَ ُ اِلَ ْيكَ َواَل تَب ِْغ ْالفَ َس‬ ِ َ‫س ن‬
َ َ‫ص ْيب‬ ‫وا ْبتَغ ف ْيمٓا ٰا ٰتى َ هّٰللا‬
َ ‫ك ُ ال َّدا َر ااْل ٰ ِخ َرةَ َواَل تَ ْن‬ َ ِ ِ َ
َ‫ْال ُم ْف ِس ِد ْين‬
Artinya: “Dan, carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (pahala) negeri
akhirat, tetapi janganlah kamu lupakan bagianmu di dunia. Berbuat baiklah (kepada orang lain)
sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu dan janganlah kamu berbuat kerusakan di
bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.” (Qs. Al
Qasas: 77).

Aksi radikal berbasis agama ini menjadi landasan dalam beberapa praktek kekerasan yang kerap
sekali menjadi pemicu konflik, pertentangan, dan pertikaian yang mengoyak persatuan dan
kesatuan bangsa. Hal ini semakin memerlihatkan bahwa wacana pluralisme dan kebebasan
agama masih menjadi problem krusial bagi kehidupan sosial-keagamaan di Indonesia di tengah
upaya-upaya serius yang dilakukan pemerintah dalam rangka membangun tatanan kehidupan
masyarakat yang lebih harmonis.

Oleh karena itu perlu adanya suatu sistem pencegahan serta pengembangan deteksi yang
komprenhensif sehingga mampu menangkal paham radikalisme khususnya dikalangan pemuda
dan pelajar, dan penguatan ideologi kebangsaan yang dilakukan dengan cara-cara aktif dan
kreatif serta menyeluruh dengan menyentuh para pelajar pemuda dan pelajar sehingga tertanam
pemhaman dan jiwa nasionalisme yang tinggi dikalangan pemuda dan pelajar.

Optimalisasi Organisasi Pelajar yang Moderat

Eksistensi dan keterlibatan organisasi pelajar yang moderat harus dioptimalkan sehingga mampu
memberikan dampak yang signifikan dalam mencegah dan menangkal paham radikal yang
berkembang dikalangan pemuda dan pelajar. Adalah Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama (IPNU)
yang merupakan organisasi Badan Otonom dari Nahdlatul Ulama (NU) yang membidani
kaderisasi di tingkat pelajar serta berdasarkan paham Islam Ahlussunnah wal Jama’ah Dengan
anggota dari kalangan pelajar di madrasah, sekolah, maupun mahasiswa perguruan tinggi.
Disinilah keberadaan IPNU memiliki peran yang sangat penting dalam menampung,
menyalurkan dan mengembangkan minat, bakat dan potensi yang dimiliki dari para pemuda dan
pelajar.

Terkait dengan isu radikalisme yang merupakan tantangan organisasi pemuda yang moderat
dalam hal ini IPNU harus meneguhkan dan mengoptimalkan kebijakan-kebijakan yang mengarah
kepada menagkal paham radikal. Beberapa cara yang dapat ditempuh adalah dengan
mengembangkan wacana Islam Nusantara yang moderat, menolak radikalisme atau ekstrimisme.
Selain itu melakukan kajian terkait toleransi beragama dan harus bisa saling menghargai
meskipun berbeda pendapat. Lebih dari itu IPNU juga dalam hal ini untuk mencegah dan
menangkal paham radikal harus melaksanakan tiga aspek kebijakan meliputi dakwah, kegiatan
sosial, dan pemberdayaan ekonomi. Tersirat di dalamnya kehendak untuk membangun
kemandirian umat, mengurangi kesenjangan sosial-ekonomi memperkuat ajaran ahlussunah wal
jamaah (Islam Nusantara) yang moderat toleran dan menjauhi kekerasan, berkeadilan, dan
berkeadaban. Sehingga peran organisasi pemuda dan pelajar yang moderat dalam hal ini IPNU
akan mampu menangkal paham radikal yang berkembang dikalangan pemuda dan pelajar.

Anda mungkin juga menyukai