TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian Belajar
Dalam kamus besar bahasa Indonesia disebutkan bahwa belajar ialah menuntut ilmu,
kepandaian, melatih diri.1
Belajar merupakan proses untuk membuat perubahan dalam diri dengan cara
berinteraksi dengan lingkungan untuk mendapatkan perubahan dalam aspek kognitif, efektif,
dan psikomotorik. Perubahan itu diperoleh melalui usaha (bukan karena kematangan)
menetap dalam waktu yang relatif lama dan merupakan hasil pengalaman.
Menurut Chaplin sebagaimana yang dikutip oleh Muhibbin Syah dalam bukunya
Psikologi Pendidikan dengan pendekatan baru bahwa “belajar adalah perolehan perubahan
tingkah laku yang relatif menetap sebagai akibat praktik dan pengalaman”. Sedangkan
menurut Mahmud “belajar adalah proses munculnya atau berubahnya suatu perilaku karena
adanya respon terhadap suatu situasi”.
Dengan demikian, dari definisi belajar di atas dapat dipahami bahwa belajar adalah
proses usaha yang dilakukan individu untuk memperoleh pengalaman diri sehingga
terbentuk perubahan dalam pola-pola tingkah laku yang baru dan menyeluruh berdasarkan
pengalaman berinteraksi dengan lingkungannya.
1
S. Wojowasito, Kamus Bahasa Indonesia (Bandung shinat Dharma, 1992), h. 5
5
6
Kata prestasi belajar terdiri dari dua kata, yaitu “prestasi” dan “belajar”. Kata
prestasi berasal dari bahasa Belanda yaitu “prestatie”. Kemudian dalam bahasa Indonesia
menjadi prestasi yang berarti “hasil usaha”. Dalam kamus umum bahasa Indonesia
dikemukakan bahwa kata “prestasi” berarti hasil yang telah dicapai (dilakukan dsb).2
Prestasi belajar adalah nilai sebagai rumusan yang diberikan guru bidang studi
mengenai kemajuan atau prestasi belajar selama masa tertentu. Menurut Sarlito Wirawan
prestasi belajar adalah hasil yang dicapai seseorang dalam usaha belajarnya sebagai
dinyatakan dengan nilai-nilai dalam buku raportnya.3 Sedangkan menurut Sutratina
Thirtonegoro prestasi belajar adalah penilain hasil usaha kegiatan dalam belajar
dinyatakan dalam bentuk simbol atau angka, huruf atau kalimat yang dapat
mencerminkan hasil yang sudah dicapai oleh setiap siswa dalam periode tertentu. 4
Menurut Suharsimi, prestasi belajar adalah tingkat pencapaian yang telah dicapai oleh
anak didik atau peserta didik terhadap tujuan yang diterapkan oleh masing-masing bidang
studi setelah mengikuti program pengajaram dalam waktu tertentu.5
Dari pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa prestasi belajar adalah hasil usaha
peserta didik dalam kegiatan belajar yang dinyatakan dalam bentuk nilai yang berupa
angka atau huruf yang dicapai dalam bidang studi tertentu.
Pembelajaran Aqidah Akhlak merupakan salah satu subjek pelajaran yang harus
dimasukan dalam kurikulum setiap lembaga Pembelajaran Islam. Dengan kata lain bahwa
pembelajaran Aqidah Akhlak merupakan salah satu bidang sttudi yang diajarkan di
Madrasah, baik di Madrasah Ibtidaiyah (MI), Madrasah Tsanawiyah (MTs), serta Madrasah
Aliyah (MA), pengertiannya bukan hanya bersifat mengajar, dalam arti menyampaikan ilmu
2
WJS. Purwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1995), h. 768
3
Sumadi Suryabrata, psikologi pendidikan, (Jakarta: Raja Grafindu Persada, 1998), h. 32
4
Sarlitu Wirauan, Psikologi Remaja, (Jakarta : Raja Grasindo Persada, 1996), h. 202
5
Sutratinah Tirtonegoro, Anak-anak Normal dan Program penelitiannya, (Jakarta: Bina Aksara, 1993),
h. 43
7
pengetahuan tentang Aqidah dan Akhlak kepada anak didik, melainkan melakukan
pembinaan sehingga hal itu tidak hanya berada pada rana kognitif (pengetahuan) semata
melainkan harus menebus pada rana efektif dan psikomotorik dalam pengertian mampu
diterapkan dalam kehidupan nyata, baik secara individu maupun sosial yang sesuai dengan
ajaran islam.6 Karenanya perlu diberikan pengertian sehingga akan lebih jelas makna
pembelajaran Aqidah Akhlak itu sendiri.
Dalam uraian tentang pengertian pembelajaran Aqidah Akhlak ini, penulis tidak
menemukan referensi yang menjelaskan tentang pengertian kata di atas. Untuk itu sebelum
penulis memberikan pengertian Pembelajaran Aqidah Akhlak sebagaimana yang
dimaksudkan dalam penelitian ini, maka terlebih dahulu penulis akan memberikan
pengertian kata di atas secara terpisah yang kemdian penulis dapat merangkainya menjadi
pengertian yang penulis kehendaki dalam uraian pada bagian ini, yakni:
1. Pengertian Pembelajaran
Beberapa pengertian Pembelajaran yang dikemukakan oleh para ahli pendidikan antara
lain:
6
Prof. Dr. H. Mappanganro, MA “Implementasi Pendidikan Agama Islam di Sekolah, (Cet. II, Jakarta,
2002), h.18
7
Oemar Hamalik, Kurikulum dan Pembelajara (Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2001), h. 57
8
Abdul Majid, Belajar dan Pembelajaran Pendidikan Agama Islam, (Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya, 2012), h. 269
8
banyak sekali faktor yang mempengaruhinya, baik factor internal yang datang dari diri
individu maupun factor eksternal yang datang dari lingkungan individu.9
Dari beberapa pengertian pembelajaran sebagaimana yang penulis
Kemukakan di atas, nampak bahwa pembelajaran adalah proses yang kompleks, dimana di
dalamnya mencakup proses kegiatan belajar pada satu sisi dan kegiatan mengajar pada sisi
yang lain. Dan satu hal yang harus dipahami bahwa pembelajaran itu dianggap baik apabila
memenuhi ciri-ciri pembelajaran, yang antara lain:
a. Memiliki tujuan yaitu untuk membentuk anak dalam suatu perkembangan tertentu.
d. Adanya aktifitas anak didik merupakan syarat mutlak bagi berlangsungnya pembelajaran,
f. Terdapat pola aturan yang ditaati guru dan anak didik dalam proporsi masing-masing
2. Pengertian Aqidah
a. Hasan Al-Banna:
Aqidah adalah beberapa perkara yang wajib diyakini kebenarannya oleh hati(mu),
mendatangkan ketentraman jiwa, menjadi keyakinan yang tidak bercampur sedikitpun
dengan keragu-raguan.12
Aqidah adalah sejumlah kebenaran yang dapat diterima secara umum oleh manusia
berdasarkan akal, wahyu dan fitrah. (Kebenaran) itu dipatrikan (oleh manusia) di
dalam hati (serta) diyakini kesahihannya dan keberadannya (secara pasti) dan ditolak
segala sesuatu yang bertentangan dengan kebenaran itu.13
3. Pengertian Akhlak
Secara etimologi Akhlak adalah berasal dari bahasa Arab, merupakan benuk jamak
dari Khuluq yang berarti “Budi Pekerti, Perangai, tingkah laku, atau tabiat.14
a. Ibnu Maskawaih mengatakan bahwa, Akhlak adalah “Keadaan jiwa yang selalu
mendorong manusia berbuat tanpa pemikiran dan pertimbangan terlebih dahulu”.
Akhlak adalah suatu pembawaan dalam diri manusia yang dapat menimbulkan
perbuatan baik, dengan carah yang mudah tanpa dorongan dari orang lain.15
Sifat atau keadaan dari prilaku yang konstan (tetap) dan meresap dalam jiwa, dari
padanya muncul perbuatan-perbuatan dengan wajar dan mudah tanpa memerlukan
pikiran dan pertimbangan terlebih dahulu.16
12
Ibid, h. 1
13
Ibid, h. 2
14
H. Yunahar, Ilyas, Op.cit., h. 1
15
Mahyudin, Akhlak Tasawuf, (Jakarta: Kalam Mulia, 1999), h. 2-3
16
Zainuddin dkk, Seluk-beluk dari Al-Ghazali (Jakarta: Bumi Aksara 1991), h. 102
10
Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa akhlak harus mencakup dua syarat,
yaitu:
a. Perbuatan itu harus sifatnya konstan, yaitu dilakukan berulang-ulang kali dalam bentuk
yang sama, sehingga dapat menjadi kebiasaan,
b. Perbuatan yang konstan harus tumbuh sebagai wujud refleksi dari jiwa tanpa
pertimbangan dan pemikiran serta tekanan orang lain atau pengaruh lainnya.
Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia kata “Kepatuhan” berasal dari kata “Patuh”
artinya suka menurut (perintah dsb); taat (kepada perintah, aturan dsb); berdisiplin;
misalnya: Rakyat selalu – kepada perintah; - janggal, kelihatan, menurut, tetapi
sebenarnya tidak; mematuhi; mentaati; mis – segala aturan ; - pemerintah; - diri,
membiasakan diri ; kepatuhan ; sifat patuh; ketaatan.17
Jadi kepatuhan diartikan sebagai sifat patuh dan taat terhadap aturan yang diterapkan
di sekolah. Sekolah adalah suatu lembaga pendidikan formal, tempat guru mengajar dan
siswa belajar dalam rangka mencapai tujuan pendidikan. Adapun tujuan Pendidikan
Nasional adalah sebagai berikut :
17
WJS. Purwadarminta, Op. Cit, h. 717-718
11
lembaga yang beretika, selalu menggunakan nalar, berkemampuan komunikasi sosial yang
positif dan memiliki sumber daya manusia yang sehat dan tangguh.
Secara mikro pendidikan nasional bertujuan membentuk manusia yang beriman dan
bertaqwa kepaada Tuhan Yang Maha Esa, beretika (beradab dan berwawasan budaya
Bangsa Indonesia), memiliki nalar (maju, cakap, cerdas, kreatif, inovatif dan bertanggung
jawab), berkemampuan komunikasi sosial (tertib dan sadar hukum, kooperatif, demokratis)
dan berbadan sehat sehingga menjadi manusia mandiri.18
Untuk mencapai tujuan tersebut, maka kegiatan belajar dalam suasana di sekolah
hanya dapat berjalan lancar apabila pola-pola kebudayaan sekolah yang menentukan kelakuan
yang diharapkan anak didik dalam proses belajar
yang terus menerus antara guru dan anak didik mengharuskan masing-masing
memehami norma-norma tertentu, maka dari itu siswa di sekolah tidak mengajar.
Dari kutipan diatas dapat disimpulkan bahwa suasana kehidupan di sekolah atau di
kelas memerlukan adanya tata tertib, karena tujuan pendidikan tidak akan tercapai apabila
tidak diperhatikan dan tidak melaksanakan tata tertib, sebab tata tertib merupakan salah satu
alat pendidikan refresif serta merupakan bagian dari kelancaran kegiatan belajar mengajar di
sekolah.
Setelah penulis mengamati, melihat dan merasakan adanya peraturan tata tertib
sekolah. Maka secara tidak langsung pihak guru maupun siswa akan merasakan dituntut
untuk berbuat atau memenuhi peraturan-peraturan, selama peraturan tersebut tidak
merugikan pihak guru maupun siswa.
Tata tertib sekolah hanya berlaku bagi siswa atau ditekankan pada siswa, namun
pada kenyataannya guru harus lebih dahulu mengerjakan tata tertib. Sebab siswa akan
meniru tingkah laku gurunya itu sendiri terutama hal-hal yang merugikan.
c. Siswa menghormati kepala sekolah, guru serta karyawan sekolah dan teman-temannya
h. Meminta izin kepada kepala sekolah atau wakilnya yang ditunjuk bila tidak masuk
sekolah atau meninggalkan sekolah sebelum jam pelajaran habis
i. Secara nyata melibatkan dari usaha melaksanakan menjaga dan memelihara keamanan
sekolah
k. Selalu belajar dengan giat dan tekun, rajin membaca dan mampu memenfaatkan waktu
luang dengan kegiatan yang bermanfaat.
Untuk menakar patut tidaknya siswa terhadap tata tertib maka dapat dilihat dari
mengikuti tidaknya siswa terhadap pereturan yang berlaku, jika siswa sering melanggar
peraturan yang berlaku di sekolah. Sebaliknya jika siswa tidak pernah melakukan atau
melanggar ketentuan yang berlaku di sekolah, maka siswa tersebut menaati peraturan
sekolah.
Bagi anak didik yang tidak mematuhi tata tertib sekolah, maka akan diberikan sanksi
sesuai dengan besar kecilnya pelanggaran yang dilakukannya. Jika pelanggaran kecil
dilakukan, maka sanksi yang diberikan berkisar pada peringatan, sedangkan bagi yang
melanggar tata tertib dan pelanggaran tersebut cukup besar maka sanksi yang diberikan
adalah dengan hukuman yang lebih berat, diskor atau dikeluarkan dari sekolah.
13
Timbulnya tingkah laku yang tidak sesuai dengan tata tertib kemungkinan
dipengaruhi oleh banyak faktor diantaranya adalah faktor lingkungan, baik lingkungan
sekolah, maupun lingkungan maasyarakat, kurangnya pengawasan dari unsur yang
bertanggung jawab dalam bidang pendidikan. Yaitu keluarga, masyarakat dan pemerintah.
Adapun pengertian sanksi atau hukuman adalah : “tindakam yang dijatuhkan kepada
anak secara sadar atau disengaja, sehingga menimbulkan kesadaran. Dari kesadaran itu anak
didik tidak akan lagi melakukan perbuatannya dan berjanji di dalam hatinya untuk tidak
mengulangi lagi.19 Sebelum tindakan tersebut dijatuhkan kepada siswa yang melanggar,
terlebih dahulu harus dilihat latar belakang mengapa siswa melakukan perebuatan tersebut.
Bagi siswa yang selalu berbuat atau tidak pernah melanggar tata tertib dalam
kehidupan sehari-hari di sekolah, maka alangkah lebih baiknya siswa tersebut diberikan
ganjaran dalam bentuk hadiah.
Menurut pandangan guru modern bahwa tingkah laku anak atau siswa yang menyalahi
tata tertib itu merupakan tindakan yang wajar selama tidak melampaui batas. Karena siswa
itu merupakan bagian organisme yang mempunyai keinginan sesuai dengan tuntutannya.
Dan hukuman bukan menjadikan siswa menjadi jelek tingkah lakunya tapi hukuman yang
diberikan harus menyentuh hati nurani siswa sehingga akan menyadari kesalahannya.
Dengan demikian hukuman atau sanksi yang diberikan kepada siswa yang
melakukan pelanggaran terhadap tata tertib sekolah perlu dilaksanakan, pertama dengan
memberi tahu, ditegur, diperingati, baru setelah itu diberikan sanksi yang sesuai dengan
kesalahannya, berdasarkan tata tertib yang berlaku.
19
Ibid, 10
20
S. Nasution, Op. Cit., h. 84.
14
Menurut Ny. Roestiyah N.K. hukuman yang baik harus dilakukan dengan bertahap,
adapun bentuk hukuman tersebut antara lain :
b. Mengasingkan anak
d. Menulis kalimat
f. Menakut-nakuti anak
g. Menyadarkan anak
Pada pelaksanaan hukuman tersebut tidak begitu saja diberikan, atau apabila tiap
anak melakukan tindakan yang tidak sesuai dengan tata tertib sekolah langsung diberikan
hukuman, namun harus memperhatikan latar belakang mengapa anak melakukan tindakan,
maka sanksi yang diberikan akan tepat.
Karena anak tersebut terdiri dari berbagai macam latar belakang, maka jika salah
dalam memberikan sanksi yang diberikan kepada siswa akan berakibat fatal. Hal ini di
sebabkan ada anak yang hanya dengan di tegur oleh guru dia menyadari kesalahannya, tapi
ada juga anak yang dengan teguran saja tidak cukup tapi memerlukan tidakan-tindakan lain
misalnya dengan tindakan kekerasan atau bukan keras sekali baru anak itu menyadari
kesalahannya.
Dari uraian di atas, maka dapat di simpulkan bahwa tindakan yang diberikan oleh
guru bagi siswa harus di bijaksana agar siswa menyadari kesalahan yang dilakukannya.
21
Ny. Roestiyah N.K., Op. Cit., h. 65
15
Siswa yang melanggar tata tertib sekolah dapat pula diberikan sanksi sebagai
berikut :
c. Dikeluarkan sementara
Dengan demikian sanksi yang diberikan terhadap siswa yang melanggar tata tertib
sekolah atau tidak mematuhi tata tertib sekolah akan sangat tergantung kepada para
pelaksana tata tertib sekolah itu sendiri dari Kepala Sekolah, Wali kelas, Guru bidang studi,
Tenaga administrasi dan siswa yang bersangkutan. Di samping itu berhasil tidaknya
pelaksanaan tata tertib juga tergantung kepada sampai seberapa jauh sanksi yang di berikan
kepada para pelanggar tata tertib tersebut.
E. Hubungan Antara Prestasi Belajar Siswa Dengan Kepatuhan Terhadap Tata Tertib
Sekolah
Setiap sekolah mempunyai tata tertib untuk kelancaran proses belajar mengajar baik
yang berlaku bagi guru, karyawan maupun siswa. Tata tertib yang diberlakuakan untuk
siswa secara garis besar meliputi :
Siswa yang berprestasi senantiasa tertib dalam memasuki sekolah terutama datang
dan pulang dari sekolah. Misalnya ia selalu datang sebelum bel masuk di bunyikan serta
selalu pulang karena sudah waktunya dan tidak pernah melakukan pelanggaran seperti
membolos dan sering tidak masuk sekolah.
16
Tertib dalam kelas akan menjadikan kelas nyaman dijadikan tempat belajar,
sebaliknya jika di kelas keadaannya kacau sedikit banyak akan menunggu suasana
belajar. Oleh karena itu siswa yang berprestasi baik dalam belajar umumnya diperoleh
dalam kelas yang senantiasa tertib.
Upacara di sekolah biasanya dilaksanakan setiap hari Senin dan hari-hari Bersejarah.
Siswa yang berprestasi umumnya selalu aktif sebagai petugas upacara dan slalu rajin
mengikuti upacara.
Maju mundurnya sekolah salah satunya dalam faktor keuangan. Hampir setiap
sekolah yang lancar dalm keuangannya maju dan berhasil dalam mendidik siswanya
karena sarana dan prasarananya memadai. Siswa yang rajin membayar keuangan sekolah
umumnya berprestasi belajar baik karena dengan tertibnya membayar uang sekolah
berarti siswa tersebut senantiasa jujur jika diberikan uang sekolah oleh orang tuanya
selalu di bayarkan dan tidak pernah nunggak. Siswa yang sering nunggak uang sekolah
sering di panggil oleh gurunya sehingga akan mengganggu belajarnya yang berpengaruh
terhadap prestasi belajarnya.