Narasumber:
Dr. dr. Wismaji Sadewo, Sp.BS (K)
Konsep Utama
Pendahuluan
Meskipun terdapat peningkatan minat dalam pengobatan yang dipersonalisasi, hal ini selalu
menjadi bagian yang tidak dapat dipisahkan dari praktik bedah saraf. Semua kasus bedah
saraf dapat dianggap personal karena ahli bedah harus mempertimbangkan kondisi
individual dari setiap kasus dan harus memahami anatomi yang unik pada setiap pasien.
Namun, dengan peningkatan dan pengembangan teknologi baru, pengobatan yang
dipersonalisasi dan tepat memiliki potensi dan meningkatkan perawatan.
secara individu.3 Meskipun investasi ini difokuskan pada genomik dan kanker, teknik ini
dapat diterapkan di berbagai bidang bedah saraf. Selain itu, informasi dan teknologi yang
dihasilkan juga dapat digunakan untuk mendorong kemajuan dalam pendekatan bedah saraf
yang dipersonalisasi selain standar perawatan saat ini. Dalam bab ini, kita akan meninjau
akar pengobatan presisi dalam onkologi, memeriksa aplikasi di berbagai spesialisasi bedah
saraf, kemudian menggunakan pengobatan presisi dalam neuro-onkologi pediatrik sebagai
model untuk integrasi klinis.
KANKER
Sejak penemuan DNA, terdapat ketertarikan untuk membuka rahasia genomik manusia.
Seiring berakhirnya Proyek Genom Manusia atau Human Genome Project pada tahun 2003
dan penurunan biaya pengurutan 50.000 kali lipat, kemungkinannya tampak lebih dekat
dari sebelumnya, tetapi juga bisa lebih jauh, karena semakin dikenalnya etiologi
Salah satu area utama yang menjanjikan untuk pengurutan seluruh genom dan
seluruh eksom adalah penerapannya pada kanker. Kanker cenderung sangat heterogen antar
individu dan di dalam tumor itu sendiri, sehingga memahami gambaran uniknya sangat
penting untuk keberhasilan terapi dan peningkatan hasil. Selain itu, karena sampel dapat
diakses selama reseksi atau biopsi, pembuatan profil molekul menjadi lebih rutin dilakukan.
Dalam beberapa kasus, memahami perubahan genetik yang mendasari, seperti fusi BCR-
ABL, telah menghasilkan kesuksesan besar (misalnya, pengembangan imatinib untuk
leukemia myelogenous kronis).1 Dalam neuroonkologi, inhibisi BRAFV600E (dan terapi target
lainnya) pada glioma mutan BRAFv600 menunjukkan hasil yang menjanjikan.5,6 Sayangnya,
penargetan satu lesi saja tidak cukup karena evolusi tumor. 7,8 Untuk informasi lebih lanjut
tentang biologi molekuler dan genomik, lihat Bab 61.
Di luar tingkat genetik, sering terjadi interaksi perubahan pada tingkat epigenetik
(epigenom), transkripsional (transkriptom), protein (proteom), pascatranslasi (misalnya,
fosfoproteom), protein-protein (interaktom), dan kimiawi (metabolom). Juga terdapat
interaksi kompleks dalam lingkungan mikro tumor, seperti dengan sel myeloid infiltrasi,
limfosit, pembuluh darah, dan stroma,9 serta dengan faktor sistemik, seperti sistem
imunitas10 dan mikrobioma usus.11 Interaksi antara faktor tumor-intrinsik dan tumor-
ekstrinsik ini sangat penting, terutama dengan peningkatan fokus pada desain dan
Aplikasi Klinis
Meskipun NGS telah menghasilkan kemajuan yang signifikan dalam penelitian, NGS
masih berkembang dalam aplikasi klinisnya. Pembuatan profil yang komprehensif
membutuhkan biaya mahal pada tingkat individu, dan analisis membutuhkan sumber daya
yang banyak dan masih kurang dalam standarisasi. 14 Beberapa pusat telah melaporkan hasil
yang menjanjikan dari pendekatan NGS,15,16 tetapi seringkali peralatan, personel, dan
persyaratan pelatihan menghalangi penggunaannya di pusat kecil. Selain itu, masih terdapat
kekurangan yang signifikan di bidang penelitian klinis, infrastruktur, dan cakupan asuransi,
Saat ini, pilihan yang lebih mudah diakses mencakup pengurutan Sanger dan
microarray. Pengurutan Sanger adalah teknologi pengurutan “generasi pertama” yang
mendahului NGS dan digunakan untuk menyelesaikan Human Genome Project. Pengurutan
ini menggunakan pemutusan rantai untuk menghasilkan urutan dengan fidelitas tinggi
dengan cepat dari regio kecil, meskipun membutuhkan frekuensi alel varian tinggi untuk
deteksi dan tidak memberikan informasi tentang nomor salinan. 18 Pengurutan Sanger baik
digunakan untuk mengidentifikasi perubahan de novo pada gen yang diketahui. Sementara
itu, microarray dapat digunakan untuk mendeteksi panel alterasi terpilih 18 dan sering
digunakan secara umum untuk pengobatan presisi secara klinis.19 Microarray adalah
pendekatan yang masuk akal saat ini dan bermanfaat untuk menerjemahkan temuan
penelitian menggunakan NGS dalam praktik klinis dengan biaya lebih rendah.
terapi yang ditargetkan terhadap perubahan tertentu di seluruh jenis tumor. 20 Uji klinis fase
2 NCI-MATCH saat ini meneliti pasien dari berbagai jenis kanker, seperti glioma, untuk
menilai apakah panel obat akan menguntungkan pasien dengan kelainan genetik tertentu. 21
Penelitian dengan metodologi “n-of-1” juga telah diusulkan dan dilakukan, meskipun
Sejalan dengan alasan dibalik uji klinis pengobatan presisi, baru-baru ini FDA telah mulai
menyetujui obat untuk perubahan spesifik, daripada jenis tumor, seperti pembrolizumab
untuk kanker yang memiliki ketidakstabilan mikrosatelit tingkat tinggi atau kekurangan
perbaikan ketidakcocokan dan larotrectinib untuk kanker dengan fusi TRK.20 Pengobatan
presisi juga telah mengubah penemuan obat dengan membuat identifikasi target yang
diduga relatif tidak pada tempatnya. 23 Perubahan target spesifik menjadi semakin mudah
diakses jika dikombinasikan dengan peningkatan kemampuan untuk mensintesis antibodi
baru dan penghambat molekul kecil terhadap target ini. Korelasi antara ekspresi gen dan
polimorfisme dengan respon terhadap obat juga dapat memfasilitasi pemilihan pengobatan
untuk masing-masing pasien ketika terdapat banyak pilihan. Hambatan terapi saat ini
bergeser dari menemukan target menjadi memvalidasi signifikansi biologis mereka. Hal ini
sebagian diatasi dengan skrining obat yang dipersonalisasi, dimana model tumor pasien,
seperti organoid,24 model tikus yang dimanusiakan,25 atau sistem saraf pada sebuah chip,26
dipaparkan ke panel obat untuk menentukan terapi apa yang paling berhasil.
Meskipun terapi yang ditargetkan berhasil diidentifikasi, tantangan yang signifikan dalam
mengobati keganasan sistem saraf pusat (SSP) adalah masalah penghantaran obat melintasi
penghalang darah-otak. Untuk mengatasi ini, nanopartikel telah dikembangkan, termasuk
liposom, teknologi terikat albumin nanopartikel, nanopartikel polimer, nanopartikel
Inti dari terapi tertarget untuk tumor SSP adalah pengambilan sampel, dan tanggung jawab
ini berada di pundak ahli bedah saraf dan tim mereka. Hal ini juga berlaku dalam skala
yang lebih luas. Terlepas dari kondisi patologis penyakitnya, ahli bedah saraf bertanggung
jawab atas pengambilan sampel yang memungkinkan analisis. Gambar 5.1 menunjukkan
alur kerja pengobatan presisi secara umum. Keselamatan tetap menjadi perhatian utama,
tetapi jika ahli bedah merasa aman, ahli bedah dapat mempertimbangkan prioritas sekunder
dalam reseksi tumor untuk mengumpulkan spesimen yang cukup untuk sekuensing untuk
memperhitungkan heterogenitas tumor.29,30 Demikian pula, dalam biopsi jarum, dianjurkan
bahwa ahli bedah mendapatkan setidaknya dua sampel biopsi yang berbeda menggunakan
saluran jarum yang sama pada kedalaman tumor yang berbeda di dalam bur hole.30 Setelah
spesimen dikumpulkan, neuropatologis atau anggota tim harus tersedia untuk memastikan
sampel segera dibekukan dan ditempatkan dalam kondisi steril dengan media kultur.29
Analisis segera sangat penting karena banyak tumor berkembang pesat. Jika
memungkinkan, evolusi tumor juga harus dilacak sepanjang waktu untuk mengevaluasi
respons terhadap terapi dan perkembangan penyakit,30,31 yang berkembang sebagai respons
tumor primer dan metastasis, termasuk perbedaan dalam driver. 34,35 Kolaborasi
interdisipliner diperlukan untuk pengumpulan hingga analisis biobanking dan penelitian.
Kolaborasi lintas institusi juga direkomendasikan untuk mengumpulkan volume data yang
dibutuhkan untuk menarik kesimpulan yang signifikan secara statistik dan untuk
mempercepat penelitian.
untuk mengevaluasi promotor TERT dan status IDH1 dalam waktu 60 menit.36 Meskipun
saat ini masih terbatas, metode ini memiliki potensi untuk melengkapi analisis histologis
dan memberikan detail lebih lanjut, terutama dengan meningkatnya pengetahuan tentang
klasifikasi molekuler.
Meskipun setiap kasus bedah, menurut definisi, ditangani dengan cara yang dipersonalisasi,
teknik untuk meningkatkan perencanaan bedah dan pedoman intraoperatif juga penting.
Reseksi total tumor penting untuk kelangsungan hidup secara keseluruhan, 37 sehingga
menjadi prioritas dalam penelitian. Namun, tindakan ini diperumit oleh margin yang
tersebar dan variasi dalam anatomi dan fungsionalitas per individu. Modalitas yang ada saat
ini untuk meningkatkan reseksi meliputi neuronavigation intraoperatif,38 yang menggunakan
CT pra operasi atau MRI untuk panduan, dan MRI intraoperatif, 39-41 yang memonitor secara
real time (lihat Bab 154 , 156 , dan 157). Ultrasonografi intraoperatif, 42 spektroskopi
Raman intraoperatif,43 dan pencitraan hiperspektral44 juga telah diusulkan sebagai modalitas
pencitraan noninvasif, meskipun diperlukan eksplorasi lebih lanjut.42
Fluorofor target lainnya termasuk florofor molekul kecil,48 fluorofor terkonjugasi antibodi
spesifik tumor atau peptida, dan fluorofor yang dapat diaktifkan.49,51
Penanda tumor fluoresen juga dapat digunakan untuk meningkatkan margin untuk
glioma high-grade pada orang dewasa, serta dikombinasikan dengan teknik pencitraan
lainnya, seperti neuronavigation intraoperatif dan iMRI.38,52 Agen ini termasuk sodium
fluorescein dan 5-aminolevulinic acid (5-ALA) dengan protoporphyrin IX (PpIX) untuk
glioma high-grade pada orang dewasa.53,54 Meskipun ada kekhawatiran tentang spesifisitas
dan sensitivitas,49 terdapat bukti yang menjanjikan tentang kegunaan 5-ALA dalam
memaksimalkan reseksi yang aman.55
Operasi hibrid adaptif atau adaptive hybrid surgery (AHS) adalah istilah yang
menggambarkan reseksi subtotal terencana. Selain itu, AHS adalah pendekatan yang
disesuaikan untuk pasien dan tumor, menyeimbangkan risiko dan manfaat dari berbagai
modalitas, termasuk reseksi bedah mikro dan radiasi.62 AHS biasanya digunakan untuk
reseksi vestibular schwannomas (VS) jinak, neoplasma lambat yang tumbuh dari sudut
cerebellopontine di bagian vestibular saraf kranial VIII. VS memberikan tantangan karena
lokasinya, yang dapat mengakibatkan risiko gangguan pendengaran dan/atau saraf wajah
selama reseksi. Untuk VS dengan diameter di bawah 3 cm, radiosurgery stereotactic adalah
standar perawatan. Untuk VS yang terlalu besar untuk menjadi target radiosurgical yang
ideal, reseksi total secara konvensional telah dilakukan. Namun, penelitian yang muncul
menunjukkan bahwa AHS memberikan keuntungan dalam hal fungsi saraf wajah dan
pelestarian pendengaran.63 Hal ini disesuaikan dengan target pasien dan tumor dengan
menyeimbangkan maksimalisasi reseksi dan mempertahankan target radiosurgical yang
baik.64 Di masa depan, kerangka kerja ini dapat digunakan untuk tumor lain dimana sulit
untuk mencapai reseksi total tanpa mengganggu struktur kritis.
IMPLIKASI SUBSPESIALIS
Spesialisasi bedah saraf menggunakan pengobatan presisi seperti yang dilakukan onkologi.
Dengan pemahaman bahwa semua orang adalah unik,65 beberapa kontroversi utama dalam
bedah saraf dapat diselesaikan dengan memahami profil individu yang unik. Di sini, kami
memberikan tinjauan singkat tentang beberapa implikasi utama untuk setiap subspesialisasi
dan mendorong lebih banyak penelitian dalam kedokteran presisi di seluruh bidang. Untuk
gambaran umum seperti apa alur kerja pengobatan presisi, lihat Gambar 5.1.
Bedah Saraf Serebrovaskular
Pada kasus stroke, heterogenitas populasi dapat menyebabkan hasil yang sangat berbeda
untuk kondisi patologis yang serupa. Pada stroke, pedoman saat ini mengesampingkan
trombolisis vena untuk pasien dengan onset stroke akut lebih dari 4,5 jam,66-68 meskipun
studi kasus telah menemukan resolusi gejala 80 hari setelah onset gejala.69,70 Penelitian yang
dilakukan mematahkan batasan pada pedoman ini. Sebagai contoh, perfusi CT telah
digunakan untuk memilih pasien yang cenderung mendapat manfaat dari reperfusi setelah
melewati window periode.71,72 Hal ini menyebabkan pembaruan dalam pedoman American
Heart Association (AHA) 2018, yang merekomendasikan reperfusi hingga 24 jam setelah
onset, berdasarkan temuan pencitraan.73 Secara genetik, 35 lokus telah dikaitkan dengan
risiko stroke, dengan variasi tertentu terkait dengan subtipe tertentu, 74 tetapi tidak ada
penelitian yang mengevaluasi perbedaan dalam respon pengobatan. Dengan memahami
mekanisme di balik perbedaan ini, dapat diprediksi dengan lebih baik siapa yang harus
menerima trombolisis intravena, intervensi mekanis, atau tanpa pengobatan.
sekuensing seluruh eksom,75 masih sedikit yang diketahui tentang perbedaan antar populasi
(lihat Bab 424). Sindrom genetik yang diketahui terkait dengan peningkatan kejadian
aneurisma antara lain penyakit ginjal polikistik dominan autosomal, sindrom Ehlers-Danlos
tipe IV, dan pseudoxanthoma elasticum.76 Berdasarkan diagnosis penyakit ginjal polikistik
Pendekatan presisi lain untuk pemantauan aneurisma yang telah diusulkan adalah
uptake ferumoxytol. Uptake ferumoxytol di dinding aneurisma, seperti yang dicitrakan
dengan MRI, telah dikaitkan dengan ketidakstabilan aneurisma dan telah diusulkan sebagai
penanda untuk intervensi dini.77,78 Ferumoxytol adalah nanopartikel oksida besi yang
dibersihkan oleh makrofag retikuloendotelial; oleh karena itu ferumoxytol di dinding
aneurisma dapat mengindikasikan infiltrasi makrofag.79 Hal ini menyoroti bagaimana profil
biologi dapat digunakan untuk mengembangkan alat baru untuk perawatan presisi.
Pada malformasi vaskular serebral, telah lama dipertanyakan mengapa beberapa lesi
pecah dan menyebabkan perdarahan sementara yang lain tetap asimtomatik. Beberapa
kemajuan dalam menjawab pertanyaan ini telah dibuat dengan menyelidiki model yang
dapat diwariskan, seperti mutasi CCM80 dan polimorfisme.81 Dengan emahami perubahan
ini dan efeknya terhadap struktur, interaksi, dan pensinyalan trimer CCM telah
menghasilkan kemajuan yang signifikan dalam pemahaman kita tentang patogenesis
malformasi vaskular serebral.82 Meskipun belum diterjemahkan, memahami efek dari lesi
genetik tertentu pada akhirnya dapat membantu untuk menginformasikan keputusan seperti
apakah observasi atau intervensi lebih baik untuk pasien tertentu dalam kasus yang tidak
ruptur. Untuk informasi lebih lanjut, lihat Bab 460.
Pengobatan presisi juga dapat digunakan untuk meningkatkan teknik bedah dalam
prosedur serebrovaskular. Misalnya, fluoresensi indocyanine green (ICG) telah digunakan
untuk meningkatkan visualisasi pada reseksi malformasi arteriovenosa, bypass
ekstrakranial-intrakranial, dan pembedahan aneurisma.49
Trauma
Cedera otak traumatis atau traumatic brain injury (TBI) dan cedera tulang belakang atau
spinal cord injury (SCI) dapat menyerang siapa saja, menghasilkan populasi pasien yang
sangat heterogen. Hal ni juga berlaku untuk variasi dalam keparahan dan presentasi klinis,
terutama pada TBI. Untuk mempelajari lebih lanjut tentang mekanismenya, beberapa
polimorfisme gen telah diselidiki yang mungkin berkorelasi dengan hasil. Studi asosiasi
genom mengidentifikasi polimorfisme umum yang terkait dengan risiko dan hasil yang
lebih buruk setelah TBI atau SCI. Polimorfisme yang teridentifikasi telah menjangkau
banyak gen, meskipun tinjauan sistematis hanya menemukan polimorfisme promotor
APOE −219G/T dan genotipe BDNF Met/MetZ yang secara konsisten dikaitkan dengan
risiko.83 Terlepas dari asosiasi ini, hanya sedikit mekanisme untuk yang telah ditetapkan.
Untuk informasi lebih lanjut tentang genetik TBI, silakan lihat Bab 377.
dengan cedera neuronal, aksonal, dan astroglial, serta peradangan.84,85 Selain metode
genomik, profil miRNA telah mengidentifikasi hubungan yang signifikan dengan berbagai
miRNA regulator,86,87 yang juga telah diusulkan sebagai terapi,88 dan profil proteomik telah
mengidentifikasi biomarker langsung dari data tingkat protein.89-91 Untuk lebih lanjut
tentang biomarker untuk TBI, lihat Bab 379 .
Tulang belakang
Penyakit diskus degeneratif sangat umum terjadi. Berdasarkan studi pada individu kembar,
seperti studi kembar Finlandia skala besar, 92 studi kembar MRI Australia, 93 dan beberapa
laporan kasus,94 kelainan ini tampaknya memiliki komponen yang dapat diwariskan yang
kuat. Sebuah studi berbasis populasi mengukur jarak genetik antar pasien menunjukkan
bahwa kerabat tingkat pertama memiliki >5x risiko mengembangkan mielopati spondilotik
servikal.95 Ketika mencari perubahan terkait, penyakit diskus degeneratif telah dikaitkan
dengan sejumlah gen terkait kolagen dan alel lain di berbagai populasi etnis, meskipun
asosiasi tersebut sering gagal ditampilkan dalam meta-analisis. 96-98 Hal ini mungkin
menunjukkan keterkaitan dalam populasi ini, meskipun penelitian lebih lanjut diperlukan.
Selain itu, terdapat asosiasi genetik yang kuat yang ditemukan dalam osifikasi ligamen
longitudinal posterior atau ossification of the posterior longitudinal ligament (OPLL).
Sebuah studi asosiasi genome mengidentifikasi dan mengkonfirmasi enam lokus yang
terkait dengan OPLL di populasi Jepang, 99 dan studi sekuensing seluruh genom baru-baru
ini telah mengidentifikasi mutasi umum di antara pasien OPLL Cina 100,101— meskipun
sekali lagi, studi lebih lanjut diperlukan di seluruh populasi.
Bedah saraf fungsional telah berkembang seiring dengan bedah saraf yang dipersonalisasi
karena kebutuhan untuk memahami lokasi lesi atau stimulasi yang tepat, dimana ukuran
milimeter pun sangat kritis.104,105 Selain penargetan inti materi abu-abu diskrit, terdapat
peningkatan pengembangan untuk penargetan materi putih dan jaringan fungsional, yang
MRI (rsfMRI) (lihat Bab 107 dan 108 ). 107 Dengan pemeriksaan ini dan kemajuan lainnya
dalam pencitraan, penargetan connectome menjadi tersedia. Di bawah kerangka kerja ini,
normalisasi otak pasien individual menjadi otak secara umum memungkinkan lokalisasi
elektroda spesifik dan perkiraan volume jaringan yang diaktifkan, yang kemudian dapat
digunakan untuk secara tepat menargetkan efektivitas atau manfaat klinis tertentu dan
menghindari efek samping.105,108 Inisiatif berskala besar seperti Human Connectome Project
akan meningkatkan akurasi dan memungkinkan penyesuaian lebih lanjut untuk masing-
masing pasien.107
Bedah saraf fungsional juga berkembang ke arah perawatan berbasis biologis untuk
gangguan neurologis. Terapi gen Adeno-associated virus (AAV)-glutamic acid
decarboxylase (GAD) pada nukleus subthalamic kini telah berhasil digunakan dalam uji
coba fase 2 acak tersamar ganda untuk penyakit Parkinson. 109 Hal ini menyebabkan
pengembangan pendekatan serupa untuk mengantarkan dekarboksilase asam aromatik
(AADC) ke striatum,110 ketiga gen biosintetik dopamin ke striatum, 111 dan gen untuk faktor
pertumbuhan untuk mencegah degenerasi saraf.112 Saat ini dikembangkan biomarker untuk
memprediksi efektivitas,111yang juga dapat membantu mengidentifikasi pengobatan terbaik
untuk setiap pasien. Selain itu, pengembangan sedang dilakukan untuk menargetkan bentuk
spesifik penyakit Parkinson, termasuk pengobatan dengan glukoserebrosidase tipe liar
(GBA) untuk bentuk mutasi GBA dan silencing α-sinuklein untuk sinkleinopati.111,113
Pendekatan ini juga akan memiliki implikasi luas untuk penyakit saraf lainnya.
Epilepsi
Epilepsi adalah target yang menjanjikan untuk pengobatan presisi karena etiologi dan
presentasinya yang heterogen, termasuk bentuk lesional, nonlesional, dan genetik (lihat Bab
80). Penyebab genetik berkisar dari mutasi pada gen coding saluran ion hingga mutasi pada
siklus vesikel sinaptik, metabolisme, dan reseptor neurotransmitter. 114 Oleh karena itu,
pengujian genetik lebih umum dan bermanfaat,115 meskipun tidak universal karena sebagian
besar penyebab masih belum dipahami pada tingkat genetik. 114 Untuk mengatasi hal ini,
banyak studi kohort skala besar sedang dilakukan. Salah satu contohnya adalah studi
EPISTOP, yang secara prospektif mengevaluasi biomarker epileptogenesis di salah satu
model genetik epilepsi (kompleks sklerosis tuberous) di seluruh Eropa dan Amerika
Serikat. Dalam studi tersebut, satu cabang mengevaluasi pengobatan dini yang ditargetkan
terhadap lesi genetik,116 memberikan wawasan yang sangat bermanfaat untuk populasi unik
ini.
Meskipun terdapat banyak perawatan medis yang tersedia untuk epilepsi, seringkali
tidak berhasil atau kehilangan efektivitasnya. Operasi epilepsi bertujuan untuk mengangkat
atau memutus zona epileptogenic (EZ) yang menyebabkan kejang.117 Karena ini dapat
sangat bervariasi dari pasien ke pasien, berbagai modalitas telah dikembangkan untuk
mengidentifikasi lokasi yang tepat untuk setiap pasien. Modalitas ini termasuk MRI
resolusi tinggi dan pemantauan video-elektroensefalografi (EEG) kulit kepala, serta
modalitas tambahan seperti MRI fungsional (fMRI), kombinasi EEG-fMRI,
fluorodeoxyglucose–positron emission tomography (FDG-PET), ictal single-photon
emission computed tomography (SPECT), magnetoensefalografi (MEG), dan magnetic
resonance spectroscopy (MRS) (lihat Bab 84–87 ). Pada saat yang sama, penting untuk
menghindari area fungsional otak yang rusak selama operasi, dan hal ini juga bervariasi
dari orang ke orang. Jika lesi terlalu dekat dengan area fungsional, pembedahan tidak
dianjurkan. Hal ini dapat ditentukan dengan pengujian Wada, yang memerlukan injeksi
anestesi sebagai metode ablasi reversibel dan evaluasi berbagai tes bahasa, memori, dan
motorik, meskipun mungkin semakin digantikan oleh fMRI.118 Pemetaan stimulasi kortikal
juga dapat dilakukan sebelum operasi dan intraoperatif menggunakan elektrokortikografi.
Jika lokalisasi lebih lanjut diperlukan, elektroensefalografi intrakranial dapat dilakukan
(lihat Bab 88 dan 89). Strategi ini juga memberikan informasi berharga yang dapat
digunakan di luar ruang operasi—misalnya, algoritma khusus pasien telah diusulkan untuk
memprediksi onset kejang.119 Kemajuan yang signifikan telah dibuat dalam pendekatan
yang dipersonalisasi untuk epilepsi, dan akan menarik untuk melihat mereka berkembang
lebih lanjut, serta aplikasi lintas disiplin.
Pediatri
Ketika ahli epileptologi pediatrik dan dewasa di Amerika Utara disurvei tentang apakah
mereka akan menggunakan uji genetik untuk anak berusia 18 tahun yang diduga menderita
epilepsi, menarik untuk dicatat bahwa ahli saraf pediatrik lebih memilih untuk
menggunakan uji genetik.120 Meskipun survei ini adalah temuan yang sangat terbatas, hal
ini mengisyaratkan beberapa relevansi khusus pengobatan presisi pada populasi pediatrik.
Karena kelainan genetik secara klasik cenderung muncul pada masa kanak-kanak,
pengujian genetik telah lama menjadi bagian dari praktik pediatrik. Selanjutnya, karena
penyakit ini sering jarang, termasuk jenis tumor individu dalam spektrum tumor otak anak
(lihat Bab 231), pengobatan presisi hampir merupakan pendekatan yang melekat. Meskipun
demikian, penelitian terbatas pada kondisi patologis pediatrik lainnya di ruang bedah saraf.
gyrata, Jackson-Weiss, displasia tulang bengkok, dan sindrom seperti Saethre-Chotzen. 121
Meskipun pemahaman tentang mekanismenya meningkat, penelitian lebih lanjut diperlukan
untuk memahami mengapa presentasinya sangat heterogen dan apakah perubahan ini dapat
ditargetkan dengan obat-obatan. Pemahaman ini juga dapat membantu dalam perencanaan
waktu dan strategi pembedahan.
Pertanyaan penting lainnya dalam praktik bedah saraf pediatrik adalah kapan harus
mengoperasi malformasi Chiari I. Etiologi malformasi Chiari tidak dipahami dengan baik,
meskipun etiologi genetik yang mendasarinya sangat dicurigai.122,123 Beberapa kasus telah
komparatif (untuk perubahan nomor salinan),126 tetapi jumlah pasien cenderung terbatas.
Terdapat banyak laporan kasus tentang hubungan antara malformasi Chiari I dan berbagai
sindrom, termasuk tuberous sclerosis complex, 127 neurofibromatosis tipe 1,128,129 sindrom
Persilangan antara pengobatan presisi dan bedah saraf telah terjadi dan terus menguat
dalam setiap disiplin ilmu. Salah satu contoh integrasi klinis kedokteran presisi adalah
dalam pengobatan tumor otak. Peningkatan identifikasi etiologi molekuler yang beragam
telah disorot oleh beberapa subklasifikasi berbasis molekul baru untuk tumor SSP dalam
Klasifikasi Tumor SSP WHO, 2016.135 Fokus selanjutnya adalah tumor otak pediatrik, yang
sangat langka dan berpotensi bahkan lebih beragam daripada tumor otak orang dewasa.
Di seluruh jenis kanker, terdapat banyak penelitian selama beberapa tahun terakhir
untuk mengintegrasikan pendekatan pengobatan presisi ke dalam praktik klinik, dimulai
dengan proyek Michigan Oncology Sequencing Center (MI-ONCOSEQ) untuk pasien
kanker dewasa pada tahun 2011,16 diikuti oleh penelitian yang sama serupa untuk kanker
pediatrik, PEDS-MIONCOSEQ, pada tahun 2012.15 Dalam penelitian pediatrik, dari 91 dari
102 pasien yang terdaftar untuk menerima temuan insidental, 42 temuan berpotensi untuk
ditindaklanjuti diidentifikasi. Hal ini menghasilkan tindakan melalui perubahan pengobatan
untuk 14 pasien, konseling genetik untuk 9 pasien, dan keduanya untuk satu pasien. Alasan
temuan yang tidak ditindaklanjuti antara lain remisi, penilaian dokter yang merawat, akses
terbatas ke obat-obatan, preferensi keluarga, dan waktu.15
Khususnya pada tumor SSP pediatrik, temuan yang relevan secara klinis
diidentifikasi pada 81% dari 31 tumor (terutama pada glioma high-grade),136 56% dari 203
tumor otak,137 80% dari 68 tumor SSP secara prospektif, 138 dan 63% dari 50 tumor otak
berisiko tinggi139 dalam empat studi integrasi klinis. Penelitian ini menggunakan sekuensing
exome yang ditargetkan dan sekuensing RNA-Seq RNA untuk membuat profil tumor.
Keterbatasan integrasi klinis termasuk kurangnya terapi bertarget yang disetujui FDA untuk
tumor otak anak dan signifikansi klinis yang tidak diketahui untuk sebagian besar varian
yang diidentifikasi.136-139 Hal ini akan membutuhkan studi lebih lanjut dan validasi biologis
sebelum dapat ditindaklanjuti. Terlepas dari keterbatasan ini, kelayakan yang ditunjukkan
dan kegunaan potensial dari pengobatan presisi pada tumor otak anak telah mendorong
rekomendasi konsensus baru-baru ini untuk perencanaan lebih lanjut.140
Kami memiliki program kolaboratif di Weill Cornell Brain and Spine dan
Englander Institute for Precision Medicine yang mengintegrasikan pengobatan presisi ke
dalam standar perawatan untuk pasien anak dengan tumor SSP. Pada tumor dan sampel
darah pasien dilakukan pengurutan seluruh exome dari DNA mereka, serta pengurutan
RNA dan/atau profil susunan metilasi dalam beberapa kasus. Metodologi studi sebelumnya
diperluas dengan memasukkan uji skrining obat yang ditargetkan dan xenograft yang
diturunkan pasien untuk kasus tertentu. Pendekatan in vivo ini membantu memvalidasi
hipotesis biologis (data tidak dipublikasikan). Perubahan relevansi klinis yang signifikan
disajikan di dewan tumor multidisiplin bersama temuan klinis, radiologis, dan histologis,
menunjukkan pentingnya pendekatan kolaboratif. Di masa mendatang, kami mengharapkan
pengembangan teknologi untuk lebih meningkatkan pengobatan presisi.
KESIMPULAN
Meskipun disebutkan bahwa setiap kasus bedah saraf sudah dipersonalisasi secara inheren,
pengobatan presisi memiliki banyak peluang untuk ditawarkan pada praktik klinis bedah
saraf. Sebagian besar aspek pengobatan presisi telah dilakukan pada kanker, tetapi juga
dapat diterapkan pada kondisi bedah saraf lainnya. Penggunaan teknik pengobatan presisi
yang lebih baru, seperti multi-omic profiling, dapat meningkatkan pemahaman kita tentang
kondisi dan penyakit neurologis kronis secara signifikan. Dengan pemahaman ini, kita
dapat meningkatkan pengambilan keputusan medis dan bedah, menemukan obat dan target
baru, serta meningkatkan teknik pembedahan. Pengobatan presisi baru mulai mengakar
dalam bedah saraf, tetapi memiliki potensi untuk meningkatkan hasil di seluruh spektrum
bedah saraf.