Anda di halaman 1dari 14

TUGAS BIOTEKNOLOGI TENTANG TERAPI GEN

Disusun Oleh:

Nama : Emel Mangkuraja Wanita

NIM : 181148201029

Kelas : 3A Farmasi

Dosen Pembimbing :

Sister Sianturi, M.Si., Apt.

MATA KULIAH BIOTEKNOLOGI


STIKES DIRGAHAYU SAMARINDA
PROGRAM STUDI S1 FARMASI
2020
BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Perkembangan ilmu pengetahuan dalam bidang biologi molekuler dan bioteknologi


membawa pengaruh besar dalam penyelesaian masalah-masalah yang dihadapi manusia
dalam berbagai bidang. Bidang kajian biologi molekuler  mulai berkembang setelah Watson
dan Crick pada tahun 1953 berhasil menemukan struktur untai ganda (double helix) DNA
yang menjadi dasar perkembangan cabang ilmu bioteknologi. Berdasarkan struktur untai
ganda DNA, ilmuwan-ilmuwan di bidang biologi molekuler dapat melakukan serangkaian
eksperimen terkait struktur unik tersebut. Keingintahuan para ilmuwan akhirnya mendorong
terwujudnya sebuah proyek besar yang dinamai Proyek Genom Manusia pada tahun 1990. 
Di Amerika Serikat, baik berbasis DNA (in vivo) dan berbasis sel (ex vivo) sedang
diselidiki, terapi gen berbasis  DNA menggunakan virus sebagai vektor (penghantar) untuk
memodifikasi gen yang merupakan sel target sedangkan teknik yang berbasis sel dengan
cara menghapus sel-sel dari gen target kemudian menggantinya dengan sel yang baru
kemudian disuntikkan kembali ke dalam sel pasien.
Bioteknologi merupakan teknologi yang dikembangkan dengan memanfaatkan
organisme, baik secara utuh maupun bagian-bagiannya saja untuk menghasilkan produk
yang bermanfaat bagi manusia. Perkembangan bioteknologi modern telah sampai pada
pemanfaatan organisme pada level molekulernya dan terkait dengan rekayasa genetika.
Rekayasa genetika melibatkan manipulasi-manipulasi gen pada organisme sehingga dapat
dimanfaatkan baik di bidang pertanian, kesehatan, lingkungan, industri, dan lainnya (Smith,
2009).
Perkembangan bioteknologi di bidang kesehatan mendukung pula perkembangan
terapi gen sebagai salah satu alternatif solusi masalah kesehatan. Terapi gen dapat digunakan
untuk terapi penyakit, baik yang bersifat genetis maupun yang bukan. Adanya terapi gen
memberikan pilihan lain bagi penderita penyakit tertentu untuk memilih metode pengobatan.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa yang dimaksud dengan terapi gen?
2. Sejarah terapi gen?
3. Bagaimana mekanisme dan metode terapi gen?
4. Bagaimanakah pendekatan Terapi Gen untuk kanker ?
5. Bagaimana tipe-tipe terapi gen?
6. Bagaimana bahaya dan manfaat dari terapi gen?

1.3 Tujuan Penulisan

1. Mengetahui apa yang dimaksud dengan terapi gen


2. Mengetahui mekanisme dan metode terapi gen
3. Mengetahui pendekatan Terapi Gen untuk kanker
4. Mengetahui tipe-tipe terapi gen
5. Mengetahui bahaya dan manfaat dari terapi gen
BAB II

PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Terapi Gen
Terapi gen adalah teknik untuk mengoreksi gen-gen yang cacat yang bertanggung
jawab terhadap suatu penyakit. Pengobatan atau pencegahan penyakit melalui terapi gen
dilakukan dengan transfer bahan genetik ke tubuh pasien. Terapi ini berkembang dengan
pesat sejak clinical trial pada tahun 1990 (Malik, 2005).
Pendekatan terapi gen yang berkembang adalah dengan menambahkan gen normal ke
dalam sel yang mengalami ketidaknormalan, mengganti gen abnormal dengan gen normal
dengan melakukan rekombinasi homolog, mereparasi gen abnormal dengan cara mutasi
balik selektif sehingga akan mengembalikan fungsi normal gen tersebut, dan mengendalikan
regulasi ekspresi gen abnormal tersebut. Perkembangan yang terkini adalah mencegah
diekspresikannya gen-gen yang abnormal, atau dikenal dengan istilah gene silencing. Untuk
tujuan gene silencing, penggunaan RNA jika dibandingkan dengan DNA lebih
dimungkinkan, sehingga dikenal istilah RNA therapeutic (Malik, 2005).
Penggunaan terapi gen pada penyakit tersebut dilakukan dengan
memasukkan gen normal yang spesifik ke dalam sel yang memiliki gen mutan. Terapi gen
kemudian berkembang untuk mengobati penyakit yang terjadi karena mutasi di banyak gen,
seperti kanker. Selain memasukkan gen normal ke dalam sel mutan, mekanisme terapi gen
lain yang dapat digunakan adalah melakukan rekombinasi homolog untuk melenyapkan gen
abnormal dengan gen normal, mencegah ekspresi gen abnormal melalui teknik peredaman
gen, dan melakukan mutasi balik selektif sehingga gen abnormal dapat berfungsi normal
kembali. Pengobatan atau pencegahan penyakit melalui terapi gen dilakukan dengan transfer
bahan genetik ke tubuh pasien. Terapi ini berkembang dengan pesat sejak clinical trial  pada
tahun 1990 (Malik, 2005).
Teknologi terapi gen tidak terlepas dariprinsip rekayasa genetika untuk
menghasilkan GMO (Genetically Modified Organism) atau yang biasa dikenal sebagai
organisme transgenik. Ide untuk terapi gen yaitu dengan menambahkan gen yang normal ke
bagian genom yang mengalami mutasi ataupun kerusakan sehingga fungsi gen tersebut
dapat diperbaiki (Kachroo & Gowder, 2016).
2.2 Sejarah Terapi Gen
Terapi gen pertama kali dilakukan pada 14 September 1990 di USA yang didesain
untuk mengobati defisiensi adenosine deaminase (ADA). ADA adalah sebuah penyakit yang
diturunkan dan bekerja dengan cara merusak sistem imun dan menyebabkan severe
combined immunodeficiency (SCID), dimana penderita tidak memiliki proteksi imun dari
bakteri, virus dan fungi. Transfer ex vivo gen ADA ke dalam limfosit pembuluh darah tepi
dan sel-sel progenitor (sel-sel dengan kemampuan untuk terdiferensiasi menjadi suatu jenis
sel tertentu) sumsum tulang belakang dari penderita severe combined
immunodeficiency  yang berkaitan dengan defisiensi adenosine deaminase (ADA-SCID)
menghasilkan perbaikan imunitas selular dan humoral (cairan) pada pasien yang ditangani.
Sejak saat itu, telah dilakukan lebih dari 600 uji klinis di seluruh dunia, dan lebih dari 4.000
pasien telah menerima terapi gen.
Akhir-akhir ini, penyakit-penyakit target untuk terapi gen telah meluas dari kelainan
metabolik kongenital menjadi tumor-tumor malignan yang tidak dapat disembuhkan oleh
pengobatan yang ada dan bahkan penyakit-penyakit tumor jinak kronis yang menyebabkan
penurunan kualitas hidup. Para peneliti melihat potensi terapi gen untuk penanganan kanker,
suatu penyakit akibat abnormalitas regulasi dan ekspresi gen. Walaupun kemoterapi dan
radioterapi memperpanjang kemampuan bertahan hidup dan dapat mengobati kanker pada
beberapa kasus, namun kekurangan-kekurangannya pun banyak. Sel–sel target kemoterapi
adalah sel-sel yang berproliferasi, bukan sel-sel kanker secara spesifik. Kemoterapi juga
mempunyai efek samping sehingga dosis yang diperbolehkan terbatas, dan pada sebagian
besar tumor-tumor solid terjadi kekambuhan yang cepat setelah terapi. Berbeda dari terapi
konvensional, terapi gen untuk kanker menjanjikan pengobatan yang spesifik terhadap
kanker, efek toksik yang lebih sedikit dan potensi yang lebih besar untuk sembuh.
Dari 350 uji klinik terapi gen yang dilaporkan oleh National Institutes of Health
Recombinant DNA Advisory Committee USA pada bulan Maret 2000, 67% adalah terapi gen
untuk penanganan kanker. Hingga pertengahan Juli 2004, di Jepang telah dikembangkan dua
puluh protokol terapi gen. Diantaranya, lima belas berkaitan dengan kanker. Penyakit-
penyakit kanker yang dijadikan target meliputi karsinoma sel ginjal, kanker paru-paru,
kanker esophagus, kanker payudara, kanker prostat, kanker otak (malignant glioma),
leukemia, dan kanker kolon (usus).

2.1 Mekanisme dan metode terapi gen


Proses rekayasa genetik pada teknologi terapi gen meliputi tahapan berikut: isolasi gen
target, penyisipan gen target ke vektor transfer, transfer vektor yang telah disisipi gen target
ke organisme yang akan diterapi, transformasi pada sel organisme target. Gen target yang
telah disisipkan pada organisme yang diterapi tersebut diharapkan mampu menggantikan
fungsi gen abnormal yang mengakibatkan penyakit pada penderita. gen Penyisipan gen pada
terapi gen umumnya menggunakan vektor berupa virus (viral vector) maupun senyawa atau
molekul selain virus (non viral vector). Transfer gen pada terapi gen dengan menggunakan
vektor berupa virus disebut sebagai transduksi sedangkan transfer dengan vektor selain virus
disebut sebagai transfeksi. Vektor yang ideal sebaiknya mampu mengantarkan gen ke tipe
sel spesifik, mengakomodasi gen asing untuk menyesuaikan ukurannya, mencapai level dan
durasi ekspresi transgenik yang mampu memperbaiki kerusakan atau ketidaknormalan gen,
serta bersifat aman dan nonimunogenik (Mali, 2013).
Nayerossadat et al. (2012) menyatakan bahwa beberapa virus yang dimanfaatkan
sebagai vektor dalam terapi gen diantaranya adalah retrovirus, adenovirus (tipe 2 dan
5), adenoassociated virus (AAV), virus herpes, virus cacar, human foamy virus (HFV),
lentivirus, serta beberapa jenis lainnya. Vektor berupa virus harus dimodifikasi genomnya
dengan memotong sekuen tertentu sehingga patogenisitasnya dapat dikurangi atau
dihilangkan.
 Vektor berupa virus harus aman saat digunakan dalam proses terapi gen agar gen
target yang akan digunakan sebagai pengganti gen abnormal dapat diekspresikan dengan
baik tanpa menimbulkan efek samping bagi penderita yang diterapi.Penggunaan terapi gen
harus disesuaikan dengan jenis penyakit yang akan diterapi. Penyakit dan hubungan
genetiknya harus diketahui terlebih dahulu sebelum dilakukan terapi gen. Apabila suatu gen
yang terkait pada penyakit tertentu telah dapat diidentifikasi, maka potensi penyakit tersebut
untuk diterapi akan semakin besar.
Metode terapi gen terbagi menjadi 2 yaitu metode yaitu:
1. Metode In vivo
Merupakan transfer gen yang telah dimodifikasi atau gen normal ke dalam  sel-sel
sasaran pada pasien dengan menggunakan vektor biologi yaitu virus . Dalam sistem ini,
vektor gen yang membawa gen terapeutik secara langsung dimasukkan ke jaringan target
atau organ, melalui injeksi sistemik, injeksi in situ, obat oral atau semprot,dimana teknik
injeksi in situ lokal pada jaringan tumor paling sering dilakukan. Hampir semua uji klinis
in vivo pada terapi gen kanker didasarkan pada metode ini, yang meliputi injeksi
intratumoral yang dimediasi ole CT atau USG. Terapi gen secara in vivo tetap
menggunakan bantuan vektor untuk mentransfer gen target ke dalam jaringan atau organ
pasien penderita penyakit tertentu.
Pada Gambar di atas terlihat adanya vektor transfer gen berupa virus yang dimodifikasi
menjadi virus rekombinan dengan menyisipkan DNA dengan gen target untuk terapi
melalui metode teknologi DNA rekombinan. Vektor virus yang telah mengandung gen
target tersebut kemudian diinjeksikan ke dalam tubuh pasien secara langsung menuju
jaringan atau organ target di mana gen untuk terapi tersebut dibutuhkan atau
diekspresikan. Terapi gen secara in vivo melibatkan proses transduksi secara langsung di
dalam tubuh, lebih mudah dilaksanakan dan dikembangkan dalam skala tertentu, dan
tidak membutuhkan fasilitas khusus karena injeksi atau transfer gen bisa dilakukan
dengan metode umum maupun menggunakan biolistic gene gun.
2. Metode Ex vivo
Merupakan transfer gen yang telah dimodifikasi atau gen yang normal dalam sel-sel
sasaran pada pasien dengan menggunakan cara non virus. Dalam sistem ini, sel-sel
penerima yang sebelumnya diambil dari jaringan target atau sumsum tulang dikultur
secara in vitro dan kemudian dimasukkan kembali kedalam tubuh pasien setelah transfer
gen terapeutik. Terapi gen secara ex vivo memiliki tahapan yang lebih kompleks
dibanding secara in vivo. Terapi ini melibatkan transduksi di laboratorium dengan
kondisi spesifik tertentu sehingga membutuhkan fasilitas laboratorium yang lebih
lengkap. Metode ex vivo ini juga mengakibatkan kurangnya populasi sel yang
diproliferasi. Gambar 4 menunjukkan tahapan dalam metode terapi gen secara ex
vivo yang terdiri dari beberapa langkah, yaitu:
a) Isolasi sel yang memiliki gen abnormal dari pasien penderita penyakit tertentu.
b) Sel hasil isolasi ditumbuhkan pada media kultur tertentu yang sesuai dengan
karakteristik sel
c) Sel target yang telah dikultur kemudian diinfeksi dengan retrovirus yang
mengandung rekombinan gen dalam bentuk gen normal untuk menggantikan gen
abnormal pada sel
d) Produksi rDNA dari RNA rekombinan (jika vektor virus merupakan virus dengan
materi genetik berupa RNA) dengan transkripsi balik (reverse transcription)
e) Translasi gen normal pada sitoplasma sel menghasilkan protein yang bertanggung
jawab pada gen yang mengalami kerusakan (terjadi integrasi antara gen target untuk
terapi dengan gen pada sel yang dikultur
f) Seleksi, perbanyakan, dan pengujian sel yang telah ditransfeksi untuk mendapatkan
sel normal yang gen abnormalnya telah berhasil digantikan oleh gen baru
g) Injeksi kembali sel yang telah berhasil direkayasa dengan terapi gen ke dalam
jaringan atau organ pasien.
Metode lain untuk terapi gen adalah splising gen (gen splicing), yaitu pemotongan
gen pada pasangan basa. Pemotongan pasangan basa tersebut dilakukan secara kimiawi
dengan menggunakan bahan kimia disebut sebagai enzim restriksi, yang berperan
sebagai gunting untuk memotong DNA. Bermacam jenis enzim yang memotong satu
sequense nukleotida.
Begitu mengenali sequens yang cocok pada strand DNA, enzim tersebut
memotong dan memisahkan bagian dari pasangan basa tersebut dan meninggalkan
strand tunggal pada akhir dari helix pasangan ganda (Gb.11.1). Kemudian peneliti
memasukkan sequens yang dikehendaki pada rantai yang terbuka tersebut untuk
memperbaiki kelainan gen tersebut, sehingga rantai pasangan basa kembali menjadi
normal, hal ini disebut DNA ligase.

2.2 Pendekatan Terapi Gen untuk kanker


Secara umum, terapi gen dilakukan dengan cara mengganti atau menginaktifkan gen
yang tidak berfungsi, menambahkan gen fungsional, atau menyisipkan gen ke dalam sel
untuk membuat sel berfungsi normal. Sel-sel kanker mempunyai tiga karakteristik yang
dikontrol secara genetis untuk mempertahankan kelangsungan hidup dan pertumbuhan,
yaitu:
- Sel-sel kanker mempunyai kecepatan pertumbuhan yang tidak normal
- Sel-sel kanker tidak mati ketika tubuh mengisyaratkan hal itu
- Sel-sel kanker melawan kerja sistem imun tubuh.
Oleh karena itu terapi gen untuk mengobati kanker didasarkan pada koreksi kecepatan
pertumbuhan pada sel-sel kanker, kontrol kematian sel dan membuat sistem imun
membunuh sel-sel kanker. Pendekatan lain untuk terapi gen kanker adalah dengan strategi
bunuh diri.
1. Koreksi kecepatan tumbuh sel-sel kanker
Suatu pendekatan untuk mengontrol kecepatan tumbuh sel-sel kanker adalah dengan
melibatkan penggunaan oligonukleotida antisense. Oligonukleotida antisense adalah
pasangan basa dari produk-produk gen regulator pertumbuhan spesifik (onkogen
seperti ras, PKC-a, raf, c-myc, HER-2/neu). Onkogen dapat menyebabkan pertumbuhan
sel yang tidak terkontrol bila gennya rusak. Ketika oligonukleotida antisense berikatan
dengan produk-produk onkogen dari kanker, oligonukleotida tersebut menghambat fungsi
onkogen, meng-hasilkan penurunan pertumbuhan kanker dan memperpanjang
kelangsungan hidup pasien. Efektivitas oligonukleotida antisense tampaknya meningkat
bila dikombinasikan dengan kemoterapi.
Pendekatan terapi lainnya untuk mengontrol pertumbuhan sel-sel kanker adalah dengan
terapi gen antiangiogenik. Terapi gen antiangiogenik dilakukan dengan mengacaukan
gen-gen yang menyokong angiogenesis. Angiogenesis adalah pertumbuhan pembuluh-
pembuluh darah baru yang diperlukan sebagai sumber nutrisi untuk pertumbuhan tumor.
Melalui metode antiangiogenik maka pertumbuhan sel-sel kanker akan terganggu.
2. Pengontrolan kematian sel kanker
Pada sel-sel normal, gen p53 bertanggung jawab untuk mem-perbaiki DNA abnormal.
Bila DNA tidak dapat diperbaiki oleh gen p53, gen tersebut memberi sinyal pada sel yang
memiliki DNA abnormal untuk mati melalui mekanisme apoptosis. Pada sel-sel kanker,
gen p53 menjadi abnormal dan tidak dapat menyebabkan apoptosis pada sel-sel
abnormal. Diperkirakan 50% hingga 60% kanker pada manusia berkaitan dengan gen p53
yang bermutasi atau tidak adanya ekpresi p53.
Pengontrolan genetik untuk kematian sel kanker dilaku-kan melalui manipulasi gen p53
abnormal yang ada pada sejumlah kanker. Cara untuk melakukan hal tersebut adalah
dengan mentransfer gen p53 normal dengan menggunakan adenovirus ke dalam sel
kanker yang mengandung gen p53 abnormal. Transfer melewati membran sel tumor ke
nukleus ini dapat mengembalikan kontrol genetik yang normal. Uji klinik yang
mempelajari aktivitas pendekatan dengan adenovirus p53 melibatkan pengobatan pada
berbagai pasien, terutama pada pasien dengan kanker kepala dan leher, kanker ovarium,
dan kanker paru-paru. Uji klinik yang membandingkan terapi gen adenovirus-p53 dengan
penanganan standar pada kanker kepala dan leher dan kanker ovarium saat ini sedang
dilakukan.
Perlakuan lain dengan gen p53 sebagai target adalah dengan menggunakan virus ONYX-
015. Virus ini tidak mengganti gen yang menginduksi apoptosis, namun virus tersebut
telah dimodifikasi sehingga hanya tumbuh dalam sel-sel kanker dengan fungsi p53
abnormal. Hal ini menyebabkan kematian sel-sel kanker yang terserang virus dan
tampaknya tidak mempengaruhi sel-sel normal dengan fungsi p53 yang normal. Uji
klinis  dengan virus ONYX-015 juga sedang berjalan dengan, membandingkan
pendekatan ini dengan terapi standar pada penderita kanker kepala dan leher.
3. Upaya untuk membuat sistem imun membunuh sel-sel kanker
Banyak pengobatan imun dicoba untuk meningkatkan aktivitas limfosit pada daerah
kanker. Satu pendekatan yang dicoba adalah injeksi gen yang memfasilitasi ikatan
limfosit dengan sel-sel kanker (plasmid HLA-B7) secara langsung ke lokasi kanker. Hal
ini memungkinkan limfosit untuk diidentifikasi dan merusak kanker. Pendekatan ini
ditoleransi dengan baik dan Uji klinis sedang dilakukan untuk mempelajari peran
Allovectin-7 (plasmid HLA-B7) untuk meningkatkan imunitas melawan kanker pada
penderita melanoma serta kanker kepala dan leher.
4. Strategi bunuh diri
Strategi bunuh diri adalah pendekatan terapi dengan menyisipkan suatu gen yang
membuat sel-sel kanker sangat sensitif terhadap obat. Pada saat pasien diberi obat, obat
tersebut hanya membunuh sel-sel yang mengandung gen tersebut. Hal itu juga disebut
kemosensitisasi. Strategi bunuh diri melibatkan introduksi dari suatu gen yang mengkode
enzim non mamalia ke dalam sel-sel tumor, diikuti oleh pemberian dosis tinggi prodrug
nontoksik sistemik. Enzim yang dipilih untuk tujuan ini mengkatalisis reaksi yang tidak
terjadi dalam sel-sel mamalia sehingga prodrug nontoksik dimetabolisme menjadi bentuk
toksik di dalam tubuh pasien. Ekspresi enzim itu dibatasi sehingga konversi prodrug
menjadi bentuk toksik hanya terjadi pada daerah tumor. Melalui cara ini, konsentrasi
tinggi dari obat kemoterapi hanya terbatas pada daerah tumor sehingga hanya membunuh
sel-sel tumor secara selektif tanpa residu toksisitas sistemik. Percobaan di bidang ini
menggunakan enzim virus yang menghasilkan Virus-Directed Enzyme / Prodrug
Therapy (VDEPT) sebagai terminologi alternatif untuk strategi bunuh diri.

2.3 Tipe-tipe terapi gen


Terdapat dua tipe utama terapi gen, meliputi terapi gen sel embrional (germ line gene
therapy) dan terapi gen sel tubuh (somatic gene therapy) (Misra, 2013):
1. Terapi gen sel embrional (germ line gene therapy)
Pada terapi gen dengan menggunakan germ line, gen akan ditransfer ke dalam ovum
ataupun zigot sehingga ketika ovum tersebut fertilisasi dengan sperma membentuk zigot,
maka zigot akan berkembang dengan membawa gen yang telah disisipkan sebelumnya
sehingga organisme baru yang terbentuk telah memiliki gen yang berfungsi dalam terapi
yang dimaksudkan. Terapi gen sel embrional biasanya dilakukan pada hewan untuk
membentuk hewan transgenik. Terapi gen jenis ini memungkinkan perbaikan secara
genetik yang akan mulai terlihat ketika sel embrional telah berkembang menjadi individu
baru.

Pada gambar atas menjelaskan tahapan dalam terapi gen sel embrional pada monyet.
Terdapat dua monyet, yaitu monyet A yang memiliki kelainan pada mitokondrianya dan
monyet B yang merupakan monyet normal. Untuk menghasilkan keturunan monyet A
yang normal tanpa adanya kelainan pada mitokondria, maka dilakukan terapi gen
melalui sel embrional. Kromosom pada ovum monyet A diambil kemudian disisipkan ke
dalam ovum monyet B yang memiliki mitokondria normal. Proses pengambilan dan
penyisipan tersebut dilakukan secara ex vivo. Ovum monyet B yang telah disisipi materi
genetik monyet A kemudian difertilisasi oleh sperma dari monyet C yang sejenis dengan
monyet A. Ovum yang telah dibuahi sperma tersebut kemudian diinsersikan ke dalam
uterus monyet lain yang berperan sebagai induk inang untuk kemudian memfasilitasi
embrio tersebut untuk tumbuh dan berkembang. Embrio tersebut kemudian akan
dilahirkan dengan kondisi tanpa kelainan mitokondria.
2. Terapi gen sel tubuh (somatic gene therapy)
Pada terapi gen dengan sel somatik, DNA yang mengandung gen untuk fungsi terapi
ditransfer ke dalam sel somatik baik secara in vivo maupun ex vivo. Transfer gen
tersebut biasanya ditujukan secara langsung ke organ atau jaringan spesifik sehingga gen
dapat terekspresi dengan baik. Pada terapi gen dengan sel somatik juga tidak akan
memberikan pengaruh terhadap sel embrional.

2.5 Bahaya dan manfaat dari terapi gen


A. Bahaya terapi gen
Seorang paisen yang menerima terapi gen mungkin akan menghadapi suatu resiko
infeksi atau reaksi system kekebalan tubuh. Virus sebagai vektornya dapat menyebabkan
infeksi atau peradangan pada jaringan dan pengenalan virus dalam tubuh kita dapat
memunculkan penyakit lainnya. Resiko lainnya adalah bahwa gen baru mungkin
diperkenalkan di posisi yang salah dalam DNA sehingga dapat menyebabkan mutasi
genetik.

B. Manfaat terapi gen


Terapi gen sudah banyak digunakan untuk pengobata kanker, penyakit
kardiovaskuler, penyakit infeksius, penurunan fungsi metabolisme tubuh, penyakit
limfatik, hingga cedera akibat radiasi dan penyembuhan pascabedah. Namun, tidak
menutup kemungkinan berkembangnya terapi gen untuk mengobati jenis penyakit
lainnya. Gambar 11 menunjukkan beberapa jenis penyakit yang diasumsikan dapat
disembuhkan dengan terapi gen. Penyakit-penyakit tersebut dapat diterapi apabila gen
yang terkait dengan munculnya penyakit telah berhasil diidentifikasi dan dapat ditemukan
gen fungsional yang dapat mensubstitusi gen yang abnormal tadi. Urutan pertama
penyakit yang diterapi gen adalah kanker. Beberapa jenis kanker terutama yang terkait
dengan abnormalitas suatu gen telah berhasil diterapi dengan menyisipkan gen fungsional
tertentu (Johnson, 2017).
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Terapi gen pada penyakit kanker rmasih dalam tahap penelitian, tetapi kemajuan yang
pesat telah diperoleh pada beberapa uji klinik. Walaupun banyak tantangan yang harus
dihadapi, namun metode ini, telah menunjukkan toleransi yang baik dan efektif bagi
sejumlah kanker. Secara umum, terapi gen dilakukan dengan cara mengganti atau
menginaktifkan gen yang tidak berfungsi, menambahkan gen fungsional, atau menyisipkan
gen ke dalam sel untuk membuat sel berfungsi normal. Pendekatan-pendekatan dalam
pengobatan kanker untuk terapi gen dapat dilakukan dengan koreksi kecepatan pertumbuhan
pada sel-sel kanker, kontrol kematian sel, membuat sistem imun membunuh sel-sel kanker
dan dengan strategi bunuh diri. Untuk pasien-pasien dengan kanker yang tidak responsif
terhadap penanganan konvensional, maka terapi gen tampaknya perlu dipertimbangkan.

3.2 Saran
-
DAFTAR PUSTAKA
Kachroo, S., & Gowder, S. J. T. (2016). Gene therapy: An overview. Gene Technology, 5, 1
Mali, S. (2013). Delivery systems for gene therapy. Indian Journal of Human Genetics, 19, 3-8.
Maurya, S. K., Srivastava, S., & Joshi, R. K., (2009). Retroviral vectors and gene therapy: an
update. Indian Journal of Biotechnology, 8, 349-357. Miesfeld, R. L. (2000). Gene therapy.
Retrieved from http://cbc.arizona.edu/cla sses/bioc471/pages/Lecture24.html Misra, S. (2013).
Human gene therapy: a brief overview of the genetic revolution. Journal of the Association of
Physicians of India, 61, 41-47. Molina, F. M. (2013). Gene Therapy: Tools and Potential
Applications. Croatia. InTech. Moraes, F. & Góes, A., (2016). A decade of human genome
project conclusion: Scientific diffusion about our genome knowledge. Biochemistry and
Molecular Biology Education, 44, 215-223.

Anda mungkin juga menyukai