ABSTRAK
Penemuan biomolekuler berbagai penyakit genetik pada dekade terakhir telah membuka
wawasan baru dalam bidang kesehatan di antaranya terapi gen. Terapi gen merupakan satu
teknik pengobatan dengan target DNA terutama untuk keganasan dan penyakit genetik yang
diturunkan. Walaupun seluruh organ tubuh dapat menjadi sasaran terapi gen, namun kulit
merupakan orga n yang unik dan menarik karena merupakan organ yang d apat dijangkau
secara langsung.
Pendekatan terapi gen secara umum melalui gene restoration, gene augmentation, gene
correction, dan gene inhibition. Pengantaran terapi gen pada kulit dapat secara in vivo ataupun
ex vivo. Secara teknik terapi gen memerlukan gen dan vektor (virus dan non-virus). Keberhasilan
terapi gen sangat bergantung pada pemilihan vektor yang tepat.
Keterbatasan terapi gen disebabkan karena ekspresi gen terjadi dalam waktu singkat,
munculnya respons imun terhadap asam nukleotida asing, hanya digunakan pada penyakit
monogenik, berisiko menginduksi tumor, efek genotoksisitas, dan gene silencing.
Pada makalah ini dibahas penggunaan terapi gen pada beberapa genodermatosis yang
umum ditemukan, banyak diteliti, dan telah mencapai tahap percobaan klinis, yaitu epidermolisis
bulosa, iktiosis, dan xeroderma pigmentosum.(MDVI 2012; 39/3:134 - 140)
Kata kunci: terapi gen, genodermatosis, epidermolisis bulosa, iktiosis, xeroderma pigmentosum
ABSTRACT
Recent advances of biomolecular technology in genetic diseases has opened a new knowledge
such as gene therapy. Gene therapy is a technique to repair DNA where its usage is to treat
malignancy and inherited genetic diseases. Although all body organs can be the target of gene
therapy, skin remains unique and attractive organ because skin can be reached directly.
Gene therapy approach is through gene restoration, gene augmentation, gene correction,
and gene inhibition. Delivery of gene therapy to skin is in vivo or ex vivo. Gene therapy is a
technique requires a gene and vector, which is divided into viral and non-viral vectors. The success
of gene therapy depends on the selection of the appropriate vector.
Limitations of gene therapy are expressed gene occurs in a short time, emergence of an
immune response against foregin nucleotide acid material, its use only in monogenic diseases,
risk of inducing tumors, genotoxicity, and gene silencing.
In this paper, we discussed the utility of gene therapy in several genodermatosis that are
commonly found, were broadly studied, and their research have reached clinical trials. They are
epidermolysis bullosa, ichthyosis, and xeroderma pigmentosum.(MDVI 2012; 39/3:134 - 140)
Ke ywo rds: g ene th era py, ge node rma tosis, ep ide rmo lysis bullosa, ichthyo sis, x ero derma
Korespondensi : pigmen tosum
Jl. Perintis Kemerdekaan - Padang
Telp. 0751- 32373
Email: henrytanojo@gmail.com
134
MDVI Vol. 39 No. 3 Tahun 2012; 134 - 140
135
Henry Tanojo, Satya Wydya Yenny. Terapi gen untuk genodermatosis
Pengantaran in vivo
136
MDVI Vol. 39 No. 3 Tahun 2012; 134 - 140
137
Henry Tanojo, Satya Wydya Yenny. Terapi gen untuk genodermatosis
hormon, dan faktor pertumbuhan secara sistemik; serta dikoreksi melalui retrovirus secara ex vivo. Percobaan ini
genetic imunization.10 Sel yang menjadi target pada terapi menunjukkan hasil toleransi yang baik dan efek terapeutik
gen adalah keratinosit, fibroblas, melanosit, makrofag, dalam jangka waktu cukup lama.25 Pada penelitian tersebut,
endotel, atau sel punca. Mavilio dkk. melakukan biopsi kulit telapak tangan pasien
Sel punca merupakan target yang baik untuk junctional EB yang mengalami mutasi titik E210K. Kulit
mendapatkan efek terapi gen jangka panjang. Sel punca tersebut ditransduksi dengan vektor retrovirus yang
pada keratinosit dapat dibagi menjadi holoclones, mengandung DNA laminin b3 sehingga dapat mensintesis
meroclones, dan paraclones. 21 Holoclones adalah sel dan mengekspresikan kembali laminin 332. Sel-sel keratinosit
dengan kapasitas reproduksi tertinggi dan merupakan target yang telah ditransduksi kemudian ditanam pada kedua
terbaik untuk terapi gen. Paraclones adalah sel dengan tungkai bawah. Setelah pengamatan jangka panjang selama
kapasitas dan diferensiasi rendah. Meroclones adalah 3,5 tahun, regenerasi kulit tampak stabil, sehat, dan terkesan
campuran keduanya.12 normal dengan sekitar kulit ditandai oleh lesi lepuh kronis
Genodermatosis yang merupakan kandidat terbaik pada umumnya. Pada kulit regenerasi tersebut tidak
untuk terapi gen berupa kelainan genetik resesif monogenik, didapatkan tanda-tanda peradangan dan melalui uji khusus
yaitu dermatosis akibat kerusakan gen tunggal, dan bukan sekitar 3 dan 6 bulan pasca transplantasi tidak didapatkan
merupakan interaksi beberapa gen. 6 Pada makalah ini respons imunitas terhadap kulit regenerasi tersebut. 25
dibahas penggunaan terapi gen pada beberapa Penelitian oleh Mavilio dkk. ini dapat dikerjakan secara
genodermatosis yang umum ditemukan, telah banyak diteliti, klinis. Walaupun tidak mengobati kulit secara luas, teknik
dan sudah mencapai percobaan klinis, yaitu epidermolisis ini mampu mengobati daerah-daerah kelainan kulit yang
bulosa, iktiosis, dan xeroderma pigmentosum.1 tidak sembuh.22 Kelemahan percobaan tersebut dikarenakan
hanya dilakukan pada satu pasien, perlu banyak graft untuk
Epidermolisis bulosa mengobati seluruh permukaan kulit, tidak dapat digunakan
pada permukaan mukosa, dan tidak dapat mengobati
Epidermolisis bulosa (EB) adalah kelompok penyakit epidermolisis bulosa bentuk dominan autosom.22
lepuh kongenital dengan sejak klinis mulai dari ringan Kecacatan pada recessive dystrophic EB (RDEB)
berupa lepuh pada kulit akibat trauma (EB simpleks) hingga diakibatkan mutasi pada COL7A1, yaitu gen yang mengkode
bentuk parah berupa epidermolisis yang tersebar luas kolagen tipe VII. Woodley dkk. melaporkan koreksi kolagen
disertai ulserasi kronis dan pembentukan skar (junctional tipe VII pada ekspresi RDEB secara in vivo menggunakan
EB dan recessive dystrophic EB).22 Terapi gen bertujuan injeksi fibroblas intra-dermis secara langsung.26 Gen mini
mengembalikan kadar protein struktural yang hilang.1 COL7A1 dikembangkan untuk membawa gen ini karena
Pada penelitian yang dilakukan menggunakan teknik ukuran gen COL7A1 terlalu besar untuk diangkut oleh vektor
transfer gen ex vivo pada skin graft manusia atau model retrovirus.27 Murauer dkk. mentransduksi gen COL7A1
tikus yang mengalami imunodefisiensi, Seitz dkk. melaporkan wild-type, secara parsial melalui retrovirus pada sel-sel
keberhasilan transfer gen BP180 pada junctional EB,24 keratinosit pasien RDEB dan mendapatkan ekspresi penuh
sedangkan Robbins dkk. melaporkan keberhasilan kolagen tipe 7. 28 Gache dkk. melaporkan keberhasilan
pengembalian ekspresi laminin-5 β3 secara in vivo pada pengobatan RDEB pada dua ekor anjing untuk percobaan
junctional EB.13 terapi gen secara ex vivo menggunakan vektor retrovirus
Mavilio dkk. melakukan percobaan transplantasi biakan yang membawa gen cDNA COL7 wild-type anjing yang
sel epidermis dari sel punca pasien junctional EB yang dapat kemudian ditanam kembali ke kulit yang sakit di punggung
Keterangan: GABEB: generalized atrophic benign EB; EB-PA: EB dengan atresia pilorikum; EB-MD: EB dengan distrofi muskular;
DA: dominan autosomal; RA: resesif autosomal; KRT5: keratin 5; KRT14: keratin 14; COL17A1: kolagen tipe XVII a1;
BPAG2: bullous pemphigoid antigen 2; LAMB3: laminin b3; ITGB4: integrin b4; PLEC1: plectin 1; ITGA6: integrin a6;
LAMA3: laminin a3; LAMC2: laminin g2; COL7A1: kolagen tipe VII a1.
138
MDVI Vol. 39 No. 3 Tahun 2012; 134 - 140
anjing. Setelah dievaluasi selama 2 tahun, tumbuh kulit yang untuk memperbaiki kerusakan DNA akibat pajanan sinar
mengekspresikan COL7 layaknya kulit normal dan matahari.35 Zeng dkk. melakukan terapi gen pada sel-sel
menyebabkan terbentuknya ikatan dermis-epidermis. fibroblas pasien XP tipe XP-A, XP-B, dan XP-C
Melalui penelitian ini diharapkan dapat dilakukan uji coba menggunakan retrovirus dan menghasilkan perbaikan DNA
hal serupa pada manusia.29 pasien XP.36 Arnaudeau-Bégard dkk. melakukan koreksi
Goto dkk. menyatakan bahwa sel-sel fibroblas dapat genetik pada sel keratinosit 2 orang pasien XP tipe XP-C
menjadi sel target yang lebih potensial dibandingkan menggunakan vektor retrovirus. 37 Marchetto dkk.
dengan sel-sel keratinosit untuk terapi gen COL7A1 pada melakukan percobaan pada tikus XP-A dengan
pasien dystrophic epidermolysis bullosa.30 menginjeksikan rekombinan adenovirus yang membawa
DNA XP-A manusia secara in vivo. Percobaan tersebut
Iktiosis menunjukkan bahwa setelah 5 bulan terpajan sinar
ultraviolet-B, tidak ditemukan keganasan pada tikus yang
Iktiosis merupakan kelompok penyakit monogenetik sudah diterapi gen, sedangkan pada seluruh tikus yang tidak
akibat gangguan keratinisasi.31 Gambaran klinis iktiosis diterapi muncul karsinoma sel skuamosa. Penelitian tersebut
berupa peningkatan produksi skuama, abnormalitas memberikan harapan kepada pasien XP pada masa depan,
ketebalan stratum korneum, dan peradangan kulit. Hal ini namun terdapat keterbatasan pada penelitian itu yaitu vektor
menyebabkan skuama yang tebal, kulit kering, hipohidrosis, adenovirus yang dipakai dapat menimbulkan respons imun,
konstriksi pada persendian, ektropion, dan eklabium. 32 dan ekspresi gen yang singkat membutuhkan terapi gen
Penelitian terapi gen sudah pernah dicobakan pada kedua berulang.38
bentuk iktiosis, yaitu X-linked ichthyosis dan lamellar
ichthyosis. Pengembalian jaringan kulit pasien X-linked Simpulan
ichthyosis dan lamellar ichthyosis telah dilakukan melalui
percobaan xenograft.1 1. Berkembangnya teknologi pada bidang kedokteran telah
X-linked ichthyosis (XLI) adalah penyakit genetik membuka wawasan terhadap berbagai patofisiologi
resesif monogenik akibat hilangnya fungsi gen steroid penyakit terutama bidang biomolekuler. Walaupun telah
sulfatase arylsulfatase C (STS).32 Freiberg dkk. melakukan diketahui sejumlah kelainan genetik yang mendasari
transfer STS pada pasien XLI secara in vivo menggunakan genodermatosis, penggunaan terapi gen masih jauh dari
vektor retrovirus.33 Pada penelitian tersebut didapatkan sempurna.
ekspresi protein STS pada pasien XLI dan protein tersebut 2. Keterbatasan terapi gen hingga kini disebabkan oleh
berfungsi secara normal. Dalam penelitian tersebut muncul ekspresi terjadi dalam waktu singkat, munculnya reaksi
reaksi imunitas terhadap vektor, bagian yang dikoreksi imun terhadap terapi gen, genotoksisitas, gene silencing,
menunjukkan efisiensi rendah, serta hilangnya ekspresi gen hanya dapat dilakukan pada kelainan monogenik, serta
dalam waktu 2-7 hari.33 terdapat risiko menginduksi tumor.
Iktiosis lamelar terjadi akibat mutasi gen yang 3. Pada masa depan, keberhasilan penggunaan terapi gen
mengkode keratinocyte transglutaminase type 1 (TGM1).32 didasarkan pada peningkatan efektivitas transfer gen
Choate dkk. meneliti model xenograft kulit manusia-tikus, ke kulit sehingga terjadi perbaikan vektor pengantar gen,
dan melakukan transfer TGM1 fungsional ke sel-sel dan strategi-strategi untuk mengoptimalkan efektivitas
keratinosit pasien iktiosis lamelar kemudian ditanam pada terapi.
kulit tikus tanpa imunitas. Keratinosit yang telah diterapi Percobaan terapi gen telah dilakukan pada beberapa
menunjukkan gambaran epidermis normal, peningkatan genodermatosis misalnya epidermolisis bulosa, iktiosis, dan
ekspresi fillagrin, dan kulit berfungsi normal.34 xeroderma pigmentosum.
Xeroderma pigmentosum (XP) adalah penyakit 1. Khavari PA, Rollman O, Vahlquist A. Cutaneous gene transfer
autosom resesif dengan gejala hipersensitivitas terhadap for skin and systemic diseases. J Intern Med. 2002; 252: 1-
matahari dan kecenderungan terjadi kanker kulit.35 Hingga 10.
sekarang pengobatannya masih terbatas pada menghindari 2. Hengge UR. Progress and prospects of skin gene therapy: a
ten year history. Clin Dermatol. 2005; 23: 107-14.
pajanan sinar ultraviolet dan tindakan bedah pada tumor
3. De Luca M, Pellegrini G, Mavilio F. Gene therapy of inherited
kulit. Mayoritas penelitian terapi gen ditujukan pada skin adhesion disorders: a critical overview. Br J Dermatol.
penyakit lepuh sehingga hanya sedikit penelitian yang 2009; 161: 19-24.
berfokus pada XP.2 4. McGrath JA, McLean WHI. Genetics in relation to the skin.
Mayoritas kelainan pada XP terjadi akibat mutasi salah Dalam: Wolff K, Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller
satu dari 7 macam gen XP-A hingga XP-G yang diperlukan AS, Leffell DJ, penyunting. Fitzpatrick’s dermatology in
139
Henry Tanojo, Satya Wydya Yenny. Terapi gen untuk genodermatosis
general medicine. Edisi ke-7. New York: McGraw-Hill; 2008. skin disease. Trends Mol Med. 2007; 13: 219-22.
h.73-87. 23. Uitto J. Progress in heritable skin diseases: translational
5. Aiuti A, Bachoud-Lévi A, Blesch A, Brenner M, Cattaneo F, implications of mutation analysis and prospects of molecular
Chiocca E, dkk. Progress and prospects: gene therapy clinical therapies. Acta Derm Venereol. 2008; 89: 228-35.
trials (part 2). Gene Ther. 2007; 14: 1555-63. 24. Seitz CS, Giudice GJ, Balding S, Marinkovich M, Khavari
6. Carretero M, Escamez M, Prada F, Mirone I, Garcia M, PA. BP180 gene delivery in junctional epidermolysis bullosa.
Holguin A, dkk. Skin gene therapy for acquired and inherited Gene Ther. 1999; 6: 42-7.
disorders. Histol Histopathol. 2006; 21: 1233-47. 25. Mavilio F, Pellegrini G, Ferrari S, Di Nunzio F, Di Lorio E,
7. Li J, Li X, Zhang Y, Zhou K, Yang HS, Chen XC, dkk. Gene Rechhia A, dkk. Correction of junctional epidermolysis bullosa
therapy for psoriasis in the K14-VEGF transgenic mouse by transplantation of genetically modified epidermal stem
model by topical transdermal delivery of interleukin-4 using cells. Nat Med. 2006; 12: 1397-402.
ultradeformable cationic liposome. J Gene Med. 2010; 2: 481- 26. Woodley DT, Krueger GG, Jorgensen CM, Fairley JA, Atha
90. T, Huang Y, dkk. Normal and gene-corrected dystropic
8. Therrien JP, Pfutzner W, Vogel JC. An approach to achieve epidermolysis bullosa fibroblasts alone can produce type VII
long-term expression in skin gene therapy. Toxicol Pathol. colagen at the basement membrane zone. J Invest Dermatol.
2008; 36: 104-11. 2003; 121: 1021-28.
9. Human genome project information: gene therapy. 2009. 27. Lanuti EL, Wikramanayake TC, Kirsner RS. Overcoming
Disitasi tanggal 17 Juli 2011. Tersedia dari: http:// obstacles for gene therapy for recessive dystrophic
www.ornl.gov/sci/techresources/Human_Genome/medicine/ epidermolysis bullosa. J Invest Dermatol. 2011; 131: 5.
genetherapy.shtml 28. Murauer EM, Gache Y, Gratz IK, dkk. Functional correction
10. Vogel J, Yee C, Darling T. Molecular biology. Dalam: Callen of type VII collagen expression in dystrophic epidermolysis
JP, Horn TD, Mancini AJ, Salasche SJ, Schaffer JV, Schwarz bullosa. J Invest Dermatol. 2011; 131: 74-83.
T, dkk, penyunting. Dermatology. Edisi ke-2. Spanyol: 29. Gache Y, Pin D, Gagnoux-Palacios L, Carozzo C, Meneguzzi
Mosby-Elsevier; 2008. h.49-62. G. Correction of dog dystrophic epidermolysis bullosa by
11. Gene therapy. 2011. Disitasi tanggal 31 Juli 2011. Tersedia transplantation of genetically modified epidermal autografts.
dari: http://en.wikipedia.org/wiki/Gene_therapy J Invest Dermatol. 2011; 131: 2069-78.
12. Sarma N. Gene therapy in dermatology. Indian J Dermatol. 30. Goto M, Sawamura D, Ito K, dkk. Fibroblast show more
2006; 51: 211-6. potential as target cells than keratinocytes in COL7A1 gene
13. Robbins PB, Lin Q, Goodnough JB, Tian H, Chen X, Khavari therapy of dystrophic epidermolysis bullosa. J Invest
PA. In vivo restoration of laminin 5 â3 expression and function Dermatol. 2006; 126: 766-72.
in junctional epidermolysis bullosa. Proc Natl Acad Sci USA. 31. Fernandes NF, Janniger CK, Schwartz RA. X-linked
2001; 98: 5193-8. ichthyosis: an oculocutaneous genodermatosis. J Am Acad
14. Eming SA, Krieg T, Davidson JM. Gene therapy and wound Dermatol. 2010; 62: 480-5.
healing. Clin Dermatol. 2007; 25: 79-92. 32. Vahlquist A, Ganemo A, Virtanen M. Congenital ichthyosis:
15. Pfützner W. Vectors for gene therapy of skin diseases. J an overview of current and emerging therapies. Acta Derm
Dutsch Dermatol Ges. 2010; 8: 582-90. Venereol. 2008; 88: 4-14.
16. Chen M, Li W, Fan J, Kasaharat N, Woodley DT. An efficient 33. Freiberg R, Choate KA. A model of corrective gene transfer in
gene transduction system for studying gene function in primary X-linked ichthyosis. Hum Mol Genet. 1997; 6: 927-33.
human dermal fibroblasts and epidermal keratinocytes. Clin 34. Choate KA, Medalie DA, Morgan JR, Khavari PA. Corrective
Exp Dermatol. 2003; 28: 193-9. gene transfer in the human skin disorder lamellar ichthyosis.
17. Gonzalez-Gonzalez E, Speaker TJ, Hickerson RP, Spitler R, Nat Med. 1996; 2: 1263-7.
Flores MA, Leake D, dkk. Silencing of reporter gene expression 35. Nourgauer J, Idzko M, Panther E, Hellstern O, Herouy Y.
in skin using siRNAs and expression of plasmid DNA delivered Xeroderma pigmentosum. Eur J Dermatol. 2003; 13: 4-9.
by a soluble protrusion array device (PAD). Mol Ther. 2010; 36. Zeng L, Quilliet X, Chevallier-Lagente O, Eveno E, Sarasin A,
18: 1667-74. Mezzina M. Retrovirus-mediated gene transfer corrects DNA
18. Isaka Y, Imai E. Electroporation-mediated gene therapy. Expert repair defect of xeroderma pigmentosum cells of
Opin Drug Deliv. 2007; 4: 561-71. complementation groups A, B, and C. Gene Ther. 1997; 4:
19. Lu Z, Ghazizadeh S. Loss of transgene following ex vivo gene 1007-84.
transfer is associated with a dominant Th2 response: 37. Arnaudeau-Bégard C, Brellier F, Chevallier-Lagente O, dkk.
implications for cutaneous gene therapy. Mol Ther. 2007; 15: Genetic correction of DNA repair-deficient/cancer-prone
954-61. xeroderma pigmentosum group C keratinocytes. Hum Gene
20. Zahid S, Brownell I. Gene therapy in skin disease. J Drugs Ther. 2003; 14: 983-96.
Dermatol. 2007; 6: 1055-8. 38. Marchetto MCN, Muotri AR, Burns DK, Friedberg EC,
21. Barrandon Y, Green H. Three clonal types of keratinocyte Menck CFM. Gene transduction in skin cells: preventing
with different capacities for multiplication. Proc Natl Acad cancer in xeroderma pigmentosum mice. Proc Natl Acad Sci
Sci USA. 1987; 84: 2302-6. USA. 2004; 101: 17759-64.
22. Featherstone C, Uitto J. Ex vivo gene therapy cures a blistering
140