Anda di halaman 1dari 7

Tinjauan Pustaka

TERAPI GEN UNTUK GENODERMATOSIS

Henry Tanojo, Satya Wydya Yenny

Bagian/SMF Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin


FK Universitas Andalas/ RSUP dr. M. Djamil Padang

ABSTRAK

Penemuan biomolekuler berbagai penyakit genetik pada dekade terakhir telah membuka
wawasan baru dalam bidang kesehatan di antaranya terapi gen. Terapi gen merupakan satu
teknik pengobatan dengan target DNA terutama untuk keganasan dan penyakit genetik yang
diturunkan. Walaupun seluruh organ tubuh dapat menjadi sasaran terapi gen, namun kulit
merupakan orga n yang unik dan menarik karena merupakan organ yang d apat dijangkau
secara langsung.
Pendekatan terapi gen secara umum melalui gene restoration, gene augmentation, gene
correction, dan gene inhibition. Pengantaran terapi gen pada kulit dapat secara in vivo ataupun
ex vivo. Secara teknik terapi gen memerlukan gen dan vektor (virus dan non-virus). Keberhasilan
terapi gen sangat bergantung pada pemilihan vektor yang tepat.
Keterbatasan terapi gen disebabkan karena ekspresi gen terjadi dalam waktu singkat,
munculnya respons imun terhadap asam nukleotida asing, hanya digunakan pada penyakit
monogenik, berisiko menginduksi tumor, efek genotoksisitas, dan gene silencing.
Pada makalah ini dibahas penggunaan terapi gen pada beberapa genodermatosis yang
umum ditemukan, banyak diteliti, dan telah mencapai tahap percobaan klinis, yaitu epidermolisis
bulosa, iktiosis, dan xeroderma pigmentosum.(MDVI 2012; 39/3:134 - 140)

Kata kunci: terapi gen, genodermatosis, epidermolisis bulosa, iktiosis, xeroderma pigmentosum

ABSTRACT

Recent advances of biomolecular technology in genetic diseases has opened a new knowledge
such as gene therapy. Gene therapy is a technique to repair DNA where its usage is to treat
malignancy and inherited genetic diseases. Although all body organs can be the target of gene
therapy, skin remains unique and attractive organ because skin can be reached directly.
Gene therapy approach is through gene restoration, gene augmentation, gene correction,
and gene inhibition. Delivery of gene therapy to skin is in vivo or ex vivo. Gene therapy is a
technique requires a gene and vector, which is divided into viral and non-viral vectors. The success
of gene therapy depends on the selection of the appropriate vector.
Limitations of gene therapy are expressed gene occurs in a short time, emergence of an
immune response against foregin nucleotide acid material, its use only in monogenic diseases,
risk of inducing tumors, genotoxicity, and gene silencing.
In this paper, we discussed the utility of gene therapy in several genodermatosis that are
commonly found, were broadly studied, and their research have reached clinical trials. They are
epidermolysis bullosa, ichthyosis, and xeroderma pigmentosum.(MDVI 2012; 39/3:134 - 140)

Ke ywo rds: g ene th era py, ge node rma tosis, ep ide rmo lysis bullosa, ichthyo sis, x ero derma
Korespondensi : pigmen tosum
Jl. Perintis Kemerdekaan - Padang
Telp. 0751- 32373
Email: henrytanojo@gmail.com

134
MDVI Vol. 39 No. 3 Tahun 2012; 134 - 140

PENDAHULUAN Pendekatan terapi gen


Terapi gen pada kasus genodermatosis bermanfaat
Penemuan biomolekuler terhadap berbagai penyakit untuk mengoreksi abnormalitas genetik melalui gene
genetik telah membuka wawasan baru di bidang kesehatan restoration, gene augmentation, gene correction, dan gene
di antaranya terapi gen, pemahaman terhadap patofisiologi inhibition. 1,12
berbagai zat karsinogenik, proses penyembuhan luka, reaksi Gene restoration adalah teknik penyisipan gen wild-
inflamasi kulit, dan fibrosis.1 Terapi gen merupakan bidang type (gen murni dan normal) untuk menggantikan gen
baru dalam bioteknologi untuk mengobati penyakit dengan abnormal menggunakan vektor virus atau non-virus,
target DNA, penggunaannya terutama pada keganasan dan misalnya pada kasus mutasi resesif yang menyebabkan
penyakit genetik yang diturunkan.2 hilangnya fungsi. Gene augmentation adalah teknik
Sesungguhnya seluruh organ tubuh dapat menjadi meningkatkan ekspresi gen yang diperlukan untuk
sasaran terapi gen, namun kulit adalah organ yang unik dan pengobatan, misalnya pada kasus anemia yang responsif
menarik karena dapat dijangkau secara langsung. 3,4 Kulit terhadap pemberian eritropoetin. Gene correction adalah
dapat menjadi target terapi gen baik secara in vivo ataupun penyisipan gen untuk mengoreksi susunan yang berubah,
ex vivo.5 Sel kulit mudah diperoleh dan dikembangkan misalnya pada kasus kelainan resesif atau dominan akibat
secara in vitro melalui biopsi.6 Terapi melalui kulit dapat mutasi titik. Gene inhibition adalah induksi ‘suicide genes’
menghindari metabolisme obat di hepar,7 monitor langsung untuk membunuh sel-sel kanker dengan cara
terhadap ekspresi gen, dan membuang sel termodifikasi jika membangkitkan respons imun misalnya pada karsinoma atau
efek samping muncul.8 sarkoma. 1 Terapi gen paling umum dilakukan secara
Beberapa penyakit kulit akibat kelainan mutasi gen pendekatan gene restoration.9
tunggal atau monogenik dan luka kronis merupakan keadaan
yang dapat diberi terapi gen.1 Di samping untuk pengobatan Teknik terapi gen
dermatosis, kulit juga dapat menjadi ‘perantara’ pengobatan Secara teknik terapi gen memerlukan gen dan vektor.
penyakit sistemik akibat polipetida dalam sirkulasi yang Vektor adalah pengantar yang dapat membawa masuk gen
berkurang atau hilang. Polipeptida tersebut adalah tumor secara efisien ke sel target.2 Keberhasilan terapi gen sangat
necrosis factor-, insulin-like growth factor II, faktor-faktor bergantung pada pemilihan vektor yang tepat.12 Vektor yang
koagulasi, -human chorionic gonadotropin, atau human digunakan dapat berupa vektor virus atau vektor non-
growth hormone.1,8 virus.10 Kedua macam vektor tersebut masih dipelajari untuk
Terapi gen dapat digunakan untuk mengobati penyakit efektivitas dalam terapi dan kemampuan mengantarkan gen
genetik yang tidak memberikan respons terhadap ke lokasi kerusakan.13
pengobatan umumnya, misalnya pada keadaan Virus adalah vektor yang paling sering digunakan. Virus
imunodefisiensi, kelainan metabolik, atau penyakit dengan merupakan pengantar alamiah untuk terapi gen. 14,15 Virus
angka harapan hidup tinggi namun kualitas hidup rendah, dapat menunjukkan kemampuan mengantarkan materi
serta pengobatan simtomatis jangka panjang (muscular genetik ke dalam sel-sel manusia, sehingga kinerja virus ini
dystrophy, cystic fibrosis, dan thalassemia).3 Di bidang dimanfaatkan untuk memanipulasi gen virus dengan materi
dermatologi, junctional epidermolysis bullosa dan gen yang akan digunakan.9 Vektor virus dengan materi
xeroderma pigmentosum merupakan beberapa penyakit genetik yang dimodifikasi diharapkan dapat secara efisien
kulit dengan tahap percobaan klinis terapi gen.2 menginfeksi sel target tanpa menyebabkan penyakit dan
Terapi gen bersama-sama dengan teknologi kultur sel menyebar ke sel-sel lainnya. Vektor virus yang umum
punca, memberikan pilihan pengobatan di bidang digunakan adalah retrovirus dan adenovirus. Beberapa
dermatologi, walaupun masih jauh dari sempurna. vektor virus lain adalah adeno-associated virus,10 lentivirus
Pengobatan penyakit yang sebelumnya tampak mustahil (berkaitan dengan retrovirus dan diturunkan dari human
kini dapat dilakukan.3 immunodeficiency virus), atau herpes simpleks.9
Walaupun vektor non-virus lebih aman dibandingkan
PRINSIP DASAR TERAPI GEN vektor virus, namun efisiensi transduksi vektor non-virus
hanya sekitar 30% dibandingkan vektor virus yang sebesar
Terapi gen adalah satu teknik untuk memperbaiki gen 90%.16 Vektor non-virus yang umum digunakan adalah:9
yang rusak dengan tujuan untuk pengobatan. 9,10 Gen 1. Pengantaran materi DNA secara langsung. Teknik ini
merupakan unit dasar fisis dan fungsional yang diwariskan mempunyai keterbatasan karena memerlukan banyak
dan berada dalam kromosom inti sel.9 Gen terdiri atas rantai DNA dan hanya dapat digunakan untuk jaringan
pasangan basa yang mengkode instruksi perakitan berbagai tertentu.
protein. Ketika terjadi perubahan gen, protein yang dikode 2. Liposom yang membawa DNA dapat masuk ke dalam
akan berubah dan tidak dapat berfungsi secara normal membran sel. Li dkk. melaporkan pengantaran
sehingga terjadi penyakit genetik.9 interleukin 4-murine ke tikus transgenik menggunakan

135
Henry Tanojo, Satya Wydya Yenny. Terapi gen untuk genodermatosis

Tabel 1. Karakteristik bermacam vektor pada terapi gen.


Vektor gen Keunggulan Kelemahan Manfaat klinis
Non-virus (plasmid) -Mudah diproduksi -Efektivitas rendah -Terapi tumor
-Kapasitas DNA besar -Ekspresi gen singkat -Kerusakan gen herediter
-Pemberian secara in vivo -Tidak ada transfer gen -Luka kronis
(tidak traumatis, hemat selektif pada sel target
waktu, dan murah) yang dikehendaki
-Fleksibel untuk beberapa gen
-Dapat diberikan berulang
(non-imunogenik)
Retrovirus -Efisiensi transduksi in vitro -Membutuhkan pemakaian -Kerusakan gen herediter
(oncovirus) tinggi ex-vivo Penyakit sistemik
-Ekspresi gen jangka panjang -Potensi inaktivasi (“biofactory”)
(integrasi gen) Risiko: mutagenesis,
-Kapasitas pengkodean relatif rekombinasi virus
besar (8-9 kb)
Retrovirus -Efisiensi transduksi in vitro -Membutuhkan pemakaian ex- -Kerusakan gen herediter
(lentivirus) tinggi vivo untuk keratinosit (transfer Penyakit sistemik
-Mungkin diberikan secara in gen merupakan prosedur rumit) (“biofactory”)
vivo (sel target: fibroblas) -Potensi inaktivasi
-Ekspresi gen jangka panjang Risiko: mutagenesis,
-Kapasitas pengkodean relatif rekombinasi virus
besar (8-9 kb)
Adeno- -Pemberian dapat secara in -Kapasitas pengkodean kecil -Kerusakan gen herediter
associated vivo (sel target: keratinosit) (4-5 kb) Penyakit sistemik
virus dan ex vivo -Reaksi imun setelah (“biofactory”)
-Ekspresi gen jangka panjang pengobatan in vivo berulang
(memungkinkan integrasi Risiko: mutagenesis?
gen)

Adenovirus -Efisiensi transduksi in vivo -Ekspresi transitory gene -Pengobatan tumor


sangat tinggi (juga pada sel -Toksisitas; imunogenisitas -Luka kronis
yang tidak membelah)
Kapasitas pengkodean besar
(hingga 37 kb)

ultradeformable cationic liposome untuk efek anti-


psoriasis. 7
3. Reseptor sel molekul yang mengandung DNA akan
masuk ke dalam sel target setelah berikatan dengan
reseptor, kemudian sel akan mengambil molekul dan
materi DNA masuk ke dalam inti sel.

Pengantaran terapi gen pada kulit

Cara pengantaran terapi gen dibagi menjadi dua yaitu


in vivo dan ex vivo. Kulit adalah organ yang baik untuk
kedua jenis terapi gen ini.1,4

Pengantaran in vivo

Terapi gen dengan pengantaran in vivo dilakukan


dengan cara mengantarkan materi genetik secara langsung
ke kulit atau jaringan pasien.4 Kerugian teknik ini adalah Gambar 1. Terapi gen pada kulit.

136
MDVI Vol. 39 No. 3 Tahun 2012; 134 - 140

belum tercapainya keamanan, efisiensi, dan sarana


pengantar yang sesuai untuk transfer materi genetik.
Pengantaran in vivo dapat menggunakan vektor virus dan
vektor non-virus. Vektor non-virus dapat dioleskan secara
topikal, injeksi langsung, dioleskan pada permukaan kulit
yang luka, secara electroporation, dan insersi partikal
bioplastis. 1
Pengolesan topikal dengan vektor berupa plasmid yang
dapat diserap melalui folikel. Efektivitas teknik ini rendah
sehingga penggunaannya masih terbatas untuk vaksinasi.1
Injeksi materi genetik secara langsung ke kulit yang
utuh menggunakan vektor virus dan non-virus dapat
mencapai epidermis, dermis, dan subkutan. Gonzalez-
Gonzalez dkk. memperkenalkan alat berupa protrusion array Gambar 2. Perbandingan pengantaran in vivo dan ex vivo.
device terdiri atas kumpulan microneedle unt uk
mengantarkan small interfering RNA ke sel-sel keratinosit Keterbatasan terapi gen
secara in vivo.17
Pengolesan pada permukaan kulit yang luka atau tidak Terapi gen merupakan ilmu yang relatif baru dan
utuh melalui dermabrasi dapat membantu pengantaran gen. mempunyai banyak keterbatasan. Salah satu keterbatasan
Virus diletakkan di bawah luka terbuka (eschar). Pendekatan berupa ekspresi gen yang hanya berlangsung singkat
ini efektif untuk transfer gen ke sel-sel epidermis dan jaringan sehingga efek terapi dalam jangka panjang belum tercapai.10
adneksa.10 Sel epidermis adalah jaringan yang terus memperbaharui
Pada teknik electroporation kulit dipajan terhadap diri, sehingga sel-sel epidermis yang termodifikasi akan
muatan elektrik dan secara bersamaan dilakukan injeksi hilang bersama dengan siklus pergantian sel epidermis yaitu
langsung.10 Pada teknik ini, terapi gen berupa pengantaran 2-4 minggu.2 Hal ini dapat dihindari jika terdapat sel induk
DNA plasmid secara in vivo akan menjadi efektif oleh atau progenitor yang terus menerus mentransduksikan
perubahan muatan listrik yang bertujuan meningkatkan sinyal.13
permeabilitas membran.18 Keterbatasan lain adalah munculnya mekanisme
Bioplastic particle acceleration atau ‘the gene gun’ pertahanan kulit untuk mencegah masuknya asam
adalah penggunaan partikel mikro yang diselimuti vektor nukleotida asing.10 Terapi gen secara ex vivo dan in vivo
untuk imunomodulasi pada vaksinasi dan terapi kanker.10 akan menginduksi respons imun. Lu dkk. menemukan
penolakan transfer gen secara in vivo yang didominasi oleh
Pengantaran ex vivo respons T-helper tipe 1, sedangkan transfer gen secara ex
vivo dikaitkan dengan respons T-helper tipe 2.19 Penggunaan
Pada pengantaran ex vivo, jaringan kulit pasien terapi gen terbatas hanya untuk penyakit monogenik, tidak
dipotong terlebih dahulu, sel keratinosit atau sel fibroblas untuk kelainan multigenik. Terapi gen juga berisiko
dikultur, kemudian ditransplantasikan atau disuntikkan menginduksi tumor.12
kembali ke pasien.4 Walaupun teknik ini lebih rumit, mahal, Hal lain yang membatasi perkembangan terapi gen
menimbulkan rasa nyeri, dan meninggalkan jaringan parut, adalah genotoksisitas dan gene silencing terhadap materi
sebagian besar penelitian difokuskan pada teknik ini karena gen. Genotoksisitas adalah proses penghapusan materi gen
menunjukkan banyak keunggulan, di antaranya:1 yang dianggap berbahaya oleh tubuh, sedangkan gene
- Teknik autologous skin grafting yang digunakan pada silencing adalah proses regulasi untuk menginaktivasi
pengantaran ex vivo sudah lazim digunakan untuk gen.20
pengobatan luka biasa atau luka bakar. Masa depan penggunaan terapi gen bergantung pada
- Efisiensi transfer gen dan jenis sel yang dituju (misalnya: temuan teknik baru yang dapat meningkatkan efektifitas
sel keratinosit atau sel fibroblas) dapat ditentukan transfer gen ke kulit, dengan peningkatan vektor pengantar
sebelum dihantarkan ke kulit pasien. gen serta strategi pengantaran gen.1
- Transfer gen pada kultur bermanfaat untuk merekayasa
sel-sel yang tumbuh melalui vektor virus yang hanya PENGGUNAAN TERAPI GEN UNTUK
menginfeksi sel-sel yang sedang membelah. GENODERMATOSIS
Pengantaran vektor secara langsung ke pasien dapat
dicegah, sehingga risiko penyebaran sistemik dapat Terapi gen menunjukkan berbagai manfaat di bidang
dihindari. dermatologi, misalnya pengobatan genodermatosis
monogenik; keganasan; luka kulit; pengantaran sitokin,

137
Henry Tanojo, Satya Wydya Yenny. Terapi gen untuk genodermatosis

hormon, dan faktor pertumbuhan secara sistemik; serta dikoreksi melalui retrovirus secara ex vivo. Percobaan ini
genetic imunization.10 Sel yang menjadi target pada terapi menunjukkan hasil toleransi yang baik dan efek terapeutik
gen adalah keratinosit, fibroblas, melanosit, makrofag, dalam jangka waktu cukup lama.25 Pada penelitian tersebut,
endotel, atau sel punca. Mavilio dkk. melakukan biopsi kulit telapak tangan pasien
Sel punca merupakan target yang baik untuk junctional EB yang mengalami mutasi titik E210K. Kulit
mendapatkan efek terapi gen jangka panjang. Sel punca tersebut ditransduksi dengan vektor retrovirus yang
pada keratinosit dapat dibagi menjadi holoclones, mengandung DNA laminin b3 sehingga dapat mensintesis
meroclones, dan paraclones. 21 Holoclones adalah sel dan mengekspresikan kembali laminin 332. Sel-sel keratinosit
dengan kapasitas reproduksi tertinggi dan merupakan target yang telah ditransduksi kemudian ditanam pada kedua
terbaik untuk terapi gen. Paraclones adalah sel dengan tungkai bawah. Setelah pengamatan jangka panjang selama
kapasitas dan diferensiasi rendah. Meroclones adalah 3,5 tahun, regenerasi kulit tampak stabil, sehat, dan terkesan
campuran keduanya.12 normal dengan sekitar kulit ditandai oleh lesi lepuh kronis
Genodermatosis yang merupakan kandidat terbaik pada umumnya. Pada kulit regenerasi tersebut tidak
untuk terapi gen berupa kelainan genetik resesif monogenik, didapatkan tanda-tanda peradangan dan melalui uji khusus
yaitu dermatosis akibat kerusakan gen tunggal, dan bukan sekitar 3 dan 6 bulan pasca transplantasi tidak didapatkan
merupakan interaksi beberapa gen. 6 Pada makalah ini respons imunitas terhadap kulit regenerasi tersebut. 25
dibahas penggunaan terapi gen pada beberapa Penelitian oleh Mavilio dkk. ini dapat dikerjakan secara
genodermatosis yang umum ditemukan, telah banyak diteliti, klinis. Walaupun tidak mengobati kulit secara luas, teknik
dan sudah mencapai percobaan klinis, yaitu epidermolisis ini mampu mengobati daerah-daerah kelainan kulit yang
bulosa, iktiosis, dan xeroderma pigmentosum.1 tidak sembuh.22 Kelemahan percobaan tersebut dikarenakan
hanya dilakukan pada satu pasien, perlu banyak graft untuk
Epidermolisis bulosa mengobati seluruh permukaan kulit, tidak dapat digunakan
pada permukaan mukosa, dan tidak dapat mengobati
Epidermolisis bulosa (EB) adalah kelompok penyakit epidermolisis bulosa bentuk dominan autosom.22
lepuh kongenital dengan sejak klinis mulai dari ringan Kecacatan pada recessive dystrophic EB (RDEB)
berupa lepuh pada kulit akibat trauma (EB simpleks) hingga diakibatkan mutasi pada COL7A1, yaitu gen yang mengkode
bentuk parah berupa epidermolisis yang tersebar luas kolagen tipe VII. Woodley dkk. melaporkan koreksi kolagen
disertai ulserasi kronis dan pembentukan skar (junctional tipe VII pada ekspresi RDEB secara in vivo menggunakan
EB dan recessive dystrophic EB).22 Terapi gen bertujuan injeksi fibroblas intra-dermis secara langsung.26 Gen mini
mengembalikan kadar protein struktural yang hilang.1 COL7A1 dikembangkan untuk membawa gen ini karena
Pada penelitian yang dilakukan menggunakan teknik ukuran gen COL7A1 terlalu besar untuk diangkut oleh vektor
transfer gen ex vivo pada skin graft manusia atau model retrovirus.27 Murauer dkk. mentransduksi gen COL7A1
tikus yang mengalami imunodefisiensi, Seitz dkk. melaporkan wild-type, secara parsial melalui retrovirus pada sel-sel
keberhasilan transfer gen BP180 pada junctional EB,24 keratinosit pasien RDEB dan mendapatkan ekspresi penuh
sedangkan Robbins dkk. melaporkan keberhasilan kolagen tipe 7. 28 Gache dkk. melaporkan keberhasilan
pengembalian ekspresi laminin-5 β3 secara in vivo pada pengobatan RDEB pada dua ekor anjing untuk percobaan
junctional EB.13 terapi gen secara ex vivo menggunakan vektor retrovirus
Mavilio dkk. melakukan percobaan transplantasi biakan yang membawa gen cDNA COL7 wild-type anjing yang
sel epidermis dari sel punca pasien junctional EB yang dapat kemudian ditanam kembali ke kulit yang sakit di punggung

Tabel 2. Klasifikasi molekuler epidermolisis bulosa dengan mutasi gen terkait*


Subtipe EB Pola warisan Gen
Simpleks DA, RA KRT5, KRT14
Hemidesmosom RA
- GABEB COL17A1 (BPAG2), LAMB3
- EB-PA ITGB4, PLEC1,ITGA6
- EB-MD PLEC1
Junctional RA LAMA3, LAMB3, LAMC2, COL17A1
Distrofik DA, RA COL7A1

Keterangan: GABEB: generalized atrophic benign EB; EB-PA: EB dengan atresia pilorikum; EB-MD: EB dengan distrofi muskular;
DA: dominan autosomal; RA: resesif autosomal; KRT5: keratin 5; KRT14: keratin 14; COL17A1: kolagen tipe XVII a1;
BPAG2: bullous pemphigoid antigen 2; LAMB3: laminin b3; ITGB4: integrin b4; PLEC1: plectin 1; ITGA6: integrin a6;
LAMA3: laminin a3; LAMC2: laminin g2; COL7A1: kolagen tipe VII a1.

138
MDVI Vol. 39 No. 3 Tahun 2012; 134 - 140

anjing. Setelah dievaluasi selama 2 tahun, tumbuh kulit yang untuk memperbaiki kerusakan DNA akibat pajanan sinar
mengekspresikan COL7 layaknya kulit normal dan matahari.35 Zeng dkk. melakukan terapi gen pada sel-sel
menyebabkan terbentuknya ikatan dermis-epidermis. fibroblas pasien XP tipe XP-A, XP-B, dan XP-C
Melalui penelitian ini diharapkan dapat dilakukan uji coba menggunakan retrovirus dan menghasilkan perbaikan DNA
hal serupa pada manusia.29 pasien XP.36 Arnaudeau-Bégard dkk. melakukan koreksi
Goto dkk. menyatakan bahwa sel-sel fibroblas dapat genetik pada sel keratinosit 2 orang pasien XP tipe XP-C
menjadi sel target yang lebih potensial dibandingkan menggunakan vektor retrovirus. 37 Marchetto dkk.
dengan sel-sel keratinosit untuk terapi gen COL7A1 pada melakukan percobaan pada tikus XP-A dengan
pasien dystrophic epidermolysis bullosa.30 menginjeksikan rekombinan adenovirus yang membawa
DNA XP-A manusia secara in vivo. Percobaan tersebut
Iktiosis menunjukkan bahwa setelah 5 bulan terpajan sinar
ultraviolet-B, tidak ditemukan keganasan pada tikus yang
Iktiosis merupakan kelompok penyakit monogenetik sudah diterapi gen, sedangkan pada seluruh tikus yang tidak
akibat gangguan keratinisasi.31 Gambaran klinis iktiosis diterapi muncul karsinoma sel skuamosa. Penelitian tersebut
berupa peningkatan produksi skuama, abnormalitas memberikan harapan kepada pasien XP pada masa depan,
ketebalan stratum korneum, dan peradangan kulit. Hal ini namun terdapat keterbatasan pada penelitian itu yaitu vektor
menyebabkan skuama yang tebal, kulit kering, hipohidrosis, adenovirus yang dipakai dapat menimbulkan respons imun,
konstriksi pada persendian, ektropion, dan eklabium. 32 dan ekspresi gen yang singkat membutuhkan terapi gen
Penelitian terapi gen sudah pernah dicobakan pada kedua berulang.38
bentuk iktiosis, yaitu X-linked ichthyosis dan lamellar
ichthyosis. Pengembalian jaringan kulit pasien X-linked Simpulan
ichthyosis dan lamellar ichthyosis telah dilakukan melalui
percobaan xenograft.1 1. Berkembangnya teknologi pada bidang kedokteran telah
X-linked ichthyosis (XLI) adalah penyakit genetik membuka wawasan terhadap berbagai patofisiologi
resesif monogenik akibat hilangnya fungsi gen steroid penyakit terutama bidang biomolekuler. Walaupun telah
sulfatase arylsulfatase C (STS).32 Freiberg dkk. melakukan diketahui sejumlah kelainan genetik yang mendasari
transfer STS pada pasien XLI secara in vivo menggunakan genodermatosis, penggunaan terapi gen masih jauh dari
vektor retrovirus.33 Pada penelitian tersebut didapatkan sempurna.
ekspresi protein STS pada pasien XLI dan protein tersebut 2. Keterbatasan terapi gen hingga kini disebabkan oleh
berfungsi secara normal. Dalam penelitian tersebut muncul ekspresi terjadi dalam waktu singkat, munculnya reaksi
reaksi imunitas terhadap vektor, bagian yang dikoreksi imun terhadap terapi gen, genotoksisitas, gene silencing,
menunjukkan efisiensi rendah, serta hilangnya ekspresi gen hanya dapat dilakukan pada kelainan monogenik, serta
dalam waktu 2-7 hari.33 terdapat risiko menginduksi tumor.
Iktiosis lamelar terjadi akibat mutasi gen yang 3. Pada masa depan, keberhasilan penggunaan terapi gen
mengkode keratinocyte transglutaminase type 1 (TGM1).32 didasarkan pada peningkatan efektivitas transfer gen
Choate dkk. meneliti model xenograft kulit manusia-tikus, ke kulit sehingga terjadi perbaikan vektor pengantar gen,
dan melakukan transfer TGM1 fungsional ke sel-sel dan strategi-strategi untuk mengoptimalkan efektivitas
keratinosit pasien iktiosis lamelar kemudian ditanam pada terapi.
kulit tikus tanpa imunitas. Keratinosit yang telah diterapi Percobaan terapi gen telah dilakukan pada beberapa
menunjukkan gambaran epidermis normal, peningkatan genodermatosis misalnya epidermolisis bulosa, iktiosis, dan
ekspresi fillagrin, dan kulit berfungsi normal.34 xeroderma pigmentosum.

Xeroderma pigmentosum DAFTAR PUSTAKA

Xeroderma pigmentosum (XP) adalah penyakit 1. Khavari PA, Rollman O, Vahlquist A. Cutaneous gene transfer
autosom resesif dengan gejala hipersensitivitas terhadap for skin and systemic diseases. J Intern Med. 2002; 252: 1-
matahari dan kecenderungan terjadi kanker kulit.35 Hingga 10.
sekarang pengobatannya masih terbatas pada menghindari 2. Hengge UR. Progress and prospects of skin gene therapy: a
ten year history. Clin Dermatol. 2005; 23: 107-14.
pajanan sinar ultraviolet dan tindakan bedah pada tumor
3. De Luca M, Pellegrini G, Mavilio F. Gene therapy of inherited
kulit. Mayoritas penelitian terapi gen ditujukan pada skin adhesion disorders: a critical overview. Br J Dermatol.
penyakit lepuh sehingga hanya sedikit penelitian yang 2009; 161: 19-24.
berfokus pada XP.2 4. McGrath JA, McLean WHI. Genetics in relation to the skin.
Mayoritas kelainan pada XP terjadi akibat mutasi salah Dalam: Wolff K, Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller
satu dari 7 macam gen XP-A hingga XP-G yang diperlukan AS, Leffell DJ, penyunting. Fitzpatrick’s dermatology in

139
Henry Tanojo, Satya Wydya Yenny. Terapi gen untuk genodermatosis

general medicine. Edisi ke-7. New York: McGraw-Hill; 2008. skin disease. Trends Mol Med. 2007; 13: 219-22.
h.73-87. 23. Uitto J. Progress in heritable skin diseases: translational
5. Aiuti A, Bachoud-Lévi A, Blesch A, Brenner M, Cattaneo F, implications of mutation analysis and prospects of molecular
Chiocca E, dkk. Progress and prospects: gene therapy clinical therapies. Acta Derm Venereol. 2008; 89: 228-35.
trials (part 2). Gene Ther. 2007; 14: 1555-63. 24. Seitz CS, Giudice GJ, Balding S, Marinkovich M, Khavari
6. Carretero M, Escamez M, Prada F, Mirone I, Garcia M, PA. BP180 gene delivery in junctional epidermolysis bullosa.
Holguin A, dkk. Skin gene therapy for acquired and inherited Gene Ther. 1999; 6: 42-7.
disorders. Histol Histopathol. 2006; 21: 1233-47. 25. Mavilio F, Pellegrini G, Ferrari S, Di Nunzio F, Di Lorio E,
7. Li J, Li X, Zhang Y, Zhou K, Yang HS, Chen XC, dkk. Gene Rechhia A, dkk. Correction of junctional epidermolysis bullosa
therapy for psoriasis in the K14-VEGF transgenic mouse by transplantation of genetically modified epidermal stem
model by topical transdermal delivery of interleukin-4 using cells. Nat Med. 2006; 12: 1397-402.
ultradeformable cationic liposome. J Gene Med. 2010; 2: 481- 26. Woodley DT, Krueger GG, Jorgensen CM, Fairley JA, Atha
90. T, Huang Y, dkk. Normal and gene-corrected dystropic
8. Therrien JP, Pfutzner W, Vogel JC. An approach to achieve epidermolysis bullosa fibroblasts alone can produce type VII
long-term expression in skin gene therapy. Toxicol Pathol. colagen at the basement membrane zone. J Invest Dermatol.
2008; 36: 104-11. 2003; 121: 1021-28.
9. Human genome project information: gene therapy. 2009. 27. Lanuti EL, Wikramanayake TC, Kirsner RS. Overcoming
Disitasi tanggal 17 Juli 2011. Tersedia dari: http:// obstacles for gene therapy for recessive dystrophic
www.ornl.gov/sci/techresources/Human_Genome/medicine/ epidermolysis bullosa. J Invest Dermatol. 2011; 131: 5.
genetherapy.shtml 28. Murauer EM, Gache Y, Gratz IK, dkk. Functional correction
10. Vogel J, Yee C, Darling T. Molecular biology. Dalam: Callen of type VII collagen expression in dystrophic epidermolysis
JP, Horn TD, Mancini AJ, Salasche SJ, Schaffer JV, Schwarz bullosa. J Invest Dermatol. 2011; 131: 74-83.
T, dkk, penyunting. Dermatology. Edisi ke-2. Spanyol: 29. Gache Y, Pin D, Gagnoux-Palacios L, Carozzo C, Meneguzzi
Mosby-Elsevier; 2008. h.49-62. G. Correction of dog dystrophic epidermolysis bullosa by
11. Gene therapy. 2011. Disitasi tanggal 31 Juli 2011. Tersedia transplantation of genetically modified epidermal autografts.
dari: http://en.wikipedia.org/wiki/Gene_therapy J Invest Dermatol. 2011; 131: 2069-78.
12. Sarma N. Gene therapy in dermatology. Indian J Dermatol. 30. Goto M, Sawamura D, Ito K, dkk. Fibroblast show more
2006; 51: 211-6. potential as target cells than keratinocytes in COL7A1 gene
13. Robbins PB, Lin Q, Goodnough JB, Tian H, Chen X, Khavari therapy of dystrophic epidermolysis bullosa. J Invest
PA. In vivo restoration of laminin 5 â3 expression and function Dermatol. 2006; 126: 766-72.
in junctional epidermolysis bullosa. Proc Natl Acad Sci USA. 31. Fernandes NF, Janniger CK, Schwartz RA. X-linked
2001; 98: 5193-8. ichthyosis: an oculocutaneous genodermatosis. J Am Acad
14. Eming SA, Krieg T, Davidson JM. Gene therapy and wound Dermatol. 2010; 62: 480-5.
healing. Clin Dermatol. 2007; 25: 79-92. 32. Vahlquist A, Ganemo A, Virtanen M. Congenital ichthyosis:
15. Pfützner W. Vectors for gene therapy of skin diseases. J an overview of current and emerging therapies. Acta Derm
Dutsch Dermatol Ges. 2010; 8: 582-90. Venereol. 2008; 88: 4-14.
16. Chen M, Li W, Fan J, Kasaharat N, Woodley DT. An efficient 33. Freiberg R, Choate KA. A model of corrective gene transfer in
gene transduction system for studying gene function in primary X-linked ichthyosis. Hum Mol Genet. 1997; 6: 927-33.
human dermal fibroblasts and epidermal keratinocytes. Clin 34. Choate KA, Medalie DA, Morgan JR, Khavari PA. Corrective
Exp Dermatol. 2003; 28: 193-9. gene transfer in the human skin disorder lamellar ichthyosis.
17. Gonzalez-Gonzalez E, Speaker TJ, Hickerson RP, Spitler R, Nat Med. 1996; 2: 1263-7.
Flores MA, Leake D, dkk. Silencing of reporter gene expression 35. Nourgauer J, Idzko M, Panther E, Hellstern O, Herouy Y.
in skin using siRNAs and expression of plasmid DNA delivered Xeroderma pigmentosum. Eur J Dermatol. 2003; 13: 4-9.
by a soluble protrusion array device (PAD). Mol Ther. 2010; 36. Zeng L, Quilliet X, Chevallier-Lagente O, Eveno E, Sarasin A,
18: 1667-74. Mezzina M. Retrovirus-mediated gene transfer corrects DNA
18. Isaka Y, Imai E. Electroporation-mediated gene therapy. Expert repair defect of xeroderma pigmentosum cells of
Opin Drug Deliv. 2007; 4: 561-71. complementation groups A, B, and C. Gene Ther. 1997; 4:
19. Lu Z, Ghazizadeh S. Loss of transgene following ex vivo gene 1007-84.
transfer is associated with a dominant Th2 response: 37. Arnaudeau-Bégard C, Brellier F, Chevallier-Lagente O, dkk.
implications for cutaneous gene therapy. Mol Ther. 2007; 15: Genetic correction of DNA repair-deficient/cancer-prone
954-61. xeroderma pigmentosum group C keratinocytes. Hum Gene
20. Zahid S, Brownell I. Gene therapy in skin disease. J Drugs Ther. 2003; 14: 983-96.
Dermatol. 2007; 6: 1055-8. 38. Marchetto MCN, Muotri AR, Burns DK, Friedberg EC,
21. Barrandon Y, Green H. Three clonal types of keratinocyte Menck CFM. Gene transduction in skin cells: preventing
with different capacities for multiplication. Proc Natl Acad cancer in xeroderma pigmentosum mice. Proc Natl Acad Sci
Sci USA. 1987; 84: 2302-6. USA. 2004; 101: 17759-64.
22. Featherstone C, Uitto J. Ex vivo gene therapy cures a blistering

140

Anda mungkin juga menyukai