Naskah Review
TERAPI GEN: DARI BIOTEKNOLOGI UNTUK KESEHATAN
GENE THERAPY: FROM BIOTECHNOLOGY TO HEALTH
Dyah Ayu Widyastuti*
Program Studi Pendidikan Biologi Universitas PGRI Semarang
*Corresponding author: dyah.ayu@upgris.ac.id
Naskah Diterima: 8 Februari 2017; Direvisi: 8 Maret 2017; Disetujui: 10 April 2017
Abstrak
Rekayasa genetika dilakukannya untuk manipulasi gen-gen tertentu sehingga ekspresi gen dapat
dikontrol dan produknya dapat dimanfaatkan untuk tujuan tertentu, salah satunya untuk pengobatan
penyakit dengan terapi gen. Terapi ini melibatkan transfer asam nukleat berupa DNA ke sel
embrionik maupun somatik pasien sehingga gen tersebut memiliki efek pengobatan terhadap
penyakit pasien. Gen fungsional yang ditransfer berperan menggantikan fungsi gen abnormal yang
menyebabkan penyakit tertentu. Terapi gen dapat dilakukan pada sel embrional (germ line gene
therapy) maupun sel somatik (somatic cells gene therapy) pada pasien secara in vivo maupun ex
vivo. Penyisipan gen pada terapi ini menggunakan vektor virus maupun non virus. Keberhasilan
terapi gen salah satunya tergantung pada efektifitas transfer gen yang dilakukan dan ekspresi gen
fungsional. Gen fungsional yang telah tertransfer selanjutnya harus diekspresikan dengan baik
sehingga terapi dapat berhasil. Kanker merupakan salah satu penyakit yang memungkinkan
dilakukannya terapi gen, terkait dengan adanya abnormalitas gen penyebab proliferasi sel yang
tidak terkontrol.
Kata kunci: Rekayasa genetika; Terapi gen; Vektor virus; Vektor non virus
Abstract
Genetic engineering has the ability to manipulate specific genes so its expression can be controlled.
The control of gene expression can be used as a gene functional for appropriate purposes, such as
diseases cure with gene therapy. This therapy involves DNA as nucleic acid which is transfer to
embryonic or somatic cells of patients with certain diseases. The purpose of the gene therapy is to
switch an abnormal gene to be a functional gene which has a cure effect for the disease. The
functional gene has to substitute the abnormal gene leads to certain disease, either germ line gene
therapy or somatic cells therapy. The gene therapy needs a vector to carry the functional gene to
targeted cells, in vivo or ex vivo. The vector can be used viral or non viral vectors. The possibilities
of achievement of its therapy depend on gene transfer effectiveness and also functional gene
expression. The cancer is the one of diseases which can be treated with the gene therapy due to its
uncontrolled gene of cell proliferation.
Keywords: Genetic engineering; Gene therapy; Non viral vector; Viral vector
Permalink/DOI: http//:dx.doi.org/10.15408/kauniyah.v10i1. 4864
bahwa gen merupakan unit fungsional yang fungsi metabolisme tubuh, penyakit limfatik,
berkaitan dengan hereditas yang memiliki hingga cedera akibat radiasi dan penyembuhan
sekuen basa tertentu. Sekuen basa tersebut pascabedah. Namun, tidak menutup kemung-
yang nantinya akan menentukan jenis dan kinan berkembangnya terapi gen untuk meng-
fungsi protein yang diekspresikan. Ketika obati jenis penyakit lainnya.
suatu gen mengalami mutasi ataupun Rogers dan timnya merupakan orang
perubahan dalam sekuen basa nitrogennya, yang pertama kali mendemonstrasikan konsep
maka protein yang dikode tidak akan bisa transfer gen menggunakan virus sebagai
melaksanakan fungsi normalnya dan meng- vektor. Rogers menggunakan virus Shope
akibatkan suatu kelainan genetik. Terapi gen papilloma wild-type untuk mentransfer gen
hadir untuk menjadi solusi terapi terbaru pada arginase pada dua penderita penyakit kelainan
penyakit baik yang diturunkan maupun yang siklus urea yaitu hiperargininemia (Wirth &
tidak. Jackson and Naber (2017) menyatakan Ylä-Herttuala, 2014). SPV atau Shope
bahwa hingga bulan Desember 2016 telah ada Papilloma Virus dikenal juga sebagai CRPV
sebanyak 802 percobaan klinis menggunakan (Cottontail Rabbit Papilloma Virus) atau
terapi gen di seluruh dunia. Sebagian besar Kappapapillomavirus 2. Virus ini mengakibat-
percobaan klinis terapi gen dilakukan pada kan karsinoma keratin yang mengalami
pasien-pasien kanker dan penyakit kardio- metastasis dan mengganggu kemampuan inang
vaskuler. Banyaknya penelitian dalam bidang untuk makan. Papillomavirus termasuk ke
terapi gen memungkinkan pengembangan dalam Famili Papovaviridae yang merupakan
metode terapi ini sebagai salah satu alternatif virus DNA penginisiasi munculnya tumor.
pengobatan yang efektif. Hipotesis penelitian Rogers menyatakan bahwa
Metode terapi gen mulai digunakan pada virus Shope papilloma tersebut dapat
tahun 1990 ketika National Health Institute mengkode gen yang bertanggung jawab pada
dari Amerika Serikat memasukkan gen normal aktivitas arginase dan gen ini dapat ditransfer
adenosine deaminase (ADA) ke leukosit ke tubuh penderita hiperargininemia. Namun,
penderita defisiensi kekebalan kombinasi akut hasil penelitian menyatakan sebaliknya. Tidak
yang berusia 4 tahun. Terapi gen ADA ada perubahan pada level arginine maupun
disetujui oleh Food and Drug Administration kondisi klinis dari penderita (Wirth & Ylä-
(FDA) di Amerika Serikat pada tahun yang Herttuala, 2014). Dengan adanya penelitian
sama (Emengaha et al., 2015). Setelah inisiasi, Rogers pada tahun 1960, penelitian-penelitian
penelitian-penelitian mengenai terapi gen lain terkait terapi gen yang meliputi prosedur
semakin berkembang. Terapi gen meliputi transfer gennya serta vektor transfer yang
penggunaan asam nukleat baik DNA ataupun digunakan semakin banyak. Terapi gen
RNA dalam perlakuan, pengobatan, dan pen- pertama yang tercatat dengan baik dilakukan
cegahan penyakit pada manusia. Berdasarkan pada tahun 1990. Pada tahun 2005 telah
pada tipe penyakitnya, terapi gen dapat tercatat sebanyak 1100 penelitian mengenai
dilakukan dengan mentransfer gen fungsional terapi gen yang telah dilakukan di seluruh
yang dapat menggantikan gen yang hilang dunia, salah satunya terfokus di Jerman. Pada
ataupun tidak berfungsi sehingga dapat tahun 2003 dan November 2005, China
mengurangi efek negatif dari kondisi tersebut berhasil menyetujui adanya obat terapi gen
(Kaufmann et al., 2013). yang digunakan untuk pengobatan tumor yang
Terapi gen pada manusia didefinisikan membahayakan. Obat untuk terapi gen pertama
sebagai transfer asam nukleat berupa DNA ke kali diajukan ke the European Agency for the
sel somatik pasien sehingga gen tersebut Evaluation of Medicinal Products (EMEA) di
memiliki efek pengobatan terhadap penyakit Eropa pada tahun 2005 (Winnacker, 2006).
pasien, baik dengan mengoreksi ketidak-
normalan gen maupun over ekspresi protein Tipe Terapi Gen
yang dikode oleh gen tersebut. Menurut Terdapat dua tipe utama terapi gen,
Johnson (2017), terapi gen sudah banyak meliputi terapi gen sel embrional (germ line
digunakan untuk pengobatan kanker, penyakit gene therapy) dan terapi gen sel tubuh
kardiovaskuler, penyakit infeksius, penurunan (somatic gene therapy) (Misra, 2013):
.
Gambar 2. Terapi gen sel embrional pada Spindler (monyet ketiga yang lahir dari terapi gen
embrional (Oregon National Primate Research, 2015)
Infusi sistemik
DNA plasmid
Terapi gen secara in vivo tetap meng- mengakibatkan kurangnya populasi sel yang
gunakan bantuan vektor untuk mentransfer gen diproliferasi. Gambar 4 menunjukkan tahapan
target ke dalam jaringan atau organ pasien dalam metode terapi gen secara ex vivo yang
penderita penyakit tertentu. Pada Gambar 3 terdiri dari beberapa langkah, yaitu:
terlihat adanya vektor transfer gen berupa virus 1. Isolasi sel yang memiliki gen abnormal dari
yang dimodifikasi menjadi virus rekombinan pasien penderita penyakit tertentu.
dengan menyisipkan DNA dengan gen target 2. Sel hasil isolasi ditumbuhkan pada media
untuk terapi melalui metode teknologi DNA kultur tertentu yang sesuai dengan
rekombinan. Vektor virus yang telah karakteristik sel
mengandung gen target tersebut kemudian 3. Sel target yang telah dikultur kemudian
diinjeksikan ke dalam tubuh pasien secara diinfeksi dengan retrovirus yang meng-
langsung menuju jaringan atau organ target di andung rekombinan gen dalam bentuk gen
mana gen untuk terapi tersebut dibutuhkan atau normal untuk menggantikan gen abnormal
diekspresikan. Terapi gen secara in vivo pada sel
melibatkan proses transduksi secara langsung 4. Produksi rDNA dari RNA rekombinan (jika
di dalam tubuh, lebih mudah dilaksanakan dan vektor virus merupakan virus dengan materi
dikembangkan dalam skala tertentu, dan tidak genetik berupa RNA) dengan transkripsi
membutuhkan fasilitas khusus karena injeksi balik (reverse transcription)
atau transfer gen bisa dilakukan dengan 5. Translasi gen normal pada sitoplasma sel
metode umum maupun menggunakan biolistic menghasilkan protein yang bertanggung
gene gun. Namun, Wang et al. (2016) jawab pada gen yang mengalami kerusakan
menyatakan bahwa terapi gen secara in vivo (terjadi integrasi antara gen target untuk
memiliki spesifitas dan efisiensi yang lebih terapi dengan gen pada sel yang dikultur
rendah dibandingkan terapi gen secara ex vivo. 6. Seleksi, perbanyakan, dan pengujian sel
Terapi gen secara ex vivo memiliki yang telah ditransfeksi untuk mendapatkan
tahapan yang lebih kompleks dibanding secara sel normal yang gen abnormalnya telah
in vivo. Terapi ini melibatkan transduksi di berhasil digantikan oleh gen baru
laboratorium dengan kondisi spesifik tertentu 7. Injeksi kembali sel yang telah berhasil
sehingga membutuhkan fasilitas laboratorium direkayasa dengan terapi gen ke dalam
yang lebih lengkap. Metode ex vivo ini juga jaringan atau organ pasien.
Gambar 4. Terapi gen secara ex vivo (Baldor,
2012)
Penyisipan gen pada terapi gen umum-
Transfer Gen nya menggunakan vektor berupa virus (viral
Keberhasilan terapi gen sangat di- vector) maupun senyawa atau molekul selain
pengaruhi oleh beberapa faktor, terutama virus (non viral vector). Transfer gen pada
efisiensi transfer dan ekspresi gen pada sel terapi gen dengan menggunakan vektor berupa
target. Transfer gen fungsional ke dalam sel virus disebut sebagai transduksi sedangkan
target dalam terapi gen memerlukan vektor transfer dengan vektor selain virus disebut se-
yang kompeten dan dapat membawa gen target bagai transfeksi. Vektor yang ideal sebaiknya
dengan baik. Gen normal akan disisipkan ke mampu mengantarkan gen ke tipe sel spesifik,
dalam genom organisme untuk menggantikan mengakomodasi gen asing untuk menyesuai-
gen abnormal yang menyebabkan penyakit. kan ukurannya, mencapai level dan durasi eks-
Menurut Misra (2013), tahapan penyisipan gen presi transgenik yang mampu memperbaiki
merupakan yang paling sulit dalam keseluruh- kerusakan atau ketidaknormalan gen, serta ber-
an tahapan terapi gen karena pada tahapan ini sifat aman dan nonimunogenik (Mali, 2013).
menentukan keberhasilan terapi gen itu sendiri. Karakteristik ideal yang harus dimiliki
Vektor yang akan digunakan untuk penyisipan oleh jenis virus yang akan dijadikan sebagai
gen pada terapi gen harus memenuhi beberapa vektor dalam terapi gen haruslah memiliki
karakteristik, yaitu memiliki spesifitas yang kemampuan untuk diproduksi dalam titer yang
tinggi, mampu secara efisien menyisipkan satu tinggi secara mudah dan efisien, tidak me-
atau lebih gen dengan ukuran tertentu, tidak di- miliki toksisitas terhadap sel target maupun
kenali oleh sistem imun tubuh penderita, dan efek lainnya yang dapat meniadakan kemam-
dapat dipurifikasi dalam jumlah yang besar. puannya untuk transduksi gen ke dalam sel
Vektor pembawa gen target harus tidak target, dapat berintegrasi dengan sisi spesifik
dikenali oleh sistem tubuh penderita sehingga dari sel target yang memungkinkan terjadinya
tidak akan menimbulkan reaksi alergi ataupun ekspresi untuk terapi gen, memiliki kapasitas
inflamasi. Penyisipan gen target via vektor transduksi yang baik pada sel-sel spesifik, serta
tersebut harus aman bagi penderita dan harus memiliki kemampuan untuk menginfeksi
lingkungan. Vektor penyisipan gen juga harus sel-sel yang masih dapat berproliferasi. Virus
mampu untuk memfasilitasi ekspresi gen target yang digunakan sebagai vektor pembawa gen
sepanjang terapi tersebut dibutuhkan, bahkan juga harus memiliki kemampuan untuk meng-
sepanjang umur penderita. hindar dari imunitas sel target (Crystal, 2014).
Apabila suatu virus telah dikembangkan dan penyiapan vektor yang akan digunakan untuk
memiliki karakteristik ideal seperti yang telah transfer gen. Vektor virus yang digunakan
disebutkan, maka dimungkinkan untuk dapat untuk transfer gen harus disesuaikan dengan
menggunakannya sebagai vektor pembawa gen genom sel target, misalnya Retrovirus me-
dalam terapi gen. miliki kapasitas yang baik untuk berintegrasi
Menurut Misra (2013), virus yang di- dengan genom sel mamalia baik secara in vivo
jadikan vektor pembawa gen target pada terapi maupun in vitro (Vargas et al., 2016). Proses
gen haruslah berupa virus yang tidak rekombinasi gen juga harus diperhatikan
membahayakan meskipun virus sendiri dapat sehingga penyisipan gen normal dapat berhasil
berevolusi dan mengantarkan gen pada sel dan dapat digunakan sebagai pengganti fungsi
manusia melalui jalur patogenik. Namun, gen abnormal.
patogenitas virus vektor tersebut harus Persentase vektor virus yang sering
dipastikan tidak akan memberikan efek digunakan menurut Baldor (2012) terlihat pada
samping pada pasien yang diterapi gen. Gambar 5. Adenovirus merupakan vektor
Nayerossadat et al. (2012) menyatakan bahwa utama yang banyak digunakan sebagai vektor
beberapa virus yang dimanfaatkan sebagai untuk transduksi gen pengganti gen abnormal
vektor dalam terapi gen diantaranya adalah pada suatu penyakit. Selain itu, retrovirus juga
retrovirus, adenovirus (tipe 2 dan 5), adeno- banyak dimanfaatkan sebagai vektor dalam
associated virus (AAV), virus herpes, virus terapi gen sesuai dengan kemampuannya untuk
cacar, human foamy virus (HFV), lentivirus, mentransduksikan gen target yang dapat
serta beberapa jenis lainnya. Vektor berupa digunakan untuk mensubstitusi gen abnormal
virus harus dimodifikasi genomnya dengan penyebab penyakit tertentu. Kedua jenis virus
memotong sekuen tertentu sehingga patogeni- tersebut dianggap sebagai vektor yang paling
sitasnya dapat dikurangi atau dihilangkan. baik dan mudah diaplikasikan dalam terapi
Vektor berupa virus harus aman saat di- gen. Imbert et al., (2017) menyatakan bahwa
gunakan dalam proses terapi gen agar gen adenovirus merupakan virus dengan asam
target yang akan digunakan sebagai pengganti nukleat berupa DNA sedangkan retrovirus
gen abnormal dapat diekspresikan dengan baik merupakan virus yang memiliki asam nukleat
tanpa menimbulkan efek samping bagi pen- berupa RNA sehingga membutuhkan waktu
derita yang diterapi. Terapi gen seringkali tidak yang lebih lama untuk ekspresi gen.
berhasil dikarenakan adanya kesalahan dalam
Gambar 5. Persentase jenis vektor yang digunakan dalam terapi gen (Baldor, 2012)
Misra (2013) menyatakan bahwa RNA terapi gen. Tiga vektor virus yang banyak
pada retrovirus dapat ditranskripsi balik digunakan dalam terapi gen adalah:
menjadi complementary DNA (cDNA) 1. Adenovirus
sehingga dapat disisipkan gen target untuk Adenovirus termasuk dalam virus
ikosahedral yang berukuran antara 90–100 nm,
memiliki 252 kapsomer dengan 240 hekson dengan protein integrin αvβ3 dan αvβ5 (Breyer
dan 12 penton. Adenovirus memiliki protein et al., 2001).
fibrosa yang memanjang keluar dari penton Imbert et al. (2017) menyatakan bahwa
dan struktur tersebut diketahui sebagai struktur adenovirus merupakan virus DNA yang
yang mendukung kemampuan adenovirus memiliki kemampuan yang baik untuk men-
untuk mengenali serta berikatan dengan resep- transfer gen target ke sel, efisiensi transduksi
tor sel target (Gambar 6) Genom adenovirus yang tinggi untuk tipe sel yang berbeda sekali-
terdiri dari DNA yang linear, double stranded, pun serta memiliki waktu ekspresi gen yang
dan tidak bersegmen dengan ukuran antara 26– cepat untuk mendukung efek substitusi gen
45 Kbp. Genom adenovirus memiliki setidak- pada terapi, dapat memfasilitasi ekspresi gen
nya 22–40 gen yang berbeda (Viswanathan et secara efektif baik pada sel yang berproliferasi
al., 2015). Adenovirus memiliki kemampuan maupun yang tidak, serta memiliki efisiensi
untuk menginfeksi sel manusia dan memung- yang cukup tinggi untuk menginfeksi sel tar-
kinkan munculnya penyakit pada sistem get. Namun, adenovirus memiliki spesifisitas
pernafasan, pencernaan, maupun indera (Misra, yang tinggi terhadap jenis jaringan atau organ
2013). target yang dapat diinfeksi sehingga tidak
Infeksi adenovirus diinisiasi oleh tinggi- dapat menginfeksi jaringan atau organ selain
nya afinitas pengikatan antara protein fibrosa targetnya. Adenovirus juga memiliki imunoge-
pada penton dengan reseptor permukaan sel nisitas yang cukup tinggi sehingga cenderung
target, misalnya CAR (coxsac-kievirus dan mudah dikenali oleh sistem imun penderita dan
reseptor adenovirus) dan domain MHC-I α2 mengakibatkan berkurangnya kemampuan
yang diikuti dengan interaksi antara penton dalam menyisipkan gen ke tubuh pasien.
Gambar 6. Struktur adenovirus terdiri dari dua protein utama yaitu protein inti dan protein kapsid
(Waye & Sing, 2010)
Vektor retroviral merupakan salah satu pada bagian tengah dari genom sel inang.
jenis vektor virus yang banyak digunakan Selain itu, penyisipan yang tidak terkontrol
dalam terapi gen sel embrional maupun sel letaknya dapat mengakibatkan tidak
somatik. Retrovirus dapat menginfeksi sel terkontrolnya pembelahan sel yang terjadi
yang sedang membelah karena virus ini sehingga dapat mengakibatkan kanker. Namun,
memiliki kemampuan untuk menembus pori beberapa solusi sudah dipelajari untuk dapat
nukleus saat siklus mitosis (Gambar 8). Ber- meminimalisasi kelemahan vektor retrovirus
dasarkan kemampuannya tersebut, Retrovirus tersebut. Penambahan zinc finger nuclease
banyak digunakan untuk terapi gen secara in ataupun penyertaan sekuen beta globin sebagai
situ (Nayerossadat et al., 2012). Materi genetik lokus kontrol dapat memastikan terjadinya
retrovirus cenderung kurang stabil karena penyisipan dan inte-grasi materi genetik pada
berupa RNA. Untuk dapat disisipi gen target sekuen yang tepat.
yang akan ditransfer ke sel target, RNA
retrovirus harus ditranskripsi balik terlebih 3. Adeno-associated virus (AAV)
dahulu membentu cDNA (complementary Adeno-associated virus (AAV adalah
DNA) sebelum disisipi gen target. cDNA virus yang tidak memiliki selubung (envelop)
retrovirus dapat diintegrasikan dengan DNA (Gambar 9). Virus ini berukuran cukup kecil
inang atau penderita secara efisien untuk (25 nm) serta memiliki genom berupa DNA
kemudian disebut sebagai provirus. Provirus untai tunggal yang linear. Infeksi AAV hanya
memiliki kemampuan untuk ditranskripsi dan akan efektif jika terdapat virus pembantu
ditranslasi seperti gen lainnya. Hasil ekspresi (helper virus), baik adenovirus maupun
provirus telah mengandung gen target yang herpesvirus (Schnödt et al., 2016) AAV
akan digunakan untuk terapi serta gen dari memiliki ukuran genom 4,7 Kbp serta
retrovirus itu sendiri. memiliki gen rep dan cap. Gen rep mengkode
Misra (2013) menyatakan terdapat protein non struktural yang akan berperan
kelemahan pada penggunaan retrovirus dalam replikasi, pengemasan, dan integrasi
sebagai vektor transfer dalam terapi gen. genom, sedangkan gen cap mengkode protein
Kelemahan tersebut adalah adanya struktural seperti VP1, VP2, dan VP3 yang
kemungkinan penyisipan gen virus di fragmen akan bergabung membentuk kapsid virus yang
genom manapun pada sel inang dimana hal berperan dalam transfer gen (Santiago-Ortiz &
tersebut dapat mengakibatkan terjadinya Schaffer, 2016).
mutasi apabila penyisipan gen virus terjadi
Terapi gen dengan vektor AAV dikhawatirkan kembali virulen saat berada di
umumnya digunakan dalam terapi in situ dalam tubuh pasien sehingga justru dapat
karena gen terintegrasi yang terdapat pada membahayakan kesehatan pasien. Pada 24 Juni
AAV rekombinan dapat langsung diinfeksikan 2010, Eureka Network melakukan proyek yang
pada sel inang. Pada sel inang target, gen dinamakan EUREKA project E! 3371 Gene
rekombinan dari vektor akan dirilis untuk Transfer Agents yang meneliti mengenai
kemudian diekspresikan menjadi protein senyawa turunan dari kation amfifilik 1,4-
fungsional tertentu yang dapat mensubstitusi dihidropiridin/1,4-DHP (cationic amphiphilic
gen yang abnormal pada sel tersebut. Dengan 1,4-dihydropyridin) yang dapat digunakan
adanya ekspresi gen fungsional yang telah sebagai pengantar gen normal ke dalam inti sel
disisipkan dengan vektor AAV (Gambar 10), dan mengganti gen sebelumnya yang rusak.
penyakit akibat ketidaknormalan gen dapat Proyek ini memungkinkan adanya pengem-
diobati. bangan vektor nonviral untuk menyisipkan gen
Metode transfer gen melalui vektor virus dalam terapi gen pada penyakit tertentu.
memang sudah banyak dilakukan, namun Produk vektor ini memiliki kelebihan yang
dalam terapi gen, metode ini masih memiliki dinilai potensial untuk dikembangkan, yaitu
beberapa kelemahan. Vektor berupa virus telah siap untuk diproduksi dalam skala besar,
lebih efektif dibanding senyawa organik lain, Adanya proyek ini memberikan alternatif lain
serta dikarenakan karakteristiknya yang ber- dalam terapi gen, yaitu dengan menggunakan
beda dibanding vektor virus maka resistensi vektor selain virus.
kekebalan tubuh penerimanya dapat dihindari.
Administrasi terapi gen ke pasien Vektor virus mencapai sel target dan melepaskan transgen
AAV
Sel target Protein reseptor
Terapi gen
Dimulai dengan transgen terapeutik melepas
gen ke sel
8 9 10
6 1 Kanker
7
Penyakit kardiovaskuler 2
3 Penandaan genetik (gene marking)
5 4 Relawan sehat
5 Penyakit infeksius
4 Penyakit inflamatori
3 6
7 Penyakit monogen
1 Penyakit neurologis
8
2 9 Penyakit terkait penglihatan
10 Lainnya
Gambar 11. Beberapa penyakit yang dapat diberi perlakuan dengan terapi gen (Molina, 2013)
Nayerossadat, N., Maedeh, T., & Ali, P. A. Templeton, G. (2015). What is gene therapy?
(2012). Viral and nonviral delivery Retrieved from http://www.extremetech.
systems for gene delivery. Advanced com/extreme/212956-wgat-is-gene-thera
Biomedical Research, 1, 27. py/
Oregon National Primate Research. (2015). US National Institute of Health. (2016).
Germline engineering. Retrieved from Discovery of key component of HIV
http://genetherapyinthefuture.weebly.co virus yields new drug target. Retrieved
m/lab-techniques.html. from http://medicalxpress.com/news/20
Santiago-Ortiz, J. L., & Schaffer, D. V. (2016). 16-08-discovery-key-component-hiv-vir
Adeno-associated virus (AAV) vectors in us.html.
cancer gene therapy. Journal of Vargas, J. E., Chicaybam, L., Stein, R. T.,
Controlled Release, 240, 287-301.
Tanuri, A., Delgado-Caňedo, A., &
Saxena, S. K., & Chitti, S. V. 2016. Molecular
Bonamino, M. H. (2016). Retroviral
Biology and Pathogenesis of
vectors and transposons for stable gene
Retroviruses. Retrieved from http://
therapy: advances, current challenges
www.intechopen.com/books/advances- and perspectives. Journal of
in-molecular-retrovirology/molecular- Translational Medicine, 14, 1-15.
biology-and-pathogenesis-of-retroviruses Viswanathan, S., Srinivasan, P., & Prabhu. P.
Schnödt, M., Schmeer, M., Kracher, B., (2015). Adenovirus in gene therapy-a
Krüsemann, C., Espinosa, L. E.,
Grünert, A. Büning, H. (2016). DNA review. Bioengineering and Bioscience,
minicircle technology improves purity of 3, 1-5.
adeno-associated viral vector pre- Wang, L., Li, F., Dang, L., Liang, C., Wang,
parations. Official Journal of the C., He, B., Liu, J., Li, D., Wu, X., Xu,
American Society of Gene and Cell X., Lu, A., & Zhang, G. (2016). In vivo
Therapy, 5, 1-11. delivery systems for therapeutic genome
Singh, S. P., Rai, K. A., Wal, P., Wal, A., editing. International Journal of
Parveen, A., & Gupta, C. (2016). Gene Molecular Sciences, 17, 1-19.
therapy: recent development in the Waye, M. M. Y., & Sing, C. W. (2010). Anti-
treatment of various diseases. Interna- viral drugs for human adenoviruses.
tional Journal of Pharmaceutical, Pharmaceuticals, 3, 3343-3354.
Chemical, and Biological Sciences, 6, Winnacker, E. (2006). Development of Gene
205-214. Therapy. Bonn. Wiley-VCH.
Smith, J. E. (2009). Biotechnology. Fifth Wirth, T., & Ylä-Herttuala, S. (2014). Gene
Edition. UK. Cambridge University therapy used in cancer treatment.
Press. Biomedicines, 2, 149-162.