Dialetika Transendental

Anda mungkin juga menyukai

Anda di halaman 1dari 1

Dialetik Transendental

Dialetika Trasendental atau pengetahuan pada taraf rasio. Pada pembahasan ini Kant
membedakan rasio (Vernunft) dan akal budi (Verstand). Dimana Vernunft atau akal rasio itu
derajatnya lebih tinggi daripada akal budi atau Verstand. Dimana Rasio menghasilkan ide-ide
yang bersifat trasendental yang tidak bisa memberikan pengetahuan baru kepada kita,
walaupun demikian akal rasio memiliki peranan dalam mengatur pengambilan putusan-
putusan ke dalam argumentasi kita. Sedangkan akal budi berkaitan dengan eksistensi atau
penampakan, rasio berkaitan dengan cara mediasi akal-budi. Rasio menerima konsep-konsep
dan putusan akal budi untuk menemukan kesatuan asas yang lebih tinggi. 1 Sebagai contoh
“Kant adalah orang Jerman”, dan “semua orang Jerman pasti akan mati”, maka rasio
memberikan kesimpulan bahwa Kant adalah jerman maka ia akan mati”. Dimana akal budi
mempersatukan data-data yang didapatkan oleh indra atau sense input yang kita terima
dengan kategori-kategori yang kemudian membentuk putusan-putusan di dalam pengalaman
kita, sementara rasio melakukan inferensi terhadap putusan-putusan yang kita dapatkan..
Maka dari itu dapat disimpulkan bahwa rasio tidak berhubungan langsung dengan
pengalaman. Ia hanya memberikan kesimpulan dari isi pengalaman yang telah didapatkan
oleh akal budi (understanding). Sehingga, dapat dikatakan bahwa rasio bersifat independen,
ia hanya berhubungan dengan kesimpulan-kesimpulan yang didapat dari putusan yang
dihasilkan oleh akal budi. Maka dari itu hal yang ada di dalam rasio bukanlah sesuatu yang
sifatnya materi layaknya akal budi. Melainkan hal-hal yang bersifat abstrak yaitu ide-ide.
Dalam hubungan antara Vernunft (akal rasio) dengan verstand (akal budi), dimana ide-ide
tersebut merupakan pembimbing aktivitas dari akal budi.2
Dalam konsep dialetik transcendental ini Kant membagi menjadi tiga ide pokok,
diantaranya: jiwa (ide psikologis), dunia (ide kosmologis), dan Tuhan (ide teologis).
Sedangkan pada bidang penilaian praktis diandaikan adanya tiga buah hal yang diharuskan:
kebebasan kehendak, kekekalan, dan eksisntensi Tuhan.
Dimana ketiga ide dan postulat (dituntut) itu tidak dapat dibuktikan secara ilmiah
menurut Kant. Akan tetapi ketiga ide dan postulat tersebut bukanlah berasal dari hal empiris.
Namum, mereka juga bukanlah dari ide-ide bawaan yang dikatakan oleh Rene Decartes.
Mereka muncul dari hakikat akal dan mereka bebas dari segala kontradiksi. Jadi, dapat
dipikirkan. Namun, mereka bukan tanpa arti. Mereka bisa disebut cita-cita atau tujuan dari
sumber inspirasi dalam suatu penelitian. Bahkan menurutnya hal-hal tersebut dapat dijadikan
acuan dalam mengkritik metafisik yang keliru.3
Disini dapat dilihat bahwa Kant masih mempercayai bahwa realitas jauh lebih luas
dari apa yang diujikan secara ilmiah. Dimana postulat dan ide-ide tersebut diupayakan oleh
dirinya untuk membangun metafisika yang baru. Dimana metafisika tersebut dijadikan oleh
dirinya sebagai acuan dalam sebuah penelitian.

1
https://www.academia.edu/13309288/FILSAFAT_IMMANUEL_KANT diakses 10 oktober 2022 pukul 21:43
2
https://www.academia.edu/13309288/FILSAFAT_IMMANUEL_KANT diakses 10 oktober 2022 pukul 22:45
3
Dr. Anton Bakker, Metode-Metode Filsafat (Jakarta, Balai Aksara:1984), hal. 93-94

Anda mungkin juga menyukai