11190331000058 Barat merupakan negara yang pada saat ini sangat superior, tidak terkecuali dengan sainsnya itu sendiri. Akibat kosukuensi hal tersebut, tentu saja Islam yang memiliki metodologi sainsnya tersendiri harus kehilangan posisinya karena dominasi metodologi sains Barat. Pandangan Barat tidak selamanya akan sama dengan pandangan dunia Islam. Maka dari itu harus diciptakan sebuah altenatif untuk mengimbangi, bahkan mendominasi pandangan sains Barat. Dimana para filsuf maupun sainstis Islam banyak yang memberikan sumbangsih terhadap perkembangan sains Barat. Ilmuan muslim bukan saja terkenal akan pengembangannya terhadap kajian keagamaan dan filosofis, tetapi juga pada bidang-bidang sains atau ilmu alam. Misalnya saja ada tokoh seperti Jabir bin Hayyan, atau yang lebih dikenal di Barat dengan nama Geber, ia merupakan tokoh Polymath terkemuka. Dimana ia telah menghasilkan karya-karya kimia, dan karya-karyanya tersebut berhasil membuat kimia menjadi ilmu sains atau pasti. Selain itu juga, dunia Islam juga memiliki ahli-ahli dalam bidang kedokteran, misalnya seperti al-Razi, Ibn Sina, dan Ibn Nafis. Dimana ketiga tokoh tersebut bukan saja terkenal di dalam dunia Islam saja, melainkan sampai dunia Barat pun mengetahui mereka. Al-Razi sendiri dikenal dengan karyanya yaitu al-Hawii yang kerap kali dijadikan sebagai buku induk kedokteran. Ibnu Sina sendiri memiliki karya yang jauh lebih terkenal yaitu al- Qanun fi al-Thibb. Karya tersebut telah dijadikan buku utama dalam bidang kedokteran di universita Eropa, yang dipakai selama kurang lebih 500 tahun. Sedangkan Ibnu Nafis sendiri terkenal akan karyanya yang berjudul al-Syamil fi Shina’at al-Thibb. Maka dari itu, tidak seharusnya masyarakat Muslim merasa inferior akan superioritas bangsa Barat. Dengan melihat betapa besarnya pengaruh ilmuan Muslim dalam perkembangan sains di bangsa Barat, sehingga diharapkan bangsa-bangsa Muslim ataupun ilmuan Muslim dapat menciptakan metodologi sainsnya sendiri.