Abstract
Adolescents from low socioeconomic status are prone to have poor quality of life. To gain
optimal functioning, it is important to ensure they experience good quality of life. This study
aims to examine whether family resilience affect quality of life among adolescent from low
socioeconomic status in Jakarta. There were 130 participants in this quantitative study.
Convenience sampling were applied to select participants. We used Indonesian version of
WHOQoLBREF to assess quality of life and Walsh Family Resilience Questionnaire to assess
family resilience. Data were analyzed by regression analysis and stated family resilience has
significant positively contribution to quality of life among participants. For each dimension, the
contribution of family resilience to quality of life was 7% to 16.4%. It may indicate that family
strength-based approach should be added in developing intervention to enhance quality of life
among adolescents from low socioeconomic status in Jakarta.
Abstrak
Remaja dengan status sosial ekonomi rendah rentan mengalami kualitas hidup yang buruk. Agar
dapat berfungsi secara optimal, perlu dipastikan remaja menjalani hidup yang berkualitas baik.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana kontribusi resiliensi keluarga terhadap
kualitas hidup remaja berstatus sosial ekonomi rendah yang berdomisili di Jakarta. Partisipan
dalam penelitian kuantitatif ini berjumlah 130 orang, yang ditentukan berdasarkan convenience
sampling. Dalam penelitian ini, WHOQolBREF versi Indonesia merupakan alat ukur yang dipakai
untuk mengukur variabel kualitas hidup, sementara untuk variabel resiliensi keluarga digunakan
Walsh Family Resilience Questionnaire. Data penelitian ini dianalisis dengan menggunakan
analisis regresi dan menemukan adanya peran resiliensi keluarga secara positif dan sigfnifikan
terhadap kualitas hidup partisipan sebesar 7%-16.4%. Hal ini menunjukkan bahwa pendekatan
berbasis penguatan keluarga dapat dipertimbangkan dalam penyusunan intervensi terhadap
kualitas hidup remaja berstatus sosial ekonomi rendah.
31
Psympathic, Jurnal Ilmiah Psikologi Juni 2021, Vol.8, No.1, Hal. : 31-46
32
Kualitas Hidup Remaja Berstatus Sosial Ekonomi Rendah: Bagaimana Kontribusi Resiliensi Keluarga? (Fathin Nazifa Ramadhanty, Melok
Roro Kinanthi)
meski menghadapi situasi yang sama memiliki harapan bahwa situasi akan
(kemiskinan), individu bisa saja memiliki membaik (Walsh, 2012). Mengingat
kualitas hidup yang berbeda. keluarga berperan dalam transmisi nilai
Bronfenbrenner (1979, dalam maupun kompetensi anggotanya, maka
Gamayanti, 2014) mengemukakan interaksi remaja yang tinggal dalam keluarga yang
antara individu dengan mikrosistemnya resilien akan mengembangkan pemaknaan
(atau lingkungan terdekatnya) merupakan dan harapan positif terhadap situasi
hal yang krusial bagi perkembangan menekan yang dialami. Dengan demikian,
individu tersebut. Dengan demikian, individu memiliki orientasi masa depan
keluarga sebagai mikrosistem terdekat, yang positif meski saat ini mengalami
merupakan faktor yang berperan penting situasi yang menekan. Hasil penelitian
dalam kualitas hidup remaja. Status sosial Maguire dkk. (2018) menyebutkan
ekonomi rendah dapat menimbulkan orientasi yang positif terhadap masa depan
berbagai tantangan atau situasi menekan dapat meningkatkan kualitas hidup dengan
bagi kehidupan individu maupun mendorong individu untuk aktif mencari
keluarganya. Bagaimana keluarga solusi terhadap masalah yang dihadapi.
mengelola atau mengatasi situasi sulit akan Secara spesifik, resiliensi keluarga
memengaruhi anggota-anggotanya dalam dapat berkontribusi bagi setiap dimensi
beradaptasi (Walsh, 2012). Keluarga yang kualitas hidup. Pada dimensi fisik, keluarga
mampu beradaptasi secara sehat dengan yang resilien memungkinkan anggotanya
tantangan hidup atau situasi menekan dapat untuk dapat beradaptasi secara sehat saat
mengajarkan anggota keluarganya untuk menghadapi tekanan (Greef & Van Der
memecahkan masalah dan menetapkan Walt, 2010). Dengan demikian, ketika
tujuan yang ingin dicapai (Grenwald- individu bebas dari tekanan atau stres maka
Mayes, 2002). Dengan demikian, anggota daya tahan tubuh akan meningkat dan
keluarga dapat meminimalisir atau bahkan melindungi individu tersebut dari
keluar dari dampak negatif yang timbulnya penyakit (Khalil dkk., 2020).
ditimbulkan dari keadaan ekonomi, yang Selain itu, remaja dengan status ekonomi
pada akhirnya akan berkontribusi pada rendah rentan mengalami gizi buruk (Patty
pencapaian kualitas hidup. & Nugroho, 2019) karena keterbatasan
Bagaimana keluarga beradaptasi dan sumber daya untuk menyajikan makanan
mengatasi situasi sulit termasuk ke dalam yang bergizi. Keluarga yang resilien akan
kajian resiliensi keluarga. Resiliensi mampu mencari solusi yang efektif untuk
keluarga merupakan kapasitas keluarga mengatasi persoalan tersebut.
untuk bangkit dan melenting dari situasi Terkait dimensi kesehatan psikologis
sulit, untuk menjadi lebih kuat dan berdaya pada kualitas hidup, adanya resiliensi
(Walsh, 2012). Konsep resiliensi keluarga keluarga memungkinkan remaja untuk
fokus pada potensi keluarga untuk memperoleh kesejahteraan emosi
memulihkan diri dan bertumbuh dari situasi (Cummins, dalam Petito & Cummins,
sulit (Walsh, 2012). Hal yang sama juga 2000). Hal ini dapat terjadi karena keluarga
disimpulkan oleh Huber dkk. (2010) yakni yang resilien memberikan kesempatan pada
konsep resiliensi keluarga menekankan anggota keluarganya untuk
pada penyesuaian atau adaptasi keluarga mengungkapkan perasaan mereka secara
terhadap situasi kehidupan yang terbuka, menerima ekspresi anggota
menantang. keluarga dan merespon secara empatik
Secara umum, ketika menghadapi (Walsh, 2012), termasuk saat menghadapi
situasi yang menekan, keluarga yang situasi sulit yang diakibatkan kondisi
resilien akan memaknai situasi dengan ekonomi. Selain itu, keluarga yang resilien
sudut pandang yang positif dan tetap merupakan keluarga yang memiliki relasi
33
Psympathic, Jurnal Ilmiah Psikologi Juni 2021, Vol.8, No.1, Hal. : 31-46
positif antar anggotanya (Walsh, 2012). mencari solusi agar kondisi lingkungan
Relasi keluarga yang positif ini dapat tempat tinggalnya menjadi lebih baik.
berkontribusi meningkatkan kualitas Penelitian-penelitian tentang kualitas
kesehatan mental individu, yang pada hidup, baik di Indonesia maupun luar
akhirnya meningkatkan kualitas hidup (Ali negeri, banyak dilakukan pada individu
& Malik, 2015). yang mengalami gangguan kesehatan fisik
Terkait dimensi sosial pada kualitas (Caliskan dkk., 2019; Lovie-Toon dkk.,
hidup, keluarga yang resilien merupakan 2018; Archentari dkk., 2017; Yuwindry
keluarga yang mampu mengelola dukungan dkk., 2016; Nikmah & Mauliza, 2018;
yang disediakan oleh lingkungan Oktowaty dkk., 2018; Desnauli dkk., 2011;
sekelilingnya (Walsh, 2012). Kemampuan Rohmah dkk., 2012; Gamayanti & Hidayat,
mengelola dukungan sosial ini termasuk 2019; Hidayat & Gamayanti, 2020),
bagaimana menjalin relasi sosial yang sehat sementara belum banyak penelitian yang
dan sesuai ekspektasi masyarakat. Keluarga menyasar populasi rentan lainnya, seperti
yang resilien akan mengajarkan anak kelompok status sosial ekonomi rendah.
bagaimana berinteraksi dan memelihara Selain itu, penelitian-penelitian sebelumnya
relasi sosial (Grenwald-Mayes, 2002). di Indonesia cenderung berfokus pada
Dengan demikian, anak mengetahui dan modal psikologis personal sebagai faktor
cakap dalam membina hubungan sosial yang berkontribusi pada kualitas hidup
yang sehat dengan orang-orang di seperti self compassion (Kawitri dkk.,
sekelilingnya. Kompetensi dalam 2020) dan kebersyukuran (Wijayanti dkk.,
mengembangkan relasi sosial ini 2020; Hidayat & Gamayanti, 2020).
memungkinkan anak untuk memperoleh Penelitian yang mengkorelasikan
dukungan sosial dari lingkungannya (non resiliensi dengan kualitas hidup telah
keluarga), yang mana adanya dukungan dilakukan oleh Aisyah dan Listiyandini
sosial ini dapat meningkatkan kualitas (2015), Pane dan Saragih (2020), serta
hidup (Cappe dkk., 2018), khususnya pada Rachmawati dkk. (2019). Meski demikian,
dimensi sosial. resiliensi yang diteliti dalam penelitian
Dimensi lingkungan pada kualitas tersebut adalah resiliensi yang dimiliki
hidup meliputi kondisi tempat tinggal secara individual, dan tidak mencerminkan
individu, yaitu keadaan, ketersediaan gambaran resiliensi keluarga. Sementara,
tempat tinggal, serta adanya sarana dan perkembangan individu tidak dapat
prasarana yang dapat menunjang kehidupan dipisahkan dari peran lingkungan
(Adeyeye dkk., 2014). Secara umum terdekatnya (mikrosistem), yakni keluarga.
keadaan lingkungan di sekitar tempat Penelitian ini akan mengkaji peran
tinggal warga dengan status sosial ekonomi lingkungan terdekat remaja, yakni keluarga,
rendah tidak higienis, sanitasi kurang terhadap kualitas hidup. Adapun penelitian
bersih, tidak sehat, dan kumuh (Aisyah & sebelumnya di Indonesia yang
Listiyandini, 2015). Keluarga yang resilien mengkorelasikan resiliensi keluarga dan
meyakini bahwa mereka memiliki efikasi kualitas hidup telah dilakukan oleh
diri dalam mengatasi masalah dan memiliki Mufarrohah dan Kinanthi (2020). Meski
harapan bahwa situasi akan membaik demikian, penelitian tersebut dilakukan
(Huber dkk., 2010). Adanya harapan pada populasi yang berbeda dari penelitian
tersebut dapat memantik keluarga ini, yakni individu yang berusia dewasa
melakukan coping yang berfokus pada muda, dan bukan usia remaja.
penyelesaian masalah, yakni meminimalisir Berdasarkan paparan sebelumnya,
risiko yang ditimbulkan oleh lingkungan peneliti mengajukan hipotesis yakni
sekitar yang tidak sehat tersebut dan terdapat peran yang signifikan dari
resiliensi keluarga terhadap masing-masing
34
Kualitas Hidup Remaja Berstatus Sosial Ekonomi Rendah: Bagaimana Kontribusi Resiliensi Keluarga? (Fathin Nazifa Ramadhanty, Melok
Roro Kinanthi)
dimensi kualitas hidup remaja berstatus pernyataan lapor diri, yang masing-masing
sosial ekonomi rendah di Jakarta. memiliki opsi jawaban yakni tidak pernah,
jarang, cukup sering, sangat sering, dan
Metode Penelitian selalu (lima poin skala Likert, 1-5).
WHOQoL BREF mempunyai lima
Penelitian ini merupakan penelitian
dimensi, yakni dimensi kesehatan fisik
kuantitatif yang memakai desain non
(contoh item, “Seberapa sering Anda
eksperimen dan bertipe kausalitas.
membutuhkan bantuan medis untuk dapat
Partisipan yang menjadi sasaran adalah 130
berfungsi di dalam kehidupan sehari-
remaja berdomisili di Jakarta, yang
hari?”), dimensi psikologis (contoh item,
memiliki keluarga berstatus sosial ekonomi
“Seberapa sering Anda dapat menjalani
rendah berdasarkan kriteria Badan Pusat
hidup Anda sehari-hari dengan perasaan
Statistik (2019), yakni memiliki jumlah
gembira?”), dimensi relasi sosial (contoh
pengeluaran keluarga inti per bulan di
item, “Seberapa puaskah Anda dengan
bawah Rp 1.901.402. Mayoritas partisipan
dukungan yang Anda peroleh dari teman
berjenis kelamin perempuan (94%) dan
Anda?”), dan dimensi lingkungan (contoh
berada dalam tahap usia remaja awal
item, “Seberapa puaskah Anda dengan
(76%). Sebagian besar partisipan (82%)
kondisi tempat tinggal Anda saat ini?”).
memiliki kedua orang tua yang masih
Dalam penelitian ini, koefisien
dalam status menikah (utuh, tidak bercerai,
reliabilitas yang dihasilkan oleh tiap-tiap
tidak meninggal dunia salah satunya),
dimensi WHOQoL BREF adalah .712
berpendidikan formal tingkat dasar (ibu,
untuk dimensi kesehatan fisik, .755 untuk
57%) dan menengah (ayah, 77%).
dimensi psikologis, .751 untuk dimensi
Partisipan didapatkan melalui teknik non
relasi sosial, dan .847 untuk dimensi
probability sampling, yakni convenience
lingkungan. Adapun mayoritas item
sampling, artinya diperoleh berdasarkan
memiliki corrected item total correlation
ketersediaan dan kerelaan individu untuk
berkisar antara .239 – .680. Crocker dan
berpartisipasi sebagai partisipan (Gravetter
Algina (dalam Azwar, 2016) menyatakan
& Forzano, 2015).
koefisien corrected item total correlation
Sebelum melaksanakan penelitian,
diatas .20 sudah dianggap memuaskan.
peneliti mengajukan kelayakan etik
Menimbang hal ini, dan juga koefisien
penelitian kepada Lembaga Penelitian
reliabilitas yang diperoleh tiap dimensi
Universitas YARSI. Setelah memperoleh
WHOQoL BREF juga tergolong cukup
surat kelayakan etik, peneliti melakukan
memuaskan, maka peneliti tetap
pengambilan data di sekolah yang berada di
mengikutsertakan item-item dengan
Jakarta dan berlokasi di dekat pemukiman
koefisien corrected item total correlation
atau wilayah yang mayoritas penduduknya
minimal .20.
diperkirakan memiliki status sosial
Untuk mengukur persepsi partisipan
ekonomi rendah. Setelah memperoleh izin
mengenai resiliensi keluarganya, peneliti
penelitian dari pihak sekolah, peneliti
menggunakan Walsh Family Resilience
menyebarkan kuesioner kepada siswa-siswi
Questionnaire atau WFRQ (Walsh, 2012).
di sekolah tersebut secara langsung tanpa
Terjemahan Bahasa Indonesia untuk
melalui perantara pihak sekolah. Peneliti
instrumen ini mengacu pada terjemahan
mengeliminasi kuesioner yang diiisi oleh
Wandasari (2012), yang mana terjemahan
partisipan yang tidak memenuhi
tersebut telah melalui expert judgement dan
karakteristik penelitian.
uji reliabilitas dalam penelitian Maulidia
Variabel kualitas hidup diukur dengan
dkk. (2018). Terdapat 32 pernyataan lapor
WHOQoL BREF versi Indonesia yang
diri dalam WFRQ, dengan memakai
telah diadaptasi oleh Purba dkk. (2018).
penilaian empat skala Likert 1-4 (rentang
WHOQoL BREF memiliki 26 butir
35
Psympathic, Jurnal Ilmiah Psikologi Juni 2021, Vol.8, No.1, Hal. : 31-46
36
Kualitas Hidup Remaja Berstatus Sosial Ekonomi Rendah: Bagaimana Kontribusi Resiliensi Keluarga? (Fathin Nazifa Ramadhanty, Melok
Roro Kinanthi)
37
Psympathic, Jurnal Ilmiah Psikologi Juni 2021, Vol.8, No.1, Hal. : 31-46
38
Kualitas Hidup Remaja Berstatus Sosial Ekonomi Rendah: Bagaimana Kontribusi Resiliensi Keluarga? (Fathin Nazifa Ramadhanty, Melok
Roro Kinanthi)
39
Psympathic, Jurnal Ilmiah Psikologi Juni 2021, Vol.8, No.1, Hal. : 31-46
demikian, remaja selaku anggota keluarga, yakni semakin tinggi tingkat pendidikan
dapat terhindar dari risiko negatif yang individu, maka semakin resilien pula
diperoleh dari situasi lingkungan yang tidak keluarganya. Hal ini disebabkan pendidikan
kondusif sehingga membuat kualitas yang lebih tinggi memungkinkan para
hidupnya menjadi lebih baik. anggota keluarga untuk memperoleh
Penelitian ini mengungkap tidak pengetahuan dan keterampilan pemecahan
terdapat perbedaan signifikan pada kualitas masalah (problem solving skill) dan
hidup partisipan berdasarkan jenis kelamin, mencari cara untuk mengakses sumber
baik pada dimensi kesehatan fisik daya yang dibutuhkan guna mengatasi
(F=1.329; p=.210), dimensi psikologis situasi sulit, yang merupakan ciri keluarga
(F=.062; p=.275), dimensi hubungan sosial resilien (Walsh, 2012).
(F=.257; p= .865), maupun dimensi Masih terdapat beberapa keterbatasan
lingkungan (F= 1.049; p= .232). Temuan dalam penelitian ini. Pertama, resiliensi
ini berbeda dari temuan-temuan penelitian keluarga dilihat melalui satu sudut pandang
sebelumnya, dimana Indrayani dan anggota keluarga; dalam hal ini remaja
Ronoatmodjo (2018) maupun Gibney dkk. dengan status sosial ekonomi rendah yang
(2015) menemukan bahwa terdapat menjadi partisipan penelitian ini. Artinya,
perbedaan kualitas hidup ditinjau dari jenis bisa saja individu memberikan penilaian
kelamin. Dalam penelitian ini tidak yang subyektif mengenai resiliensi
ditemukan pula perbedaan kualitas hidup keluarganya. Kedua, pengukuran kualitas
ditinjau dari penyakit kronis, baik dalam hidup dilakukan berdasarkan persepsi
dimensi kesehatan fisik (F= .000; p= .354), partisipan semata, dan tidak menggunakan
dimensi psikologis (F=.213; p= .790), indikator yang lebih obyektif. Penelitian
dimensi hubungan sosial (F=.257; p=.865), selanjutnya dapat menggunakan
dimensi lingkungan (F=.460; p=.285). pengukuran resiliensi keluarga maupun
Hasil penelitian ini berbeda dari temuan kualitas hidup secara lebih obyektif.
penelitian sebelumnya (Pradono dkk., Ketiga, penelitian ini hanya berfokus pada
2009). Peneliti menduga bahwa fasilitas kontribusi resiliensi keluarga terhadap
layanan kesehatan dan layanan kualitas hidup, dan tidak meneliti variabel-
pendampingan di Jakarta telah tersedia dan variabel yang memperantarai hubungan
mudah diakses oleh warga dengan status keduanya. Teori sistem keluarga
sosial ekonomi rendah, sehingga mereka menyebutkan dinamika yang terjadi dalam
cepat tertangani ketika mengalami penyakit keluarga dapat memengaruhi kondisi
kronis, yang pada akhirnya tidak psikologis individu (Lestari, 2012).
memengaruhi kualitas hidupnya. Penelitian-penelitian sebelumnya
Uji statistik membuktikan tidak mengindikasikan faktor psikologis
ditemukan perbedaan signifikan resiliensi individual tersebut merupakan faktor yang
keluarga bila ditinjau dari status pernikahan juga berkontribusi signifikan terhadap
orang tua (F=.749; p=.470). Hasil ini kualitas hidup (Kawitri dkk., 2020;
mendukung penelitian sebelumnya yang Wijayanti dkk., 2020; Rachmawati dkk.,
dilakukan oleh Mashego dan Taruvinga 2019). Dengan demikian, kami menduga
(2014) yang mengatakan terdapat terdapat faktor individual yang mungkin
perbedaan resiliensi keluarga ditinjau dari memediasi pengaruh resiliensi keluarga
status pernikahan. Sementara itu, terdapat terhadap kualitas hidup. Penelitian
perbedaan signifikan pada resiliensi selanjutnya dapat meneliti faktor-faktor
keluarga berdasarkan tingkat pendidikan yang mungkin memediasi hubungan antara
(F= .903; p=. 000). Temuan tersebut resiliensi keluarga dengan kualitas hidup.
memperkuat hasil penelitian sebelumnya Kemudian, sumbangan efektif yang
yang dilakukan Bradley dan Hojjat (2016), dihasilkan resiliensi keluarga terhadap
40
Kualitas Hidup Remaja Berstatus Sosial Ekonomi Rendah: Bagaimana Kontribusi Resiliensi Keluarga? (Fathin Nazifa Ramadhanty, Melok
Roro Kinanthi)
41
Psympathic, Jurnal Ilmiah Psikologi Juni 2021, Vol.8, No.1, Hal. : 31-46
Badan Pusat Statistik (BPS). (2019, Januari Desnauli, E., Nursalam, & Efendi, F.
1). Profil kemiskinan di Indonesia (2011). Indikator kualitas hidup pasien
september 2018. gagal kronis yang menjalani
https://www.bps.go.id/pressrelease/201 hemodialisa berdasarkan strategi
9/01/15/1549/persentase-penduduk- koping. Jurnal Ners, 6(2), 187-191.
miskin-pada-september-2018-sebesar- http://dx.doi.org/10.20473/jn.v6i2.399
9-66-persen.html 0
Bradley, J. M., & Hojjat, M. (2016). A Gibb, J., Rix, K., Wallace, E., Fitzsimons,
model of resilience and marital E., & Mostafa, T. (2016). Poverty and
satisfaction. The Journal of Social children’s personal and social
Psychology, 157(5), 588-601. relationships. National Children’s
https://doi.org/10.1080/00224545.2016 Bureau.
.1254592 Gibney, S., Delaney, L., Codd, M. B., &
Caliskan, H., Erturk, N., Kutukcu, E. C., Fahey, T. (2015). Lifetime
Arikan, H., Yagli, N. V., Saglam, M., childlessness, depressive mood and
Firat, H., Ardic. S., Ince, D. I., & Ege, quality of life among older Europeans.
M. Y. (2019). The relationship between Social Indicators Research, 130(1),
the physical activity level and fatigue 305-323.
perception, quality of life, and https://doi.org/10.1007/s11205-015-
psychological status in patients with 1177-1
obstructive sleep apnea syndrome. Gravetter, F. J., & Forzano, L. A. (2015).
Journal of Turkish Sleep Medicine, 6, Research methods for the behavioral
1-6. sciences. Cengage Learning.
http://dx.doi.org/10.4274/jtsm.galenos. Gamayanti, W. (2014). Usaha bunuh diri
2019.28247 berdasarkan teori ekologi
Cappe, E., Poirier, N., Sankey, C., Belzil, Bronfenbrenner. Psympathic: Jurnal
A., & Dionne, C. (2018). Quality of Ilmiah Psikologi, 1(2), 204-230.
life French Canadian parents raising a https://doi.org/10.15575/psy.v1i2.478
child with autism spectrum disorder Gamayanti, W., & Hidayat, I. N. (2019).
and effects of psychosocial factors. Marah dan kualitas hidup orang yang
Qual Life Res, 27(4), 955-967. mengalami psikosomatik. Jurnal
https://doi.org/10.1007/s11136-017- Psikologi, 18(2), 177-186.
1757-4 https://doi.org/10.14710/jp.18.2.177-
Caron, J. (2012). Predictors of quality of 186
life in economically disadvantaged Greef, A. P., & Van Der Walt, K. J. (2010).
populations in Montreal. Social Resilience in families with autistic
Indicator Research, 107(3), 411-427. child. Education and Training in
http://dx.doi.org/10.1007/s11205-011- Autism and Developmental
9855-0 Disabilities, 45(3), 347-355.
Chachamovich, J. R., Chachamovich, E., Grenwald-Mayes, G. (2002). Relationship
Ezer, H., Fleck, M. P., Knauth, D., & between current quality of life and
Passos, E. P. (2010). Investigating family of origin dynamics for college
quality of life and health related quality students with attention-
of life in infertility: A systematic deficit/hyperactivity disorder. Journal
review. Journal of Psychosomatics of Attention Disorder, 5(4), 211-222.
Obstetrics & Gynecology, 31(2), 101- https://doi.org/10.1177/108705470100
110. 500403
https://doi.org/10.3109/0167482x.2010 Hidayat, I. N., & Gamayanti, W. (2020).
.481337 Dengki, bersyukur, dan kualitas hidup
42
Kualitas Hidup Remaja Berstatus Sosial Ekonomi Rendah: Bagaimana Kontribusi Resiliensi Keluarga? (Fathin Nazifa Ramadhanty, Melok
Roro Kinanthi)
43
Psympathic, Jurnal Ilmiah Psikologi Juni 2021, Vol.8, No.1, Hal. : 31-46
44
Kualitas Hidup Remaja Berstatus Sosial Ekonomi Rendah: Bagaimana Kontribusi Resiliensi Keluarga? (Fathin Nazifa Ramadhanty, Melok
Roro Kinanthi)
45
Psympathic, Jurnal Ilmiah Psikologi Juni 2021, Vol.8, No.1, Hal. : 31-46
46