Anda di halaman 1dari 16

PSYMPATHIC : Jurnal Ilmiah Psikologi eISSN: 2502-2903, pISSN: 2356-3591

Volume 8, Nomor 1, 2021: 31-46 DOI: 10.15575/psy.v8i1.8707

Kualitas Hidup Remaja Berstatus Sosial Ekonomi Rendah:


Bagaimana Kontribusi Resiliensi Keluarga?

Fathin Nazifa Ramadhanty, Melok Roro Kinanthi


Fakultas Psikologi, Universitas YARSI, Jl. Letjen Soeprapto, Jakarta Pusat, Indoensia
e-mail: melok.roro@yarsi.ac.id

Abstract

Adolescents from low socioeconomic status are prone to have poor quality of life. To gain
optimal functioning, it is important to ensure they experience good quality of life. This study
aims to examine whether family resilience affect quality of life among adolescent from low
socioeconomic status in Jakarta. There were 130 participants in this quantitative study.
Convenience sampling were applied to select participants. We used Indonesian version of
WHOQoLBREF to assess quality of life and Walsh Family Resilience Questionnaire to assess
family resilience. Data were analyzed by regression analysis and stated family resilience has
significant positively contribution to quality of life among participants. For each dimension, the
contribution of family resilience to quality of life was 7% to 16.4%. It may indicate that family
strength-based approach should be added in developing intervention to enhance quality of life
among adolescents from low socioeconomic status in Jakarta.

Keywords: family resilience, quality of life, adolescent

Abstrak

Remaja dengan status sosial ekonomi rendah rentan mengalami kualitas hidup yang buruk. Agar
dapat berfungsi secara optimal, perlu dipastikan remaja menjalani hidup yang berkualitas baik.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana kontribusi resiliensi keluarga terhadap
kualitas hidup remaja berstatus sosial ekonomi rendah yang berdomisili di Jakarta. Partisipan
dalam penelitian kuantitatif ini berjumlah 130 orang, yang ditentukan berdasarkan convenience
sampling. Dalam penelitian ini, WHOQolBREF versi Indonesia merupakan alat ukur yang dipakai
untuk mengukur variabel kualitas hidup, sementara untuk variabel resiliensi keluarga digunakan
Walsh Family Resilience Questionnaire. Data penelitian ini dianalisis dengan menggunakan
analisis regresi dan menemukan adanya peran resiliensi keluarga secara positif dan sigfnifikan
terhadap kualitas hidup partisipan sebesar 7%-16.4%. Hal ini menunjukkan bahwa pendekatan
berbasis penguatan keluarga dapat dipertimbangkan dalam penyusunan intervensi terhadap
kualitas hidup remaja berstatus sosial ekonomi rendah.

Kata Kunci: resiliensi keluarga, kualitas hidup, remaja

Pendahuluan kualitas hidup yang buruk dibanding


kelompok usia lainnya. Secara umum
Menurut data Badan Pusat Statistik
kualitas hidup remaja cenderung
(2019), jumlah penduduk dengan status
mengalami penurunan (Petito & Cummins,
sosial ekonomi rendah atau miskin di
2000), mengingat masa remaja merupakan
Jakarta berjumlah sekitar 365 ribu orang.
masa-masa sulit karena adanya tekanan
Status sosial ekonomi rendah berhubungan
yang ditimbulkan oleh pubertas, peer
dengan kualitas hidup yang rendah
group, atau perubahan dalam relasi
(Minooei dkk., 2016), yang menyangkut
keluarga (Steinberg, 1993, dalam Petito &
kesehatan fisik, psikologis, hubungan sosial
Cummins, 2000). Kondisi status sosial
dan lingkungan. Sebagai bagian dari
ekonomi yang rendah semakin
populasi warga miskin kota, remaja yang
memperbesar kerentanan remaja terhadap
berasal dari keluarga berstatus sosial
memburuknya kualitas hidup.
ekonomi rendah lebih rentan mengalami

31
Psympathic, Jurnal Ilmiah Psikologi Juni 2021, Vol.8, No.1, Hal. : 31-46

Fenomena rendahnya kualitas hidup mengenai faktor-faktor apa saja yang


remaja dengan status sosial ekonomi berkontribusi pada kualitas hidup remaja
rendah pada aspek kesehatan fisik, dengan status sosial ekonomi rendah perlu
psikologis, relasi sosial maupun lingkungan dilakukan.
dapat diihat dari berbagai temuan penelitian WHOQoL mengemukakan kualitas
sebelumnya. Dari aspek kesehatan fisik, hidup merupakan evaluasi individu
remaja dengan status sosial ekonomi mengenai kondisi hidupnya, dalam konteks
rendah cenderung mengalami penyakit budaya dan sistem nilai dimana ia berada,
kronis, rentan mengalami kematian, yang berhubungan dengan tujuan, harapan,
merokok, minum alkohol, sulit mengakses standar, serta apa yang menjadi perhatian
layanan kesehatan, (Newacheck dkk., individu (Chachamovich dkk., 2010).
2003; Liputo, 2014; Suparto, 2014; Menurut WHOQoL, terdapat beberapa
Restiyani dkk., 2013). dimensi kualitas hidup yakni dimensi
Pada aspek psikologis, remaja yang kesehatan fisik, psikologis, relasi sosial,
berasal dari keluarga dengan status sosial dan lingkungan (Adeyeye dkk., 2014).
ekonomi rendah lebih sering mengalami Dimensi kesehatan fisik terkait kemampuan
masalah kesehatan mental dibandingkan individu untuk melakukan rutinitas sehari-
remaja yang tidak miskin dan juga hari, penggunaan obat dan alat medis,
memiliki kesejahteraan psikologis yang vitalitas dan keletihan, pergerakan, rasa
rendah (Kim & Hagquist, 2018; Shek & sakit dan ketidaknyamanan, serta kinerja.
Tsui, 2012). Peneliti lain meng- Dimensi psikologis terkait dengan kondisi
identifikasikan sejumlah hasil penelitian mental seseorang. Dimensi relasi sosial
yang menunjukkan kemiskinan memiliki terkait dengan hubungan individu dengan
kaitan dengan masalah sosioemosional, orang lain yang meliputi relasi personal,
depresi, kecemasan, dan masalah akademik dukungan dari lingkungan sekitar, dan
(Taylor, 2010). perilaku seksual. Dimensi lingkungan
Pada aspek relasi sosial, Caron (2012) terkait dengan tempat tinggal seseorang,
mengidentifikasikan kemiskinan mening- yaitu situasi, ketersediaan hunian untuk
katkan risiko terhadap rendahnya kualitas melakukan aktivitas, dan fasilitas yang
hidup dalam dimensi sosial. Secara lebih dapat membantu kehidupan (Adeyeye
spesifik, Shek dan Tsui (2012) dkk., 2014).
mengidentifikasikan adanya masalah- Hasil penelitian mengenai gambaran
masalah sosial yang dialami remaja dengan kualitas hidup pada individu dengan status
status sosial ekonomi rendah, yakni sosial ekonomi rendah menunjukkan hasil
kenakalan remaja, konflik dengan orang yang kontradiktif (Aisyah & Listiyandini,
tua, tekanan dari teman sebaya yang 2015). Penelitian pada remaja sosial
berperilaku menyimpang, putus sekolah, ekonomi rendah di Bangkok menunjukkan
tidak disukai teman, serta menjadi korban bahwa mayoritas partisipan penelitian
atau pelaku perundungan (Shek & Tsui, (73.2%) yang merupakan remaja yang
2012; Gibb dkk., 2016). tinggal di pemukiman kumuh memiliki
Kualitas hidup yang baik akan kualitas hidup kategori rendah/ menengah
membuat individu memiliki mental yang (Somrongthong dkk., 2012, dalam Aisyah
sehat (Caron, 2012). Mengingat remaja & Listiyandini, 2015), sementara hasil
nantinya akan memasuki usia produktif dan penelitian Pradono (2009, dalam Aisyah &
menjadi generasi penerus bangsa, maka Listiyandini, 2015) menemukan bahwa
dari itu perlu dipastikan remaja mempunyai individu dengan status sosial ekonomi
kualitas hidup yang optimal agar dapat rendah yang ditelitinya mempersepsikan
menjalankan tugas perkembangannya dirinya memiliki kualitas hidup yang baik.
dengan baik. Dengan demikian, penelitian Perbedaan ini mengindikasikan bahwa,

32
Kualitas Hidup Remaja Berstatus Sosial Ekonomi Rendah: Bagaimana Kontribusi Resiliensi Keluarga? (Fathin Nazifa Ramadhanty, Melok
Roro Kinanthi)

meski menghadapi situasi yang sama memiliki harapan bahwa situasi akan
(kemiskinan), individu bisa saja memiliki membaik (Walsh, 2012). Mengingat
kualitas hidup yang berbeda. keluarga berperan dalam transmisi nilai
Bronfenbrenner (1979, dalam maupun kompetensi anggotanya, maka
Gamayanti, 2014) mengemukakan interaksi remaja yang tinggal dalam keluarga yang
antara individu dengan mikrosistemnya resilien akan mengembangkan pemaknaan
(atau lingkungan terdekatnya) merupakan dan harapan positif terhadap situasi
hal yang krusial bagi perkembangan menekan yang dialami. Dengan demikian,
individu tersebut. Dengan demikian, individu memiliki orientasi masa depan
keluarga sebagai mikrosistem terdekat, yang positif meski saat ini mengalami
merupakan faktor yang berperan penting situasi yang menekan. Hasil penelitian
dalam kualitas hidup remaja. Status sosial Maguire dkk. (2018) menyebutkan
ekonomi rendah dapat menimbulkan orientasi yang positif terhadap masa depan
berbagai tantangan atau situasi menekan dapat meningkatkan kualitas hidup dengan
bagi kehidupan individu maupun mendorong individu untuk aktif mencari
keluarganya. Bagaimana keluarga solusi terhadap masalah yang dihadapi.
mengelola atau mengatasi situasi sulit akan Secara spesifik, resiliensi keluarga
memengaruhi anggota-anggotanya dalam dapat berkontribusi bagi setiap dimensi
beradaptasi (Walsh, 2012). Keluarga yang kualitas hidup. Pada dimensi fisik, keluarga
mampu beradaptasi secara sehat dengan yang resilien memungkinkan anggotanya
tantangan hidup atau situasi menekan dapat untuk dapat beradaptasi secara sehat saat
mengajarkan anggota keluarganya untuk menghadapi tekanan (Greef & Van Der
memecahkan masalah dan menetapkan Walt, 2010). Dengan demikian, ketika
tujuan yang ingin dicapai (Grenwald- individu bebas dari tekanan atau stres maka
Mayes, 2002). Dengan demikian, anggota daya tahan tubuh akan meningkat dan
keluarga dapat meminimalisir atau bahkan melindungi individu tersebut dari
keluar dari dampak negatif yang timbulnya penyakit (Khalil dkk., 2020).
ditimbulkan dari keadaan ekonomi, yang Selain itu, remaja dengan status ekonomi
pada akhirnya akan berkontribusi pada rendah rentan mengalami gizi buruk (Patty
pencapaian kualitas hidup. & Nugroho, 2019) karena keterbatasan
Bagaimana keluarga beradaptasi dan sumber daya untuk menyajikan makanan
mengatasi situasi sulit termasuk ke dalam yang bergizi. Keluarga yang resilien akan
kajian resiliensi keluarga. Resiliensi mampu mencari solusi yang efektif untuk
keluarga merupakan kapasitas keluarga mengatasi persoalan tersebut.
untuk bangkit dan melenting dari situasi Terkait dimensi kesehatan psikologis
sulit, untuk menjadi lebih kuat dan berdaya pada kualitas hidup, adanya resiliensi
(Walsh, 2012). Konsep resiliensi keluarga keluarga memungkinkan remaja untuk
fokus pada potensi keluarga untuk memperoleh kesejahteraan emosi
memulihkan diri dan bertumbuh dari situasi (Cummins, dalam Petito & Cummins,
sulit (Walsh, 2012). Hal yang sama juga 2000). Hal ini dapat terjadi karena keluarga
disimpulkan oleh Huber dkk. (2010) yakni yang resilien memberikan kesempatan pada
konsep resiliensi keluarga menekankan anggota keluarganya untuk
pada penyesuaian atau adaptasi keluarga mengungkapkan perasaan mereka secara
terhadap situasi kehidupan yang terbuka, menerima ekspresi anggota
menantang. keluarga dan merespon secara empatik
Secara umum, ketika menghadapi (Walsh, 2012), termasuk saat menghadapi
situasi yang menekan, keluarga yang situasi sulit yang diakibatkan kondisi
resilien akan memaknai situasi dengan ekonomi. Selain itu, keluarga yang resilien
sudut pandang yang positif dan tetap merupakan keluarga yang memiliki relasi

33
Psympathic, Jurnal Ilmiah Psikologi Juni 2021, Vol.8, No.1, Hal. : 31-46

positif antar anggotanya (Walsh, 2012). mencari solusi agar kondisi lingkungan
Relasi keluarga yang positif ini dapat tempat tinggalnya menjadi lebih baik.
berkontribusi meningkatkan kualitas Penelitian-penelitian tentang kualitas
kesehatan mental individu, yang pada hidup, baik di Indonesia maupun luar
akhirnya meningkatkan kualitas hidup (Ali negeri, banyak dilakukan pada individu
& Malik, 2015). yang mengalami gangguan kesehatan fisik
Terkait dimensi sosial pada kualitas (Caliskan dkk., 2019; Lovie-Toon dkk.,
hidup, keluarga yang resilien merupakan 2018; Archentari dkk., 2017; Yuwindry
keluarga yang mampu mengelola dukungan dkk., 2016; Nikmah & Mauliza, 2018;
yang disediakan oleh lingkungan Oktowaty dkk., 2018; Desnauli dkk., 2011;
sekelilingnya (Walsh, 2012). Kemampuan Rohmah dkk., 2012; Gamayanti & Hidayat,
mengelola dukungan sosial ini termasuk 2019; Hidayat & Gamayanti, 2020),
bagaimana menjalin relasi sosial yang sehat sementara belum banyak penelitian yang
dan sesuai ekspektasi masyarakat. Keluarga menyasar populasi rentan lainnya, seperti
yang resilien akan mengajarkan anak kelompok status sosial ekonomi rendah.
bagaimana berinteraksi dan memelihara Selain itu, penelitian-penelitian sebelumnya
relasi sosial (Grenwald-Mayes, 2002). di Indonesia cenderung berfokus pada
Dengan demikian, anak mengetahui dan modal psikologis personal sebagai faktor
cakap dalam membina hubungan sosial yang berkontribusi pada kualitas hidup
yang sehat dengan orang-orang di seperti self compassion (Kawitri dkk.,
sekelilingnya. Kompetensi dalam 2020) dan kebersyukuran (Wijayanti dkk.,
mengembangkan relasi sosial ini 2020; Hidayat & Gamayanti, 2020).
memungkinkan anak untuk memperoleh Penelitian yang mengkorelasikan
dukungan sosial dari lingkungannya (non resiliensi dengan kualitas hidup telah
keluarga), yang mana adanya dukungan dilakukan oleh Aisyah dan Listiyandini
sosial ini dapat meningkatkan kualitas (2015), Pane dan Saragih (2020), serta
hidup (Cappe dkk., 2018), khususnya pada Rachmawati dkk. (2019). Meski demikian,
dimensi sosial. resiliensi yang diteliti dalam penelitian
Dimensi lingkungan pada kualitas tersebut adalah resiliensi yang dimiliki
hidup meliputi kondisi tempat tinggal secara individual, dan tidak mencerminkan
individu, yaitu keadaan, ketersediaan gambaran resiliensi keluarga. Sementara,
tempat tinggal, serta adanya sarana dan perkembangan individu tidak dapat
prasarana yang dapat menunjang kehidupan dipisahkan dari peran lingkungan
(Adeyeye dkk., 2014). Secara umum terdekatnya (mikrosistem), yakni keluarga.
keadaan lingkungan di sekitar tempat Penelitian ini akan mengkaji peran
tinggal warga dengan status sosial ekonomi lingkungan terdekat remaja, yakni keluarga,
rendah tidak higienis, sanitasi kurang terhadap kualitas hidup. Adapun penelitian
bersih, tidak sehat, dan kumuh (Aisyah & sebelumnya di Indonesia yang
Listiyandini, 2015). Keluarga yang resilien mengkorelasikan resiliensi keluarga dan
meyakini bahwa mereka memiliki efikasi kualitas hidup telah dilakukan oleh
diri dalam mengatasi masalah dan memiliki Mufarrohah dan Kinanthi (2020). Meski
harapan bahwa situasi akan membaik demikian, penelitian tersebut dilakukan
(Huber dkk., 2010). Adanya harapan pada populasi yang berbeda dari penelitian
tersebut dapat memantik keluarga ini, yakni individu yang berusia dewasa
melakukan coping yang berfokus pada muda, dan bukan usia remaja.
penyelesaian masalah, yakni meminimalisir Berdasarkan paparan sebelumnya,
risiko yang ditimbulkan oleh lingkungan peneliti mengajukan hipotesis yakni
sekitar yang tidak sehat tersebut dan terdapat peran yang signifikan dari
resiliensi keluarga terhadap masing-masing

34
Kualitas Hidup Remaja Berstatus Sosial Ekonomi Rendah: Bagaimana Kontribusi Resiliensi Keluarga? (Fathin Nazifa Ramadhanty, Melok
Roro Kinanthi)

dimensi kualitas hidup remaja berstatus pernyataan lapor diri, yang masing-masing
sosial ekonomi rendah di Jakarta. memiliki opsi jawaban yakni tidak pernah,
jarang, cukup sering, sangat sering, dan
Metode Penelitian selalu (lima poin skala Likert, 1-5).
WHOQoL BREF mempunyai lima
Penelitian ini merupakan penelitian
dimensi, yakni dimensi kesehatan fisik
kuantitatif yang memakai desain non
(contoh item, “Seberapa sering Anda
eksperimen dan bertipe kausalitas.
membutuhkan bantuan medis untuk dapat
Partisipan yang menjadi sasaran adalah 130
berfungsi di dalam kehidupan sehari-
remaja berdomisili di Jakarta, yang
hari?”), dimensi psikologis (contoh item,
memiliki keluarga berstatus sosial ekonomi
“Seberapa sering Anda dapat menjalani
rendah berdasarkan kriteria Badan Pusat
hidup Anda sehari-hari dengan perasaan
Statistik (2019), yakni memiliki jumlah
gembira?”), dimensi relasi sosial (contoh
pengeluaran keluarga inti per bulan di
item, “Seberapa puaskah Anda dengan
bawah Rp 1.901.402. Mayoritas partisipan
dukungan yang Anda peroleh dari teman
berjenis kelamin perempuan (94%) dan
Anda?”), dan dimensi lingkungan (contoh
berada dalam tahap usia remaja awal
item, “Seberapa puaskah Anda dengan
(76%). Sebagian besar partisipan (82%)
kondisi tempat tinggal Anda saat ini?”).
memiliki kedua orang tua yang masih
Dalam penelitian ini, koefisien
dalam status menikah (utuh, tidak bercerai,
reliabilitas yang dihasilkan oleh tiap-tiap
tidak meninggal dunia salah satunya),
dimensi WHOQoL BREF adalah .712
berpendidikan formal tingkat dasar (ibu,
untuk dimensi kesehatan fisik, .755 untuk
57%) dan menengah (ayah, 77%).
dimensi psikologis, .751 untuk dimensi
Partisipan didapatkan melalui teknik non
relasi sosial, dan .847 untuk dimensi
probability sampling, yakni convenience
lingkungan. Adapun mayoritas item
sampling, artinya diperoleh berdasarkan
memiliki corrected item total correlation
ketersediaan dan kerelaan individu untuk
berkisar antara .239 – .680. Crocker dan
berpartisipasi sebagai partisipan (Gravetter
Algina (dalam Azwar, 2016) menyatakan
& Forzano, 2015).
koefisien corrected item total correlation
Sebelum melaksanakan penelitian,
diatas .20 sudah dianggap memuaskan.
peneliti mengajukan kelayakan etik
Menimbang hal ini, dan juga koefisien
penelitian kepada Lembaga Penelitian
reliabilitas yang diperoleh tiap dimensi
Universitas YARSI. Setelah memperoleh
WHOQoL BREF juga tergolong cukup
surat kelayakan etik, peneliti melakukan
memuaskan, maka peneliti tetap
pengambilan data di sekolah yang berada di
mengikutsertakan item-item dengan
Jakarta dan berlokasi di dekat pemukiman
koefisien corrected item total correlation
atau wilayah yang mayoritas penduduknya
minimal .20.
diperkirakan memiliki status sosial
Untuk mengukur persepsi partisipan
ekonomi rendah. Setelah memperoleh izin
mengenai resiliensi keluarganya, peneliti
penelitian dari pihak sekolah, peneliti
menggunakan Walsh Family Resilience
menyebarkan kuesioner kepada siswa-siswi
Questionnaire atau WFRQ (Walsh, 2012).
di sekolah tersebut secara langsung tanpa
Terjemahan Bahasa Indonesia untuk
melalui perantara pihak sekolah. Peneliti
instrumen ini mengacu pada terjemahan
mengeliminasi kuesioner yang diiisi oleh
Wandasari (2012), yang mana terjemahan
partisipan yang tidak memenuhi
tersebut telah melalui expert judgement dan
karakteristik penelitian.
uji reliabilitas dalam penelitian Maulidia
Variabel kualitas hidup diukur dengan
dkk. (2018). Terdapat 32 pernyataan lapor
WHOQoL BREF versi Indonesia yang
diri dalam WFRQ, dengan memakai
telah diadaptasi oleh Purba dkk. (2018).
penilaian empat skala Likert 1-4 (rentang
WHOQoL BREF memiliki 26 butir

35
Psympathic, Jurnal Ilmiah Psikologi Juni 2021, Vol.8, No.1, Hal. : 31-46

jawaban mulai dari sangat tidak sesuai Tabel 2


hingga sangat sesuai). Contoh item WFRQ Hasil Uji Linearitas Kualitas Hidup
adalah “Kesulitan kami meningkatkan Variabel F Sig
kepedulian dan keinginan membantu satu Dimensi Kesehatan Fisik 29.297 .000
sama lain”, “Kami mudah menyesuaikan Dimensi Psikologis 18.955 .000
diri dengan tantangan baru”, dan “Kami Dimensi Relasi Sosial 9.041 .003
menunjukkan pengertian, menerima Dimensi Lingkungan 19.798 .000
perbedaan, dan menghindari penilaian
Hasil uji normalitas unstandardized
negatif”.
residual antara skor dimensi-dimensi
Dalam penelitian ini, koefisien
kualitas hidup dengan resiliensi keluarga
reliabilitas yang dihasilkan oleh WFRQ
menunjukkan bahwa data berdistribusi
sebesar .920 dengan corrected item total
normal (p > .05). Demikian pula, hasil uji
correlation berkisar antara .035 – .728,
normalitas unstandardized residual antara
kecuali item nomor 12 dan 22 yang
total skor kualitas hidup dengan resiliensi
memiliki corrected item total correlation di
keluarga menunjukkan bahwa data juga
bawah .2. Mempertimbangkan reliabilitas
berdistribusi normal (tabel 1). Uji linearitas
alat ukur ini tergolong baik, maka peneliti
antara skor tiap dimensi kualitas hidup
tidak menggugurkan kedua item tersebut.
dengan skor resiliensi keluarga
Uji asumsi klasik yang digunakan
menunjukkan data linear (linearity < .05),
meliputi uji normalitas dengan Kolmogorov
seperti yang tercantum dalam tabel 2.
Smirnov dan uji linearitas. Setelah syarat
uji asumsi klasik terpenuhi, data dianalisis
Hasil Penelitian dan Pembahasan
dengan menggunakan uji regresi sederhana
untuk menilai kontribusi variabel prediktor
terhadap variabel kriteria. Gambaran Resiliensi Keluarga dan
Kualitas Hidup Remaja Berstatus Sosial
Tabel 1 Ekonomi Rendah
Hasil Uji Normalitas Analisis statistik menunjukkan rerata
Variabel K-SZ Sig.(2-tailed) skor resiliensi keluarga sebesar M= 100.14
Resiliensi Keluarga .045 .200 (SD= 9.77). Mayoritas partisipan (69.23%)
dengan Kualitas memperoleh skor resiliensi keluarga dalam
Hidup dimensi kategori sedang (tabel 3). Tabel 3
Kesehatan Fisik menunjukkan mayoritas partisipan
Resiliensi Keluarga .066 .200
(69.23%) menilai keluarganya mempunyai
dengan Kualitas
resiliensi dengan kategori sedang. Hal ini
Hidup dimensi berarti partisipan menilai keluarganya telah
Psikologis cukup mampu melakukan coping yang
adaptif dan bangkit kembali saat
Resiliensi Keluarga .068 .200 mengalami situasi menekan, meski
dengan Kualitas kemampuan ini belum maksimal. Faktor-
Hidup dimensi faktor yang dapat berkontribusi bagi
Relasi Sosial resiliensi keluarga adalah komunikasi antar
anggota keluarga (Pandanwati & Suprapti,
Resiliensi Keluarga .056 .200 2012), dukungan sosial (Greef & Van Der
dengan Kualitas Walt, 2010), harapan (Iriani & Syafiq,
Hidup dimensi 2017), strategi coping (Greef & Van Der
Lingkungan Walt, 2010), dan koherensi keluarga
(Maulidia dkk., 2018; Uswatunnisa dkk.,
2019).

36
Kualitas Hidup Remaja Berstatus Sosial Ekonomi Rendah: Bagaimana Kontribusi Resiliensi Keluarga? (Fathin Nazifa Ramadhanty, Melok
Roro Kinanthi)

Tabel 3 masing dimensi kualitas hidup berada pada


Kategorisasi Skor Resiliensi Keluarga kategori sedang, yakni dimensi kesehatan
Rentang
Kategorisasi Skor f %
fisik sebanyak 65.39% dari keseluruhan
Rendah 32-90 17 13.08 partisipan, dimensi psikologis sebanyak
Sedang 91-110 90 69.23 60.77%, dimensi relasi sosial sebanyak
Tinggi 111-128 23 17.69 67.69%, dan dimensi lingkungan sebanyak
65.38%. Data kategorisasi selengkapnya
Tabel 4 dapat dilihat pada tabel 4.
Kategorisasi Skor Kualitas Hidup Berdasarkan tabel 4, terlihat bahwa
Rentang mayoritas partisipan penelitian (60.77% -
Dimensi Kategorisasi Skor f % 67.69%) ini mempersepsikan dirinya
Kesehatan Rendah 7 -19 25 19.2% memiliki dimensi-dimensi kualitas hidup
Fisik Sedang 20-27 85 65.4%
dalam kategori sedang. Hal ini
Tinggi 28-35 20 15.4%
mengindikasikan partisipan merasa cukup
Psikologis Rendah 6-15 49 37.7%
puas dengan aspek-aspek kehidupan, yang
Sedang 16-23 79 60.8%
meliputi kesehatan fisik, psikologis, relasi
Tinggi 24-30 2 1.5%
Relasi Rendah 3-6 29 22.3%
sosial, dan lingkungan. Variabel yang
Sosial Sedang 7-11 88 67.7% mungkin berkontribusi pada kualitas hidup
Tinggi 12-15 13 10% adalah coping (Martindale dkk., 2016),
Lingkungan Rendah 8-19 27 20.8% interpretasi yang negatif terhadap situasi
Sedang 20-29 85 65.4% sulit yang dialami (Cappe dkk., 2018),
Tinggi 30-40 18 13.8% dukungan sosial (Cappe dkk., 2018;
Sanchaya dkk., 2018), depresi (Teles dkk.,
Tabel 5 2018), pola asuh (Petito & Cummins,
Hasil Uji Korelasi 2000), serta pemberdayaan keluarga
Variabel r Sig (2-tailed) (Minooei dkk., 2016).
Resiliensi Keluarga .404 .000
dengan Kualitas Hidup
dimensi Kesehatan Fisik
Hubungan Resiliensi Keluarga dengan
.352 .000 Dimensi-dimensi Kualitas Hidup
Resiliensi Keluarga Uji korelasi dengan Pearson Product
dengan Kualitas Hidup Moment dilakukan sebelum peneliti
dimensi Psikologis melaksanakan uji regresi sederhana. Tujuan
.264 .002
Resiliensi Keluarga
uji korelasi adalah mengetahui hubungan
dengan Kualitas Hidup antar variabel, dalam hal ini resiliensi
dimensi Relasi Sosial keluarga dengan dimensi-dimensi kualitas
hidup. Hasil analisis membuktikan
Resiliensi Keluarga .338 .000 resiliensi keluarga memiliki hubungan
dengan Kualitas Hidup
dimensi Lingkungan
positif yang signifikan dengan dimensi-
dimensi kualitas hidup sebesar .264 – .404
Analisis data menunjukkan rerata skor (p= .000 dan .002). Artinya, semakin tinggi
kualitas hidup untuk dimensi kesehatan resiliensi keluarga yang dipersepsikan
fisik adalah M= 23.32 (SD= 4.23), dimensi partisipan, maka semakin tinggi kualitas
psikologis M= 19.09 (SD= 3.83), dimensi hidup pada dimensi kesehatan fisik,
relasi sosial sebesar M= 8.41 (SD= 2.36), psikologis, relasi sosial, dan lingkungan,
dan dimensi lingkungan M= 24.22 (SD= yang juga dipersepsikan oleh partisipan.
5.31). Lebih lanjut, peneliti melakukan Kekuatan hubungan variabel-variabel
kategorisasi skor kualitas hidup tersebut adalah rendah hingga sedang (r=
berdasarkan rumus Azwar (2010), dimana .264 – .404).
mayoritas partisipan menilai masing-

37
Psympathic, Jurnal Ilmiah Psikologi Juni 2021, Vol.8, No.1, Hal. : 31-46

Resiliensi Keluarga sebagai Prediktor Temuan penelitian ini juga


Dimensi-dimensi Kualitas Hidup mengindikasikan bahwa terdapat 83.6%
Hasil uji hipotesis menunjukkan hingga 93% faktor lain, selain resiliensi
resiliensi keluarga memiliki pengaruh keluarga, yang berkontribusi pada dimensi-
positif yang signifikan terhadap dimensi- dimensi kualitas hidup. Hasil-hasil
dimensi kualitas hidup pada remaja dengan penelitian terdahulu menunjukkan terdapat
status sosial ekonomi rendah yang menjadi sejumlah faktor yang berkorelasi atau
partisipan penelitian ini, yakni dimensi berkontribusi terhadap kualitas hidup yakni
kesehatan fisik, psikologis, relasi sosial, coping (Martindale dkk., 2016), interpretasi
dan lingkungan, dengan besar kontribusi negatif terhadap situasi sulit yang dialami
antara 7% hingga 16.4% (tabel 6). (Cappe dkk., 2018), dukungan sosial
Dari hasil analisis data diketahui (Cappe dkk., 2018; Sanchaya dkk., 2018),
terdapat peran signifikan dari resiliensi pola asuh (Petito & Cummins, 2000), dan
keluarga terhadap dimensi-dimensi kualitas pemberdayaan keluarga (Minooei dkk.,
hidup pada partisipan penelitian, dengan 2016). Berbagai faktor tersebut meliputi
kontribusi antara 7% hingga 16.4% faktor personal maupun keluarga, selaku
(p=.000 dan .002). Hasil ini mendukung lingkungan terdekatnya. Hal ini
temuan penelitian Openshaw (2011), yang mengindikasikan, perlu ada sinergi antara
menyatakan resiliensi keluarga berkontri- individu dengan lingkungan di sekitarnya
busi pada kualitas hidup penyandang dalam mewujudkan kualitas hidup.
disabilitas. Selain itu, temuan penelitian ini Secara spesifik, dalam penelitian ini
juga memperkuat teori ekologi dari resiliensi keluarga memberikan sumbangan
Bronfenbrenner (1979, dalam Gamayanti, efektif terhadap kualitas hidup dimensi
2014), yakni adanya faktor lingkungan kesehatan fisik sebesar 16.4% (F = 25.019,
terdekat atau mikrosistem (salah satunya p = .000). Dimensi kesehatan fisik terkait
keluarga) yang berperan bagi per- dengan kapasitas individu untuk melakukan
kembangan individu. Keluarga yang rutinitas sehari-hari, penggunaan obat dan
resilien memaknai dan menilai situasi sulit alat medis, vitalitas dan keletihan,
secara positif (Walsh, 2012), yang mana hal pergerakan, rasa sakit dan ketidak-
ini akan memengaruhi bagaimana remaja nyamanan, serta kinerja (Adeyeye dkk.,
menginterpretasikan risiko yang mungkin 2014). Keluarga yang dapat menghadapi
didapat dari situasi sulit yang dialami dari situasi sulit dengan adaptif, tidak merasa
perspektif yang positif pula. Maguire dkk. tertekan dalam menjalani kehidupan
(2017) menemukan bahwa interpretasi (Walsh, 2012), sehingga akan
terhadap risiko memengaruhi kualitas memengaruhi atau mengajarkan anggota
hidup. keluarganya untuk tidak merasa tertekan
pula.
Tabel 6 Dalam kaitannya dengan dimensi
Hasil Uji Regresi Sederhana: Pengaruh Resiliensi kesehatan fisik pada kualitas hidup, kondisi
Keluarga terhadap Dimensi-dimensi Kualitas Hidup individu yang terbebas dari stres akan
R- Persamaan meningkatkan sistem imun dan
Dimensi Square F Sig Regresi
melindunginya dari gangguan kesehatan
Kesehatan .164 25.019 .000 Y=40.784+
fisik (Khalil dkk., 2020). Ini mendukung
Fisik 174X
pernyataan Lewitus dan Schwartz (2009),
Psikologis .124 18.151 .000 Y=32.879+
yakni resiliensi dapat menjadi faktor
138X
protektif terhadap penyakit kronis,
Relasi Sosial .070 9.573 .002 Y=14.782+
64X
disabilitas, kesehatan fisik individu, serta
Lingkungan .114 16.477 .000 Y=42.605+
individu dapat memiliki sistem imun yang
181X baik. Selain itu, keluarga yang resilien

38
Kualitas Hidup Remaja Berstatus Sosial Ekonomi Rendah: Bagaimana Kontribusi Resiliensi Keluarga? (Fathin Nazifa Ramadhanty, Melok
Roro Kinanthi)

memiliki kemampuan pemecahan masalah yang sehat dengan orang-orang di sekitar.


kolaboratif (Walsh, 2012) yang dapat Kompetensi dalam mengembangkan relasi
digunakan untuk mencari upaya dalam sosial ini memungkinkan anak untuk
memastikan anggota keluarga tetap sehat memperoleh dukungan sosial dari
dan terhindar dari penyakit di tengah lingkungannya (non keluarga), yang mana
keterbatasan sumber daya. adanya dukungan sosial ini dapat
Secara spesifik, dalam penelitian ini meningkatkan kualitas hidup khususnya
resiliensi keluarga memberikan sumbangan dimensi sosial.
efektif terhadap kualitas hidup dimensi Secara spesifik, dalam penelitian ini
psikologis sebesar 12.4% (F = 18.151, p = resiliensi keluarga memberikan sumbangan
.000). Dimensi psikologis terkait dengan efektif terhadap kualitas hidup dimensi
keadaan mental individu (Adeyeye dkk., lingkungan sebesar 11.4% (F = 16.477, p =
2014). Keluarga yang resilien memiliki .000). Dimensi lingkungan terkait dengan
kohesivitas antar anggotanya, tempat tinggal seseorang, yaitu situasi,
mengekspresikan emosi secara terbuka dan ketersediaan hunian untuk melakukan
tanpa dihakimi, serta saling memberikan aktivitas, fasilitas yang dapat membantu
dukungan sosial (Walsh, 2012). Huber dkk. kehidupan, keuangan, kemandirian, rasa
(2010) mengemukakan dukungan sosial aman, hiburan dan kesempatan menikmati
yang disediakan keluarga untuk anggotanya waktu luang (Adeyeye dkk., 2014). Saat
dapat berupa dukungan emosional, yakni menghadapi situasi krisis, keluarga yang
adanya sikap saling peduli yang resilien dapat mengembangkan
dikomunikasikan dalam keluarga dan juga keterampilan kolaboratif yang meliputi
dukungan terhadap harga diri. Hal ini dapat keterampilan mengantisipasi risiko dan
membuat mental individu menjadi lebih pemecahan masalah (Saltzman dkk., 2013).
sehat, yang pada akhirnya meningkatkan Dengan kemampuan ini, keluarga dapat
kualitas hidup dimensi psikologis. Selain mengidentifikasikan potensi masalah yang
itu, dukungan yang diperoleh individu dari ditimbulkan oleh lingkungan yang tidak
keluarga yang resilien dapat menimbulkan sehat dan merumuskan solusi untuk
perasaan puas, yang kemudian mengatasi masalah tersebut. Dengan
meningkatkan kualitas hidup (Cappe dkk., demikian, kualitas hidup remaja (sebagai
2018). Sebuah temuan penelitian juga anggota keluarga) dalam dimensi
menunjukkan bahwa dukungan dari lingkungan tetap dapat terjaga. Selain itu,
keluarga berkontribusi signifikan terhadap keluarga yang resilien memiliki akses dan
kualitas hidup individu (Sanchaya dkk., dapat memanfaatkan sumber daya yang
2018). dimiliki (Saltzman dkk., 2013). Sumber
Secara spesifik, dalam penelitian ini daya ini dapat berupa sesuatu yang
resiliensi keluarga memberikan sumbangan tangible, psikososial, maupun berbagai
efektif terhadap kualitas hidup dimensi layanan yang terdapat di masyarakat seperti
relasi sosial sebesar 7% (F = 9.573, p = layanan pendidikan, kesehatan, keagamaan,
.000). Dimensi relasi sosial terkait dengan dan sebagainya (Saltzman dkk., 2013;
hubungan individu dengan orang lain yang Ungar, 2012). Keluarga dengan status
meliputi relasi personal, dukungan dari sosial ekonomi rendah mungkin saja
lingkungan sekitar, perilaku seksual, juga kurang atau tidak memiliki sumber daya
komunikasi dengan orang lain (Adeyeye material atau ekonomi, tapi bisa saja
dkk., 2014). Keluarga mengajarkan anak mereka memiliki akses terhadap sumber
bagaimana berinteraksi dan memelihara daya lainnya tersebut di atas, yang dapat
relasi sosial (Grenwald-Mayes, 2002). membantunya mengatasi masalah yang
Dengan demikian, anak mengetahui dan timbul dari lingkungan sekitar yang tidak
mampu untuk menjalin hubungan sosial kondusif atau tidak ideal. Dengan

39
Psympathic, Jurnal Ilmiah Psikologi Juni 2021, Vol.8, No.1, Hal. : 31-46

demikian, remaja selaku anggota keluarga, yakni semakin tinggi tingkat pendidikan
dapat terhindar dari risiko negatif yang individu, maka semakin resilien pula
diperoleh dari situasi lingkungan yang tidak keluarganya. Hal ini disebabkan pendidikan
kondusif sehingga membuat kualitas yang lebih tinggi memungkinkan para
hidupnya menjadi lebih baik. anggota keluarga untuk memperoleh
Penelitian ini mengungkap tidak pengetahuan dan keterampilan pemecahan
terdapat perbedaan signifikan pada kualitas masalah (problem solving skill) dan
hidup partisipan berdasarkan jenis kelamin, mencari cara untuk mengakses sumber
baik pada dimensi kesehatan fisik daya yang dibutuhkan guna mengatasi
(F=1.329; p=.210), dimensi psikologis situasi sulit, yang merupakan ciri keluarga
(F=.062; p=.275), dimensi hubungan sosial resilien (Walsh, 2012).
(F=.257; p= .865), maupun dimensi Masih terdapat beberapa keterbatasan
lingkungan (F= 1.049; p= .232). Temuan dalam penelitian ini. Pertama, resiliensi
ini berbeda dari temuan-temuan penelitian keluarga dilihat melalui satu sudut pandang
sebelumnya, dimana Indrayani dan anggota keluarga; dalam hal ini remaja
Ronoatmodjo (2018) maupun Gibney dkk. dengan status sosial ekonomi rendah yang
(2015) menemukan bahwa terdapat menjadi partisipan penelitian ini. Artinya,
perbedaan kualitas hidup ditinjau dari jenis bisa saja individu memberikan penilaian
kelamin. Dalam penelitian ini tidak yang subyektif mengenai resiliensi
ditemukan pula perbedaan kualitas hidup keluarganya. Kedua, pengukuran kualitas
ditinjau dari penyakit kronis, baik dalam hidup dilakukan berdasarkan persepsi
dimensi kesehatan fisik (F= .000; p= .354), partisipan semata, dan tidak menggunakan
dimensi psikologis (F=.213; p= .790), indikator yang lebih obyektif. Penelitian
dimensi hubungan sosial (F=.257; p=.865), selanjutnya dapat menggunakan
dimensi lingkungan (F=.460; p=.285). pengukuran resiliensi keluarga maupun
Hasil penelitian ini berbeda dari temuan kualitas hidup secara lebih obyektif.
penelitian sebelumnya (Pradono dkk., Ketiga, penelitian ini hanya berfokus pada
2009). Peneliti menduga bahwa fasilitas kontribusi resiliensi keluarga terhadap
layanan kesehatan dan layanan kualitas hidup, dan tidak meneliti variabel-
pendampingan di Jakarta telah tersedia dan variabel yang memperantarai hubungan
mudah diakses oleh warga dengan status keduanya. Teori sistem keluarga
sosial ekonomi rendah, sehingga mereka menyebutkan dinamika yang terjadi dalam
cepat tertangani ketika mengalami penyakit keluarga dapat memengaruhi kondisi
kronis, yang pada akhirnya tidak psikologis individu (Lestari, 2012).
memengaruhi kualitas hidupnya. Penelitian-penelitian sebelumnya
Uji statistik membuktikan tidak mengindikasikan faktor psikologis
ditemukan perbedaan signifikan resiliensi individual tersebut merupakan faktor yang
keluarga bila ditinjau dari status pernikahan juga berkontribusi signifikan terhadap
orang tua (F=.749; p=.470). Hasil ini kualitas hidup (Kawitri dkk., 2020;
mendukung penelitian sebelumnya yang Wijayanti dkk., 2020; Rachmawati dkk.,
dilakukan oleh Mashego dan Taruvinga 2019). Dengan demikian, kami menduga
(2014) yang mengatakan terdapat terdapat faktor individual yang mungkin
perbedaan resiliensi keluarga ditinjau dari memediasi pengaruh resiliensi keluarga
status pernikahan. Sementara itu, terdapat terhadap kualitas hidup. Penelitian
perbedaan signifikan pada resiliensi selanjutnya dapat meneliti faktor-faktor
keluarga berdasarkan tingkat pendidikan yang mungkin memediasi hubungan antara
(F= .903; p=. 000). Temuan tersebut resiliensi keluarga dengan kualitas hidup.
memperkuat hasil penelitian sebelumnya Kemudian, sumbangan efektif yang
yang dilakukan Bradley dan Hojjat (2016), dihasilkan resiliensi keluarga terhadap

40
Kualitas Hidup Remaja Berstatus Sosial Ekonomi Rendah: Bagaimana Kontribusi Resiliensi Keluarga? (Fathin Nazifa Ramadhanty, Melok
Roro Kinanthi)

masing-masing dimensi kualitas hidup masyarakat terkecil untuk memiliki


hanya sebesar 7% hingga 16.4%. Artinya, kemampuan adaptasi dengan situasi sulit,
masih terdapat 83.6% hingga 93% faktor memaknai situasi secara positif, mampu
lainnya yang berpengaruh terhadap kualitas mengembangkan harapan, memiliki relasi
hidup. Penelitian berikutnya dapat yang kohesif dan suportif antar anggota
mengeksplorasi variabel-variabel yang keluarga, serta memiliki kemampuan
belum teridentifikasi tersebut, dalam pemecahan masalah secara kolaboratif,
hubungannya dengan kualitas hidup. yang merupakan karakteristik keluarga
Keterbatasan berikutnya, status sosial yang resilien.
ekonomi rendah dalam penelitian ini diukur
secara subyektif, yakni dengan meminta Daftar Pustaka
partisipan (yang merupakan remaja, dan
Adeyeye, O., Ogunleye, O., & Coker, A.
berstatus sebagai anak dalam keluarga)
(2014). Factors influencing quality of
menuliskan jumlah penghasilan orang tua/
life and predictors of low quality of life
keluarga mereka dalam satu bulan dan
scores in patient on treatment for
mengeliminasi mereka yang keluarganya
pulmonary tuberculosis: A cross
berpenghasilan di atas batas yang ditetap-
sectional study. Journal of Public
kan Badan Pusat Statistik (BPS).
Health in Africa, 5(2), 88-92.
Ketidakakuratan partisipan dalam menilai
https://dx.doi.org/10.4081%2Fjphia.20
jumlah penghasilan keluarganya bisa saja
14.366
terjadi. Dalam penelitian selanjutnya, dapat
Aisyah, P., & Listiyandini, R. A. (2015,
menggunakan data yang lebih obyektif,
Oktober 20-21). Peran resiliensi dalam
misalnya data resmi dari pejabat (RT, RW)
memprediksi kualitas hidup ibu yang
di lingkungan tempat tinggal partisipan.
tinggal di bantaran sungai Ciliwung
(Proceeding). Seminar Ilmiah Nasional
Simpulan
PESAT, Depok, Jawa Barat, Indonesia.
Perolehan penelitian ini https://ejournal.gunadarma.ac.id/index.
mengungkapkan adanya sumbangan php/pesat/article/view/1339/1193
signifikan dari resiliensi keluarga terhadap Ali, S., & Malik, J. A. (2015). Consistency
tiap-tiap dimensi kualitas hidup remaja of prediction across generation:
berstatus sosial ekonomi rendah sebesar 7% Explaining quality of life by family
hingga 16.4%. Pengaruh yang dihasilkan functioning and health promoting
bersifat positif, artinya semakin resilien behaviors. Qual Life Res, 24(9), 2105-
keluarga partisipan, maka semakin baik 2112. https://doi.org/10.1007/s11136-
kualitas hidupnya. Hasil penelitian ini 015-0942-6
mengindiksikan kualitas hidup tidak Archentari, K. A., Gasela, V.,
semata-mata dipengaruhi faktor personal Nuriyyatiningrum, N. A., &
saja seperti yang selama ini diteliti, namun Iskandarsyah, A. (2017). Harga diri
juga kondisi keluarganya. Hal ini dan kualitas hidup pada pasien chronic
memperluas pemahaman tentang kualitas kidney disease yang menjalani
hidup dengan menyertakan pentingnya hemodialisa. Jurnal Psikologi, 16(2),
kontribusi keluarga sebagai lingkungan 138-146.
sosial terdekat individu. https://doi.org/10.14710/jp.16.2.138-
Mempertimbangkan pentingnya keluarga 146
yang resilien untuk mewujudkan kualitas Azwar, S. (2010). Penyusunan skala
hidup yang baik pada remaja berstatus psikologi. Pustaka Pelajar.
sosial ekonomi rendah, maka masyarakat, Azwar, S. (2016). Konstruksi tes
pemerintah, dan pihak-pihak lainnya dapat kemampuan kognitif. Pustaka Pelajar.
memfasilitasi keluarga sebagai unit

41
Psympathic, Jurnal Ilmiah Psikologi Juni 2021, Vol.8, No.1, Hal. : 31-46

Badan Pusat Statistik (BPS). (2019, Januari Desnauli, E., Nursalam, & Efendi, F.
1). Profil kemiskinan di Indonesia (2011). Indikator kualitas hidup pasien
september 2018. gagal kronis yang menjalani
https://www.bps.go.id/pressrelease/201 hemodialisa berdasarkan strategi
9/01/15/1549/persentase-penduduk- koping. Jurnal Ners, 6(2), 187-191.
miskin-pada-september-2018-sebesar- http://dx.doi.org/10.20473/jn.v6i2.399
9-66-persen.html 0
Bradley, J. M., & Hojjat, M. (2016). A Gibb, J., Rix, K., Wallace, E., Fitzsimons,
model of resilience and marital E., & Mostafa, T. (2016). Poverty and
satisfaction. The Journal of Social children’s personal and social
Psychology, 157(5), 588-601. relationships. National Children’s
https://doi.org/10.1080/00224545.2016 Bureau.
.1254592 Gibney, S., Delaney, L., Codd, M. B., &
Caliskan, H., Erturk, N., Kutukcu, E. C., Fahey, T. (2015). Lifetime
Arikan, H., Yagli, N. V., Saglam, M., childlessness, depressive mood and
Firat, H., Ardic. S., Ince, D. I., & Ege, quality of life among older Europeans.
M. Y. (2019). The relationship between Social Indicators Research, 130(1),
the physical activity level and fatigue 305-323.
perception, quality of life, and https://doi.org/10.1007/s11205-015-
psychological status in patients with 1177-1
obstructive sleep apnea syndrome. Gravetter, F. J., & Forzano, L. A. (2015).
Journal of Turkish Sleep Medicine, 6, Research methods for the behavioral
1-6. sciences. Cengage Learning.
http://dx.doi.org/10.4274/jtsm.galenos. Gamayanti, W. (2014). Usaha bunuh diri
2019.28247 berdasarkan teori ekologi
Cappe, E., Poirier, N., Sankey, C., Belzil, Bronfenbrenner. Psympathic: Jurnal
A., & Dionne, C. (2018). Quality of Ilmiah Psikologi, 1(2), 204-230.
life French Canadian parents raising a https://doi.org/10.15575/psy.v1i2.478
child with autism spectrum disorder Gamayanti, W., & Hidayat, I. N. (2019).
and effects of psychosocial factors. Marah dan kualitas hidup orang yang
Qual Life Res, 27(4), 955-967. mengalami psikosomatik. Jurnal
https://doi.org/10.1007/s11136-017- Psikologi, 18(2), 177-186.
1757-4 https://doi.org/10.14710/jp.18.2.177-
Caron, J. (2012). Predictors of quality of 186
life in economically disadvantaged Greef, A. P., & Van Der Walt, K. J. (2010).
populations in Montreal. Social Resilience in families with autistic
Indicator Research, 107(3), 411-427. child. Education and Training in
http://dx.doi.org/10.1007/s11205-011- Autism and Developmental
9855-0 Disabilities, 45(3), 347-355.
Chachamovich, J. R., Chachamovich, E., Grenwald-Mayes, G. (2002). Relationship
Ezer, H., Fleck, M. P., Knauth, D., & between current quality of life and
Passos, E. P. (2010). Investigating family of origin dynamics for college
quality of life and health related quality students with attention-
of life in infertility: A systematic deficit/hyperactivity disorder. Journal
review. Journal of Psychosomatics of Attention Disorder, 5(4), 211-222.
Obstetrics & Gynecology, 31(2), 101- https://doi.org/10.1177/108705470100
110. 500403
https://doi.org/10.3109/0167482x.2010 Hidayat, I. N., & Gamayanti, W. (2020).
.481337 Dengki, bersyukur, dan kualitas hidup

42
Kualitas Hidup Remaja Berstatus Sosial Ekonomi Rendah: Bagaimana Kontribusi Resiliensi Keluarga? (Fathin Nazifa Ramadhanty, Melok
Roro Kinanthi)

orang yang mengalami psikosomatik. Lewitus, G. M., & Schwartz, M. (2009).


Psympathic: Jurnal Ilmiah Psikologi, Behavioral immunization: Immunity to
7(1), 79-92. self antigens contributes to
https://doi.org/10.15575/psy.v7i1.6027 psychological stress resilience.
Huber, C. H., Navarro, R. L., Womble, M. Molecular Psychiatry, 14(5), 532-536.
W., & Mumme, F. L. (2010). Family https://doi.org/10.1038/mp.2008.103
resilience and midlife marital Liputo, S. (2014). Distres psikologik dan
satisfaction. The Family Journal disfungsi sosial di kalangan
Counseling and Therapy for Couples masyarakat miskin kota Malang.
and Families, 18(2), 136-145. Jurnal Sains dan Praktik Psikologi,
https://psycnet.apa.org/doi/10.1177/10 2(3), 286-295.
66480710364477 Lovie-Toon, Y. G., Chang, A. B.,
Indrayani, & Ronoatmodjo, S. (2018). Newcombe, P. A., Vagenas, D.,
Faktor-faktor yang berhubungan Anderson-James, S., Drescher, B. J.,
dengan kualitas hidup lansia di desa Otim, M. E., & O'Grady, K. A. (2018).
Cipasung kabupaten Kuningan tahun Longitudinal study of quality of life
2017. Jurnal Kesehatan Reproduksi, among children with acute respiratory
9(1), 69-78. infection and cough. Quality of Life
https://doi.org/10.22435/kespro.v9i1.8 Research, 27(4), 891-903.
92.69-78 https://doi.org/10.1007/s11136-017-
Iriani, L. P., & Syafiq, M. (2017). 1779-y
Gambaran hope pada seseorang Maguire, R., Hanly, P., Drummond, F. J.,
penyandang tunarungu wicara yang Gavin, A., & Sharp, L. (2018).
berprestasi. Character : Jurnal Expecting the worst? The relationship
Psikologi Pendidikan, 4(3), 1-6. between retrospective and prospective
Khalil, A. I., Nasr, R. E., & Enar, R. E. appraisals of illness on quality of life
(2020). Relationship between stress, in prostate cancer survivors. Psyco-
immune system, and pandemics of Oncology, 27(4), 1237-1243.
coronaviruses' Covid 19: Updates https://doi.org/10.1002/pon.4660
narrative review. European Journal of Martindale, S. L., Morissette, S. B.,
Molecular and Clinical Medicine., Kimbrel, N. A., Meyer, E. C., Kruse,
7(10), 995-1008. M. I., Gulliver, S. B., & Dolan, S. L.
Kawitri, A. Z., Listiyandini, R. A., & (2016). Neuropsychology functioning,
Rahmatika, R. (2020). Peran self coping, and quality of life among
compassion terhadap dimensi-dimensi returning war veterans. Rehabil
kualitas hidup kesehatan pada remaja Psychol, 61(3), 231-239.
panti asuhan. Psympathic: Jurnal https://dx.doi.org/10.1037/rep0000076
Ilmiah Psikologi, 7(1), 01-18. Mashego, T. B., & Taruvinga, P. (2014).
https://doi.org/10.15575/psy.v7i1.4406 Family resilience factors influencing
Kim, Y., & Hagquist, C. (2018). Trends in teenager adaptation following parental
adolescent mental health during divorce in Limpo province South
economic upturns and downturns: A Africa. Journal of Psychology, 5(1),
multilevel analysis of Swedish data 19-34.
1988-2008. Journal of Epidemiology & https://doi.org/10.1080/09764224.2014
Community Health, 72(2), 101–108. .11885502
https://doi.org/10.1136/jech-2017- Maulidia, F. N., Kinanthi, M. R., Fitria, N.,
209784 & Permata, A. S. (2018). Peran
Lestari, S. (2012). Psikologi keluarga. koherensi terhadap kelentingan
Kencana Prenada Media Group. keluarga yang memiliki anak dengan

43
Psympathic, Jurnal Ilmiah Psikologi Juni 2021, Vol.8, No.1, Hal. : 31-46

spektrum autistik. Jurnal Ilmu Pandanwati, I. S., & Suprapti, V. (2012).


Keluarga dan Konsumen, 11(1), 13-24. Resiliensi keluarga pada pasangan
Minooei, M. S., Ghazavi, Z., Abdeyazdan, dewasa madya yang tidak memiliki
Z., Gheissari, A., & Hemati, Z. (2016). anak kandung. Jurnal Psikologi
The effect of the family empowerment Pendidikan dan Perkembangan, 1(3),
model on quality of life in children 1-8.
with chronic renal failure: Children’s Pane, J., & Saragih, I. S. (2020). The
and parents’ view. Nephrourol Mon, relationship of resilience and quality of
8(4), 1-7. life with chronic disease who
https://dx.doi.org/10.5812/numonthly.3 undergoing haemodialysis in Rasyda
6854 kidney hospital Medan. Jurnal Ilmu
Mufarrohah, L., & Kinanthi, M. R. (2020, Keperawatan (Journal of Nursing and
Nopember 16-20). Peran resiliensi Science), 8(1), 10-14.
keluarga terhadap kualitas hidup http://dx.doi.org/10.21776/ub.jik.2020.
individu dewasa muda yang tinggal di 008.01.2
Jakarta di masa pandemi. Konferensi Patty, S. R., & Nugroho, F. (2019).
Konsorsium Psikologi Ilmiah Kemiskinan dan malnutrisi pada anak
Nusantara, Jakarta (Daring), Indonesia. balita dalam keluarga nelayan di
Newacheck, P. W., Hung, Y. Y., Park, M. wilayah pesisir kota Serang. Empati,
J., Brindis, C. D., & Irwin, C. E. 8(2), 109-125.
(2003). Disparities in adolescent health Petito, F., & Cummins, R. A. (2000).
and health care: Does socioeconomic Quality of life in adolescence: The role
status matter? Health Services of perceived control, parenting style,
Research, 38(5), 1235-1252. and social support. Behavior Change,
https://dx.doi.org/10.1111/1475- 17(3), 196-207.
6773.00174 Pradono, J., Hapsari, D., & Sari, P. (2009).
Nikmah, M., & Mauliza. (2018). Kualitas Kualitas hidup penduduk Indonesia
hidup penderita talasemia berdasarkan menurut international classification of
instrument pediatric quality of life functioning, disability, and health
inventory 4.0 generic core scale di (ICF) dan faktor-faktor yang
ruang rawat anak rumah sakit umum memengaruhinya. Buletin Penelitian
cut meutia Aceh Utara. Sari Pediatri, Kesehatan, 3, 1-10.
20(1), 11-16. Purba, F. J., Hunfeld, J. A., Iskandarsyah,
https://dx.doi.org/10.14238/sp20.1.201 A., Fitriana, T. S., Sadarjoen, S. S.,
8.11-6 Passchier, J., & Bussbach, J. J. (2018).
Oktowaty, S., Setiawati, E. P., & Arisanti, Quality of life of the Indonesian
N. (2018). Hubungan fungsi keluarga general population: Test-retest
dengan kualitas hidup pasien penyakit reliability and population norms of the
kronis degeneratif di fasilitas kesehatan EQ-5D-5L and WHOQOL-BREF. Plos
tingkat pertama. Jurnal Sistem One, 13(5), 1-20.
Kesehatan, 4(1), 1-6. https://doi.org/10.1371/journal.pone.01
https://doi.org/10.24198/jsk.v4i1.1918 97098
0 Rachmawati, B. D., Listiyandini, R. A., &
Openshaw, P. K. (2011). The relationship Rahmatika, R. (2019). Resiliensi
between family functioning, family psikologis dan pengaruhnya terhadap
resilience, and quality of life among kualitas hidup terkait kesehatan pada
vocational rehabilitation clients remaja di panti asuhan. Analitika,
(Disertasi tidak diterbitkan). Utah State 11(1), 21-30.
University.

44
Kualitas Hidup Remaja Berstatus Sosial Ekonomi Rendah: Bagaimana Kontribusi Resiliensi Keluarga? (Fathin Nazifa Ramadhanty, Melok
Roro Kinanthi)

https://doi.org/10.31289/analitika.v11i in haemodialysis patients.


1.2314 Psychological, Health, and Medicine,
Restiyani, P., Fitriyah, & Astrika, L. 23(9), 1069-1078.
(2013). Aksesibilitas masyarakat https://doi.org/10.1080/13548506.2018
miskin dalam memperoleh pelayanan .1469779
kesehatan (Studi kasus di kawasan Ungar, M. (2012). Social ecologies and
kampung Tambak Mulyo kelurahan their contribution to resilience. Dalam
Tanjung Mas Semarang). Journal of M. Ungar (Ed.), The social ecology of
Politic and Government Studies, 2(3), resilience: A handbook of theory and
186-195. practice (hal. 13-31). Springer.
Rohmah, A. I., Purwaningsih, & Bariyah, Uswatunnisa, A., Brebahama, A., &
K. (2012). Kualitas hidup lanjut usia. Kinanthi, M. R. (2019). Peran family
Jurnal Keperawatan, 3(2), 120-132. sense of coherence terhadap resiliensi
https://doi.org/10.22219/jk.v3i2.2589 keluarga yang memiliki anak tunanetra
Saltzman, W. R., Pynoos, R. S., Lester, P., ditinjau dari perspektif ibu. Jurnal
Layne, C. M., & Beardslee, W. R. Psikogenesis, 7(2), 201-214.
(2013). Enhancing family resilience https://doi.org/10.24854/jps.v7i2.1132
through family narrative co- Walsh, F. (2012). Facilitating family
construction. Clin Child Fam Psychol resilience: Relational resources for
Rev, 16, 294-310. positive youth development in
https://doi.org/10.1007/s10567-013- condition of adversity. Dalam M.
0142-2 Ungar (Ed.), The social ecology of
Sanchaya, K. P., Sulistiowati, N. D., & resilience: A handbook of theory and
Yanty, N. E. (2018). Hubungan practice (hal. 173-186). Springer.
dukungan keluarga dengan kualitas Wandasari, W. (2012). Hubungan antara
hidup orang dengan gangguan jiwa. resiliensi keluarga dan koherensi
Jurnal Ilmu Keperawatan Jiwa, 1(2), keluarga pada mahasiswa yang
87-92. berasal dari keluarga miskin (Skripsi
https://doi.org/10.32584/jikj.v1i2.151 tidak diterbitkan). Universitas
Shek, D., & Tsui, P. F. (2012). Family and Indonesia, Fakultas Psikologi
personally adjustment of economically Wijayanti, S., Rahmatika, R., &
disadvantaged Chinese adolescents in Listiyandini, R. A. (2020). Kontribusi
Hong Kong. The Scientifc World kebersyukuran dalam peningkatan
Journal, 1, 1-8. kualitas hidup kesehatan pada remaja
http://dx.doi.org/10.1100/2012/142689 di panti asuhan. Psycho Idea, 18(1),
Suparto. (2014). Evaluasi pemukiman dan 33-44.
perumahan kumuh berbasis lingkungan http://dx.doi.org/10.30595/psychoidea.
di kelurahan Kalibanteng Kidul kota v18i1.4123
Semarang. Pawiyatan, 21(1), 32-42. Yuwindry, I., Wiedyaningsih, C., &
Taylor, R. D. (2010). Risk and resilience in Widodo, G. P. (2016). Pengaruh
low income African American pengetahuan terhadap kualitas hidup
families: Moderating effects of kinship dengan kepatuhan penggunaan obat
social support. Cultural Diversity and sebagai variabel antara pada DM.
Ethnic Minority Psychology, 16(3), Jurnal Manajemen dan Pelayanan
344-351. Farmasi, 6(4), 249-254.
https://doi.org/10.1037/a0018675 https://doi.org/10.22146/jmpf.353
Teles, F., de Albuquerque, A. L., Lins, I.
K., Medrado, P. C., & Costa, A. P.
(2018). Quality of life and depression

45
Psympathic, Jurnal Ilmiah Psikologi Juni 2021, Vol.8, No.1, Hal. : 31-46

46

Anda mungkin juga menyukai