UNTUK TERAPAN
DALAM ILMU KEAIRAN
Volume 1: Dasar-dasar Mekanika Fluida
Herr Soeryantono
Daftar Isi i
Prakata iii
1. Pengertian dasar 1-1
1.1. Pengertian fluida 1-1
1.2. Pengetahuan Dasar Matematika dan Fisika Dasar yang Terkait 1-2
1.2.1. Interpretasi Fisik Diferensial 1-2
1.2.2. Interpretasi Fisik Integral. 1-3
1.2.3. Vektor dan Operasi vektor. 1-4
1.2.4. Konsep Continuum Mechanic. 1-5
1.2.5. Gerak Translasi. 1-6
1.2.6. Gaya dan Momentum. 1-7
1.2.7. Kerja, Energi Kinetis dan Potensial. 1-8
1.2.8. Tekanan. 1-9
1.3. Properti Fluida 1-9
2. Fluida Statis 2-1
2.1. Pengertian Dasar 2-1
2.2. Persamaan Tekanan 2-3
2.3. Persamaan Sebaran Tekanan 2-5
2.4. Resultan Tekanan pada Bidang 2-7
2.5. Gaya Apung 2-9
2.6. Tekanan oleh Percepatan Linier 2-11
2.7. Tekanan oleh Percepatan Sudut 2-13
3. Persamaan Dasar Gerak Fluida 3-1
3.1. Pengertian Dasar 3-1
3.1.1. Konseptualisasi Gerak Fluida. 3-1
3.1.2. Tinjauan Terhadap Penyederhanaan Sifat Aliran Fluida 3-5
3.1.2.1. Aliran Viscous dan Inviscid 3-5
3.1.2.2. Aliran In- dan Compressible 3-6
3.1.2.3. Aliran Steady dan Unsteady 3-8
3.1.2.4. Aliran Uniform dan Non-uniform. 3-9
3.1.2.5. Aliran 1-D, 2-D, dan 3-D 3-11
3.1.3. Konsep Sistem dan Control Volume 3-12
3.2. Persamaan Kekekalan Massa 3-18
3.2.1. Persamaan Dasar 3-18
3.2.2. Contoh-contoh Penerapan 3-20
3.3. Persamaan Kekekalan Energi 3-23
3.3.1. Persamaan Dasar 3-23
3.3.2. Besaran Kerja W 3-23
3.3.3. Persamaan Operasional 3-24
3.3.4. Contoh-contoh Penerapan pada Kasus Aliran Steady 3-25
3.4. Persamaan Momentum 3-28
3.4.1. Persamaan Dasar 3-28
3.4.2. Persamaan Operasional 3-30
i
3.4.3. Contoh-contoh Penerapan pada Kasus Aliran Steady 3-31
3.5. Penutup 3-34
4. Persamaan differensial 4-1
4.1. Hukum kekekalan massa 4-1
4.1.1. Persamaan umum 4-1
4.1.2. Contoh-contoh Penerapan 4-3
4.2. Hukum Kekekalan Momentum 4-4
4.2.1. Persamaan Umum 4-4
4.2.2. Persamaan Euler 4-7
4.2.3. Persamaan Navier-Stokes 4-8
4.3. Contoh Penerapan 4-8
Daftar Pustaka
ii
PRAKATA
Dalam rangka Hibah Riset Kerjasama Luar Negeri dan Publikasi Internasional dengan
judul “SPH and ALE Methods for Fluid Structure Interaction Problems: Simulation of Tsunami
like Phenomena”, yang didanai oleh Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan, salah satu luaran berupa buku ajar dengan judul “Mekanika Fluida
untuk Terapan dalam Ilmu Keairan”.
Buku ajar ini semula berupa catatan-catatan persiapan kuliah yang dikumpulkan
semenjak tahun 2001, yang sejalan dengan perkembangan kurikulum jenjang Sarjana dan
Magister Program Studi Teknik Sipil dan Teknik Lingkungan pada Departemen Teknik Sipil,
Fakultas Teknik Universitas Indonesia, cakupan materi bahasan juga semakin berkembang dan
beragam. Bersyukur bahwa dengan adanya hibah tersebut, akhirnya kumpulan cacatan kuliah ini
dapat dibukukan.
Buku ajar ini disusun dengan tujuan untuk mendukung keberhasilan belajar mahasiswa
jenjang Sarjana dan juga Magister, terutama pada mata kuliah Mekanika Fluida, Hidrolika,
Pengelolaan Sumberdaya Air Tanah dan Transport Pencemar. Untuk itu buku ajar ini secara
keseluruhan akan terbit dalam tiga volume:
Volume I terdiri dari empat bab: Pengertian Dasar, Fluida Statik, Persamaan Dasar Gerak
Fluida dan Persamaan Dasar Dalam Bentuk Diferensial. Volume II terdiri dari dua bagian,
Bagian 1: Formulasi Numerik dan Bagian 2: Hidrolika. Bagian 1 terdiri dari dua bab: Formulasi
Numerik Berbasis Grid (Metoda Beda Hingga dan Elemen Hingga) dan Formulasi Numerik
Berbasis Partikel (SPH: Smoothing Particle Hydrodynamics), sedangkan Bagian 2 terdiri dari
tiga bab: Aliran Air pada Pipa, Aliran pada Saluran Terbuka dan Aliran Air Tanah. Volume III
membahas tentang Transpor Pencemar.
Untuk penyempurnaan buku ajar ini, penyusun sangat mengharapkan dan menyampaikan
penghargaan setinggi-tingginya kepada para pengguna yang bersedia memberikan tanggapan dan
masukan.
iii
1. PENGERTIAN DASAR
1.1. PENGERTIAN FLUIDA
Fluida adalah benda yang tidak memberi perlawanan terhadap perubahan bentuk
geometris. Supaya bentuknya tetap fluida harus dibatasi dengan “dinding” kedap. Bila
dinding ini diubah maka bentuk geometri fluida akan berubah menyesuaikan diri. Ketidak
mampuan fluida mempertahankan bentuk geometrisnya disebabkan oleh lemahnya gaya
kohesi antar molekul.
Bedasarkan kohesinya fluida dibagi menjadi benda gas dan benda cair (liquid). Benda cair didefinisikan
sebagai:
State of matter in which the molecules are relatively free to change their
positions with respect to each other but restricticted by cohesive forces
so as to maintain a relatively fixed volume
Sedangkan benda gas:
yang secara geometrisnya integral ini diinterpretasikaan sebagai total luas dari luas
keping-keping p(xi) ∆x. Penting diperhatikan disini bahwa bila dituliskan ∫ p dx , maka p
paling tidak adalah fungsi x.
Penulisan ∫ p( x ) d∀ atau ∫ p( x) d∀ itu,
∀ Sys ∀CV
dimana notasi Sys melambangkan seluruh
volume sistem dan CV melambangkan seluruh ruang yang ditetapkan sebagai control
volume serta dengan anggapan bila volume d∀ = dx dy dz , artinya akan sama dengan
∫ p( x, y, z) d∀ = ∫∫∫ p( x, y, z)
∀CV
dx dy dz
a = a12 + a 22 + a 32
ρ= lim ∆m
∆∀ → 0 ∆∀
dm
atau ρ=
d∀
Meskipun bentuk perumusan ini lebih akurat, tetapi bila diterapkan pada tingkat kajian
makroskopis (dan bukan pada tingkat mikroskopis) sebagaimana layaknya ilmu-ilmu
praktis lainnya, masih akan mengandung kontradiksi. Bila ∆∀ diambil sekecil mungkin
untuk memenuhi syarat limit, maka volume yang kecil ini mungkin hanya akan
mencakup satu atom dari benda tersebut atau hanya melulu terdiri dari rongga pori.
Selanjutnya besarnya massa m dari (1) atom ini, (2) udara dalam rongga pori, dan (3)
benda yang bersangkutan tentunya akan berbeda-beda. Dengan demikian bila ∆∀ sangat
kecil maka fungsi hubungan m=f(∀) tidak lagi kontinyu (kurvanya akan banyak
mengandung discontinuity, lihat Gambar 1-2). Sementara pada titik dimana terjadi
discontinuity, harga turunan tidak akan terdefinisi.
Berangkat dari kenyataan ini, konsep continuum mechanic melakukan pembatasan
sedemikian rupa sehingga limit dibatasi pada rentang dimana fungsi-fungsi kurva besaran
fisika tidak mengandung discontinuity.
ds( t ) = v( t ) dt → s( t ) = ∫ v( t ) dt
Dalam rumusan ini telah disubstitusikan kenyataan bahwa s=0 pada t=0. Percepatan a
didefinisikan sebagai
dv(t ) lim v( t + ∆t ) − v(t )
a (t ) ≡ =
dt ∆t → 0 ∆t
Persamaan inipun umumnya disajikan dalam bentuk integralnya dengan mengasumsikan
a sebagai besaran vektor yang tidak berubah menurut waktu, sehingga
dv( t ) = a dt
v(t ) t = 0 = a ∫ dt
t
t
v( t ) − v 0 = a t t = 0
v( t ) = v 0 + a t
Bila persamaan terakhir disubstitusikan kedalam persamaan s akan didapatkan
s( t ) = ∫ ( v 0 + a t ) dt
= v 0 ∫ dt + a ∫ t dt
= v 0 t + 12 a t 2
Kenyataan akan terjadinya penjumlahan vektor dan perkalian skalar pada rumusan ini
dapat diteliti pada contoh beikut ini.
Contoh 1: Sebuah bola dilontarkan dengan kecepatan 30 m/dt kearah z, 20 m/dt kearah
x. Angin berhembus pada arah y dengan kecepatan 1 m/dt. Bila bola
mengalami percepatan oleh angin sebesar 2 m/dt2 dan oleh gravitasi sebesar
10 m/dt2, dimana letak bola pada t=4 dt ?.
Jawab: Kecepatan awal yang dialami bola adalah v0= 20i + 1j + 30k, sedangkan
percepatannya adalah a= 0i + 2j - 10k, dengan demikian;
s = 4 (20i + 1j + 30k) + 0.5 (0i + 2j - 10k) 42
= (80i + 4j + 120k) + (80i + 16j - 80k)
= (160i + 20j + 40k)
Bila posisi ini dituliskan menurut koordinat kartesian, letak bola adalah di
titik (160, 20, 40)
Contoh 1: Berapa besar gaya yang dialami suatu benda dengan m=100 N bila
mengalami percepatan sebesar 30 m/dt2 kearah z, 20 m/dt2 kearah x didalam
medan gravitasi bumi ?.
Jawab: percepatan yang dialami benda tersebut adalah a= 20i + 30j - 10k, dengan
demikian;
F = 100 (20i + 30j - 10k)
= 2000i + 3000j - 1000k) N
yang bila dituliskan dalam bentuk komponennya menjadi Fx=2000 N,
Fy=3000 N, dan Fz=-1000 N. Besarnya (magnitude) dari resultan gaya ini
adalah F = 2000 2 + 3000 2 + ( −1000) 2
Meskipun baik F maupun s adalah besaran vektor, tetapi W adalah besaran skalar. Bila F
konstan sepanjang ds, maka integral dari perkalian skalar diatas dapat ditulis sebagai
W = F s cos α
Didalam keseharian, perumusan terakhir kerja W ini dikemukakan sebagai hasil kali s
dengan komponen F yang sejajar s.
Kenyataan bahwa kerja adalah bentuk lain dari energi dapat dilihat dari ilustrasi berikut
ini. Untuk tidak menambah kerumitan, tinjauan akan dilakukan untuk situasi dimana F
sejajar s. Karena F = ma dan s = vt − 12 at 2 , maka
W = F ds
(
= m a v t − 12 a t 2 )
= m v (a t ) − 12 m(a t )
2
= m v (v ) − 12 m(v )
2
= 12 mv 2
1.2.7. Tekanan.
Secara umum tekanan didefinisikan sebagai besarnya gaya persatuan luas sehingga secara
matematik dituliskan sebagai:
lim ∆F
p=
∆A → 0 ∆A
Tekanan dalam pengertian istilah stress (σ) adalah tekanan yang diakibatkan oleh
komponen gaya F pada arah normal, sedangakn shear (τ) adalah yang diakibatkan oleh
komponen tangensialnya. Dengan demikian;
r
lim ∆F ⋅ n
σ=
∆A → 0 ∆A
r
lim ∆F ⋅ s
τ=
∆A → 0 ∆A
r r
Dimana n dan s masing-masing adalah unit vektor pada arah normal dan tangensial
terhadap permukaan benda dimana gaya F bekerja.
Untuk kasus tekanan benda gas, gaya F adalah gaya yang ditimbulkan oleh benturan
molekul-molekul gas tersebut pada permukaan dimana tekanan tersebut diukur. Tekanan
gas akan naik dan turun selaras dengan bertambah atau berkurangnya jumlah molekul gas
yang terdapat di dalam ruang termaksud.
γ = ρg
dimana, massa jenis ρ (kg/m3), berat jenis γ (N/m3), percepatan gravitasi g (m/s2). Untuk
properti fluida air, digunakan γ sebesar 9800 N/m3 dan ρ sebesar 1000 kg/m3. Specific
gravity S merupakan rasio massa jenis substansi terhadap air pada suhu 4°C dan sering
digunakan untuk menentukan berat jenis atau massa jenis suatu fluida.
1.3.2. Viskositas
Viskositas merupakan ukuran ketahanan fluida terhadap tangensial atau tekanan geser
(shear stress), sehingga mengakibatkan terjadi interaksi dan kohesi molekul-molekul
fluida. Hubungan antara tekanan geser dan gradiasi kecepatan dapat diperoleh dengan
mempertimbangkan dua lempeng secara dekat dipisahkan dengan jarak y luas
penampang A, dan lempeng yang lebih rendah tetap, anggap gaya F dapat diterapkan
pada lempeng atas. Jika gaya ini menyebabkan unsur antara lempeng mengalami aliran
geser dengan gradien kecepatan dv/dy, unsur disebut fluida, seperti gambar berikut
Gambar 1
τ
µ=
dv / dy
dimana viskositas µ (N.s/ m2) , tegangan geser τ (N/m2), dan gradien kecepatan atau
tingkat regangan dv/dy. Kenaikan suhu akan menurunkan viskositas cairan namun tidak
dipengaruhi oleh perubahan tekanan. Sebaliknya pada gas, kenaikan suhu akan
meningkatkan viskositas gas.
pπR 2 = 2πRσ
2σ
∴p=
R
Fluida Statis secara prinsip diartikan sebagai fluida yang berada dalam fase tidak
bergerak (fluid at rest) atau fluida dalam keadaan bergerak namun tidak terdapat
perbedaan kecepatan antar partikel fluida tersebut. Dapat dikatakan juga bahwa partikel-
partikel fluida tersebut bergerak dengan kecepatan seragam sehingga tidak memiliki gaya
geser. Suatu kondisi di mana fluida beristirahat dalam kesetimbangan stabil. Dalam ilmu
keairan, fluida statis sering disebut sebagai hidrostatis (hydrostatic).
Karena sifat dasar fluida, fluida tidak bisa tetap diam dalam kondisi adanya tegangan
geser. Namun, fluida dapat mengerahkan tekanan normal ke bidang kontak permukaan.
Jika titik dalam fluida dianggap sebagai kubus yang sangat kecil, maka berdasarkan
prinsip-prinsip keseimbangan, bahwa tekanan pada setiap sisi unit (kubus) fluida ini
harus sama (lihat gambar 2.1.a). Jika ini tidak terjadi, fluida akan bergerak ke arah gaya
yang dihasilkan atau gaya yang dominan. Sebagai contoh adalah fluida yang berada
dalam bejana dimana fluida mengalami gaya-gaya yang seimbang sehingga fluida
tersebut tidak mengalir/bergerak. Gaya dari sebelah kiri diimbangi dengan gaya dari
sebelah kanan, gaya dari atas ditahan dari bawah. Fluida yang massanya m menekan
dasar bejana dengan gaya sebesar mg. (gambar 2.1.b). Gaya ini tersebar merata pada
seluruh permukaan dasar bejana.
(a) (b)
Gambar 2.1. Ilustrasi fluida sebagai unit kubus
Selama fluida itu tidak mengalir (dalam keadaan statis), pada fluida tidak ada gaya
geseran sehingga hanya melakukan gaya ke bawah akibat berat fluida tersebut. Jika tidak
II-1 of 10
ada gerakan relatif (no relative motion), maka tidak terdapat tegangan geser, karena
du
gradien kecepatan seperti , diperlukan untuk menghadirkan gaya geser.
dy
Dengan demikian, tekanan pada fluida diam (fluid at rest) adalah isotropik, yaitu, ia
bekerja/bergerak dengan magnitut yang sama ke segala arah. Karakteristik ini
memungkinkan fluida untuk mengirimkan kekuatan melalui panjang pipa atau tabung,
yaitu, kekuatan yang diterapkan pada fluida dalam pipa ditransmisikan, melalui fluida, ke
ujung pipa. Prinsip ini pertama kali dirumuskan (dalam bentuk yang sedikit diperpanjang)
oleh Blaise Pascal, dan sekarang disebut sebagai Hukum Pascal.
Contoh fluida diam secara sederhana lainnya adalah air pada waduk atau bendungan yang
menekan dinding bendungan (gambar 2.2). Sedangkan contoh fluida statis yang tidak
sederhana adalah air sungai yang memiliki kecepatan seragam pada tiap partikel di
berbagai lapisan dari permukaan sampai dasar sungai.
Sifat fisis fluida dapat ditentukan dan dipahami lebih jelas saat fluida berada dalam
keadaan diam (statis). Sifat-sifat fisis fluida statis yang termasuk didalamnya di antaranya
adalah massa jenis, tekanan, tegangan permukaan, kapilaritas, dan viskositas.
II-2 of 10
2.2. P ERSAMAAN TEKANAN
dx dz
Px dz Ps ds sin( ) = ax
2
dz
karena sin() =
ds
dx dz
maka Px dz Ps dz = ax
2
Px Ps = 12 dx a x [2-1a]
II-3 of 10
dan [2-1b] sedemikian rupa sehingga dx dan dz limit mendekati nol. Dengan melakukan
hal ini, persamaan [2-1a] menjadi
Px Ps = lim 12 dx a x
dx 0
=0
atau Px = Ps. Dan persamaan [2-1b] menjadi
Pz Ps = lim 12 dzg a x
dz 0
=0
sehingga Px = Py = Ps [2-2]
Dari sini dapat disimpulkan bahwa tekanan fluida pada suatu titik tidak tergantung dari
arahnya.
Besar tekanan di definisikan sebagai gaya tiap satuan luas. Apabila gaya sebesar F
bekerja secara tegak lurus dan merata pada permukaan bidang seluas A, tekanan pada
permukaan itu dapat di rumuskan sebagai berikut:
F = ( ) a
p
dx dy dz = dx dy dz a x
x
p
dy dx dz = dx dy dz a y
y
p
dz dx dy = dx dy dz a z g
z
atau
II-4 of 10
p
= ax
x
p
= ay
y
p
= a z g
z
dp = ax dx a y dy az g dz [2-3]
Berdasarkan rumusan diatas terlihat bahwa tekanan di suatu titik dapat diketahui
besarnya hanya dalam bentuk relatif terhadap titik lain. Dengan demikian, penerapan
tipikal rumus diatas adalah untuk kasus mencari besarnya tekanan di suatu titik, sebutlah
titik A misalnya, berdasarkan besarnya tekanan di titik lain yang diketahui (titik B
misalnya). Jadi untuk mencari pA bila pB diketahui adalah seperti contoh berikut ini.
Untuk menyederhanakan masalah, disini dapat dianggap ax = a y = az = 0 .
dp = g dz
pA zA
pB
dp = g dz
zB
p A p B = g z B z A
atau
p A = pB g z B z A [2-4]
II-5 of 10
Titik yang diketahui tinggi tekanannya ini disebut titik referensi tekanan. Didalam
penerapan praktis lapangan, titik referensi tekanan adalah titik permukaan air laut.
Tekanan udara (atmospheric pressure) di titik ini, dipakai sebagai titik nol skala tekanan.
Pengertian “tekanan diatas permukaan air laut”, selanjutnya diuraikan lebih jauh, menjadi
tekanan udara di ruang terbuka dimanapun di permukaan tanah. Sehingga akhirnya,
tekanan udara di ruang terbuka dimanapun di permukaan tanah secara praktis dikatakan
sama dengan nol. Bila aturan kesepakatan ini dipakai, maka tekanan di titik sembarang
yang terletak pada datum (elevasi z) adalah
p ( z ) = g H z [2-5]
Disini, H adalah elevasi muka air dimana tekanan dianggap sama dengan nol. Selanjutnya
bila h(z) = H-z, maka
p( z ) = g h( z ) [2-6]
Contoh-contoh soal:
1. Jika diketahui tekanan udara luar 1 atm dan g = 10 m/s2, tentukanlah tekanan total
di bawah permukaan danau pada kedalaman:
a. 10 cm,
b. 20 cm, dan
c. 30 cm.
Pembahasan:
II-6 of 10
(ditambah contoh dari Bismi)
Dalam hidrostatika, tekanan air pada bidang selalu tegak lurus pada bidang tersebut,
karena tidak adanya gaya geser (gaya tangensial) τ = μ dv/dy = 0, jadi hanya tinggal gaya
normal yang tegak lurus bidang saja (Gambar 2.4).
Berdasarkan definisinya, tekanan p adalah
lim F dF
p= =
A 0 A dA
sehingga
F = p dA
F = p( x, y ) dx dy
dimana
p(x,y) = rgh(x,y)
II-7 of 10
2.5. GAYA APUNG
Prinsip Archimedes
Dalam kehidupan sehari-hari, kita akan menemukan bahwa benda yang dimasukan ke
dalam fluida seperti air misalnya, memiliki berat yang lebih kecil daripada ketika benda
tidak berada di dalam fluida tersebut. Lebih sulit mengangkat sebuah batu dari atas
permukaan tanah dibandingkan mengangkat batu yang sama yang diangkat dari dasar
kolam. Hal ini disebabkan karena adanya gaya apung. Gaya apung terjadi karena adanya
perbedaan tekanan fluida pada kedalaman yang berbeda, dengan berprinsip bahwa
tekanan pada fluida bertambah terhadap kedalaman. Semakin dalam fluida (zat cair),
semakin besar tekanan fluida tersebut. Ketika sebuah benda dimasukkan ke dalam fluida,
maka akan terdapat perbedaan tekanan antara fluida pada bagian atas benda dan fluida
pada bagian bawah benda. Fluida yang terletak pada bagian bawah benda memiliki
tekanan yang lebih besar daripada fluida yang berada di bagian atas benda. (Gambar 2.5)
Pada gambar di atas, tampak sebuah benda melayang di dalam air. Fluida yang berada
dibagian bawah benda memiliki tekanan yang lebih besar daripada fluida yang terletak
pada bagian atas benda. Hal ini disebabkan karena fluida yang berada di bawah benda
memiliki kedalaman yang lebih besar daripada fluida yang berada di atas benda (h2 > h1).
Besarnya tekanan fluida pada kedalamana h2 adalah:
II-8 of 10
Besarnya tekanan fluida pada kedalamana h1 adalah:
Dimana:
F2 = gaya yang diberikan oleh fluida pada bagian bawah benda,
F1 = gaya yang diberikan oleh fluida pada bagian atas benda, dan
A = luas permukaan benda
Selisih antara F2 dan F1 merupakan gaya total yang diberikan oleh fluida pada benda,
yang lebih dikenal dengan istilah gaya apung. Besarnya gaya apung adalah:
Keterangan :
g = percepatan gravitasi
V = volume benda yang berada di dalam fluida
Karena
Maka persamaan yang menyatakan besarnya gaya apung (Fapung) di atas menjadi:
II-9 of 10
wF = berat fluida yang memiliki volume yang sama dengan volume benda yang tercelup.
Berdasarkan persamaan di atas, dapat dikatakan bahwa gaya apung pada benda sama
dengan berat fluida yang dipindahkan. Ingatlah bahwa yang dimaksudkan dengan fluida
yang dipindahkan di sini adalah volume fluida yang sama dengan volume benda yang
tercelup dalam fluida.
II-10 of 10
3. PERSAMAAN DASAR G ERAK FLUIDA
3.1. P ENGERTIAN DASAR
Acap kali, secara mudah dikatakan bahwa yang melintas adalah “partikel” fluida. Fluida
dikatakan bergerak bila partikel fluida tersebut mempunyai kecepatan relatip terhadap
wadah dimana fluida tersebut terletak. Tetapi sebenarnya istilah partikel hanyalah dipakai
untuk dapat membayangkan fisik suatu fluida dalam satu kesatuan volume yang kecil
sekali. Sedemikian kecilnya, sehingga dapat dianggap sebagai satu buah “butiran”
dimana butiran ini masih memiliki sifat dan properti yang sama dengan fluida
bersangkutan. Pengertian kata partikel berbeda dengan pengertian molekul atau atom.
Tidak seperti molekul atau atom, yang secara teoritis adalah benda nyata, maka partikel
hanyalah gambaran khayal butiran fluida. Pada kenyataannya, secara fisik, tidaklah
mungkin memisahkan atau mengidentifikasikan satu butir partikel air dari segelas air
misalnya. Dengan demikian tidaklah mudah mngidentifikasikan “lintasan suatu partikel
fluida”.
Usaha untuk mengidentifikasikan lintasan partikel fluida telah banyak dilakukan. Hasil
potret lintasan yang dibentuk oleh partikel zat warna yang bergerak bersama air yang
bergelombang dalam suatu aquarium akan membentuk elips atau lingkaran (garis lintasan
hasil pemotretan ini disebut path line). Padahal, menurut kepentingan ilmu hidrolika, air
dalam aquarium dikategorikan sebagai tidak bergerak dalam pengertian tidak mengalir.
III-1 of 35
pada beberapa bagian perumusan matematis gerak fluida, tetapi tetap dirasakan perlu
adanya konsep alternatip yang dapat menggambarkan gerak dalam konteks makroskopis.
Untuk kepentingan praktis ilmu hidrolika diperlukan suatu konsep V yang mampu
menggambarkan kecenderungan arah dan intensitas gerak aliran fluida secara umum.
Untuk ini, yang memadai adalah konsep Lagrangian.
Gambar 3-1: Medan kecepatan (velicity field) pada suatu t tertentu dan garis arus
(stream line) yang digambar berdasarkan pola medan kecepatan.
1) Kecepatan lebih dilihat sebagai properti milik suatu titik dari pada milik suatu
partikel. Disini perumusan kecepatan menurut fungsi ruang dan waktu bebentuk V(x,
y, z, t) diartikan sebagai: “V adalah kecepatan partikel manapun (dan bukan kecepatan
sebuah partikel tertentu) yang melintas di titik (x, y, z) pada t tertentu”. Akibatnya,
pengertian V/t harus dipandang sebagai, sesuai dengan Gambar 3-1, selisih
III-2 of 35
kecepatan partikel B yang melintasi titik Q(xQ, yQ, zQ) pada saat t+t terhadap
kecepatan partikel A yang melintasi titik tersebut pada saat t. Jadi tidak diperdulikan
bahwa partikel yang melintas pada saat t+t dan t adalah partikel yang berbeda.
Secara matematis ini dirumuskan sebagai:
V VB ( x Q , y Q , z Q , t t ) V A ( x Q , y Q , z Q , t )
tlim
0
t t
yang apabila notasi ruang (x Q, yQ, zQ) tidak dituliskan akan menjadi
V V B (t t ) V A ( t )
tlim 0
t t
z
lintasan
partikel A
Q VB ( xQ , yQ , zQ , t t )
VB ( x p , y p , z p , t ) VA ( xQ , yQ , zQ , t)
x
P
lintasan
partikel B V A ( x, y, z, t t )
y
Gambar 3-2: Partikel B berada di titik P pada saat t dan di titik Q pada saat t+t.
Partikel A berada di Q pada saat t dan telah menjauhi titik ini pada saat t+t.
Formulasi diatas jelas sangat berbeda dengan percepatan menurut konsep Eularian,
dimana kecepatan dan percepatan adalah properti partikel dan bukan properti ruang.
Dengan demikian, didalam konsep Eularian, percepatan V/t adalah perbedaan
kecepatan partikel tertentu dari waktu ke waktu. Dengan demikian, dapat ditulis
misalnya :
V V A (t t ) V A (t )
tlim
0
t t
III-3 of 35
Perubahan kecepatan yang mengubah arah juluran daun ini dari waktu ke waktulah
yang disebut sebagai V/t.
3) Kecepatan (V) dipandang sebagai flux (q). Kecepatan V tidak dikonsepkan sebagai
jarak yang ditempuh tiap satuan waktu (sehingga tidak perlu memasalahkan lintasan),
tetapi kecepatan dikonsepkan identik dengan flux atau intensitas dari suatu medan
vektor. Pengertian ini selaras dengan pemakaian flux untuk mendefinisikan intensitas
arus elektron dalam medan listrik, intensitas kerapatan gelombang dalam medan
cahaya, ataupun intensitas kekuatan gaya magnet dalam medan magnet. Pola arsiran
yang dibentuk oleh daun daun ini dibidang dasar laut adalah gambaran pola arah
aliran air, yang dengan demikian juga menggambarkan arah medan kecepatan di
setiap titik di dasar laut. Dengan demikian, kecepatan suatu fluida sebagai besaran
flux, didefinisikan sebagai:
Banyaknya volume fluida () yang mengalir menembus
suatu penampang yang luasnya sebesar satu satuan luas
selama satu satuan waktu.
Secara matematis ini ditulis sebagai:
lim t
V A 0
t 0 A
Besaran /t acap kali disebut sebagai debit (discharge, flow rate) dan dinotasikan
dengan lambang Q. Berangkat dari definisi inilah, dengan mengabaikan tanda limit,
perumusan Q = V.A diturunkan. Selain itu, suku Q/A sering disebut sebagai specific
discharge dan dinotasikan dalam q, sehingga pada dasarnya Vq.
III-4 of 35
Menurut Potter et. al (2012), aliran inviscid dapat diklasifikasikan kembali menurut lokasi
keberadaannya. Pertama, aliran eksternal yaitu aliran yang timbul pada eksterior suatu
bentuk benda terutama pada yang berbentuk garis arus (streamline) semisal aliran yang
melingkupi sayap pesawat atau sirip kapal. Dan yang kedua, lapisan pembatas atau
boundary layer yaitu efek viskositas yang timbul dan tertekan membentuk lapisan tipis
pada suatu permukaan benda seperti pada gambar ini.
Kecepatan dalam lapisan pembatas selalu nol pada tepat di permukaan dinding akibat
gesekan antara fluida dengan dinding sebagai hasil efek viskositas. Tebal lapisan
pembatas dapat sedemikian tipis sehingga dapat diabaikan pada saat mempelajari
karakter aliran sekeliling beda yang berbentuk garis arus.
Aliran viscous memperhitungkan efek viskositas fluida, termasuk ke dalam kelas aliran
internal seperti aliran dalam pipa dan aliran di saluran terbuka. Efek viskositas
menimbulkan kehilangan energi sepanjang penjalaran fluida sebagai contoh kehilangan
tekanan dalam jaringan pipa minyak dan gas. Keadaan disebut no-slip condition di mana
kecepatan air tepat pada dinding adalah nol dan tegangan gesernya menghasilkan
kehilangan energi.
=0
Aliran termampatan semisal aerodinamika pesawat kecepatan sangat tinggi, aliran udara
mesin jet, aliran uap melalui turbin pembangkit, aliran udara dalam kompresor, dan aliran
campuran udara-gas dalam mesin pembakaran internal.
Gambar Aliran udara di sekeliing sayap pesawat (Oertel (ed.) et. al 2004)
III-6 of 35
3.1.2.3. Aliran Steady dan Unsteady.
Aliran steady (tunak) tidak tergantung waktu di titik acuan tertentu dan hanya merupakan
fungsi ruang di mana = ( , , ), dan untuk properti fluida secara matematis
didefinisikan sebagai berikut untuk kecepatan, tekanan dan kerapatan
=0, = 0, dan =0
Aliran non-uniform (tak-seragam) adalah di mana kecepatan dan properti fluida lainnya
merupakan fungsi terhadap luas penampang. Perubahan profil kecepatan aliran berubah
sesuai akibat perubahan geometri dan gaya gesek antara fluida dan dinding.
Namun demikian, secara umum untuk penyederhanaan, variabel ruang diubah menjadi
bidang dua dimensi (2D) atau panjang satu dimensi (1D). Aliran yang melalui bendungan
III-7 of 35
lebar, sebagai contoh, meskipun aliran 3D tetapi dapat diasumsikan sebagai aliran 2D
karena dimensi ke arah lebar seragam sehingga dapat diperhitungkan hanya ke arah
memanjang dan ketebalan aliran. Sedangkan aliran 1D hanya memperhitungkan satu
varibel seperti aliran di antara pelat, di mana vektor kecepatan hanya merupakan fungsi
dari jarak antar pelat, = ( ).
Seperti dikemukakan diatas, mekanika fluida adalah ilmu yang mendalami sifat materi
yang bergerak sesuai dengan konsep flux. Didalam analisanya, sebagaimana cabang ilmu
fisika lainnya, untuk menyajikan hubungan sebab-akibat dari kejadian-kejadian alam
dipakai simbol dan kaidah matematika. Operasi matematika terpenting yang dipakai
adalah diferensial dan integral.
Hukum kekekalan massa misalnya, yang didefinisikan sebagai laju perubahan massa (m)
menurut waktu (t) sama dengan nol, dituliskan secara ringkas menurut simbol dan kaidah
matematik sebagai:
Dm
0
Dt [3-1a]
dimana notasi D melambangkan operasi derivatif. Karena m maka Dm D( ) ,
D
d 0
Dt
Volume disini adalah volume dari system yang terdiri dari sekelompok materi yang
tetap (pedekatan system secara Langrangian). Untuk menandai ini maka diberi indeks
SYS dan turunan dengan huruf D, sehingga
D
[3-1b]
Dt SYS
d 0
Tinjauan derivatif dan integrasi yang dilakukan terhadap sekelompok materi yang
bergerak mengalir sulit dilakukan, karena hampir tidak mungkin untuk menetapkan
SYS(t+t) yang berisi materi-materi yang berasal dari angauta kelompok SYS(t)
III-8 of 35
mengingat tiap-tiap individu materi (molekul) masing-masing akan bergerak pada arah
yang acak.
Tinjauan derivatif dan integrasi akan lebih mudah bila dilakukan terhadap dalam arti
volume dari suatu ruang yang tetap ( CV) dan bukan terhadap SYS dalam arti volume
dari sekelompok materi yang tetap.Volume ruangan ini disebut sebagai volume dari
ruang tinjauan (control volume disingkat CV). Pendekatan ini disebut sebagai pendekatan
Eularian. Transformasi dari pendekatan system Langrangian menjadi pedekatan control
volume menurut Eularian adalah sebagai berikut.
G’
A
G
B C SY S ( t t )
B’
F’
B
A F
SYS (t)
t ) CV
C’
E
C
Sekelompok materi pada saat t menempati ruang yang dibatasi garis yang melalui titik-
titik ABCEFGA pada gambar diatas. Volume dari kelompok materi inilah yang disebut
sebagai SYS(t), sementara volume dari ruang yang ditempati kelompok materi ini
dinotasikan sebagai CV. Disini jelas terlihat bahwa SYS(t) = CV.
Pada saat t+t, anggaplah bahwa kelompok materi yang tadinya berada dalam ruang CV
bergerak dan menempati ruang AB’C’EF’G’A. Volume kelompok materi di tempat yang
baru ini dinotasikan sebagai SYS(t+t).
III-9 of 35
D SYS SYS (t t ) SYS (t )
tlim
0
Dt t
Dari gambar diatas terlihat bahwa
SYS(t) = A(t) +B(t),
sementara SYS(t+t) = B(t+t) + C(t+t).
*****
Sehingga persamaan terakhir ini menjadi
D SYS
tlim
B (t t ) C (t t ) A (t ) B (t )
Dt 0 t
atau
D SYS B (t t ) C (t t ) A (t ) B (t )
lim
Dt t 0 t
yang dapat dimanipulasi secara aljabar menjadi
D SYS B (t t ) C (t t ) A (t ) B (t ) A (t t ) A (t t )
lim
Dt t 0 t
dan diubah susunannya menjadi
D SYS B (t t ) A (t t ) B (t ) A (t )
lim
Dt t 0 t
( t t ) ( t t )
lim C A
t 0 t
atau
D SYS B (t t ) A (t t ) B (t ) A (t )
tlim
0
Dt t
C (t t ) A (t t )
tlim
0 t
Mengingat bahawa B+ A = CV maka
D SYS CV (t t ) CV (t )
tlim
0
Dt t
(t t ) A (t t )
tlim
0
C
t
sehingga
D SYS dCV C (t t ) A (t t )
lim [3-2]
Dt dt t 0 t
III-10 of 35
A
G
B
B
F
E
C
Dari gambar diatas terlihat bahwa C(t+t) adalah total flux yang mengalir keluar CV
menembus luas bidang garis EFGA selama selang waktu t. Bila luas bidang EFGA
adalah A1, flux yang menembus bidang ini selama t adalah V , dan unit vektor pada arah
normal bidang ini adalah n , maka total flux selama t adalah
C (t t ) t V n dA1
A1
Selaras dengan pemikiran diatas, C(t+t) adalah total flux yang masuk kedalam CV
menembus luas bidang garis ABCE selama selang waktu t. Bila luas bidang EFGA
adalah A2, maka
A (t t ) t V n dA2
A2
Mengingat bahwa luas bidang EFGA (luas A1) ditambah ABCE (luas A2)adalah luas
seluruh permukaan CV (sebutlah sebagai ACV) maka
C (t t ) A (t t ) t V n dA1 t V n dA2
A1 A2
t V
n dACV
ACV
t V n dA
ACV
CV
Bila hasil terakhir ini disubstitusikan kedalam persamaan [3-2] maka akan didapatkan
III-11 of 35
D SYS dCV
t n dA
V CV
tlim
ACV
0
Dt dt t
dCV
dt t 0
lim V n dACV
ACV
dCV
dt
V n dACV
ACV
Dengan demikian transformasi dari bentuk derivatif dengan pendekatan system kedalam
bentuk derivative menurut pendekatan control volume adalah
D d
Dt SYS
d
dt CV
d V
n dA
ACV
[3-1a] menjadi
D
d 0
Dt
Volume disini adalah volume dari system yang terdiri dari sekelompok materi yang
tetap (pedekatan system secara Langrangian). Untuk menandai ini maka diberi indeks
SYS sehingga
D
d 0 [3-1b]
Dt SYS
III-12 of 35
Bentuk perumusan sesuai persamaan [3-3] dikenal sebagai Reynolds transport theorem.
Transformasi persamaan kekekalan massa [3-1b] sesuai dengan persamaan [3-3] akan
menghasilkan
d
dt CV n dACV 0
d CV V
ACV
atau
d
dCV V n dACV [3-4]
dt CV ACV
III-13 of 35
3.2.2. Contoh-contoh Penerapan
CONTOH 1
Carilah hubungan antara dh dengan V dan Q pada situasi dibawah ini.
Luas = A3
a l
Luas = A1 dh
c b
V1 h(t)
d e k j
Q2 h(t+dt)
h i
f g
(a) (b)
Pada gambar diatas, gambar (a) adalah situasi pada saat t dan gambar (b) pada saat t+dt.
Besarnya V1 dan Q 2 adalah konstan menurut t. Ruang yang dibatasi oleh bidang
“abcdefghijkl” dipilih sebagai control volume. Penerapan
d
dCV V n dACV [3-5]
dt CV ACV
adalah sebagai berikut. Pertama mari kita perhatikan suku di sebelah kiri tanda sama
dengan. Disini volume CV A3 h (t ) , sehingga
d d
dCV d A3 h
dt CV dt
Disini
d A3 h dA dh
h 3 A3
dt dt dt
Tetapi karena luas A3 tidak berubah menurut t, maka
d A3 h dh
A3
dt dt
sehingga
III-14 of 35
d d
dCV d A3 h
dt CV dt
d
A3 dh
dt
Selanjutnya karena dan A3 bukan merupakan fungsi h, maka
d
d
d A3 dh
dt CV
CV
dt
d d dh
maka d A
dt CV
CV 3
dt
d dh
atau
dt CV
d CV A3
dt
[3-6]
Perlu dicatat bahwa notasi
n dACV yang terdapat pada suku disebelah kanan
V
ACV
persamaan [3-5] harus diinterpretasikan sebagai; jumlah total harga V n yang bekerja
diseluruh bidang permukaan control volume ACV. Tentunya, V n hanya akan
mempunyai harga apabila V 0 . Dari gambar diatas terlihat bahwa aliran air V
menembus permukaan control volume hanya pada bidang cd dan ij saja. Bidang lainnya
adalah dinding ataupun lubang tetapi tidak ada aliran massa airnya (bidang Al ). Dengan
demikian
V n dA
ACV
CV
V1 n1 dA1 V2 n2 dA2 [3-7]
Vektor satuan n adalah vektor yang besarnya satu satuan dan tegak lurus permukaan A
mengarah keluar ruang control volume, seperti terlihat pada gambar berikut ini.
III-15 of 35
n3
n1
V1
V2
n2
Dengan demikian
V1 n1 V1 n1 cos(180)
V1 (1) cos(180)
V1 (1) ( 1)
V1
Demikian pula V2 n2 V2 n2 cos( 0) V2 . Disini tanda absolut menandakan bahwa
vektor tersebut hanya diperhatikan besarnya saja dan arahnya diabaikan. Artinya besaran
vektor tersebut hanya akan dipandang sebagai besaran skalar. Untuk menyederhanakan
penulisan, harga skalar dari besaran vektor tidak akan dituliskan memakai tanda absolut.
Dengan mengikuti kaidah notasi ini dan menyelesaikan harga-harga perkalian skalar (dot
product) yang ada, persamaan [3-7] menjadi
n dACV V1 dA1 V2 dA2
V
ACV
Bila besarnya kecepatan V1 adalah sama di seluruh permukaan A1 dan demikian pula V2
di permukaan A2, maka
V n dA
ACV
CV V1 dA1 V 2 dA2
V1 A1 V2 A2
V1 A1 Q2
Bila hasil terakhir ini dan persamaan [3-6] dimasukkan kembali ke persamaan [3-5],
maka
d
dt CV n dACV
d CV V
ACV
III-16 of 35
untuk kasus yang dibahas dapat disederhanakan menjadi
dh
A3 V1 A1 Q2
dt
dh 1
Q2 V1 A1
dt A3
dh 1
atau Q2 V1 A1
dt A3
CONTOH 2
Karena Qi Ai Vi maka hasil penurunan Contoh 1 diatas, dapat disajikan dalam bentuk:
dh
AR A i Vi
dt
dh
atau AR Qi [3-8]
dt
dimana tanda dibutuhkan untuk mengakomodasikan arah aliran V. Arah ini ditetapkan
relatif terhadap ruang control volume. Misalnya arah masuk adalah positip dan keluar
adalah negatip atau sebaliknya. Rumusan persamaan [3-8] menyatakan bahwa hanya
tinggi air dalam reservoir h saja yang berubah menurut waktu, sedangkan luas permukaan
AR adalah tetap menurut t. Rumusan ini dapat dibuat lebih berlaku umum menjadi
d AR h
Qi
dt
Dan bila (A R h) dikembalikan menjadi sekedar volume maka bentuk
d
d n dACV
V
dt CV
CV
ACV
CONTOH 3
Sederhanakan persamaan [3-4] sesuai dengan kondisi pada percabangan T berikut ini
A3 A2
V3 V2
A1
V1
A3 A2
V3 V2
A1
V1
Perhatikan bahwa bentuk ruang control volume tidak perlu harus ketat mengikuti bentuk
benda yang ditinjau. Disini dipilih bentuk yang sederhana saja yaitu bentuk persegi
empat. Perlu ditekankan bahwa integrasi dA 0 hanya pada perbatasan ruang control
volume yang ditembus oleh V saja, sehingga
III-18 of 35
d
d n dA
V
dt CV ACV
[3-9]
V1 dA V2 dA V3 dA
A1 A2 A3
Bila V uniform di masing-masing A dan masa jenis konstan menurut ruang dan waktu,
maka suku di sebelah kanan tanda sama dengan menjadi
V1 dA V2 dA V3 dA V1 A1 V2 A2 V3 A3
A1 A2 A3
V1 A1 V2 A2 V3 A3
dan suku disebelah kiri tanda sama dengan menjadi
d d
d CV
dt CV dt
III-19 of 35
CONTOH 4
Sederhanakan persamaan [3-4] untuk situasi saluran terbuka seperti tergambar berikut ini:
y1
V2
B1 V1
B2
y2
dx
Ruang control volume dipilih sedemikian rupa sehingga bila digambarkan potongan
memanjangnya akan terlihat seperti gambar berikut.
V2
y2 y1
V1
dx
d
dt CV
d V1 dA V2 dA
A1 A2
d
d dx B dy B1 V1 dy B2 V2 dy
dt y y1 y2
III-20 of 35
d dx B y
B1 V1 dy B2 V2 dy
dt y1 y2
dy
dx B Q1 Q2
dt
dy
dx B dQ
dt
dy dQ
B
dt dx
Sehingga
dy dQ
B 0
dt dx
atau
dy d B V y
B 0
dt dx
dy d V y
B B 0
dt dx
dy dy dV
V y 0
dt dx dx
III-21 of 35
CONTOH 5
qz
qy
q
qx dx
x
qx
q y
qy dy
y qz
qz dz
z
d
d n dA
V
dt CV ACV
d n q
q x q x x dx dy dz
dt x
q y
q y q y dy dx dz
y
q
q z q z z dz dx dy
z
d n q q y q z
x dx dy dz
dt x y z
d n q q y q z
x
dt x y z
dn d q q y q z
n x
dt dt x y z
III-22 of 35
dn d h
n Ss
dt dt t
dan menurut hukum Darcy
h
q i ki
xi
sehingga
h h h h
Ss kx k y kz
t x x y y z z
Dari urian sebelumnya, telah diperlihatkan bahwa transformasi besaran massa dari
pendekatan sistem (Lagrangian) kedalam pendekatan control volume (Eularian) secara
matematis dituliskan sebagai:
D d
d d V n dA
Dt system dt cv scv
sehingga bila persamaan energi diatas dituliskan menurut kaidah control volume akan
menjadi:
III-23 of 35
d
Q W e d e V n dA
dt
cv scv
III-24 of 35
2
Q shear W shaft d V g z u d
scv
pV n dA W
dt cv 2
V 2
g z u V n dA
scv
2
Atau:
d V 2 V 2 p
W shear W shaft V n dA
dt cv 2 2 gz
g z d
scv
d
u d u V n dA Q
dt cv scv
Bila dianggap tidak perlu untuk membedakan mana sumbangan energi oleh faktor Q dan
mana yang akibat faktor u (sebagaimana umumnya pada penerapannya di bidang
hidrolika teknik sipil), maka energi yang dipengaruhi oleh faktor-faktor tersebut dapat
dikumpulkan menjadi satu kedalam kelompok kehilangan energi (energy losses).
Sehingga:
d
elosses u d u V n dA Q
dt cv scv
Dengan demikian, persamaan energi dituliskan sebagai:
d V 2 V 2 p
V n dA W shear W shaft elosses 0
dt 2
g z d 2 g z
cv scv
Perlu dicatat bahwasannya persamaan ini adalah persamaan skalar, sehingga arah
kecepatan relatip terhadap sumbu cartesian tidak mempengaruhi tanda positip atau
negatip dari V. Tetapi arah kecepatan relatip terhadap domain dari control volume, akibat
adanya suku V n , akan menentukan positip atau negatipnya V. Karena vektor normal n
selalu mengarah ke arah
luar domain, maka kecepatan ke arah “masuk” ke dalam domain
akan menghasilkan V n V dan yang sebaliknya V n V .
1. Sederhanakan persamaan di atas untuk kasus aliran di bawah pintu air tergambar, bila
pemakaian asumsi-asumsi berikut ini dianggap cukup realistis:
a) steady flow
b) W shear W shaft 0
c) Variasi V pada domain luas A diabaikan
III-25 of 35
F E
h1 c.v.
D C
h2
A B
Penyelesaian:
d V 2
Karena asumsi (a) maka g z d 0 . Dengan memperhatikan hal ini
dt cv 2
ditambah dengan asumsi (b) maka persamaan energi disederhanakan menjadi:
V 2 p
2 g z V n dA elosses 0
scv
Pada bidang-bidang batas control volume AB, CD, DE, dan EF tidak ada aliran
fluida. Maka, pada bidang-bidang ini, kecepatan V sama dengan nol. Sehingga
harga V n dan juga hasil integrasinya akan sama dengan nol. Dengan demikian,
yang perlu diperhatilan hanyalah tinggal bidang-bidang AF dan BC. Harga V n
pada bidang AF adalah negatip dan pada BC positip.
III-26 of 35
zC
V (z)2 p( z )
0 gz V (z ) L dz
zB 2
zF
V (z)2 p( z )
gz V (z ) L dz
zA 2
elosses
Disini kecepatan ditulis sebagai V(z) untuk menunjukkan bahwa variabel ini
besarnya bervariasi menurut letaknya di dalam ruang. Apabila variasi kecepatan di
dalam masing-masing penampang jauh kecil
dari pada variasinya antar penampang, maka variasi di dalam penampang dapat
diabaikan tetapi variasi antar penampang tetap harus diakomodasi.
Disini perlu ditekankan bahwa penerapan asumsi aliran uniform, yang menyatakan
bahwa kecepatan tidak tergantung dari letak titik di dalam ruang, dilakukan hanya
seperlunya untuk menjaga agar persamaan yang dihasilkan tetap memberikan hasil
perhitungan yang sedekat mungkin dengan kenyataan.
Seperti halnya pada kecepatan, tekanan statis juga bervariasi menurut ruang,
dimana pada arah vertikal adalah p(z)=g (z muka-air - z). Bila anggapan mengenai
kecepatan dan tekanan statis dimasukkan ke dalam persamaan, akan didapatkan:
zC 2 zC 2
V BC p( z ) VBC g ( zC z )
z 2
g z V BC L dz V BC L gz dz
B
z B
2
zC
V 2
V BC L BC gzC dz
zB
2
z
V 2 C
BC gzC V BC L dz
2 zB
V 2
BC gzC VBC L zC z B
2
Dengan manipulasi yang sama:
zF
V 2 p( z ) 2
V AF
V AF L AF g z V AF L dz gz F V AF L z F z A
zA
2 2
sehingga persamaan energi dapat ditulis sebagai:
2
VBC V 2
gzC VBC L zC z B AF gz F V AF L z F z A elosses 0
2 2
III-27 of 35
Perlu dicatat bahwa VBCL(zC-z B) adalah volume sistem yang meninggalkan control
volume melalui penampang BC. Lebih jauh, bila volume dikalikan dengan massa
jenis akan didapatkan massa air yang meninggalkan control volume. Hal yang
identik berlaku untuk VAFL(zF-zA), suku ini adalah massa sistem yang masuk ke
dalam control volume. Berdasarkan hukum kekekalan massa, agar massa di dalam
control volume tetap “kekal”, maka jumlah masa yang masuk harus sama dengan
masa yang keluar. Dengan demikian:
VBC L zC z B V AF L z F z A m
Dengan mendefinisikan:
elosses
hL
g m
maka persamaan energi akan menjadi:
2 2
V BC V AF
zC z F hL
2g 2g
2. Bandingkan hasil nomor (1) dengan penurunan persamaan energi yang berdasarkan
pendekatan Bernoulli
Solusi:
Hasil nomor (1) adalah:
2
V BC V 2
z C AF z F hL
2g 2g
Bila harga zC dan zF ditulis dalam zC = zC - zB + zB dan zF = zF - z A + zA maka;
2 2
V BC V AF
(zC zB ) z B ( z F z A ) z A hL
2g 2g
2
VBC p V 2 p
B z B AF A z A hL
2g 2g
Hasil manipulasi aljabar pada baris terakhir diatas identik dengan formulasi
persamaan energi menurut pendekatan Bernoulli. Hanya saja, pada persamaan hasil
(1) besarnya energi potensial dinyatakan dalam elevasi z di permukaan air (zC dan
zF), sedangkan pada Bernoulli energi potensial dinyatakan dalam p/ + z di dasar
saluran (di titik A dan titik B).
3. Perlihatkan bawa besarnya p/ + z untuk suatu penampang tertentu adalah konstan.
Solusi:
Jawaban soal ini diserahkan pada pembaca untuk latihan. Sebagai pedoman,
masalah ini dapat didemonstrasikan dengan menghitung besarnya p/ + z di
beberapa titik pada suatu bidang datar yang terendam air. Untuk memperdalam
III-28 of 35
pengertian, analisa dapat dilakukan pada bidang datar yang vertikal, horisontal, dan
miring.
Implikasi dari hal ini adalah; bila kecepatan diasumsikan sama besarnya di semua
titik di dalam suatu penampang, maka besarnya V2 /2g + p/ + z juga konstan pada
penampang tersebut. Dengan demikian persamaan energi;
d V 2 V 2 p
dt cv 2
g z
d
scv
2
g z V n dA .
W shear W shaft elosses 0
dapat disederhanakan menjadi:
d V 2 V 2 p
dt cv 2
g z
d
i
( ) Vi A i
2
gz .
W shear W shaft elosses 0
Disini i adalah adalah penampang dimana terdapat V yang menembus permukaan
control volume. Tanda tergantung dari arah kecepatan, tanda positip adalah untuk
kecepatan ke arah “masuk”. Selanjutnya, harga p/ + z untuk suatu penampang i
tertentu dapat dihitung pada titik manapun, asalkan titik ini masih terletak pada
penampang itu sendiri.
III-29 of 35
3.4. P ERSAMAAN M OMENTUM
Resultan gaya yang bekerja pada suatu system, akan sama dengan
laju perubahan per satuan waktu dari hasil kali massa dengan
kecepatan.
Seperti yang dilakukan pada persamaan energi, bila persamaan ini ditransformasikan ke
dalam kerangka berpikir control volume akan menjadi;
d
F dt V d V V n dA
cv scv
III-30 of 35
Solusi:
Sebagai domain control volume ditetapkan ruang ABCDE. Untuk situasi ini,
tinjauan secara 2-D dianggap memadai. Dengan demikian persamaan momentum
dapat dituliskan sebagai:
d
Fx V x d Vx V n dA
dt cv
scv
d
Fy V y d V y V n dA
dt cv
scv
d
dt cv
V y d 0
Mengingat bahwa V1 n AE V1 dan V2 nBC V2 , maka;
Fx V1x V1 A AE
V2 x V2 ABC [3-10]
Fy V1y V1 A AE
V2 y V2 ABC
Karena V2 x V2 cos , V2 y V2 sin , V1x V1 , dan V1y 0 maka
2 2
Fx V2 cos ABC V1 A AE
2
Fy V2 sin ABC
Penulisan p(A) menyatakan bahwa p adalah fungsi dari luas penampang. Artinya,
diakomodasikan secara matematis keadaan dimana p bervariasi menurut letaknya
didalam penampang. Bila variasi ini diabaikan maka p(A)=pAE, dimana indeks AE
menyatakan bahwa tekanan ini adalah tekanan yang terletak pada dan tegak lurus
terhadap bidang AE. Berdasarkan uraian ini maka:
F1 p( A) ni dA p AE dA p AE A AE
AE AE
Dengan jalan yang sama didapatkan F2 pBC ABC , sedangkan
F2 x p BC ABC cos dan F2 y pBC ABC sin .
III-32 of 35
dan pada arah y menjadi:
2
Ry pBC ABC V2 sin ABC
sehingga
2 2
Rx p AB AAB p BC ABC V2 cos ABC V1 A AE
2
R y V2 sin ABC pBC ABC
2
dan R Rx 2 Ry
Solusi:
Asumsi dan penurunan dilakukan
sejalan dengan soal nomor (1).
Perlu ditekankan bahwa pada penurunan diatas, bila letak titik D dipindahkan ke
titik tengah diantara A dan E, seluruh penurunan diatas tetap sama.
Menurut hukum kekekalan masa V1 A AE V2 ABC Q , dimana Q adalah debit.
Dengan demikian persamaan [3-10] dapat dituliskan sebagai;
Fx Q V2 x V1x
Q V2 cos V1
cos 1
Q2
ABC AAB
dan
Fy Q V2 y V1y
Q V2 sin
sin
Q2
ABC
sehingga
cos 1
Rx p AB AAB pBC ABC Q 2
ABC AAB
sin
Ry Q 2 p BC ABC
ABC
III-33 of 35
Bila pBC dianggap mendekati teknan atmospheric maka pBC=0 sehingga;
cos 1
Rx p AB AAB Q 2
ABC A AB
sin
Ry Q 2
ABC
Dengan demikian, gaya normal dan gaya geser yang bekerja pada masing-masing
paku keling adalah ½Rx dan ½Ry.
3. Turunkan persamaan yang menghubungkan tinggi muka air sebelum dan sesudah
terjadinya loncatan hidrolis (hydraulic jump). Asumsikan bahwa variasi kecepatan di
dalam penampang tidak berarti dibandingkan dengan variasi kecepatan antar
penampang.
Solusi:
Sebagai domain control volume ditetapkan ruang ABCD. Mengingat variasi
kecepatan di dalam penampang dapat diabaikan, maka lebar saluran ditinjau untuk
per satu satuan saja. Untuk situasi ini, tinjauan secara 2-D dianggap memadai.
Permukaan control volume yang ditembus oleh kecepatan hanyalah bidang AD dan
BC. Kedua bidang ini terletak vertikal. Dengan demikian komponen gaya dan
kecepatan pada arah y tidak ada. Dengan demikian persamaan momentum dapat
dituliskan sebagai:
d
Fx Vx d Vx V n dA
dt cv
scv
dA V V dA
V1 V1 2 2
AD AD
V A V V A V
1 1 1 2 2 2
V A V V
1 1 2 1
Perlu
dikemukakan
bahwa pada baris terakhir penurunan ini dipakai hubungan
V1 A1 V2 A2 yang berasal dari hukum kekekalan massa.
Elemen-elemen gaya F pada arah x terdiri dari resultan tekanan statis air yang
bekerja pada penampang AD dan BC, sehingga
zD
zC
Fx p( z ) nx dz p( z ) n x dz
zA zB
Bila arah n x positip diambil arah yang searah dengan arah aliran dan memasukkan
harga p(z)= g(zmuka-air - z), maka;
III-34 of 35
zD
zC
Fx p( z ) nx dz p(z ) n x dz
zA zB
zD zC
p( z ) dz p(z ) dz
zA zB
Untuk suku:
zD zD
p(z) dz g (z
zA zA
D z) dz
zD zD
g z D dz z dz
zA zA
g z D z D z A 12 z D 21 z A
2 2
g z z z
2 2 2
D D A 21 z D 12 z A
g z 2 z
2 2
1
2 D D z A z A
2
12 g z D z A
Mengingat bahwa zD-zA adalah kedalaman air y AD maka
zD
2
p(z) dz 1
2 g y AD
zA
3.5. Penutup
Pentingnya dan liku-liku penetapan cakupan control volume
III-35 of 35
4. PERSAMAAN DIFFERENSIAL
Formulasi persamaan kekekalan masa dalam bentuk differensial bisa didapatkan dengan
menerapkan persamaan integral kekekalan massa pada suatu control volume yang cukup
kecil dan diletakkan tidak menyentuh dinding sehingga harga V n di seluruh
permukaannya tidak sama dengan nol. Untuk memudahkan analisa, control volume ini
dipilih berbentuk balok dengan sisi dx, dy, dan dz dimana notasi x, y, dan z
melambangkan sumbu-sumbu pada koordinat cartesian.
Bila diterapkan pada situasi diatas, maka persamaan kekekalan massa yang semula:
d
dt n dA = 0
r d " + r V
cv scv
akan menjadi:
IV-1 of 11
d r "
+ rV ni Ai = 0 [4-1]
dt i
dimana " adalah isi total dari control volume dan integral dA pada masing-masing bidang
permukaan i akan sama dengan Ai.
Dengan menggunakan aturan rantai (chain rule) suku pertama dari persamaan [4-1] dapat
diuraikan menjadi:
d (r") ¶" ¶r
=r +" [4-2]
dt ¶t ¶t
Suku kedua persamaan [4-1] menunjukan besarnya massa yang masuk serta yang keluar
dari ruang control volume melalui bidang-bidang permukaannya. Bila Vx adalah
komponen kecepatan pada arah sumbu x masuk kedalam ruang control volume secara
tegak lurus menembus penampang ABCD, maka V n ABCD = -Vx . Dengan demikian, total
massa yang masuk melalui bidang ini adalah sebesar -rVx Ax . Pada saat keluar melalui
bidang di hadapannya (bidang EFGH), besarnya massa ini telah berubah menjadi
¶rVx Ax
rVx Ax + dx
¶x
sehingga jumlah neto massa yang masuk dan keluar control volume pada arah sejajar
sumbu x adalah sebesar:
æ ¶rV A ö
rV n Ax = -r Vx Ax + çè r Vx Ax + ¶xx x dx÷ø
x
[4-3a]
¶rVx Ax
= dx
¶x
Bila Ax dianggap tidak berubah sepanjang dx, tetapi tetap sebesar Ax = dx dz maka;
¶rV A
x rV n Ax = ¶xx x dx
¶rV x
= dx dy dz [4-3b]
¶x
¶rV x
="
¶x
Dengan cara yang sama dapat dicari jumlah neto massa pada arah sejajar sumbu y dan z,
sehingga
ç
æ ¶rV x ¶ rV y ¶rVz ö
÷
x r V n A x = "
ç ¶x
+
¶ y
+
¶z ÷
è ø [4-4]
æ ¶V ¶V y ¶V z ö æ ¶r ¶r ¶r ö
= "rç x + + ÷ + "çV x + Vy + Vz ÷
è ¶x ¶y ¶z ø è ¶x ¶y ¶z ø
Substitusi persamaan [4-2] dan [4-4] kedalam persamaan [4-1] akan menghasilkan
persamaan umum kekekalan massa dalam bentuk differensial:
IV-2 of 11
¶" ¶r æ ¶V ¶V y ¶Vz ö æ ¶r ¶r ¶rö
r +" + "rç x + + ÷ + "çVx + Vy + Vz ÷ = 0 [4-5]
¶t ¶t è ¶x ¶y ¶z ø è ¶x ¶y ¶z ø
Solusi:
Bila volume tetap dari waktu ke waktu maka:
¶"
=0
¶t
sehingga:
¶r æ ¶V ¶V y ¶Vz ö æ ¶r ¶r ¶r ö
" + "rç x + + ÷ + "çVx + Vy + Vz ÷ = 0
¶t è ¶x ¶y ¶z ø è ¶x ¶y ¶z ø
Atau
¶r æ ¶V ¶V y ¶Vz ö ¶r ¶r ¶r
+ rç x + + ÷ + Vx + Vy + Vz =0
¶t è ¶x ¶y ¶z ø ¶x ¶y ¶z
2. Turunkan persamaan [4-5] untuk suatu situasi dimana fluida yang ditinjau layak untuk
diasumsikan bersifat incompressible
Solusi:
Incompressible artinya, untuk jenis fluida yang ditinjau, perubahan kerapatan massa
r menurut ruang dan waktu kecil sekali sehingga layak untuk diabaikan. Sehingga:
¶r ¶r ¶r ¶r
= = = 0
¶t ¶x ¶y ¶z
dan persamaan [4-4] direduksi menjadi:
¶" æ ¶V ¶V y ¶Vz ö
+ "ç x + + ÷ =0
¶t è ¶x ¶y ¶z ø
IV-3 of 11
3. Persentasikan example 5.2 pp 187-188.
4. Persamaan [4-3b] menganggap Ax tidak berubah sepanjang dx. Untuk penerapan pada
alur sungai, baik lebar sungai (dy) maupun kedalaman air (dz) mungkin saja berubah
sepanjang dy. Bila air sungai dianggap incompressible fluid, turunkan persamaan
differensial kekekalan massa untuk kasus 1-D. Asumsikan lebar sungai konstan
sebesar B (sehingga dy B) dan kedalaman air sebagai h yang berubah sepanjang x
sehingga dz h(x).
Solusi:
Persamaan untuk situasi 1-D incompressible flow, bisa didapatkan dengan
mensubstitusikan persamaan [4-2] dan [4-3a] ke dalam persamaan [4-1], kemudian
mengeliminasi suku-suku yang mengandung bentuk turunan r terhadap jarak
maupun waktu. Hasilnya adalah:
¶" ¶V x Ax
+ dx = 0
¶t ¶x
¶( h B dx ) ¶V x h B
+ dx = 0
¶t ¶x
¶h ¶V x h
B dx + B dx = 0
¶t ¶x
Sehingga didapatkan
¶h ¶V ¶h
+ h x + Vx =0
¶t ¶x ¶x
Persamaan ini dikenal sebagai bagian dari persamaan Saint Venant untuk kekekalan
massa, yang merupakan dasar dari perumusan model aliran unsteady non-uniform
di saluran terbuka.
= - Fx + +
¶rV x " ¶ r 12 Vx2 Ax
dx
¶t ¶x
Atau
¶rVx " ¶rV x Ax
+ Vx dx - Fx = 0 [4-2.1]
¶t ¶x
Untuk kondisi dimana volume tidak berubah menurut waktu dan luas penampang A tidak
berubah menurut x maka persamaan di atas dapat disederhanakan menjadi:
¶V ¶V
0 = r " x + rAx dxVx x - Fx
¶t ¶x
¶V ¶V
= r " x + r "V x x - Fx
¶t ¶x
Atau
æ ¶V ¶V x ö
r" ç x + Vx ÷ - Fx = 0 [4-2.2]
è ¶t ¶x ø
Secara umum, bukan hanya untuk fluida, gaya-gaya luar F yang bekerja pada permukaan
control volume terdiri dari tegangan normal (normal stress; ditimbulkan oleh tegangan
yang arahnya tegak lurus bidang) dan tegangan geser (shear stress; ditimbulkan oleh
tegangan yang arahnya sejajar bidang) seperti tergambar:
Seperti terlihat pada gambar, tegangan dilambangkan oleh tij dimana i=x, y, z dan j=x, y,
z. Untuk tegangan normal i=j. Sedangkan untuk tegangan geser bila ij. Dengan
demikian, pada arah x, akan berlaku:
æ ¶t ö æ ¶t ö
Fx = -t xx dy dz + çt xx + xx dx ÷ dy dz - t yx dx dz + çt yx + yx dy ÷ dx dz
è ¶x ø è ¶y ø
æ ¶t ö
-t zx dx dy + çt zx + zx dz ÷ dx dy + r gx dx dy dz
è ¶z ø
[4-2.3]
¶t ¶t ¶t
= xx dx dy dz + yx dy dx dz + zx dz dx dy + r gx dx dy dz
¶x ¶y ¶z
æ ¶t ¶t ¶t ö
= ç xx + yx + zx + r gx ÷ "
è ¶x ¶ y ¶z ø
Dengan memasukkan persamaan ini ke dalam persamaan [4-2.2] akan didapatkan
IV-5 of 11
æ ¶V ¶V ö æ ¶t ¶t yx ¶t zx ö
r"ç x + Vx x ÷ - ç xx + + + r gx ÷ " = 0
è ¶t ¶x ø è ¶x ¶y ¶z ø
Atau
æ ¶V ¶V ö æ ¶t ¶t yx ¶t zx ö
rç x + Vx x ÷ - ç xx + + + r gx ÷ = 0 [4-2.4a]
è ¶t ¶x ø è ¶x ¶y ¶z ø
Dan dengan cara penurunan yang sama akan didapatkan persamaan untuk sumbu y dan z
sebagai berikut:
æ ¶Vy ¶Vy ö æ ¶t xy ¶t yy ¶t zy ö
rç +Vy ÷ -ç + + + r gy ÷ = 0 [4-2.4b]
è ¶t ¶y ø è ¶x ¶y ¶z ø
æ ¶V ¶V ö æ ¶t ¶t yz ¶t zz ö
rç z + Vz z ÷ - ç xz + + + r gz ÷ = 0 [4-2.4c]
è ¶t ¶z ø è ¶x ¶y ¶z ø
Sebagai alternative persamaan [4-2.4] ini dapat dituliskan dalam bentuk substantial
derivative, menjadi:
DV x ¶t xx ¶t yx ¶t zx
r = + + + r gx
Dt ¶x ¶y ¶z
DV y ¶t xy ¶t yy ¶t zxy
r = + + + r gy [4-2.5]
Dt ¶x ¶y ¶z
DVz ¶t xz ¶t yz ¶t zz
r = + + + r gz
Dt ¶x ¶y ¶z
Atau
t t yx t zx g x
DV ¶ ¶ ¶ xx
r = t xy t yy t zy + r g y
Dt ¶x ¶y ¶z
t xz t yz t zz g z
atau lebih ringkas lagi
DV
r = t + r g [4-2.6]
Dt
dimana matriks stress tensor (t) dan percepatan gravitasi (g) adalah
t xx t yx t zx gx
t = t xy t yy t zy dan g = g y
t xz t yz t zz g z
IV-6 of 11
- p 0 0
t = 0 -p 0
0 0 - p
Selanjutnya, dengan memasukkan gx= gy =0 dan memilih tanda positip untuk arah ke atas
pada sumbu vertikal sehingga gz= -g, maka matriks percepatan gravitasi g=-g. Dengan
demikian, persamaan [4-2.5] dapat ditulis sebagai:
DVx ¶p
r =-
Dt ¶x
DV y ¶p
r =-
Dt ¶y
DVz ¶p
r = - +rg
Dt ¶z
Persamaan Euler, yang mengabaikan tegangan geser ini, dapat ditulis secara ringkas
sebagai:
DV
r = -p + r g k [4-2.7]
Dt
dimana vektor k adalah vektor yang searah dengan sumbu vertikal positip. Persamaan
terakhir ini dikenal sebagai persamaan Euler.
Dalam bab terdahulu telah diperlihatkan bahwa bila s adalah sumbu pada arah yang tegak
lurus terhadap bidang dimana t bekerja, maka rasio antara t dengan gradient kecepatan
( ¶V ¶s ) yang menimbulkannya akan sama dengan viskositas (m), sehingga:
¶V
t =m
¶s
Persamaan ini, hanya berlaku untuk Isotropic Newtonian Fluid yang diasumsikan sebagai
incompressible. Untuk fluida jenis ini, ditambah dengan asumsi bahwa viskositas
dianggap konstan menurut ruang dan waktu, maka stress tensor dapat dituliskan sebagai:
IV-7 of 11
t xx t yx t zx
t = t xy t yy t zy
t xz t yz t zz
¶V y ¶V y ¶Vz
- p + m ¶x m
¶x
m
¶x
¶V y
¶V ¶V
= m x -p+m m z
¶y ¶y ¶y
¶V ¶V y ¶V
m x m -p+m z
¶z ¶z ¶z
¶Vx ¶V y ¶Vz
¶x ¶x ¶x
- p 0 0 ¶V y ¶Vz
¶V
= 0 -p 0 +m x
0 0 - p ¶y ¶y ¶y
¶V ¶V y ¶Vz
x
¶z ¶z ¶z
Dan dengan mensubstitusikan persamaan ini ke dalam persamaan [4-2.6] akan didapatkan
persamaan Navier-Stoke sebagai berikut:
DVx ¶p æ ¶ 2V ¶ 2V x ¶ 2V x ö
r = - + r g x + m ç 2x + + 2 ÷
Dt ¶x è ¶x ¶y 2 ¶z ø
DV y ¶p æ ¶ 2V y ¶ 2V y ¶ 2V y ö
r =- + r g y + m çç 2 + + ÷
Dt ¶y è ¶x ¶y 2 ¶z 2 ÷ø
DVz ¶p æ ¶ 2V ¶ 2V ¶ 2V ö
r =- + r g z + m ç 2z + 2z + 2z ÷
Dt ¶z è ¶x ¶y ¶z ø
Atau
DV
r = -p + r g + m 2V [4-2.8]
Dt
¶p
= -r a z + g z
¶z
Perlu dicatat bahwa, disini percepatan gravitasi ditetapkan positip bila searah
sumbu cartesian. Umumnya, percepatan gravitasi pada arah vertikal gz=-g dan tidak
ada percepatan gravitasi pada arah lainnya.
Pada situasi dimana tekanan bervariasi menurut ruang, maka p=p(x,y,z) sehingga
bentuk derivativenya adalah
¶p ¶p ¶p
dp = dx + dy + dz .
¶x ¶y ¶z
Maka:
dp = - r a x dx - r a y dy - r( a y + g ) dz .
yang merupakan persamaan penyebaran tekanan seperti yang telah diturunkan pada
Bab 3.1.4.
Solusi:
æ ¶V ¶V ö æ ¶t ¶t yx ¶t zx ö
rç x + Vx x ÷ - ç xx + + + r gx ÷ = 0
è ¶t ¶x ø è ¶x ¶y ¶z ø
IV-9 of 11
¶V ¶V ¶p ¶z
r + rV + + rg Sf + rg =0
¶t ¶x ¶x ¶x
¶V ¶V 1 ¶rgh ¶z
+V + + g Sf + g =0
¶t ¶x r ¶x ¶x
¶V ¶V ¶h æ ¶z ö
+V + g + gçSf + ÷ = 0
¶t ¶x ¶x è ¶x ø
¶V ¶V ¶h
¶t
+V
¶x
+ g + g S f - S0 = 0
¶x
IV-10 of 11
Sehingga:
X2
æV 2 p ö
X çè 2 g + + z + h÷ø = 0
¶
1
X2
æV 2 p ö
ç + + z + h÷ =0
è 2g ø X1
2
æV p ö æV 2 p ö
ç + + z + h÷ - ç + + z + h÷ = 0
è 2g ø X2 è 2g ø X2
IV-11 of 11