Anda di halaman 1dari 31

Anita Puspita Sari – 215121006

Haura Salwa Febriani – 215121016


2KPA

SISTEM PEMBAYARAN

Sistem Pembayaran adalah sistem yang mencakup seperangkat aturan, lembaga, dan
mekanisme yang dipakai untuk melaksanakan pemindahan dana, guna memenuhi suatu
kewajiban yang timbul dari suatu kegiatan ekonomi. Sistem Pembayaran lahir bersamaan
dengan lahirnya konsep 'uang' sebagai media pertukaran (medium of change)
atau intermediary dalam transaksi barang, jasa dan keuangan. Pada prinsipnya, sistem
pembayaran memiliki 3 tahap pemrosesan yaitu otorisasi, kliring, dan penyelesaian akhir
(settlement).
Sistem pembayaran digunakan untuk: ○ mengirim;
○ meratifikasi dan menerima pembayaran, serta
○ memenuhi kewajiban pembayaran.
● Melalui pertukaran nilai antara individu, bank dan institusi lainnya baik domestik maupun
lintas batas "antar negara”.
Evolusi Sistem Pembayaran
Sistem Pembayaran terus berevolusi mengikuti evolusi uang dengan 3 unsur penggerak yaitu
inovasi teknologi & model bisnis, tradisi masyarakat, dan kebijakan otoritas. Awal mula alat
pembayaran yaitu sistem barter antarbarang yang diperjualbelikan. Hanya saja masalah
muncul ketika dua orang ingin bertukar tidak sepakat dengan nilai pertukarannya atau salah
satu pihak tidak terlalu membutuhkan barang yang akan ditukar.
Untuk mengatasi hal itu, manusia mengembangkan uang komoditas. Komoditas di sini adalah
barang dasar yang hampir dibutuhkan oleh semua orang, misalnya garam, teh, tembakau,
hingga biji-bijian. Hewan ternak digunakan sebagai uang komoditas pada tahun 900 hingga
6000 Sebelum Masehi (SM). Gandum, sayuran, dan tumbuhan kemudian juga dijadikan uang
komoditas setelah muncul budaya pertanian.
Selanjutnya uang primitif mulai digunakan sekitar tahun 1200 SM dan berupa cangkang
kerang atau cangkang hewan lainnya. Orang Tionghoa mulai memproduksi imitasi
kerang cowrie yang terbuat dari logam dan tembaga. Sekitar tahun 100 SM, potongan kulit
rusa putih dengan ukuran dan diberi berbagai jenis warna juga pernah digunakan sebagai alat
pembayaran.
Uang kertas mulai digunakan pada sebagai alat pembayaran. Swedia merupakan negara
pertama di benua Eropa yang menggunakan uang kertas di tahun 1661 setelah pabrik kertas
didirikan pada tahun 1150 di Spanyol.
Sistem Pembayaran Tunai
Secara garis besar sistem pembayaran dibagi menjadi dua yaitu sistem pembayaran tunai dan
sistem pembayaran non-tunai. Perbedaan mendasar terletak pada instrumen yang digunakan.
Sistem pembayaran tunai menggunakan uang kartal (uang kertas dan logam) sebagai alat
pembayaran.

Sistem Pembayaran Non Tunai


Sedangkan pada sistem pembayaran non-tunai, instrumen yang digunakan berupa Alat
Pembayaran Menggunakan Kartu (APMK), cek, bilyet giro, nota debit, maupun uang
elektronik (card based dan server based). Cakupan sistem pembayaran non tunai
dikelompokkan menjadi 2 jenis transaksi yaitu transaksi nilai besar (wholesale) dan transaksi
ritel.
Transaksi nilai besar memiliki karakteristik transaksi yang bersifat penting dan segera
(urgent), meliputi transaksi antar bank, transaksi di pasar keuangan atau transaksi dengan
nilai ticket size ≥ Rp1 Miliar. Infrastruktur yang digunakan untuk memroses aktivitas
transaksi ini adalah Bank Indonesia Real Time Gross Settlement (BI-RTGS) dan Bank
Indonesia Scripless Securities Settlement System (BI-SSSS). Sedangkan transaksi ritel
meliputi transaksi antar individu dengan nilai ticket size < Rp1 Miliar dengan karakteristik
bernilai kecil dan relatif tinggi frekuensinya. Infrastruktur yang digunakan untuk memroses
aktivitas transaksi ini adalah Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI).
Perkembangan Sistem Pembayaran di Indonesia
Evolusi yang Dinamis
Alat pembayaran di Indonesia berkembang sangat pesat dan maju. Alat pembayaran terus
berkembang dari alat pembayaran tunai (cash based) ke alat pembayaran nontunai (non-cash)
seperti alat pembayaran berbasis kertas (paper based) misalnya cek dan bilyet giro yang
diproses menggunakan mekanisme kliring/settlement. Selain itu dikenal juga alat
pembayaran paperless seperti transfer dana elektronik dan alat pembayaran memakai Kartu
ATM, Kartu Kredit, Kartu Debit dan Kartu Prabayar (card-based).
Pada satu dekade terakhir, telah terjadi gelombang digitalisasi dan penetrasinya ke kehidupan
masyarakat yang mengubah secara drastis perilaku masyarakat. Instrumen alat pembayaran
pun semakin bervariasi dengan kehadiran uang elektronik berbasis kartu (chip based)
maupun peladen/server (server based). Pola konsumsi masyarakat pun mulai bergeser dan
menuntut pembayaran serba mobile, cepat serta aman melalui berbagai platformantara lain
web, mobile, Unstructrured Supplementary Service Data(USSD) dan SIM Toolkit (STK).
Selanjutnya, muncul instrumen virtual currency yang merupakan uang digital yang
diterbitkan oleh pihak lain selain otoritas moneter dan diperoleh dengan cara mining,
pembelian atau transfer pemberian (reward). Kepemilikan virtual currency sangat berisiko
dan sarat akan spekulatif. Hal ini dikarenakan tidak terdapat administrator resmi, tidak
terdapat underlying asset yang mendasari harga serta nilai perdagangan sangat fluktuatif
sehingga rentan terhadap risiko penggelembungan (bubble) serta rawan digunakan sebagai
sarana pencucian uang dan pendanaan terorisme, sehingga dapat mempengaruhi kestabilan
sistem keuangan dan merugikan masyarakat.
Sehubungan dengan hal tersebut, Bank Indonesia memperingatkan kepada seluruh pihak agar
tidak menjual, membeli, atau memperdagangkan virtual currency sebagaimana diatur
dalam PBI 18/40/PBI/2016 tentang Penyelenggaraan Pemrosesan Transaksi Pembayaran dan
dalam PBI 19/12/PBI/2017 tentang Penyelenggaraan Teknologi Finansial.

Perkembangan Sistem Pembayaran Saat Ini


Dinamika kehidupan masyarakat dewasa ini, telah melahirkan pola pemikiran baru yang turut
berkembang seiring dengan kemajuan zaman. Ketika mekanisme pembayaran dituntut untuk
selalu mengakomodir setiap kebutuhan masyarakat dalam hal perpindahan dana secara cepat,
aman dan efisien, maka inovasi-inovasi teknologi pembayaran semakin bermunculan dengan
sangat pesat. Bank Indonesia dituntut untuk selalu memastikan bahwa setiap perkembangan
sistem pembayaran harus selalu berada pada koridor ketentuan yang berlaku. Hal ini tentu
saja demi kelancaran dan keamanan jalannya kegiatan sistem pembayaran.
Berkaca pada kondisi tersebut, perkembangan sistem pembayaran tidak pernah terpisahkan
dengan inovasi-inovasi infrastruktur teknologi, maka perkembangan sistem pembayaran di
Indonesia saat ini mengarah pada upaya penguatan infrastruktur dan pengembangan sistem
dengan bertopang pada kemajuan teknologi informasi. Industri pembayaran baik yang
melibatkan bank maupun lembaga selain bank berlomba-lomba melakukan pengembangan
sistem pembayarannya. Bahkan saat ini peranan lembaga selain bank (LSB) di dalam
penyelenggaraan sistem pembayaran semakin nyata dengan semakin banyaknya LSB yang
melakukan kerjasama dengan perbankan baik sebagai penyedia jaringan dan tidak menutup
kemungkinan sebagai penerbit dari instrumen-instrumen pembayaran tersebut.
Bank Indonesia sebagai penyelenggara kegiatan settlement transaksi-transaksi melalui Sistem
Bank Indonesia Real Time Gross Settlement (BI-RTGS), Sistem Kliring Nasional Bank
Indonesia (SKNBI), dan Bank Indonesia Scripless Securities Settlement System (BI-SSSS)
juga terus berupaya memperbaiki dan memperbaharui mekanisme sistem yang ada agar selalu
efisien, aman, dan sejalan dengan perkembangan teknologi dan kebutuhan masyarakat yang
selalu berkembang.
Masyarakat kini dihadapkan pada berbagai macam pilihan instrumen pembayaran yang
semakin bervariasi. Terjadi pergeseran instrumen yang semula menggunakan paper-based
instrument seperti cek dan bilyet giro ke penggunaan card based dan electronic based
instrument terlihat dari semakin terbiasanya masyarakat bertranskasi dengan kartu kredit,
kartu ATM/Debet, uang elektronik baik chip based maupun server based sebagai alat
pembayaran.
Penguatan infrastruktur tersebut tercermin dimana Bank Indonesia sebagai penyelenggara
sistem pembayaran mulai mengoperasikan layanan settlement Payment-versus-
Payment (PvP) pada Sistem Bank Indonesia Real Time Gross Settlement (-RTGS). Layanan
penyelesaian settlement dari transaksi jual beli valuta asing khususnya United States
Dollar (USD) terhadap Indonesian Rupiah (IDR) dilakukan secara bersamaan. Hal ini untuk
menghindari terjadinya risiko kegagalan settlement pada saat pertukaran nilai uang
dilakukan. Selain itu, dengan kecenderungan transaksi pembayaran ke depan yang semakin
tiada batas, tentu memunculkan kebutuhan likuiditas yang semakin tinggi bagi para pelaku
ekonomi, antara lain munculnya ragam derivasi produk keuangan global dan hilangnya
batasan wilayah ekonomi regional yang digagas melalui MEA maupun kerjasama regional
lainnya.
Selain PvP, penguatan infrastruktur lainnya adalah penyatuan penyelenggaraan fungsi
settlement surat berharga BI-SSSS ke dalam penyelenggaraan fungsi sistem pembayaran dan
settlement di Bank Indonesia. Penyatuan tersebut dimaksudkan untuk meningkatkan efisiensi
penyelenggaraan kegiatan settlement dana dan surat berharga berikut infrastruktur dan
sumber daya manusia yang pada akhirnya dapat meningkatkan kualitas layanan Bank
Indonesia kepada stakeholdersterkait.
Tak ketinggalan di sisi ritel, Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI) yang
merupakan sistem kliring. Penyempurnaan SKNBI dilakukan untuk meminimalkan risiko
kredit pada kliring debet. Penerapan prinsip no money no game pada proses penghitungan
kliring debet yang baru, menuntut bank untuk selalu menjaga kecukupan pendanaan awal
agar dapat digunakan untuk memenuhi kewajiban tagihan pembayaran dari bank lainnya.
Hal ini mendorong bank peserta kliring untuk melakukan pengelolaan likuiditasnya secara
lebih baik dan efisien. Masih di sisi pembayaran ritel, perkembangan industri pembayaran
ritel diarahkan kepada penciptaan interoperabilityantar sistem yang digunakan demi
terciptanya keamanan dan efisiensi sistem pembayaran. Standardisasi nasional instrumen
kartu ATM/Debet adalah salah satunya. Dilatarbelakangi oleh isu keamanan bertransaksi
dalam menggunakan kartu ATM/Debet, penggunaan teknologi chip pada kartu ATM/Debet
diyakini dapat meminimalkan timbulnya kejahatan fraud pada kartu ATM/Debet. Selain
itu, interoperability antar sistem juga diciptakan pada penyelenggaraan uang elektronik
Bank Indonesia telah menetapkan lima visi Sistem Pembayaran Indonesia 2025. Sebagai
salah satu quick win untuk mewujudkan visi SPI 2025 tersebut, Bank Indonesia telah
melakukan kebijakan operasional SKNBI yang dapat memenuhi kebutuhan masyarakat dan
industri dengan tetap memperhatikan perlindungan nasabah.
Perkembangan Kebijakan Sistem Pembayaran
Orientasi kebijakan dan pengembangan sistem pembayaran mulai bergeser sejak 1 dekade
terakhir, dari pengembangan infrastruktur sistem pembayaran yang dioperasikan langsung
oleh Bank Indonesia menuju penataan rezim regulasi dan kelembagaan industri sistem
pembayaran, khususnya sistem pembayaran ritel yang tidak terlepas dari dampak menguatnya
arus digitalisasi.

Kebijakan Sistem Pembayaran Indonesia


Blueprint Sistem Pembayaran Indonesia 2025: Menavigasi Sistem Pembayaran
Nasional di Era Digital
Arus digitalisasi masuk secara deras ke Indonesia, demikian pula potensinya di masa depan.
Tren digitalisasi tersebut mempengaruhi sendi-sendi perekonomian, mengubah pola transaksi
masyarakat, baik individu maupun korporasi, dan mendisrupsi fungsi-fungsi konvensional,
tidak terkecuali di sektor keuangan.
Dengan gambaran tersebut, tren digitalisasi ekonomi dan keuangan di Indonesia memberikan
peluang sekaligus risiko. Perkembangan teknologi digital dan inovasi telah memungkinkan
perkembangan sistem pembayaran yang nyaman, cepat, dan efisien serta membuka lebar
peluang inklusivitas ekonomi-keuangan. Namun demikian, kemajuan tersebut muncul bukan
tanpa risiko, risiko cyber security, AML-CFT dan proteksi terhadap pemanfaatan data. Selain
itu, tendensi penguasaan ekosistem digital rentan terhadap penguasaan pasar dan
penyalahgunaan data yang mengganggu stabilitas sistem keuangan. Risiko penting lainnya
adalah potensi hilangnya peran konvensional perbankan dan menguatnya shadow
banking yang berujung pada terganggunya efektivitas kebijakan moneter.
Tantangan kebijakan bagi otoritas ekonomi dan keuangan di era digital, khususnya Bank
Indonesia adalah mencari titik keseimbangan yang tepat antara upaya mengoptimalkan
peluang yang diusung oleh inovasi digital dengan upaya untuk memitigasi risiko.
Untuk itu, hadirnya Visi Sistem Pembayaran Indonesia dan BlueprintSistem Pembayaran
Indonesia 2025 diharapkan dapat memberikan arah yang jelas, guna memperoleh manfaat
digitalisasi dengan tetap menjamin terlaksananya mandat Bank Indonesia dalam pengedaran
uang, moneter, dan stabilitas sistem keuangan.
Lima Visi SPI 2025 adalah Pertama, mendukung integrasi ekonomi-keuangan digital
nasional sehingga menjamin fungsi bank sentral dalam proses peredaran uang, kebijakan
moneter, dan stabilitas sistem keuangan, serta mendukung inklusi
keuangan. Kedua, mendukung digitalisasi perbankan sebagai lembaga utama dalam
ekonomi-keuangan digital melalui open-banking maupun pemanfaatan teknologi digital dan
data dalam bisnis keuangan. Ketiga, menjamin interlink antara Fintech dengan perbankan
untuk menghindari risiko shadow bankingmelalui pengaturan teknologi digital
(seperti Application Programming Interface-API), kerjasama bisnis, maupun kepemilikan
perusahaan. Keempat, menjamin keseimbangan antara inovasi dengan perlindungan
konsumen, integritas dan stabilitas serta persaingan usaha yang sehat melalui
penerapan Know Your Customer (KYC) & Anti-Money Laundering /Combating the
Financing of Terrorism (AML/CFT), kewajiban keterbukaan untuk data/informasi/bisnis
publik, dan penerapan reg-tech dansup-techdalam kewajiban pelaporan, regulasi dan
pengawasan. Kelima,menjamin kepentingan nasional dalam ekonomi-keuangan digital antar
negara melalui kewajiban pemrosesan semua transaksi domestik di dalam negeri dan
kerjasama penyelenggara asing dengan domestik, dengan memperhatikan prinsip
resiprokalitas.
Kelima visi SPI 2025 ini akan diwujudkan dalam lima inisiatif, baik yang akan
diimplementasikan langsung oleh Bank Indonesia maupun melalui kolaborasi dan koordinasi
dengan otoritas terkait dan industri. Inisiatif pertama adalah open banking dan interlink
bank-fintech yang terwujud melalui standarisasi open API yang memungkinkan keterbukaan
informasi keuangan bank dan fintech kepada pihak ketiga secara aman.
Inisiatif kedua adalah pengembangan retail payment yang mengarah kepada
penyelenggaraan secara real time 24/7 dengan keamanan dan tingkat efisiensi yang lebih
tinggi. Hal ini dilakukan melalui fast payment, optimalisasi Gerbang Pembayaran Nasional
(GPN) dan pengembangan unified payment interface.
Inisiatif ketiga merupakan pengembangan wholesale payment dan financial market
infrastructure. Cakupan ini meliputi beberapa pengembangan yang salah satunya adalah
pengembangan RTGS. Inisiatif keempat berbicara mengenai data, dalam hal ini
melakukan pengembangan data nasional yang kolaboratif dan terintegrasi sehingga dapat
dioptimalkan pemanfaatannya.Inisiatif terakhir adalah melakukan pengaturan, pengawasan,
perizinan, dan pelaporan untuk percepatan Ekonomi Keuangan Digital (EKD).
Dengan Blueprint Sistem Pembayaran Indonesia 2025, diyakini bahwa inovasi digital akan
sanggup membuka akses 83,1 juta populasi unbankeddan 62,9 juta UMKM pada ekonomi
dan keuangan formal secara sustainable. Dengan demikian, semua upaya yang dilakukan
diarahkan untuk masa depan Indonesia yang lebih kuat dan merata.
Sistem Pembayaran Nilai Besar
BI-RTGS
Sistem BI-RTGS adalah infrastruktur yang digunakan sebagai sarana transfer dana elektronik
yang setelmennya dilakukan seketika per transaksi secara individual. Sejak dioperasikan oleh
Bank Indonesia pada tanggal 17 November 2000, Sistem BI-RTGS berperan penting dalam
pemrosesan aktivitas transaksi pembayaran, khususnya untuk memproses transaksi
pembayaran yang termasuk High Value Payment System (HVPS) atau transaksi bernilai
besar yaitu transaksi Rp.100 juta ke atas dan bersifat segera (urgent). Sistem BI-RTGS
Generasi II telah diimplementasikan pada tanggal pada tanggal 16 November 2015 dengan
salah satu fitur unggulan berupa “Liquidity Saving Management” (LSM) yang memiliki
tujuan untuk meningkatkan manajamen risiko dan efisiensi dalam pengelolaan likuiditas.
BI-SSSS
BI-SSSS adalah infrastruktur yang digunakan sebagai sarana penatausahaan transaksi dan
surat berharga yang dilakukan secara elektronik. (PADG NO.20/4/PADG/2018) BI-SSSS
merupakan sarana transaksi dengan Bank Indonesia termasuk penatausahaannya dan
penatausahaan Surat Berharga secara elektronik dan terhubung langsung antara Peserta,
Penyelenggara, dan Sistem Bank Indonesia - Real Time Gross Settlement (Sistem BI-RTGS).
BI-ETP
Sistem Bank Indonesia-Electronic Trading Platform (BI-ETP) adalah infrastruktur yang
digunakan sebagai sarana transaksi yang dilakukan secara elektronik. (PADG
No.20/32/PADG/2018 perihal Penyelenggaraan Transaksi Melalui Sistem Bank Indonesia-
Electronic Trading Platform tanggal 30 November 2018).

Sistem Pembayaran Ritel


Kartu Kredit
Definisi (PBI APMK No.11/11/PBI/2009 sebagaimana diubah dengan PBI No.14/2/PBI/2012
tentang Penyelenggaraan Kegiatan Alat Pembayaran dengan Menggunakan Kartu):

Kartu Kredit adalah APMK yang dapat digunakan untuk melakukan pembayaran atas
kewajiban yang timbul dari suatu kegiatan ekonomi, termasuk transaksi pembelanjaan
dan/atau untuk melakukan penarikan tunai, di mana kewajiban pembayaran pemegang kartu
dipenuhi terlebih dahulu oleh acquirer atau penerbit, dan pemegang kartu berkewajiban untuk
melakukan pembayaran pada waktu yang disepakati baik dengan pelunasan secara sekaligus
(charge card) ataupun dengan pembayaran secara angsuran.
Kartu ATM
Definisi (PBI APMK No.11/11/PBI/2009 sebagaimana diubah dengan PBI
No.14/2/PBI/2012 tentang Penyelenggaraan Kegiatan Alat Pembayaran dengan
Menggunakan Kartu):

Kartu ATM adalah APMK yang dapat digunakan untuk melakukan penarikan tunai dan/atau
pemindahan dana di mana kewajiban pemegang kartu dipenuhi seketika dengan mengurangi
secara langsung simpanan pemegang kartu pada bank atau lembaga selain bank yang
berwenang untuk menghimpun dana sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
Uang Elektronik
Definisi (PBI No.20/6/PBI/2018 tentang Uang Elektronik):
Uang Elektronik dalah instrumen pembayaran yang memenuhi unsur sebagai berikut:
a. Diterbitkan atas dasar nilai uang yang disetor terlebih dahulu kepada penerbit
b. Nilai uang yang disimpan secara elektronik dalam suatu media server atau chip
c. Nilai uang elektronik yang dikelola oleh penerbit bukan merupakan simpanan
sebagaimana dimaksud dalam undang-undang yang mengatur mengenai perbankan.
CEK
Cek adalah perintah tidak bersyarat dari nasabah kepada bank penyimpan dana untuk
membayar suatu jumlah tertentu pada saat diunjukkan. Dalam penggunaan Cek berlaku
prinsip umum sebagai berikut:
• Sebagai sarana perintah pembayaran tunai atau pemindahbukuan.
• Dapat dipindahtangankan.
• Diterbitkan dalam mata uang Rupiah.

Jenis Cek
a) Berdasarkan jenisnya, Cek terdiri atas:
1. Cek Atas Nama (Aan Order), yaitu Cek yang mencantumkan nama penerima dana.
Bank Tertarik akan melakukan pembayaran hanya kepada nama yang tertera pada
Cek tersebut.
Namun pada praktiknya, Cek yang telah mencantumkan nama penerima Cek tetapi tidak
mencoret kata “atau pembawa” maka Cek tersebut berlaku sebagai Cek atas
Unjuk/Pembawa.

2. Cek Atas Unjuk/Pembawa (Aan Tonder), yaitu Cek yang tidak mencantumkan
nama penerima dana. Bank Tertarik akan melakukan pembayaran kepada siapa saja
yang membawa Cek tersebut dan mengunjukan kepada Bank Tertarik.
b) Untuk pengamanan Cek, Penarik atau Pemegang dapat membatasi pihak yang
dapat menerima pembayaran atas Cek, yaitu melalui:
- Cek Silang (Cek Bersilang), yaitu membatasi orang-orang dan/atau bank tertentu yang
dapat menerima pembayaran atas Cek tersebut dengan menyilang Cek. Cek Silang terdiri
dari 2 (dua) jenis yaitu:
1. Cek Silang Umum, yaitu Cek yang di antara garis silangnya tidak dimuat suatu
petunjuk atau dicantumkan tulisan apapun. Konsekuensi dari Cek Silang Umum
adalah Bank Tertarik hanya dapat membayarkan Cek tersebut dengan cara:
o Pemindahbukuan kepada nasabah di bank selain Bank Tertarik; atau

o Tunai maupun pemindahbukuan kepada nasabah di Bank Tertarik.

2. Cek Silang Khusus, yaitu Cek yang diantara garis silangnya dimuat atau
dicantumkan nama suatu bank. Konsekuensi dari Cek Silang Khusus adalah Bank
Tertarik hanya dapat melakukan pembayaran kepada bank yang namanya
dicantumkan dalam Cek Silang Khusus. Dalam hal nama bank yang dicantumkan
dalam Cek Silang Khusus adalah nama Bank Tertarik sendiri, maka Cek Silang
Khusus tersebut dapat dibayarkan kepada nasabah Bank Tertarik.
- Cek Perhitungan, yaitu membatasi pembayaran Cek hanya secara pemindahbukuan.
Pembatasan pembayaran Cek dilakukan dengan menulis pada halaman depan Cek dengan
arah miring, “untuk dimasukkan ke dalam rekening” atau pernyataan sejenis.

Unsur/Syarat Formal Cek


a) Unsur Cek atau dikenal juga sebagai syarat formal Cek adalah sebagai berikut:
Nama “Cek” harus termuat dalam warkat.
Perintah tidak bersyarat untuk membayar sejumlah uang tertentu.
Nama pihak yang harus membayar (Bank Tertarik).
Penunjukan tempat di mana pembayaran harus dilakukan.
Pernyataan tanggal beserta tempat Cek ditarik.
Tanda tangan orang yang mengeluarkan Cek (Penarik).
b) Cek yang tidak memenuhi unsur/syarat formal Cek tidak berlaku sebagai Cek.
c) Jika Cek tidak mencantumkan tempat pembayaran maka berlaku ketentuan
sebagai berikut:
1. Jika tidak terdapat tempat di mana pembayaran harus dilakukan, maka tempat yang
ditulis di samping nama penarik dianggap sebagai tempat pembayaran.
2. Jika pada Cek tidak mencantumkan sama sekali tempat pembayaran, maka Cek harus
dibayarkan di tempat kedudukan kantor pusat Bank Tertarik.
d) Namun dalam prakteknya, dengan memperhatikan perkembangan teknologi
yang sudah memungkinkan Bank Tertarik dapat melakukan verifikasi data Penarik
secara nasional maka Cek tidak harus dibayarkan di tempat kedudukan kantor
pusat Bank Tertarik.

• Penarik : Orang atau badan pemilik Rekening Giro atau fasilitas Rekening Khusus
yang menerbitkan Cek.
• Bank Tertarik : Bank yang diperintahkan oleh Penarik untuk melakukan pembayaran
atau pemindahbukuan sejumlah dana dengan menggunakan Cek.
• Pemegang : Orang atau badan yang berhak memperoleh pembayaran atau
pemindahbukuan dana dari Bank Tertarik.
• Tanggal Penarikan : Tanggal yang tercantum pada Cek dan merupakan tanggal
diterbitkannya Cek.

Tenggang Waktu Pengunjukan dan Daluwarsa Cek


a) Tenggang waktu pengunjukan Cek adalah jangka waktu yang disediakan bagi
Pemegang untuk melakukan pengunjukkan, yaitu selama 70 hari sejak Tanggal Penarikan
Cek.
b) Masa kedaluwarsa Cek dihitung setelah 6 bulan sejak berakhirnya Tenggang Waktu
Pengunjukan.

• Tenggang Waktu Pengunjukan : Jangka waktu selama 70 hari terhitung sejak


tanggal penerbitan.
• Tanggal Penarikan : Tanggal diterbitkannya Cek.
Pengalihan Cek
a) Cek sebagai surat berharga atau negotiable instrument dapat dialihkan kepada pihak
lain.
b) Pengalihan Cek Atas Unjuk/Pembawa dialihkan dengan cara penyerahan Cek secara
fisik dari tangan ke tangan.
c) Pengalihan Cek Atas Nama dapat dilakukan dengan 2 (dua) cara, yaitu:
• Cek Atas Nama dengan atau tanpa klausula yang tegas “kepada tertunjuk” dialihkan
dengan cara endosemen.
• Cek Atas Nama dengan klausula “tidak kepada tertunjuk” (Cek Rekta), hanya dapat
dialihkan dengan cara menerbitkan akta cessie . (Cessie adalah pengalihan hak
berdasarkan Pasal 613 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata)
d) Endosemen dilakukan dengan:
• Membubuhkan tanda tangan dengan mencantumkan nama pihak yang
diendosemenkan (endosemen biasa).
• Membubuhkan tanda tangan tanpa mencantumkan nama pihak yang diendosemenkan
(endosemen blangko).
e) Dengan dialihkannya Cek, maka seluruh hak atas pembayaran Cek tersebut dialihkan
kepada Pemegang baru.
Perubahan Cek
Jika terdapat perubahan penulisan pada Cek, Penarik harus mencoret tulisan sebelumnya,
menuliskan perubahannya, dan membubuhkan tanda tangannya pada tempat terdekat dari
perubahan tersebut.

Pembatalan dan Pemblokiran Cek


a) Penarik tidak dapat membatalkan Cek selama Tenggang Waktu Pengunjukan.
b) Pembatalan Cek hanya dapat dilakukan setelah Tenggang Waktu Pengunjukan Cek
berakhir.
c) Pembatalan Cek hanya dapat dilakukan oleh Penarik dengan cara menyampaikan surat
permohonan pembatalan Cek kepada Bank Tertarik secara tertulis, yang paling sedikit
memuat informasi nomor Cek, Tanggal Penarikan Cek, nilai nominal Cek, dan tanggal
mulai berlakunya pembatalan. Pada surat tersebut juga dilampirkan fotokopi identitas diri
Pemilik Rekening.
d) Penarik dapat mengajukan permintaan pemblokiran pembayaran Cek dengan alasan
hilang atau dicuri.
• Untuk pemblokiran Cek hilang, Bank Tertarik melakukan pemblokiran Cek
berdasarkan surat permintaan pemblokiran Cek dari Penarik, yang disertai dengan
surat asli keterangan dari Kepolisian.
• Untuk pemblokiran Cek karena Penarik diduga terkait dengan tindak pidana, Bank
Tertarik melakukan pemblokiran Cek berdasarkan surat dari instansi yang berwenang.

BILYET GIRO
Pengertian dan Prinsip Umum Bilyet Giro
Bilyet Giro adalah surat perintah dari Penarik kepada Bank Tertarik untuk melakukan
pemindahbukuan sejumlah dana kepada rekening Penerima. Dalam penggunaan Bilyet
Giro berlaku prinsip umum sebagai berikut:
1. Sebagai sarana perintah pemindahbukuan.
2. Tidak dapat dipindahtangankan.
3. Diterbitkan dalam mata uang Rupiah.
4. Ditulis dalam Bahasa Indonesia.

Syarat Formal Bilyet Giro


a. Bilyet Giro harus memenuhi syarat formal sebagai berikut:
1. Nama “Bilyet Giro” dan nomor Bilyet Giro.
2. Nama Bank Tertarik.
3. Perintah yang jelas dan tanpa syarat untuk memindahbukukan sejumlah dana
atas beban Rekening Giro Penarik.
4. Nama dan nomor rekening Penerima.
5. Nama Bank Penerima.
6. Jumlah dana yang dipindahbukukan baik dalam angka maupun dalam huruf
secara lengkap. Jumlah dana yang dipindahbukukan dilakukan dalam
valuta/mata uang Rupiah.
7. Tanggal Penarikan.
8. Tanggal Efektif
Pengisian Tanggal Efektif harus berada dalam Tenggang Waktu Pengunjukan.
9. Nama jelas Penarik.
Pengisian nama jelas Penarik dapat dilakukan melalui personalisasi oleh Bank Tertarik,
paling sedikit memuat nama Penarik sesuai dengan yang tercatat di Bank Tertarik. Nama
jelas Penarik tidak wajib dicantumkan saat penerbitan Bilyet Giro apabila telah dilakukan
personalisasi oleh Bank Tertarik. Dalam hal Penarik adalah badan hukum/badan usaha,
nama jelas Penarik adalah nama badan hukum/badan usaha.
10. Tanda tangan Penarik.
Tanda tangan Penarik dilakukan dengan menggunakan tanda tangan basah sesuai dengan
spesimen tanda tangan yang ditatausahakan oleh Bank Tertarik. Dalam hal Penarik
berupa badan hukum, tanda tangan dilakukan oleh pihak yang berwenang mewakili badan
hukum atau yang menerima kuasa, yang spesimennya ada di Bank Tertarik. Tanda tangan
Penarik juga dapat dilengkapi dengan cap/stempel apabila telah diperjanjikan dalam
perjanjian pembukaan rekening.
b. Pemenuhan syarat formal harus menggunakan Bahasa Indonesia dan dapat
ditambahkan padanan katanya dalam Bahasa Inggris.
c. Pemenuhan syarat formal angka (1) sampai dengan angka (3) dilakukan oleh Bank
Tertarik pada saat pencetakan Bilyet Giro, angka (4) sampai dengan angka (10)
dilakukan oleh Penarik pada saat penerbitan Bilyet Giro.
d. Bilyet Giro yang tidak memenuhi syarat formal tidak berlaku sebagai Bilyet Giro.

• Penarik : Pemilik Rekening Giro yang menerbitkan Bilyet Giro.


• Bank Tertarik : Bank yang diperintahkan oleh Penarik untuk melakukan
pemindahbukuan sejumlah dana dengan menggunakan Bilyet Giro.
• Penerima : Pemilik rekening yang disebutkan namanya dalam Bilyet Giro untuk
menerima sejumlah dana.
• Bank Penerima : Bank yang menatausahakan rekening Penerima.
• Tanggal Penarikan : Tanggal yang tercantum pada Bilyet Giro dan merupakan
tanggal diterbitkannya Bilyet Giro.
• Tanggal Efektif : Tanggal yang tercantum pada Bilyet Giro dan merupakan tanggal
mulai berlakunya perintah pemindahbukuan.
Kewajiban Para Pihak dalam Menggunakan Bilyet Giro
a. Kewajiban Bank Tertarik adalah:
1. Mencantumkan syarat formal Bilyet Giro berupa nama dan nomor Bilyet Giro,
nama Bank Tertarik, serta perintah yang jelas dan tidak bersyarat pada saat
pencetakan Bilyet Giro.
2. Menatausahakan Rekening Giro Penarik.
3. Menatausahakan Bilyet Giro yang diberikan kepada Penarik.
4. Melakukan verifikasi Bilyet Giro yang ditarik oleh Penarik.
5. Melaksanakan perintah pemindahbukuan sejumlah dana sesuai dengan
perintah dalam Bilyet Giro.
6. Menindaklanjuti pemblokiran pembayaran Bilyet Giro berdasarkan surat
permohonan dari Penarik dan/atau pihak yang berwenang.
7. Melakukan penolakan Bilyet Giro disertai alasan penolakan.
8. Menatausahakan penggunaan Bilyet Giro.
b. Kewajiban Penarik adalah:
1. Memenuhi syarat formal Bilyet Giro secara lengkap pada saat penerbitan
Bilyet Giro.
2. Menyediakan dana yang cukup selama Tenggang Waktu Efektif.
3. Menginformasikan kepada Bank Tertarik mengenai Bilyet Giro yang diblokir
pembayarannya.
c. Kewajiban Bank Penerima
1. Memastikan pemenuhan syarat formal Bilyet Giro yang diterima dari
Penerima.
2. Melakukan verifikasi terhadap Bilyet Giro yang diterima dari Penerima
meliputi:
▪ Pengecekan jumlah koreksi yang tercantum dalam Bilyet Giro.
▪ Pengecekan masa berlaku Bilyet Giro.
▪ Memastikan pihak yang mengunjukkan Bilyet Giro merupakan
Penerima atau pihak yang memperoleh Kuasa dari Penerima.
3. Meneruskan Bilyet Giro kepada Bank Tertarik.
4. Melakukan penolakan Bilyet Giro yang tidak memenuhi ketentuan.
5. Memindahbukukan sejumlah dana yang diterima dari Bank Tertarik ke
rekening Penerima.
6. Menyampaikan informasi kepada Penerima dalam hal Bilyet Giro ditolak oleh
Bank Tertarik disertai dengan alasan penolakan.
d. Kewajiban Penerima adalah:
1. Memastikan pemenuhan ketentuan syarat formal Bilyet Giro.
2. Menolak Bilyet Giro yang tidak memenuhi syarat formal Bilyet Giro.
3. Meminta Penarik untuk melakukan pemblokiran atas Bilyet Giro yang
diterima, dalam hal diperlukan.
e. Bank Tertarik bertanggung jawab atas kerugian yang timbul akibat tidak dipenuhinya
syarat formal Bilyet Giro yang wajib diisi oleh Bank Tertarik secara lengkap.
f. Penarik bertanggung jawab atas kerugian yang timbul akibat tidak dipenuhinya syarat
formal Bilyet Giro yang wajib diisi oleh Penarik secara lengkap.
Tenggang Waktu Pengunjukan dan Tenggang Waktu Efektif Bilyet Giro
a. Tenggang Waktu Pengunjukan Bilyet Giro yaitu 70 hari terhitung sejak Tanggal
Penarikan.
b. Tanggal Efektif harus berada dalam Tenggang Waktu Pengunjukan, yaitu rentang
waktu selama 70 hari sejak Tanggal Penarikan.
c. Tenggang Waktu Efektif Bilyet Giro terhitung sejak Tanggal Efektif sampai dengan
berakhirnya Tenggang Waktu Pengunjukan.
d. Setelah berakhirnya Tenggang Waktu Pengunjukan maka Bilyet Giro menjadi tidak
berlaku dan kewajiban Penarik untuk menyediakan dana atas Bilyet Giro dihapuskan.
e. Tanggal Penarikan dapat dicantumkan sama dengan Tanggal Efektif. Yang perlu
diperhatikan, pencantuman Tanggal Efektif harus berada dalam Tenggang Waktu

Pengunjukan.
• Tenggang Waktu Pengunjukan : Jangka waktu berlakunya Bilyet Giro
• Tenggang Waktu Efektif : Jangka waktu yang disediakan oleh Penarik kepada
Penerima untuk meminta pelaksanaan perintah dalam Bilyet Giro kepada Bank
Tertarik.
• Tanggal Penarikan : Tanggal yang tercantum pada Bilyet Giro dan merupakan
tanggal diterbitkannya Bilyet Giro.
• Tanggal Efektif : Tanggal yang tercantum pada Bilyet Giro dan merupakan tanggal
mulai berlakunya perintah pemindahbukuan.
Koreksi Bilyet Giro
a. Dalam hal terdapat kesalahan penulisan dalam Bilyet Giro, Penarik harus melakukan
koreksi.
b. Setiap koreksi harus ditandatangani oleh Penarik di tempat kosong yang terdekat
dengan tulisan yang dikoreksi.
c. Koreksi kesalahan penulisan dalam Bilyet Giro oleh Penarik dilakukan paling banyak
3 kali. Koreksi hanya dapat dilakukan pada:
1. Nama Penerima.
2. Nomor rekening Penerima.
3. Nama Bank Penerima.
4. Jumlah dana yang dipindahbukukan dalam angka.
5. Jumlah dana yang dipindahbukukan dalam huruf.
6. Tanggal Penarikan.
7. Tanggal Efektif.
8. Nama jelas Penarik.
d. Tanda tangan dan stempel perusahaan tidak dapat dikoreksi.

Pembatalan dan Pemblokiran Bilyet Giro


a. Penarik tidak dapat membatalkan Bilyet Giro selama Tenggang Waktu Pengunjukan.
b. Penarik dapat mengajukan permohonan pemblokiran pembayaran Bilyet Giro dengan
alasan tertentu selama Tenggang Waktu Pengunjukan.
o Jika Bilyet Giro hilang atau dicuri, surat permohonan pemblokiran wajib
disertai dengan surat keterangan dari Kepolisian.
o Jika Bilyet Giro rusak, surat permohonan pemblokiran disertai dengan Bilyet
Giro yang rusak.

NOTA DEBET
Pengertian Nota Debit
Nota debit yaitu Warkat Debit yang digunakan untuk menagih dana pada Peserta lain
untuk untung nasabah Peserta atau Peserta yang menyampaikan nota debit tersebut.

QR Code Indonesian Standard (QRIS)


Quick Response Code Indonesian Standard atau biasa disingkat QRIS (dibaca KRIS)
adalah penyatuan berbagai macam QR dari berbagai Penyelenggara Jasa Sistem
Pembayaran (PJSP) menggunakan QR Code. QRIS dikembangkan oleh industri sistem
pembayaran bersama dengan Bank Indonesia agar proses transaksi dengan QR Code
dapat lebih mudah, cepat, dan terjaga keamanannya. Semua Penyelenggara Jasa Sistem
Pembayaran yang akan menggunakan QR Code Pembayaran wajib menerapkan QRIS

Dompet Elektronik
Definisi
Dompet Elektronik adalah layanan elektronik untuk menyimpan data instrumen
pembayaran, antara lain alat pembayaran dengan menggunakan kartu dan/atau uang
elektronik, yang dapat menampung dana untuk melakukan pembayaran.

Penyelenggara Dompet Elektronik


Penyelenggara Dompet Elektronik merupakan salah satu Penyelenggara Jasa Sistem
Pembayaran yang harus mendapatkan izin terlebih dahulu dari Bank Indonesia.

Batas Dana dalam Dompet Elektronik


Batas dana yang dapat ditampung di dalam Dompet Elektronik sebanyak
Rp10.000.000,00 (Sepuluh Juta Rupiah).

Penggunaan Dana dalam Dompet Elektronik


Dana yang ditampung di dalam Dompet Elektronik hanya dapat digunakan untuk tujuan
pembayaran yang mencakup:
a. Pembayaran transaksi belanja
b. Pembayaran tagihan
Dana yang ditampung di dalam Dompet Elektronik tidak dapat dipindahkan ke Dompet
Elektronik lain.

Penambahan dan Penarikan Dana dalam Dompet Elektronik


Penambahan dana pada Dompet Elektronik dapat dilakukan antara lain dengan
penyetoran tunai, transfer, atau auto debet rekening simpanan atau uang elektronik.
Penarikan dana hanya dapat dilakukan dengan cara memindahkan dana ke rekening
simpanan pengguna di Bank yang telah didaftarkan atau menarik dana secara tunai dalam
rangka redeem.
Payment Gateway
Definisi
Payment Gateway adalah layanan elektronik yang memungkinkan pedagang untuk
memroses transaksi pembayaran dengan menggunakan alat pembayaran dengan
menggunakan kartu, uang elektronik, dan/atau Proprietary Channel.

Penyelenggara Payment Gateway


Penyelenggara Payment Gateway merupakan salah satu Penyelenggara Jasa Sistem
Pembayaran yang harus mendapatkan izin terlebih dahulu dari Bank Indonesia.

Ketentuan Payment Gateway


Ketentuan mengenai Payment Gateway diatur pada Peraturan Bank Indonesia
No.18/40/PBI/2016 dan Surat Edaran Bank Indonesia No.18/41/DKSP tentang
Penyelenggaraan Pemrosesan Transaksi Pembayaran.

Switching
Definisi
Switching adalah infrastruktur yang berfungsi sebagai pusat dan/atau penghubung
penerusan data transaksi pembayaran melalui jaringan yang menggunakan alat
pembayaran dengan menggunakan kartu, uang elektronik, dan/atau transfer dana.

Penyelenggara Switching
Penyelenggara Switching merupakan salah satu Penyelenggara Jasa Sistem Pembayaran
yang harus mendapatkan izin terlebih dahulu dari Bank Indonesia.

Ketentuan Switching
Ketentuan mengenai Switching diatur pada Peraturan Bank Indonesia No.18/40/PBI/2016
dan Surat Edaran Bank Indonesia No.18/41/DKSP tentang Penyelenggaraan Pemrosesan
Transaksi Pembayaran.

Proprietary Channel
Definisi
Proprietary Channel adalah kanal pembayaran yang dikembangkan dan dimiliki oleh
Bank secara eksklusif untuk kepentingan nasabah sendiri yang antara lain menggunakan
teknologi berbasis short message service, mobile, web, subscriber identity module tool
kit, dan/atau unstructured supplementary service data.

Penyelenggaraan Proprietary Channel


Penyelenggaraan Proprietary Channel yang dilakukan oleh Penyelenggara Jasa Sistem
Pembayaran berupa Bank wajib mendapat persetujuan Bank Indonesia.

Ketentuan Proprietary Channel


Ketentuan mengenai Proprietary Channel diatur pada Peraturan Bank Indonesia
No.18/40/PBI/2016 dan Surat Edaran Bank Indonesia No.18/41/DKSP tentang
Penyelenggaraan Pemrosesan Transaksi Pembayaran.

BI FAST
Apa itu BI-FAST?
BI-FAST adalah infrastruktur Sistem Pembayaran ritel nasional yang dapat memfasilitasi
pembayaran ritel secara real-time, aman, efisien, dan tersedia setiap saat (24/7). Bank
Indonesia mengembangkan BI-FAST terutama untuk menjawab kebutuhan masyarakat
akan layanan transfer dana yang lebih efisien, cepat (real-time), daan tersedia setiap saat
(24/7). BI-FAST diharapkan dapat memperkuat ketahanan Sistem Pembayaran Ritel
nasional dengan menyediakan alternatif terhadap infrastruktur Sistem Pembayaran
nasional eksisting.

Tujuan Pengembangan BI-FAST


1. BI-FAST dibangun dalam rangka mendukung konsolidasi industri Sistem
Pembayaran nasional dan integrasi Ekonomi Keuangan Digital secara end-to-end.
2. Kebijakan BI-FAST merupakan national driven yang sejalan dengan Peraturan Bank
Indonesia (PBI) Sistem Pembayaran (SP), PBI Penyelenggara Infrastruktur Sistem
Pembayaran (PIP) dan PBI Penyedia Jasa Pembayaran (PJP) serta prinsip SP yang
CEMUMUAH (cepat, murah, mudah, aman, dan andal).
3. Pengembangan BI-FAST selaras dengan arah kebijakan Bank Indonesia ke depan,
baik moneter, Stabilitas Sistem Keuangan, dan Sistem Pembayaran untuk mendukung
terciptanya
ekosistem yang integrated, interoperable, dan interconnected (3i).

Manfaat BI-FAST bagi industri dan masyarakat


• Real time 24/7 (real time di level bank dan nasabah serta tersedia setiap saat).
• Lengkap (melayani berbagai instrumen dan kanal pembayaran).
• Secure (dilengkapi dengan fitur fraud detection dan Anti-Money
Laundering/AML, Countering Financing of Terrorism/CFT).
• Efisien (penggunaan proxy address sebagai alternatif nomor rekening)

Interface Pembayaran Terintegrasi (IPT)


Sesuai Blueprint Sistem Pembayaran Indonesia 2025, ke depan akan dilakukan
pengembangan Interface Pembayaran Terintegrasi (IPT) sebagai platform yang
mengintegrasikan seluruh kanal pembayaran dengan menggunakan teknologi API untuk
mendukung penyelenggaraan transaksi pembayaran secara real-time dengan
menggunakan single ID dan single interface. Pengembangan IPT dilakukan untuk
meningkatkan inklusi keuangan melalui interoperabilitas berbagai kanal pembayaran.

SISTEM KLIRING NASIONAL BANK INDONESIA (SKNBI)


Pengertian SKNBI
Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI) adalah infrastruktur yang digunakan
oleh Bank Indonesia dalam Penyelenggaraan Transfer Dana dan Kliring Berjadwal untuk
memroses data keuangan elektronik pada layanan transfer dana, layanan kliring warkat
debit, layanan pembayaran reguler, dan layanan penagihan regular. (PADG
NO.21/12/PADG/2019)
• Layanan Transfer Dana adalah layanan dalam SKNBI yang memroses pemindahan
sejumlah dana antar-Peserta dari satu pengirim kepada satu penerima.
• Layanan Kliring Warkat Debit adalah layanan dalam SKNBI yang memroses
penagihan sejumlah dana yang dilakukan antar-Peserta dari satu pengirim tagihan
kepada satu penerima tagihan, disertai dengan fisik warkat debit.
• Layanan Pembayaran Reguler adalah layanan dalam SKNBI yang memroses
pemindahan sejumlah dana antar-Peserta dari satu/beberapa pengirim kepada
satu/beberapa penerima.
• Layanan Penagihan Reguler adalah layanan dalam SKNBI yang memroses penagihan
sejumlah dana antar-Peserta dari satu pengirim tagihan kepada beberapa penerima
tagihan.

GPN
Gerbang Pembayaran Nasional (GPN) atau National Payment Gateway (NPG) adalah
sistem yang terdiri atas Standar, Switching dan Services yang dibangun melalui
seperangkat aturan dan mekanisme (arrangement) untuk mengintegrasikan berbagai
instrumen dan kanal pembayaran secara nasional.

Anda mungkin juga menyukai