Anda di halaman 1dari 101

BAB IV

POSISI PEMAKNAAN INFORMAN TERHADAP ISU DIFABEL MENTAL

DALAM DRAMA KOREA IT’S OKAY TO NOT BE OKAY

Pada bab ini akan memuat penjabaran dari posisi pemaknaan informan terkait

penguatan kelompok difabel sebagai bagian dari kelompok minoritas dan termasuk

dengan pembinaan hubungannya. Posisi pemaknaan ini diketahui melalui proses

pemaknaan informan setelah mengkonsumsi drama Korea It’s Okay to Not be Okay

dan kemudian dianalisis oleh peneliti dengan cara wawancara mendalam. Selain itu,

adanya latar belakang yang, pengetahuan, maupun pengalaman yang berbeda

menjadikan pemaknaan dari informan terkait drama ini memunculkan posisi yang

beragam yang tidak selalu sesuai dengan isi pesan teks dalam drama. Oleh karena itu,

posisi pemaknaan dari indorman ini akan menghasilkan tiga bentuk posisi yaitu

dominant reading, negotiated reading, dan oppositional reading. Posisi dari dominant

reading ini terjadi ketika informan memaknai dengan sama terkait isi teks yang

disampaikan oleh pembuat film. Posisi pemaknaan kedua adalah negotiated reading,

posisi ini terjadi ketika pemaknaan informan secara umum menyetujui ataupun

menerima isi pesan teks yang ditawarkan oleh media namun mengkomromikannya

dengan pamahaman ataupun pengetahuan yang dimiliki. Selanjutnya, oppositional

reading adalah posisi pemaknaan dari informan yang terjadi ketika informan secara

135
aktif menolak dan mengkritisi isi pesan teks yang disampaikan oleh film menggunakan

pemahaman, kepercayaan, dan pengetahuan yang dimiliki.

Adapun dua poin pembahasan pada bab ini yaitu posisi pemaknaan informan

terhadap elemen penguatan difabel sebagai bagian dari kelompok minoritas yang

berisikan sembilan adegan, kemudian elemen pembinaan hubungan sosial dari

kelompok difabel yang akan memuat sepuluh adegan, dan diskusi teoritis.

4.1 Kelompok Minoritas

Dalam melihat posisi pemaknaan dari informan pada penguatan kelompok difabel

sebagai bagian dari kelompok minoritas, maka akan dibagi menjadi empat sub-elemen

yaitu elemen cenderung tidak berkuasa, tampilan karakteristik berbeda, stereotip, dan

tindakan diskriminasi. Analisis posisi pemaknaan informan pada empat elemen ini,

mencakup sembilan adegan yang telah di analisis makna dominannya menggunakan

the codes of television dari John Fiske, yang kemudian ditanyakan pada lima informan

dengan wawancara mendalam.

4.1.1 Posisi Pemaknaan Informan Terhadap Komunikasi Kwon Gi Do dengan

Ibunya

Preferred reading dari adegan Kwon Gi Do ketika bertemu dan berkomunikasi

dengan Ibunya ini dilihat melalui bahasa film yang ditampilkan yaitu bahwa adegan

ini masih menggunakan keterbatasan komunikasi interpersonal dari difabel maniac

136
disorder sebagai suatu cara untuk menjelaskan sisi positif dari tokoh Kwon Gi Do yaitu

berupa ketegaran/kesabaran saat menghadapi konflik dengan pihak keluarga.

Tabel 4. 1 Pemaknaan Informan Terhadap Komunikasi Kwon Gi Do dengan


Ibunya

INFORMAN TEMA POSISI PEMAKNAAN


KHALAYAK
3 Stretegi pertahanan diri Dominant position
4 Dominant position

1 Dampak terhambatnya Negotiated position


komunikasi difabel dengan
keluarga
5 Perbedaan ekspektasi Negotiated position
2 Tindakan yang salah Oppositional position

4.1.1.1 Posisi Pemaknaan Dominan

Berdasarkan pengelompokan hasil posisi pemaknaan informan yang telah dilakukan,

pada adegan pertama ini terhapat dua informan yang memiliki pemaknaan yang sama

yaitu informan 3 dan 4 yang berada dalam posisi dominant reading. Pada posisi ini,

informan memaknai secara sama dengan isi pesan teks dari media dan memunculkan

satu tema pemaknaan yaitu suatu strategi pertahanan diri yang akan akan dijabarkan

sebagai berikut:

4.1.1.1.1 Strategi Pertahanan Diri

Informan 3 dan 4 memaknai tindakan Kwon Gi Do setelah berkomunikasi dengan

Ibunya merupakan suatu bentuk strategi pertahanan diri. Mekanisme pertahanan diri

137
atau strategi pertahanan diri merupakan prinsip yang muncul dari dalam diri seseorang

ketika dihadapkan dengan kondisi yang menimbulkan hal-hal negatif seperti

kecemasan. Tindakan defensif ini dilakukan seseorang dengan menyembunyikan hal-

hal negatif dan menolak realita yang ada (Sanyata, 2009: 36). Informan 3 melihat

bahwa setelah Kwon Gi Do berkomunikasi dengan Ibunya tidak berjalan dengan

lancar, tokoh ini mencoba menyangkal atas kejadian yang baru saja dia alami, di mana

Ibunya menyesal memiliki anak seperti itu. Oleh karena itu, informan 3 memaknai

bahwa usaha Kwon Gi Do untuk menyakal ini agar dia tidak merasa begitu terpuruk

dengan menggangap bahwa orang tuanya masih peduli dan menyayanginya walaupun

dengan cara yang berbeda. Dari pengetahuan informan 3, tindakan itu mungkin secara

tidak langsung dapat membentuk sugesti bagi dirinya bahwa tindakan yang ia lakukan

tidak salah, selain itu tindakan menyangkal juga ia lakukan untuk meyakinkan orang

lain disekitarnya. Informan 3 melihat bahwa komunikasi interpersonal difabel dengan

pihak keluarga yang tidak cukup baik, hingga tokoh Kwon Gi Do harus berpikir dan

berulah dulu untuk mendapatkan perhatian orang tuanya ini dikarenakan kurangnya

tanggung jawab orang tua dalam mendidik dan memahami anaknya. Menurut informan

3, hal ini dikarenakan anak pertama kali mendapatkan ilmu atau pelajaran dan insight

dari orang tuanya, jadi perilaku dan tindakannya juga mungkin dipelajari dari cara

orang tuanya berperilaku atau cara orang tuanya memperlakukan mereka. Hal ini

diketahui oleh informan 3 berdasarkan pengalamannya, di mana secara tidak sadar apa

yang diberikan dan ditunjukan oleh keluarganya membentuk kepribadian dan

perilakunya. Sedangkan, informan 4 merasa tokoh Kwon Gi Do mengerti bahwa

138
tindakannya ini mendapatkan respon secara yang kurang baik dari Ibunya. Sehingga

Informan 4 menganggap tokoh ini berusaha untuk memilih melihat hal tersebut sebagai

hal yang positif yaitu berupa pemikiran bahwa Ibunya masih menyayanginya.

Menurutnya, tidak adanya kedekatan emosional antara tokoh Ibu dan Anak ini menjadi

penyebab perbedaan sudut pandang kedua tokoh tersebut yang membuat munculnya

rasa saling kecewa satu sama lain. Dari pengalaman informan 4 dengan ayahnya,

kurangnya waktu bersama untuk berkomunikasi membuat informan 4 kurang merasa

dekat secara emosional dengan Ayahnya dan hal ini membuatnya cenderung sungkan

untuk melakukan komunikasi yang intens.

4.1.1.2 Posisi Pemaknaan Negosiasi

Berdasarkan pengelompokan hasil posisi pemaknaan informan yang telah dilakukan,

terdapat dua informan yang berada pada posisi pemaknaan negotiated reading yaitu

informan 1 dan 5. Dalam posisi ini, kedua informan memaknai pesan teks dengan

mengkompromoikan teks media tersebut menggunakan kepercayaan, pengetahuan

maupun ideologi yang mereka pahami. Adapun dua tema yang dimunculkan dalam

posisi pemaknaan ini yaitu dampak terhambatnya komunikasi difabel dengan keluarga

dan adanya perbedaan ekspektasi yang dijabarkan sebagai berikut:

4.1.1.2.1 Dampak terhambatnya komunikasi difabel dengan keluarga

Informan 1 memaknai bahwa mis-komunikasi antara tokoh Kwon Gi Do dengan

Ibunya ini disebebkan oleh terhambatnya komunikasi yang dilakukan oleh difabel yang

139
membuat hubungan mereka menjadi semakin rumit. Timbulnya mis-komunikasi pada

adegan ini disebabkan oleh adanya aspek gejala kecenderungan dari perilaku difabel

hiperaktif yang mengalami kesulitan berkomunikasi, lamban dalam memahami sesuatu

yang baru dan menunjukan perilakunya yang unik (Rosilawati, 2019: 116). Informan

1 melihat respon kemarahan dan kekecewaan yang ditampilkan oleh tokoh Ibu dalam

adegan ini merupakan suatu hal yang sangat logis karena tindakan yang dilakukan oleh

tokoh Kwon Gi Do dalam menarik perhatiannya dengan pihak keluarga ini

menyebabkan suatu kekacauan. Meski tindakan tersebut memiliki maksud dan tujuan

yang baik, yaitu agar pihak keluarga Kwon Gi Do dapat memahami perasaan anaknya,

namun keterbatasan tokoh difabel dalam menyampaikan hal tersebut secara jelas

membuat keluarganya tidak mengerti dan memahami tindakan Kwon Gi Do secara

berbeda. Namun menurut informan 1, tindakan tokoh Ibu tersebut yang

mencurahkannya kekecewaannya dengan menampar dan mengeluarkan kata-kata yang

menyakitkan pada tokoh difabel tersebut juga bukan tindakan yang dapat dibenarkan,

karena masih banyak cara lain untuk menyampaikan rasa kecewa tersebut tanpa harus

membuat anaknya merasa lebih tersakiti lagi. Tindakan tokoh Ibu itu tidak bisa

dibenarkan karena itu merupakan bentuk kekerasan baik secara fisik dengan

menampar, dan verbal dengan mengeluarkan kata-kata yang menyakitkan. Di

pembelajaran manapun, kekerasan merupakan tindakan yang tidak dibenarkan, apalagi

ini terjadi didalem keluarga di mana seharusnya anak mendapatkan kasih sayang dari

orang tuanya bukan malah kekerasan. Dan kekerasan bentuk apapun dan dilakukan

pada pasti itu menyakitkan, karena informan 1 merasa jika dirinya diperlakukan seperti

140
itu juga akan merasa sakit secara fisik dan mental, hingga menimbulkan perasaan

kesedihan yang cukup mendalam. Selain itu, setelah adanya komunikasi interpersonal

secara langsung dari tokoh difabel Kwon Gi Do dengan Ibunya, informan 1 berpikir

bahwa hal ini membuat Kwon Gi Do lebih menyadari bahwa maksud dan tujuan dari

tindakan tersebut tidak dipahami oleh keluarganya dan justru malah membuat orang

tuanya merasa kecewa dengan dirinya.

4.1.1.2.2 Adanya perbedaan ekspektasi

Informan 5 mengatakan bahwa komunikasi yang tidak berjalan lancar dari tokoh

difabel Kwon Gi Do dengan kedua orang tuanya dikarenakan masing-masing dari

mereka memiliki ekspektasi yang berbeda dan tidak terpenuhi. Sehingga, perbedaan

ekspektasi tersebut pada akhirnya membuat kedua tokoh saling merasa kecewa satu

sama lain. Menurutnya, ekspektasi atau keinginan yang tidak tersampaikan dengan

baik ini mengakibatkan timbulnya rasa kekecewaan karena tidak tercapainya keinginan

tersebut, dan hal ini bisa terjadi kepada siapapun. Informan 5 merasa bahwa perasaan

kecewa dari tokoh difabel Kwon Gi Do sangat wajar karena dia kurang mendapatkan

perhatian oleh keluarganya. Hal ini dikarenakan adanya kepercayaan bahwa keluarga

adalah rumah bagi setiap orang, tempat pertama mereka mengetahui dunia sehingga

kurangnya perhatian yang cukup dari kedua orang tua ini pasti membuat setiap orang

sedih, termasuk informan 5. Selain itu, adanya ekspekstasi tentang tokoh anak difabel

dari pihak keluarganya untuk menjadi anak yang normal, tidak selalu membuat

kekacauan, dan adanya kesibukan pekerjaan dari orang tuanya ini menjadi suatu alasan

141
tidak diperhatikannya tokoh Kwon Gi Do ini. Sehingga Informan 5 memaknai bahwa

kedua pihak memilki ekspektasi yang berbeda dan karena hal tersebut kta tidak dapat

menyalahkan kedua belah pihak tersebut. Oleh karena itu, informan 5 melihat bahwa

mungkin seharusnya orang tua tetap memfasilitasi anaknya untuk melakukan

komunikasi dua arah agar terdapat interaksi dan saling merasa diharagai satu sama lain.

4.1.1.3 Posisi Pemaknaan Oposisi

Berdasarkan pengelompokan hasil posisi pemaknaan informan yang telah dilakukan,

terdapat satu informan yang memaknai teks dengan posisi oppositional reading. Dalam

posisi ini, kedua informan memaknai pesan teks dengan menggunakan pemahamannya

sendiri dan menolak pesan teks pada film karena adanya perbedaan nilai. Adapun satu

tema yang dimunculkan dalam posisi pemaknaan ini yaitu tindakan yang salah, yang

dijabarkan sebagai berikut:

4.1.1.3.1 Tindakan yang salah

Informan 2 mengatakan bahwa aksi yang dilakukan oleh tokoh Kwon Gi Do ini

didasari oleh rasa ingin mencari perhatian dengan kedua orang tuanya. Hal ini

disebebkan adanya keterbatasan atau gangguan yang dimiliki oleh tokoh difabel

tersebut tidak diterima dengan baik oleh keluarganya dan membuat tokoh anak difabel

ini terus disembunyikan oleh kedua orang tuanya karena dianggap sebagai suatu

kegagalan. Kemudian informan 2 juga memahami bahwa tindakan cari perhatian ini

selain dikarenakan oleh penolakan pihak keluarga juga disebabkan oleh adanya

142
gangguan mental yang dialami oleh tokoh Kwon Gi Do. Setelah melakukan tindakan

kekacauan untuk mendapatkan perhatian keluarga, informan 2 melihat bahwa

meskipun hal tersebut tidak direspon dengan baik oleh keluarganya. Tapi menurut

informan 2, tokoh Kwon Gi Do terlihat seperti puas dengan tindakannya karena

setidaknya tujuan untuk mendapatkan perhatian tersebut tercapai walaupun dilakukan

dengan cara yang salah dan membuat keluarganya marah. Dari nilai kepercayaan yang

dianut oleh informan 2, bahwa tindakan cari perhatian pada orang lain apalagi dalam

keluarga ini hal yang biasa namun jika cara yang digunakan ini merugikan atau

menyakiti orang tersebut, artinya tindakan cari perhatian itu bukan lah hal yang benar.

Berdasarkan adegan tersebut, informan 2 menyimpulkan bahwa kedua belah pihak

seharusnya saling menerima, memberikan perhatian dan berbicara atau tidak

memendam sesuatu karena tidak mungkin sesuatu terjadi tanpa ada pemicu atau

penyebabnya. Hal ini dikarenakan adanya kepercayaan informan 2 terhadap hukum

sebab akibat, di mana ketika sesuatu terjadi pasti ada hal lain yang menyebabkan

kejadian tersebut dan dalam hal ini adalah tindakan cari perhatian yang salah dari Kwon

Gi Do disebabkan oleh kurangnya perhatian dari orang tua.

4.1.2 Posisi Pemaknaan Informan Terhadap Adegan Moon Sang Tae

Berkomunikasi Dengan Orang Lain

Dari adegan tokoh Moon Sang Tae saat berkomunikasi dengan orang lain ini

akan dilihat bagaimana tampilan karakteristiknya yang berbeda melalui analisis

preferred reading. Hasil dari analisis makna dominan dari adegan tersebut menunjukan

143
bahwa penggunaan stereotip berupa gangguan komunikasi verbal masih di

naturalisasikan sebagai bentuk pengenalan karakter difabel autisme pada khalayak.

Tabel 4. 2 Pemaknaan Informan Terhadap Adegan Moon Sang Tae


Berkomunikasi Dengan Orang Lain

INFORMAN TEMA POSISI PEMAKNAAN


KHALAYAK
1 Pengenalan sudut pandang autisme Dominant position
2
3 Penekanan pada perbedaan Negotiated position
5 karakteristik autisme Negotiated position
4 Penolakan penekanan abnormalisasi Oppositional position
dari autisme

4.1.2.1 Posisi Pemaknaan Dominan

Berdasarkan pengelompokan hasil posisi pemaknaan informan yang telah dilakukan,

terdapat dua informan yang memaknai teks dengan posisi dominant reading yaitu

informan 1 dan 2. Dalam posisi ini, informan memaknai secara sama dengan isi pesan

teks dari media dan memunculkan satu tema yaitu pengenalan sudut pandang autisme

yang akan dijabarkan sebagai berikut:

4.1.2.1.1 Pengenalan sudut pandang autisme

Informan 1 dan 2 memaknai secara sama bahwa penggambaran tokoh autisme pada

drama ini merupakan salah satu cara untuk mengenalkan sudut pandang dari sisi difabel

autisme. Informan 1 melihat bahwa tokoh Moon Sang Tae merupakan orang yang

cukup tertutup dan memiliki persona layaknya anak kecil dilihat dari atribut

144
pakaiannya. Selain itu, dari cara komunikasinya pun Moon Sang Tae terlihat suka

mencelatuk tanpa ada konteks tertentu dan cara berbicaranya yang terbata-bata

menunjukan ketidaklancarannya dalam berkomunikasi. Menurut informan 1, ciri-ciri

tersebut sesuai dengan kondisi autisme pada realitanya baik cara penampilan maupun

cara berbicara karena adanya pengalaman dari informan 1 saat mengunjungi Sekolah

Luar Biasa.

“Awalnya aku ga begitu ngerti gangguan autisme ini kayak apa, apalagi belum
pernah punya temen deket orang autis dan waktu ketemu secara langsung pun juga
sekalias doang jadi ga gitu mendalami cuma liat dari ciri-cirinya doang, tapi dengan
aku nonton jadi lebi ngerti sisi dari autisme itu.”

Oleh karena itu, informan 1 berpendapat bahwa penggambaran tokoh Moon Sang Tae

sebagai difabel autisme yang sesuai ini sangat membantu orang-orang yang tidak

mengerti untuk lebih paham tentang sisi dan sudut pandang dari mereka yang memiliki

gangguan.

Selanjutnya, informan 2 berpendapat bahwa aktor yang berperan sebagai Moon

Sang Tae dapat menunjukan dan menggambarkan spektrum autisme itu dengan baik

dan mungkin sesuai dengan kondisi autisme di sekitar kita, walaupun informan 2 juga

belum pernah bertemu dengan difabel autisme secara langsung. Namun, informan 2

merasa bahwa berdasarkan info-info di sosial media ataupun berita yang membahas

menganai isu kesehatan mental ini juga cukup membantunya untuk melihat apakah

penggambaran Moon Sang Tae cukup sesuai dengan kondisi autisme pada realitanya.

Menurut informan 2, penggambaran autisme Moon Sang Tae yang terlihat memiliki

145
dunia sendiri, sering mengalami tantrum dan tidak lancar saat berbicara yang cukup

jelas ditampilkan dalam drama ini justru dapat membuatnya lebih mengerti secara lebih

dalam mengenai sosok autisme itu sendiri dan lebih mengetahui bagaimana perlakuan

yang dibutuhkan oleh difabel autisme. Adanya pengetahuan terkait difabel autisme dari

film maupun series yang ditelah dilihat oleh informan 2, membuatnya merasa bahwa

ciri yang ditampilkan dari gambaran sosok difabel autisme ini kurang lebih sama

walaupun belum pernah adanya komunikasi secara langsung dengan mereka.

4.1.2.2 Posisi Pemaknaan Negosiasi

Berdasarkan pengelompokan hasil posisi pemaknaan informan yang telah dilakukan,

terdapat dua informan yang memaknai teks dengan posisi negotiated reading yaitu

informan 3 dan 5. Dalam posisi ini, informan mengkompromikan pesan teks dari film

dengan menggunakan pengetahuannya yang memunculkan satu tema yang sama yaitu

penekanan pada perbedaan karakteristik autisme yang akan dideskripsikan sebagai

berikut:

4.1.2.1.1 Penekanan pada perbedaan karakteristik autisme

Informan 3 melihat bahwa penggambaran sisi autisme yang suka tidak fokus,

mengulang-ulang kata dan tidak stabil pada tokoh Moon Sang Tae ini memang sesuai

dengan ciri dari autisme karena adanya relasi tetangga dari informan 3 yang kurang

lebih sesuai dengan tokoh di drama ini. Informan 3 melihat bahwa tetangganya yang

memiliki gangguan autisme ini memiliki cara berbicara yang agak kurang jelas dan

146
sulit berkomunikasi dengan orang lain, apalagi orang yang baru dikenal. Menurut

informan 3, mereka yang memiliki gangguan autis ini memang cenderung kurang dapat

mengontrol cara melihat mereka. Sehingga ketika berbicara dengan orang lain, difabel

autis cenderung tidak stabil pergerakannya seperti suka menggaruk-garuk tangan tiba-

tiba tanpa konteks tertentu atau ketika berbicara tidak menatap lawan bicaranya secara

intens. Namun, informan 3 menganggap bahwa drama ini mungkin dapat menjelaskan

gangguan autisme tanpa menonjolkan perbedaan-perbedaan karakteristik dari difabel

autisme agar tidak memberikan kesan bahwa difabel autisme ini adalah orang yang

sangat berbeda dengan kita. Dari pengalaman dalam menjalin hubungan pertemanan

dengan orang yang memiliki gangguan mental, informan 3 mengetahui bahwa

temannya tersebut walaopun memiliki perbedaan dengan orang lain tapi tidak ingin

dilihat dari perbedaan tersebut.

Selanjutnya, Informan 5 berpendapat bahwa terdapat beberapa karakteristik autisme

yang ditampilkan dari tokoh Moon Sang Tae ini berbeda dengan kondisi realita

sebenarnya. Menurut informan 5, pembentukan karakter autis pada tokoh Moon Sang

Tae ini dibuat sebagai sosok difabel autisme yang memiliki sifat polos. Sedangkan,

beberapa difabel autisme yang pernah ditemui oleh informan 5 ketika sedang

melakukan praktik di dalam sebuah rumah sakit jiwa, banyak difabel autisme yang

menunjukan adanya tindakan memberontak dengan orang lain hanya karena difabel

autisme tersebut tidak melakukan hal-hal teratur sesuai kebiasaannya. Selain perbedaan

pada pembentukan sifat karakteristik autis, adapula salah satu ciri ataupun

147
kecenderungan dari difabel autis yang berbeda dengan tokoh Moon Sang Tae yaitu

kebiasaan autis dalam melakukan tindakan yang teratur. Informan 4 melihat bahwa

beberapa mereka yang dengan gangguan autis ini memiliki kecenderungan suka

melakukan kegiatan atau tindakan yang teratur dan berulang-ulang di dalam

kesehariannya, sedangkan di drama ini tokoh Moon Sang Tae tidak menunjukan hal

tersebut padahal ini adalah salah satu kondisi dari autisme juga.

4.1.2.3 Posisi Pemaknaan Oposisi

Berdasarkan pengelompokan hasil posisi pemaknaan informan yang telah dilakukan,

terdapat satu informan yang memaknai teks dengan posisi oppotional reading yaitu

informan 4. Dalam posisi ini, informan menolak pesan teks dari film dengan

menggunakan pemahamannya yang berbeda dan yang memunculkan tema yaitu

pengenalan sudut pandang autisme yang akan dijelaskan sebagai berikut:

4.1.2.3.1 Penolakan penekanan abnormalisasi dari autisme

Informan 4 melihat bahwa karakter autisme pada tokoh Moon Sang Tae ditampilkan

dengan menunujukan sisi agresifitasnya ketika berhadapan dengan pemicu traumanya

seperti melempar-lempar barang, dan sebagainya. Dari sepemahaman informan terkait

sifat agresif ini muncul sebagai tindakan yang sangat memungkinkan untuk melukai

orang lain, di kasus ini adalah tindakan Moon Sang Tae yang melempar barang ke arah

tokoh dokter. Padahal menurut, informan 4 tindakan tersebut hanya berupa respon dari

rasa ketakutan tokoh autisme saja dan tidak seluruh difabel autisme ketika merasa takut

148
atau panik akan melakukan hal-hal agresif seperti yang ditampilkan oleh tokoh Moon

Sang Tae. Informan mengatakan bahwa, hal ini dikarenakan adanya keberagaman jenis

spektrum autisme yang ada, dan keterkaitan yang dimiliki oleh informan 4 dengan

difabel autisme berupa hubungan persaudaraan. Dari pengalaman informan 4 dalam

menghadapi difabel autisme, beberapa dari mereka jika merasa ketakutan akan

menunjukan respon berupa ekspresi menangis, atau kepanikan dari raut wajah, dan

bersembunyi saja tidak sampai melakukan hal-hal yang agresif yang dapat melukai

orang lain. Selain itu, dari segi penampilan tokoh Moon Sang Tae yang terlihat seperti

anak kecil ini juga secara tidak langsung memperlihatkan bahwa orang yang memiliki

gangguan autisme mempunyai kecenderungan untuk berpakaian yang tidak sesuai

dengan umurnya. Padahal itu sebenarnya hanya bagian dari karakteristik personal

indvidu saja, karena saudara informan 4 yang juga autisme ini tidak menggunakan

pakaian layaknya yang dicontohkan oleh tokoh Moon Sang Tae. Sehingga, informan 4

berpendapat bahwa seharusnya drama ini dapat memberikan penjelasan pada

penontonnya bahwa penampilan karakter autisme Moon Sang Tae ini tidak mewakili

seluruh difabel autisme dan mungkin juga dapat menunjukan ataupun menjelaskan

bahwa terdapat autisme dengan spektrum lain yang berbeda dengan tokoh Moon Sang

Tae.

149
4.1.3 Posisi Pemaknaan Informan Terhadap Tindakan Kwon Gi Do Saat

Menunjukan Alat Vitalnya di CCTV

Dari adegan tokoh Kwon Gi Do yang sedang menunjukan alat vitalnya di depan

CCTV Rumah Sakit Jiwa ini akan dilihat bagaimana tampilan karakteristiknya yang

berbeda dari gangguan difabel tersebut melalui analisis preferred reading. Hasil dari

analisis makna dominan dari adegan tersebut menunjukan bahwa pembangunan

karakter pribadi dari tokoh difabel maniac disorder dengan cara menampilkan

keterbatasannya dalam mengontrol diri dan mengaitkan gangguannya dengan

perilaku yang menyimpang yaitu tindakan eksibisionis.

Tabel 4. 3 Pemaknaan Informan Terhadap Tindakan Kwon Gi Do Saat


Menunjukan Alat Vitalnya di CCTV

INFORMAN TEMA POSISI PEMAKNAAN


KHALAYAK
2 Penggambaran gangguan mental Dominant position
pada tokoh difabel yang sesuai
1 Penyamaan ciri gangguan dari
difabel maniac disorder
4 Pengaitan keterbatasan karakter Negotiated position
dengan gangguan lain
5 Bagian dari naluri yang tidak
terkontrol
3 Penyampaian karakter yang Oppositional position
berlebihan

150
4.1.3.1 Posisi Pemaknaan Dominan

Berdasarkan pengelompokan hasil posisi pemaknaan informan yang telah dilakukan,

terdapat satu informan yang memaknai teks dengan posisi dominant reading yaitu

informan 2. Dalam posisi ini, informan memaknai secara sama dengan isi pesan teks

dari media dan memunculkan satu tema yaitu penggambaran gangguan mental pada

tokoh difabel yang sesuai yang akan dijabarkan sebagai berikut:

4.1.3.1.1 Penggambaran gangguan mental pada tokoh difabel yang sesuai

Menurut informan 2, penggambaran karakter Kwon Gi Do dengan gangguan exhibit

tersebut sesuai dengan beberapa kasus yang sama dengan tujuan untuk mendapatkan

perhatian orang.

“Penggambaran karakter Kwon Gi Do dengan gangguan exhibit itu sesuai


dengan beberapa kasus yang sama gitu si kalo intinya dia mau mendapatkan perhatian
dengan cara itu. Walaupun aku belum pernah ketemu langsung, tapi pernah ada kasus
itu di deket kampus dan itu kurang lebih sama untuk mendapatkan kepuasan diri
mereka.”
Pengetahuan informan 2 terkait kesmaan dari penggambaran gangguan ekhshibisionis

pada tokoh Kwon Gi Do ini diketahui dari konten di sosial media yang menampilkan

ciri dari gangguan tersebut, serta pengalaman dari teman-temannya yang pernah

bertemu dengan orang yang memiliki gangguan serupa di sekitar area kampus, di mana

setelah melakukan tindakan tersebut dengan sengaja, mereka menunjukan kebahagian

sebagai bentuk rasa puasnya.

151
4.1.3.2 Posisi Pemaknaan Negosiasi

Berdasarkan pengelompokan hasil posisi pemaknaan informan yang telah dilakukan,

terdapat tiga informan yang memaknai teks dengan posisi negotiated reading yaitu

informan 1, 4, dan 5. Dalam posisi ini, informan mengkompromikan pesan teks dari

film dengan menggunakan pengetahuannya yang memunculkan tiga tema berbeda

yaitu penyamaan ciri gangguan dari difabel maniac disorder, pengaitan keterbatasan

karakter dengan gangguan lain, dan bagian dari naluri yang tidak terkontrol yang akan

dideskripsikan sebagai berikut:

4.1.3.2.1 Penyamaan ciri gangguan dari difabel maniac disorder

Menurut informan 1, ciri-ciri fisik tokoh Kwon Gi Do pada dasarnya terlihat normal,

namun. sikap dan sifat yang dimilikinya suka melakukan hal-hal ekshibisionis untuk

mendapatkan perhatian orang dan mendapatkan kepuasan diri. Dari sepengetahuan

informan 1 terkait tindakan ekshibisionis yang dia ketahui melalui informasi berita di

sosisal media ini adalah tindakan dari seseorang yang memiliki perasaan puas yang

membuat orang tersebut senang, ketika dia berhasil mendapatkan respon dari orang

lain yang melihat bagian dari tubuhnya. Oleh karena itu, informan 1 melihat sejumlah

orang di sekitarnya yang memiliki kondisi sama dengan Kwon Gi Do. Adegan dalam

drama memperlihatkan kondisi yang lebih normal dan ceria, sedangkan dalam realita

di lingkungan sekitar informan 1 menunjukkan bahwa terdapat sejumlah orang yang

lebih tertutup. Persamaan antara adegan dalam drama dan dalam dunia realitas

152
menunjukkan dampak yang sama berupa rasa puas ketika mendapat respon dari orang

lain.

4.1.3.2.2 Pengaitan keterbatasan karakter dengan gangguan lain

Menurut Informan 4 adegan ini menggambarkan karakter difabel manik yang haus

perhatian dan melakukan hal-hal yang cukup ekstrim untuk menarik perhatian orang

lain. Sehingga, orang-orang dengan gangguan seperti ini menurutku butuh perawatan

khusus yang intensif dari ahli gitu, kaya ini kan di rawat di rumah sakit jiwa. Informan

4 melihat itu sebagai hal ektrim dan perlu mendapatkan perawatan, karena tokoh ini

melakukan itu dengan sengaja dan dia terlihat senang sekaligus puas ketika dia berhasil

dapet perhatian itu. Kalau untuk yang perawatan khsususnya ini dikarenakan ini adalah

sebuah gangguan jiwa yang sebaiknya harus ditangani dengan tepat. Informan 4

melihat bahwa terdapat pembentukan karakternya yang cukup sesuai dengan kondisi

realitanyam namun dari pengalaman informan 4 diketahui bahwa terdapat perbedaan

dari sifat kaakter. Oleh karena itu, informan 4 menyimpulkan bahwa adegan ini cukup

menjelaskan gangguan manik, namun cara penyampaiannya kurang tepat. Karena tidak

semua orang yang punya gangguan manik kaya Kwon Gi Do itu punya kecenderungan

dengan tindakan eksibisionis dan tidak semua eksibisionis itu pede dalam melakukan

aksinya. Sehingga adegan ini lumayan menjelaskan gangguan manik tapi cara

penyampaiannya agak kurang pas, dan menimbulkan kesannya bahwa gangguan manik

dia selalu ekshibit seperti Kwon Gi Do.

153
4.1.3.2.3 Bagian dari naluri yang tidak terkontrol

Menurut informan 5, adegan tidak merujuk pada gangguan khusus, melainkan

ketidakmampuannya dalam menyalurkan nafsu. Informan berpendapat bahwa

sebenarnya setiap orang sama-sama memiliki sebuah nafsu, tapi yang membedakan

dengan tokoh Kwon Gi Do ini adalah ketidakmampuannya mengontrol diri dan

nafsunya. Dari pengalaman dan pengetahuan informan 5 selama mengyam pendidikan

terkait psikologi, orang yang memiliki gangguan jiwa sampai seperti ini banyak

dijumpai oleh pengidap skizofrenia yang kadang-kadang melakukan sesuatu tanpa

berpikir atau tidak memilki akal dan lagika. Namun dilihat dari ciri dan apa gangguan

yang dijelaskan pada tokoh Kwon Gi Do, informan 5 tidak melihat adanya kesamaan

ciri terhadap gangguan skizofresnia. Sehingga, Informan 5 melihat bahwa adegan ini

lebih merujuk pada fetish atau sesuatu hal yang membuat seseorang merasa terangsang,

dan ini merupakan sifat naluriah dari tokoh tersebut di mana dia akan merasa puas jika

telanjang di depan orang lain dan membuat orang lain terkejut. Selain itu, informan 5

berpendapat bahwa perbedaan orang lain pada umumnya dengan orang yang mimiliki

gangguan seperti Kwon Gi Do ini di masukan ke dalam Rumah Sakit Jiwa, karena tidak

terkontrolnya nafsu tersebut sehingga membutuhkan perawatan yang tepat di dalam

rumah sakit jiwa.

4.1.3.3 Posisi Pemaknaan Oposisi

Berdasarkan pengelompokan hasil posisi pemaknaan informan yang telah dilakukan,

terdapat satu informan yang memaknai teks dengan posisi oppotional reading yaitu

154
informan 3. Dalam posisi ini, informan menolak pesan teks dari film dengan

menggunakan pemahamannya yang berbeda dan yang memunculkan tema yaitu

penyampaian karakter yang berlebihan yang akan dijelaskan sebagai berikut:

4.1.3.3.1 Penyampaian karakter yang berlebihan

Informan 3 berpendapat bahwa mereka yang memiliki perilaku ekshibisionis

cenderung suka membuka dan menunjukan kepemilikannya. Menurut informan 3, ciri

dan sifat dari gangguan kepribadian dari tokoh Kwon Gi Do adalah munculnya

perasaan senang ketika kepemilikannya dilihat dan mendapatkan respon oleh orang

lain. Informan 3 mengetahui bagaimana perasaan yang timbul ketika orang dengan

gangguan tersebut melakukan tindakannya dari kasus-kasus yang pernah dia ketahui

dari orang lain di sekitarnya. Sehingga, bagi informan 3, penyampaian karakter dalam

adegan tersebut di saat tokoh Kwon Gi Do berusaha menunjukkan kepemilikannya

terlihat cukup berlebihan. Hal ini dikarenakan Informan 3, membandingkan adegan

tersebut pada beberapa kasus di Jakarta yang menunjukkan respon sederhana dalam

peristiwa exhibisionis, sedangkan dalam adegan tersebut terlihat heboh dan vulgar.

4.1.4 Posisi Pemaknaan Informan Terhadap Adegan Munculnya Alter Ego dari

Yoo Sun Hae

Dari adegan munculnya alter ego dari Yoo Sun Hae akan dilihat bagaimana

tampilan karakteristiknya yang berbeda dari gangguan difabel tersebut melalui analisis

preferred reading. Hasil dari analisis makna dominan dari adegan tersebut menunjukan

155
adanya penekanan penggambaran identitas yang berbeda dari tokoh Yoo Sun Hae,

sehingga dapat membantu menjelaskan bagaimana kondisi dari gangguan identitas

disosiatif ini terjadi.

Tabel 4. 4 Pemaknaan Informan Terhadap Adegan Munculnya Alter Ego dari


Yoo Sun Hae

INFORMAN TEMA POSISI PEMAKNAAN


KHALAYAK
3 Penyamaan ciri gangguan dari Dominant position
4 difabel identity disorder
1 Perbedaan persona karakter difabel Negotiated position
5 Gangguan yang berbeda
2 Penyampaian gangguan karakter Oppositional position
yang dramatis

4.1.4.1 Posisi Pemaknaan Dominan

Berdasarkan pengelompokan hasil posisi pemaknaan informan yang telah dilakukan,

terdapat dua informan yang memaknai teks dengan posisi dominant reading yaitu

informan 3 dan 4. Dalam posisi ini, informan memunculkan satu tema yang sama yaitu

penyamaan ciri gangguan dari difabel identity disorder yang akan dijabarkan sebagai

berikut:

4.1.4.1.1 Penyamaan Ciri Gangguan dari Difabel Identity Disorder

Informan 3 melihat penggambaran Yoo Sun Hae sebagai karakter kepribadian ganda

sangat sesuai, karena penampilannya dan cara bicaranya menunjukkan bahwa dia

adalah orang yang sama dengan jiwa dan identitas yang beda. Informan 3 melihat

156
kesesuaian penggambaran tersebut dari cara penampilannya dengan kucir rambut dua,

makan permen, dan nada bicara atau suaranya yang kaya anak kecil imut itu nunjukin

kalo pasien ini beneran punya dua kepribadian yang beda. Padahal, menurut informan

3 tokoh Yoo Sun Hae ini adalah seorang pasien difabel yang sudah dewasa yang terlihat

dari wajah tokoh tersebut, dan penampilan tokoh ini di adegan-adegan sebelumnya

yang tidak tampak seperti layaknya anak kecil. Sehingga, informan 3 menganggap

bahwa adegan ini memang mau ngeliatin sisi perbedaan identitas dari gangguan

kepribadian ganda. Kemudian informan 3 juga menyatakan bahwa penggambaran

tersebut sesuai dengan tokoh-tokoh difabel yang memilki gangguan kepribadian ganda

lainnya di drama maupun film sebelumnya yang pernah dilihat. Selanjutnya, informan

4 menilai bahwa orang-orang dengan kepribadian ganda dari film digambarkan

memiliki kepribadian yang beda dan mereka tidak mampu mengontrol hal tersebut.

Menurut informan 4, hal ini dikarenakan alter ego orang yang punya gangguan identitas

disosiatif itu memang bisa tiba-tiba muncul tanpa dia bisa kontrol ketika dia ke trigger

sama hal-hal yang berhubungan dengan traumanya dia. Karena dia berubah jadi anak

kecil itu setelah mendappatkan telepon dari ayahnya, yang mana ayahnya itu punya

peran besar ketika dia mengalami trauma itu. Selain itu, dari pengetahuan informan 4

mengenai gangguan kepribadian ganda dalam drama, film maupun info dari sosial

media yang pernah diakses menunjukan adanya kesamaan ciri dari setiap karakter

tersebut.

157
4.1.4.2 Posisi Pemaknaan Negosiasi

Berdasarkan pengelompokan hasil posisi pemaknaan informan yang telah dilakukan,

terdapat dua informan yang memaknai teks dengan posisi negotiated reading yaitu

informan 1 dan 5. Dalam posisi ini, informan mengkompromikan pesan teks dari film

dengan menggunakan pengetahuannya yang memunculkan dua tema berbeda yaitu

perbedaan persona karakter difabel dan gangguan yang berbeda yang akan

dideskripsikan sebagai berikut:

4.1.4.2.1 Perbedaan persona karakter difabel

Informan 1 melihat pembentukan karakter tokoh Yoo Sun Hae cukup sesuai dengan

karakter orang dengan gangguan kepribadian ganda di dunia realitas.

“Secara realitanya aku belum pernah ketemu juga, cuma katanya itu orang
dengan kepribadian ganda itu ga selalu akan jadi anak kecil kaya tokoh Yoo Sun Hae.
Jadi kaya setiap orang yang punya kepribadian ganda itu bisa muncul kepribadian
lain dengan persona yang beda. Karena mereka juga punya sisi traumatik yang beda-
beda juga kan.”
Secara umum, informan 1 belum pernah bertemu dengan seseorang berkepribadian

ganda, namun seringkali melihat melalui akun sosial media twitter.

“Di kasus-kasus Twitter, mereka menampilkan kepribadian yang berbeda dari


kepribadian yang asli mereka. Mereka menampilkan melalui postingannya dan cara
mereka berinteraksi dengan media (foto/video) dan secara tulisan.”
Sehingga informan 1, meyakini bahwa setiap munculnya kepribadian ganda ini

memiliki persona yang beda-beda tergantung dengan sisi traumatik orang tersebut.

158
4.1.4.2.2 Gangguan yang berbeda

Menurut informan 5, adegan ini tidak nunjukin kalo tokohnya itu bipolar, tapi cuma

kaya kembali ke sifat kekanak-kanakan yang muncul karena dia butuh perhatian aja.

Karena berdasarkan dari pengetahuan informan 5, kondisi bipolar dalam Rumah Sakit

Jiwa ini juga memili kondisi yang disebut fiksasi. Di mana fikasasi adalah kondisi

kembali kemasa seperti anak-anak. Hal ini menurut informan 4 sebenarnya bisa terjadi

pada masyarakat umum, namun kondisi pasien di RSJ ini diakibatkan karena kesulitan

dalam mengontrol diri dari pasien tersebut. Selain itu, informan 5 juga menemui kasus

kondisi gangguan ini tidak hanya di RSJ saja namun juga banyak di tempat seperti panti

jompo, dan sebagainya. Oleh kerana itu, penggambaran tokoh dalam drama tersebut

memiliki kesamaan dengan orang-orang yang pernah ditemui oleh informan 5.

Kepribadian ganda yang selama ini sering disebutkan dalam adegan drama pada

dasarnya adalah alter ego yang muncul dari kondisi fiksasi yang sudah tidak bisa

dikontrol.

4.1.4.3 Posisi Pemaknaan Oposisi

Berdasarkan pengelompokan hasil posisi pemaknaan informan yang telah dilakukan,

terdapat satu informan yang memaknai teks dengan posisi oppotional reading yaitu

informan 2. Dalam posisi ini, informan menolak pesan teks dari film dengan

menggunakan pemahamannya yang berbeda dan yang memunculkan satu tema yaitu

penyampaian gangguan karakter yang dramatis yang akan dijelaskan sebagai berikut:

159
4.1.4.3.1 Penyampaian gangguan karakter yang dramatis

Informan 2 melihat bahwa munculnya kepribadian lainnya dari seorang bipolar ini

terjadi sebagai cara dalam melindungi diri karena merasa terancam. Sehingga,

informan 2 menganggap bahwa adegan ini menjelaskan, kalau kepribadian yang lain

ini muncul sebagai mekanisme pertahanan diri dari mereka karena merasa terancam

aja. Dan ketika itu muncul mereka tidak sadar dan tidak tahu kapan kepribadian mereka

bisa beralih. Sedangkan dalam penggambarannya karakternya, karena belum pernah

bertemu dengan orang yang memiliki gangguan bipolar sehingga informan 2 hanya

menilai dari cara penyampaian dengan menampilkan ilusi sosok anak kecil itu terkesan

dramatis, karena menurut informan 2 pada dasarnya mereka memiliki tubuh yang sama.

4.1.5 Posisi Pemaknaan Informan Terhadap Adegan Munculnya Ingatan

Traumatik Kang Pil Wong

Dari adegan munculnya ingatan traumatik Kang Pil Wong akan dilihat

bagaimana tampilan karakteristiknya yang berbeda dari gangguan difabel tersebut

melalui analisis preferred reading. Hasil dari analisis makna dominan pada adegan

tersebut menunjukan ketidakberdayaan pengendalian diri dalam sisi psikologis dari

tokoh Kang Pil Wong yang didramatisir untuk memberikan penggambaran terkait

gangguan traumatik dari difabel PTSD.

160
Tabel 4. 5 Pemaknaan Informan Terhadap Adegan Munculnya Ingatan
Traumatik Kang Pil Wong

INFORMAN TEMA POSISI PEMAKNAAN


KHALAYAK
2 Reaksi difabel PTSD yang wajar Dominant position
3 Bergantung dengan taraf
5 keparahan gangguan PTSD
Negotiated position
1 Penggambaran gangguan PTSD Oppositional position
4 yang dramatis

4.1.5.1 Posisi Pemaknaan Dominan

Berdasarkan pengelompokan hasil posisi pemaknaan informan yang telah dilakukan,

terdapat satu informan yang memaknai teks dengan posisi dominant reading yaitu

informan 2. Dalam posisi ini, informan memaknai secara sama yaitu reaksi difabel

PTSD yang wajar, yang akan dijabarkan sebagai berikut:

4.1.5.1.1 Reaksi difabel PTSD yang wajar

Informan 2 berpendapat bahwa adegan ini menggambarkan sisi traumatik dari tokoh

pasien gangguan mental. Di mana tokoh tersebut teringat oleh masa lalunya, dan masih

belum bisa lepas dari traumanya. Sehingga, informan 2 merasa adegan ini lebih

menjelaskan gangguan kejiwaan yang dialami oleh tokoh kakek tersebut ketika dipicu

oleh sesuatu.

“Menurutku, adegan ini sangat wajar dan sesuai dengan realitanya karena
trauma bukan hal yang menyenangkan jadi pasti ketika ada sesuatu yang memicunya
itu membuat kaget dan ketakutan.”

161
Oleh karena itu, informan 2 berpendapat bahwa reaksi dari tokoh difabel yang trauma

ini tampak sangat wajar dan sesuai dengan realitanya karena trauma bukan hal yang

menyenangkan, sehingga ketika ada sesuatu yang memicu rasa trauma tersebut akan

menjadikannya kaget dan ketakutan.

4.1.5.2 Posisi Pemaknaan Negosiasi

Berdasarkan pengelompokan hasil posisi pemaknaan informan yang telah dilakukan,

terdapat dua informan yang memaknai teks dengan posisi negotiated reading yaitu

informan 3 dan 5. Dalam posisi ini, informan mengkompromikan pesan teks dari film

dengan menggunakan pengetahuannya yang memunculkan satu tema yang sama yaitu

bergantung dengan taraf keparahan gangguan PTSD yang akan dideskripsikan sebagai

berikut:

4.1.5.2.1 Bergantung dengan taraf keparahan gangguan PTSD

Informan 3 melihat penggambaran tokoh kakek yang memiliki gangguan traumatis

dalam drama tersebut terkesan dramatis, namun bisa jadi itulah yang sebenarnya

mereka rasakan. Dari pengalaman informan 3 selama menjalin hubungan pertemanan

dengan seseorang yang mengalami gangguan trauma sepertik tokoh difabel mental

PTSD ini memang cukup mudah terganggu ketika menengar suara-suara yang

mengingatkannya pada peristiwa traumatik. Seperti pada gangguan traumatik dari

teman informan 3, terdapat kondisi atau suara seperti pengetukan pintu atau suara hujan

yang menimbulkan perasaan takut dan panik. Hal ini dilihat langsung oleh informan 3

162
ketika temannya memperlihatkan bahasa tubuh ataupun ekspresi panik ketika

mendengar suara-suara tersebut. Sehingga, informan 3 menilai adegan tersebut

berdasarkan pada tingkat keparahan gangguan traumatis yang diderita, bisa jadi

gangguan trauma kakeknya di drama ini memiliki level yang sudah sangat parah.

Selanjutnya, Informan 5 juga melihat bahwa mungkin memang se-ekstrim itu kondisi

dari tokoh PTSD dalam drama ini. Namun, informan 5 juga merasa bahwa adegan ini

cukup berlebihan dalam menggambarkan gangguan PTSD, walaupun informan 5 tidak

terlalu mendalami gangguan ini. Tetapi mungkin, jika penggambaran seperti kembali

ke masa lalu ini mengilustrasikan apa yang ada di dalam isi kepala dari tokoh tersebut,

mungkin memang begitu apa yang dirasakan oleh difabel PTSD yang sudah parah.

Informan 5 menyimpulkan bahwa, difabel PTSD ketika terpicu oleh momen-momen

yang penting akan membuatnya merasa kembali ke masa traumanya tersebut. Namun,

informan 5 tetap berpendapat bahwa penggambaran PTSD yang traumanya sedang

kambuh tampak dilebih-lebihkan, walaupun mungkin itu memang yang ada di dalem

kepalanya berasanya seperti itu.

4.1.5.3 Posisi Pemaknaan Oposisi

Berdasarkan pengelompokan hasil posisi pemaknaan informan yang telah dilakukan,

terdapat dua informan yang memaknai teks dengan posisi oppotional reading yaitu

informan 1 dan 4. Dalam posisi ini, informan menolak pesan teks dari film dengan

menggunakan pemahamannya yang berbeda dan yang memunculkan tema yaitu

penggambaran gangguan PTSD yang dramatis, yang akan dijelaskan sebagai berikut:

163
4.1.5.3.1 Penggambaran gangguan PTSD yang dramatis

“Untuk case PTSD yang pernah aku temui mungkin belum terlalu parah seperti
di drama tersebut, mereka merasa takut dan was-was apabila bertemu dengan hal yang
dapat memicu gangguan tersebut, tanda fisiknya detak jantung berdegup lebih
kencang, tangan tremor, selalu merasa bersalah. Sedangkan sayang saya temui itu
tidak seperti itu. Sebenernya ya itu bisa aja terjadi kalo udah yang parah banget kali”
Menurut informan 1, tokoh PTSD yang ditampilkan dalam adegan tersebut cukup

ekstrim, berbeda dengan orang yang pernah dijumpai oleh informan 1 yang

menunjukkan gejala tremor dan tidak sampai yang jatuh lemas hingga teriak histeris.

Meski demikian, informan 1 berpendapat bahwa hal tersebut mungkin dapat terjadi

apabila sudah memasuki taraf parah. Informan 1 tetap berpendapat bahwa drama ini

terkesan berlebihan saat menampilkan adegan rasa kambuh trauma. Selanjutnya,

informan 4 berpendapat bahwa kepribadian tokoh PTSD di dalam drama ini

digambarkan melalui respon yang panik dan berlebihan ketika dihadapkan dengan

trauma. Respon ini digambarkan dengan perasaan terganggu dankeinginan untuk

segera keluar dari situasi traumatik tersebut. Informan 4 melihat bahwa penggambaran

yang berlebihan dan terkesan tidak realistis ini merupakan suatu yang wajar dalam

sebuah drama. Meskipun begitu, informan 4 melihat bahwa reaksi PTSD di dunia nyata

tidak akan heboh atau berlebihan seperti yang digambarkan dalam drama tersebut.

Pendapat yang diutarakan oleh informan 4 berdasarkan pada informasi media yang

membahas mengenai mental health.

164
4.1.6 Posisi Pemaknaan Informan Terhadap Adegan Moon Sang Tae di Pameran

Buku

Dari adegan munculnya Moon Sang Tae di pameran buku akan dilihat

bagaimana tampilan karakteristiknya yang berbeda dari gangguan difabel tersebut

melalui analisis preferred reading. Hasil dari analisis makna dominan pada dari adegan

tersebut menunjukan adanya penggunaan stereotip yang ada di masyarakat dengan

tujuan untuk melakukan pembelaan pada posisi difabel mental autisme.

Tabel 4. 6 Pemaknaan Informan Terhadap Adegan Moon Sang Tae di Pameran


Buku

INFORMAN TEMA POSISI PEMAKNAAN


KHALAYAK
1 Penekanan sterotipe sebagai suatu Dominant position
2 hal yang salah
3 Dampak kurangnya pemahaman Negotiated position
5 penanganan difabel
4 Ketidakbedayaan difabel Oppositional position

4.1.6.1 Posisi Pemaknaan Dominan

Berdasarkan pengelompokan hasil posisi pemaknaan informan yang telah dilakukan,

terdapat dua informan yang memaknai teks dengan posisi dominant reading yaitu

informan 1 dan 2. Dalam posisi ini, informan memaknai secara sama yaitu penekanan

sterotipe sebagai suatu hal yang salah yang akan dijabarkan sebagai berikut:

165
4.1.6.1.1 Penekanan sterotipe sebagai suatu hal yang salah

“Menurutku ini kaya nunjukin stereotip masyarakat di sekitar kita yang yang
masih menilai orang lain dari penampilannya itu ada banget. dan mmereka cenderung
menjauh dan menyebut gila dengan berbicara meracau, hal tersebut menandakan
bahwa kurangnya pemahaman masyarakat tentang autisme”

Menurut informan 1, adegan ini seperti menyampaikan pesan tersirat bahwa masih ada

stereotip masyarakat yang menilai orang lain dari penampilannya, cara bicara dari autis

yang merancau dengan mengatakan sebagai gila. Oleh karena itu, informan 1 juga

berpendapat seharusnya hal tersebut tidak diperbolehkan karena masyarakat bukan

psikiater atau psikolog. Selanjutnya, menurut informan 2 pandangan negatif muncul

karena masih banyak orang yang belum paham bahwa tidak semua orang dengan

gangguan mental dapat dikategorikan sebagai orang gila.

“Menurutku, respon pengunjungnya itu nunjukin kalo banyak yang belum


paham bahwa tidak semua orang dengan gangguan mental itu gila jadi membuat
adanya pandangan negatif itu. Jadi adegan ini lebih menunjukan bahwa sikap
judgmental dari pengunjung tersebut adalah hal yang salah.”
Informan 2 juga menyatakan bahwa adegan ini menunjukan bahwa penilaian negatif

dari pengunjung tersebut adalah hal yang salah karena dapat berakhir dengan tindakan

kekerasan seperti adegan ini yang mana Moon Sang Tae dipukul dan dicap sebagai

gila. Argumen dari informan 2 ini juga didukung pendapat Danandjajda, yang

mengatakan bahwa banyakanya stereotip negatif ini pada akhirnya dapat memunculkan

prasangka yang berujug pada tindakan kekerasan dan diskriminasi pada kelompok

minoritas (Danandjajda dalam Murdianto, 2018: 142).

166
4.1.6.2 Posisi Pemaknaan Negosiasi

Berdasarkan pengelompokan hasil posisi pemaknaan informan yang telah dilakukan,

terdapat dua informan yang memaknai teks dengan posisi negotiated reading yaitu

informan 3 dan 5. Dalam posisi ini, informan memaknai secara sama yaitu dampak

kurangnya pemahaman penanganan difabel yang akan dijabarkan sebagai berikut:

4.1.6.2.1 Dampak kurangnya pemahaman penanganan difabel

Menurut informan 3, penggambaran kondisi dalam drama cukup sesuai dengan realitas

ketika berhadapan dengan seseorang yang mengalami gangguan jiwa dan terlihat jelas

dari fisik, penampilan maupun cara berbicaranya. Hal ini dikarenakan masih terdapat

banyak orang awam yang tidak tahu cara menghadapi orang difabel mental dan

cenderung memberikan penilaian negatif dan mengabaikannya. Dari beberapa

pengalaman yang dialami oleh informan 3 ketika berada di ruang publik dan tidak

sengaja bertemu dengan orang-orang yang memiliki gangguan seperti autisme ini

memang sering kali diabaikan oleh masyarakat. Pengabaian tersebut bisa seperti cara

berbicara masyarakat autis yang seakan-akan ingin segera menyelesaikan komunikasi

dan pergi, serta dari cara pandang masyarakat yang melihat orang autis dengan tatapan

sinis, takut hingga jijik. Sehingga, penggambaran dalam adegan tersebut dapat

dikatakan cukup sesuai dengan kondisi yang sebenarnya terjadi pada difabel mental.

Selain itu, informan 3 juga mengatakan bahwa adanya pola pikir yang berbeda dan

jarangnya interaksi antara masyarakat sosial dengan orang yang memiliki gangguan

mental, membuat banyak dari orang awam tidak tahu cara menanggapi dengan benar.

167
Hal ini dirasakan oleh informan 3 sebelum memiliki relasi pertemanan dengan orang-

orang yang memiliki kebutuhan khusus secara mental, yang mana sebelumnya

informan 3 merasa takut mendekati dan menyinggung perasaan ketika berkomunikasi

dengan difabel dan hal itu membuatnya tidak ingin berkomunikasi terlalu intens dengan

mereka. Namun, jika melihat kembali pada penggambaran perlakuan autisme,

informan 3 tidak melihat adanya kekerasan pada realitanya, namun cenderung pada

sikap pengabaian yang seringkali dilakukan oleh masyarakat.

Selanjutnya, informan 5 berpendapat bahwa perlakuan kasar yang dilakukan oleh orang

awam tidak dapat dinilai benar atau salah. Informan 5 melihat bahwa hal ini karena

semata-mata mereka tidak tahu cara memperlakukan tokoh autis. Di dalam scene

tersebut tokoh autis diperlihatkan dalam kondisi seperti anak kecil yang berteriak-

teriak. Karena kondisinya tersebut, tokoh autis diperlakukan kasar oleh orang awam

disekitarnya. Dalam merespon sikap tantrum dari difabel autis ini, informan 5 melihat

bahwa dalam situasi tersebut difabel autis justru butuh untuk ditenangkan, sehingga

seharusnya orang awam yang berada di sekitarnya tidak merespon dengan perhatian

berlebih yang justru akan memicu trigger dari difabel autis. Selain itu, informan 5 juga

melihat pentingnya pendampingan oleh orang terdekat terhadap difabel autis, terutama

orang terdekat yang mengerti pemicu tantrum dan cara menghindari dan mengatasi

tantrum yang terjadi di tempat umum.

168
4.1.6.3 Posisi Pemaknaan Oposisi

Berdasarkan pengelompokan hasil posisi pemaknaan informan yang telah dilakukan,

terdapat satu informan yang memaknai teks dengan posisi oppotional reading yaitu

informan 4. Dalam posisi ini, informan menolak pesan teks dari film dengan

menggunakan pemahamannya yang berbeda dan yang memunculkan tema yaitu

ketidakberdayaan difabel yang akan dijelaskan sebagai berikut:

4.1.6.3.1 Ketidakberdayaan difabel

Menurut informan 4, melihat bahwa adegan ini menggambarkan Moon Sang Tae

sebagai tokoh yang punya kebutuhan khusus atau difabel itu ketika berhadapan dengan

masyarakat langsung dia tidak berdaya melawan atau membela dirinya dengan kata

lain dia masih bergantung dengan orang terdekatnya untuk mendapatkan bantuan

maupun pertolongan. Hal ini dikarenakan informan 4 memaknai dari adegan ini di

mana Moon Sang Tae bahkan tidak terlihat melawan tokoh pengunjung tersebut sampai

adiknya datang dan malah Ko Moon Young yang kaya membantu tokoh tersebut. Oleh

karena itu, informan 4 menyimpulkan bahwa mereka yang difabel ini belum sekuat itu

untuk bisa menghadapi lingkungan masyarakat yang punya cara pandang yang

beragam sehingga masih harus didampingi oleh orang terdekat yang peduli sama

mereka. Hal ini sejalan dengan pengetahuan informan 4 yang mana kerabatnya yang

memiliki gangguan autis harus selalu didampingi oleh orangtua ataupun saudara

kandungnya saat berada diruang publik.

169
4.1.7 Posisi Pemaknaan Informan Terhadap Adegan Pengalihan Emosi Lee Ah

Reum Diabaikan Oleh Penulis Ko Moon Young

Dari adegan pengalihan emosi Lee Ah Reum diabaikan oleh penulis Ko Moon

Young akan dilihat bagaimana tampilan karakteristiknya yang berbeda dari gangguan

difabel tersebut melalui analisis preferred reading. Hasil dari analisis makna dominan

dari adegan tersebut memunculkan suatu stereotip berupa keterkaitan pengaruh suatu

obat dengan keterbatasan pengelolaan emosional dari tokoh Lee Ah Reum sebagai

cara untuk mengalihkan perasaan sedih dari tokoh tersebut.

Tabel 4. 7 Pemaknaan Informan Terhadap Adegan Pengalihan Emosi Lee Ah


Reum Diabaikan Oleh Penulis Ko Moon Young

INFORMAN TEMA POSISI PEMAKNAAN


KHALAYAK
4 Pengaitan ketergantungan obat Dominant position
pada gangguan difabel
1 Faktor kedekatan relasi Negotiated position
2 Oppositional position
3 Penekanan fungsional obat secara
medis
5

4.1.7.1 Posisi Pemaknaan Dominan

Berdasarkan pengelompokan hasil posisi pemaknaan informan yang telah dilakukan,

terdapat satu informan yang memaknai teks dengan posisi dominant reading yaitu

informan 4. Dalam posisi ini, informan memaknai pengaitan ketergantungan obat pada

gangguan difabel yang akan dijabarkan sebagai berikut:

170
4.1.7.1.1 Pengaitan ketergantungan obat pada gangguan difabel

Menurut informan 4, adegan ini cukup menggambarkan bahwa tokoh pasien

perempuan ini sangat sensitif karena hal sepele dianggap terlalu serius sampe dia

merasa kalau orang lain yang mengabaikannnya itu membencinya. Dari stereotip yang

ditampilkan, menurut informan 4 adegan ini menonjolkan sisi psikologis dari gangguan

mentalnya dalam bentuk sikap yang sentimental dan penyebutan pengaruh obatnya

yang habis juga menimbulkan kesan bahwa tempramen pasien perempuan itu

dikarenakan efek dari pengaruh obatnya. Oleh karena itu, informan 4 merasa bahwa

terdapat pengaitan ketergantungan obat pada gangguan mental difabel tersebut karena

tidak tervalidasinya perasaan sedih, marah dan kecewa dari tokoh tersebut. Berkaitan

dengan stereotip ketergantungan obat yang dimunculkan dalam adegan ini, informan 4

memilki pengalaman di mana melihat temannya yang memiliki gangguan kecemasan

mengalami tindakan stereotyping di sosial media karena mengonsumsi obat-obatan

sebagai cara untuk menghilangkan rasa cemas.

4.1.7.2 Posisi Pemaknaan Negosiasi

Berdasarkan pengelompokan hasil posisi pemaknaan informan yang telah dilakukan,

terdapat satu informan yang memaknai teks dengan posisi negotiated reading yaitu

informan 1. Dalam posisi ini, informan memunculkan satu tema yaitu faktor kedekatan

relasi yang akan dijabarkan sebagai berikut:

171
4.1.7.2.1 Faktor kedekatan relasi

Menurut informan 1, tokoh cewek memiliki sifat sensitif, karena memiliki rasa trauma

terhadap tindakan KDRT yang sebelumnya pernah dialami. Informan 1 melihat hal ini

sebagai hal yang wajar karena trauma yang ada dalam dirinya membentuk perasaannya

menjadi lebih sensitif.

“Kataku, pasien cowonya ini baik tapi cara dia nenangin temennya itu lebih
bagus kalo ga pake kata-kata pengaruh obat itu si. Cuma balik lagi, karena mungkin
mereka udah akrab jadi biasa aja.”
Adapun pasien cowok memiliki sifat baik, hanya saja informan 1 melihat kesalahan

yang dilakukan oleh pasien cowok ketika menangani temannya dengan mengatakan

bahwa hal itu terjadi karena pengaruh obat. Namun informan 1 juga menerima adanya

kemungkinan hal tersebut menjadi sesuatu yang biasa saja karena karena sudah

memiliki keakraban satu sama lain.

“Menurutku, tidak semua perilaku yang terjadi dari seseorang dengan


gangguan kecemasan adalah karena pengaruh obat dan cara menenangkan dengan
obat. Untuk langkah awal bisa saja dengan mengajak atau mendistraksi dengan hal
yang membuatnya lebih tenang.”

Dari pernyataan tersebut, informan 1 merasa bahwa memang cara tersebut secara

langsung dapat menimbulkan stereotip terkait gangguan dari pasien wanita ini, karena

tidak seluruh gangguan kecemasan dapat digeneralisasikan sebagai sebagai mengaruh

obat.

172
4.1.7.3 Posisi Pemaknaan Oposisi

Berdasarkan pengelompokan hasil posisi pemaknaan informan yang telah dilakukan,

terdapat tiga informan yang memaknai teks dengan posisi oppotional reading yaitu

informan 2, 3, dan 5. Dalam posisi ini, informan menolak pesan teks dari film dengan

menggunakan pemahamannya yang sama yang memunculkan tema yaitu penekanan

fungsional obat secara medis yang akan dijelaskan sebagai berikut:

4.1.7.3.1 Penekanan fungsional obat secara medis

Menurut informan 2, adegan tersebut memperlihatkan bahwa pasien perempuan

memiliki pemikiran yang terlalu berlebihan, yang terbentuk dari gangguan kecemasan

berlebihan yang dideritanya. Informan 2 menilai bahwa apa yang dilakukan oleh teman

laki-laki dari pasien tersebut berusaha untuk menenangkan perasaan temannya agar

tidak terpuruk, sehingga dia mengajak masuk untuk mendapatkan obat dari sang

perawat. Adapun informan 3 berpendapat bahwa drama ini mencoba menggambarkan

penyakit gangguan kejiwaan dapat disembuhkan seperti penyakit lain pada umumnya.

Menurut informan 3, dengan menyebut adanya pengaruh obat menunjukan kalau

gangguan kesehatan mental itu juga membutuhkan penyembuhan dengan sebuah obat.

Hal ini dikarenakan banyak masyarakat awam yang memiliki stereotip bahwa orang

dengan gangguan jiwa adalah mereka yang kurang beribadah, padahal gangguan jiwa

merupakan suatu gangguan kesehatan secara mental yang dapat disembuhkan obat.

Adanya stereotip ini diketahui oleh informan 3 dari pengalaman yang pernah dialami

oleh temannya yang memiliki penyakit mental yang dulunya sering dikaitkan dengan

173
kurangnya kegiatan ibadah yang membuat mentalnya tidak stabil, padahal memang

membutuhkan sebuah obat secara medis. Selanjutnya, informan 5 berpendapat bahwa

adegan menenangkan temannya dengan cara memberikan obat adalah hal yang bagus,

di mana orang-orang yang memiliki mental health terutama yang sedang melakukan

perawatan lebih lanjut di Rumah Sakit Jiwa memang sedang melakukan proses

pengobatan, sehingga butuh diingatkan lebih lanjut untuk mengkonsumsi obatnya.

Informan 5 juga melihat bahwa pasien dengan anxiety cenderung lebih sensitif dan

pemikir terhadap perlakuan orang di sekitar terhadap dirinya. Kecenderungan untuk

lebih sensitif ini seringkali membuat difabel mental anxiety memiliki pemikiran negatif

yang berlebihan. Menurut informan 5, meskipun semua orang memang memiliki

kecenderungan untuk memiliki sifat sensitif ini, yang membedakan adalah kemampuan

untuk mengontrol sikap sensitif ini, di mana orang dengan anxiety cenderung lebih

susah dalam mengontrol timbulnya pikiran negatif secara berlebihan ini.

4.1.8 Posisi Pemaknaan Informan Terhadap Adegan Kwon Gi Do Mengutarakan

Tindakan Diskriminatif Orang Tuanya

Dari adegan Kwon Gi Do mengutarakan tindakan diskriminatif prang tuanya

akan dilihat bagaimana tampilan karakteristiknya yang berbeda dari gangguan difabel

tersebut melalui analisis preferred reading. Hasil dari analisis makna dominan dari

adegan tersebut menunjukan tindakan diskriminatif yang bertujuan untuk melakukan

pembelaan pada posisi difabel maniac disorder dengan menunjukan dan menjelaskan

dampak psikologi yang dialami oleh difabel tersebut.

174
Tabel 4. 8 Pemaknaan Informan Terhadap Adegan Kwon Gi Do Mengutarakan
Tindakan Diskriminatif Orang Tuanya

INFORMAN TEMA POSISI PEMAKNAAN


KHALAYAK
1 Pembentukan rasa empati pada Dominant position
3 difabel
4 Penggambaran kondisi karakter Negotiated position
5 yang kurang realistis
2 Ketidakberdayaan difabel maniac Oppositional position
disorder

4.1.8.1 Posisi Pemaknaan Dominan

Berdasarkan pengelompokan hasil posisi pemaknaan informan yang telah dilakukan,

terdapat dua informan yang memaknai teks dengan posisi dominant reading yaitu

informan 1 dan 3. Dalam posisi ini, informan memaknai secara sama yaitu

pembentukan rasa empati pada difabel yang akan dijabarkan sebagai berikut:

4.1.8.1.1 Pembentukan rasa empati pada difabel

Menurut informan 1, tokoh Kwon Gi Do menggambarkan kesedihannya ketika

mendapatkan diskriminasi dari keluarganya.

“Menurut aku tokoh Kwon Gi Do itu menggambarkan kesedihannya ketika


dapet diskriminasi dari keluarganya. Jadi menurut aku, dari adegan ini nunjukin kalo
kita harus bisa mengerti kesedihan orang lain untuk bisa lebih empati.”

175
Dari adegan tersebut menunjukkan bahwa seorang manusia harus bisa mengerti

kesedihan orang lain untuk bisa lebih empati. Kemudian, informan 1 juga menyatakan

bahwa pesan moral untuk dapat berempati dengan kondisi tersebut adalah kemampuan

untuk mengalami emosi orang lain itu penting dikarenakan dapat mempengaruhi sikap

pada orang lain. Dalam kasus drama ini, informan 1 melihat bahwa dimaksudkan pula

untuk berempati agar tidak melakukan diskriminasi terhadap orang lain.

Selanjutnya, informan 3 berpendapat bahwa adegan mengajak penonton untuk dapat

memahami perasaan seorang yang didiskriminasi melalui script dan

backsound.Informan 3, mengatakan bahwa adegan ini menunjukan gimana sisi

psikologisnya Kwon Gi Do. Dilihat dari script Kwon Gi Do dan backsound yang

digunakan itu seperti penonton diminta untuk memahami perasaannya seorang difabel

yang di diskriminasi. Menurut informan 3, tokoh Kwon Gi Do tidak seharusnya

diperlakukan berbeda dengan saudaranya dan tidak pantas didiskriminasikan, sebab ia

pasti tetap memiliki kelebihan di samping keterbatasan yang dideritanya. Informan 3

memiliki kepercayaan bahwa tidak semua orang itu sempurna sehingga sebagai

manusia haruslah saling toleransi baik atas kelebihan maupun kekurangan masing-

masing. Selain itu, tindakan diskriminasi juga bukan sebuah tindakan yang baik,

tindakan ini merupakan salah satu bentuk kekerasan yang membuat seseorang merasa

terpinggirkan. Informan 3 sendiripun mengatakan bahwa dia juga akan merasa sedih

ketika mendapatkan diskriminasi. Sehingga, dari apa yang ditampilkan dalam

176
penggambaran tersebut seperti menyampaikan kepada penonton untuk memiliki rasa

empati pada semua orang, termasuk difabel mental.

4.1.8.2 Posisi Pemaknaan Negosiasi

Berdasarkan pengelompokan hasil posisi pemaknaan informan yang telah dilakukan,

terdapat dua informan yang memaknai teks dengan posisi negotiated reading yaitu

informan 4 dan 5. Dalam posisi ini, informan memunculkan satu tema yaitu

penggambaran kondisi kondisi karakter yang kurang realistis, yang akan dijabarkan

sebagai berikut:

4.1.8.2.1 Penggambaran kondisi kondisi karakter yang kurang realistis

Informan 4 melihat bahwa penggambaran adegan di mana memasukan narasi kalo

tokoh utamanya itu didiskriminasi oleh keluarganya ini ditujukan untuk

memperlihatkan kondisi mentalitasnya sekarang yang dibentuk sebagai akibat dari

tindakan diskriminatif keluarganya. Meski demikian, informan 4 menganggap bahwa

penggambaran situasi dalam drama terlihat kurang realistis. Hal ini dikarenakan, latar

tempat kampanye politik ini seharusnya memiliki penjagaan yang cukup ketat dan

pasien difabel dari Rumah Sakit jiwa sepengetahuan informan 4 juga tidak dapat keluar

dari rumah sakit dengan mudah. Berdasarkan informasi dan pengetahuan informan 4

yang diterima dari rekannya yang bekerja di dalam Rumah Sakit Jiwa tersebut bahwa

penjagaan wilayah rumah sakit sangatlah ketat dan tidak mudah bagi pasien untuk

kabur begitu saja. Namun, informan 4 juga merasa karena ini ditampilkan dalam sebuah

177
drama saja, jadi adegan tersebut mengilustrasikan kondisi mental dari difabel jika

diperlakukan secara diskriminatif oleh orang lain. Selanjutnya, menurut informan 5,

seluruh adegan dalam cerita ini sengaja dibuat sedemikian rupa agar menarik perhatian

penonton. Diskriminasi terhadap orang yang masuk RSJ adalah hal yang jarang ditemui

oleh informan 5. Adapun pengawasan di dalam RSJ tentunya akan sangat ketat,

sehingga tidak mudah bagia pasien RSJ untuk keluar dari rumah sakit. Apabila pasien

RSJ dapat keluar dari rumah sakit, informan 5 menilai bahwa mereka pasti tidam

memiliki tujuan, apalagi hingga merencanakan sesuatu.

4.1.8.3 Posisi Pemaknaan Oposisi

Berdasarkan pengelompokan hasil posisi pemaknaan informan yang telah dilakukan,

terdapat satu informan yang memaknai teks dengan posisi oppotional reading yaitu

informan 2. Dalam posisi ini, informan menolak pesan teks dari film dengan

menggunakan pemahamannya yang memunculkan dua tema yaitu ketidakberdayaan

difabel maniac disorder, yang akan dijelaskan sebagai berikut:

4.1.8.3.1 Ketidakberdayaan difabel maniac disorder

“Adegan ini menjelaskan posisi Kwon Gi Do yang cerita di depan umum


sampai dia nangis itu nunjukin sisi psikologisnya yang lemah.”

Menurut informan 2, tokoh Kwon Gi Do tidak mampu menyampaikan perasaan

personal yang telah Ia pendam kepada orangtuanya, sehingga kemudian memilih untuk

melawan idealisme pemikiran dari orang tuanya. Dalam scene hal ini ditunjukkan dari

penggambaran sisi psikologisnya yang lemah ketika bercerita di depan umum hingga

178
meneteskan air mata. Informan 2 melihat bahwa terkadang orang tua kerap tidak sadar

melakukan tindakan membanding-bandingkan anak-anaknya, terlepas bahwa setiap

anak memiliki kelebihan dan kekurangan. Oleh karenanya, informan 2 menekankan

pada pentingnya perlakuan yang sama oleh para orangtua di hal-hal yang umum, dan

memperlakukan berbeda di hal-hal khusus, seperti misalnya dalam konteks Kwon Gi

Do memperlakukannya sesuai perbedaan yang Ia miliki.

4.2 Elemen Pembinaan Hubungan Sosial

Dalam melihat posisi pemaknaan dari informan pada penguatan kelompok difabel

sebagai bagian dari pembinaan hubungan sosial, maka akan dibagi menjadi sepuluh

sub-elemen yaitu positivity (tindakan positif), openness (keterbukaan), assurance

(pembentukan komitmen), sharing task (kerjasama), social networks (bersosialisasi),

join activities, mediated communication, avoidance (tindakan menghindar), anti-social

(perilaku menyimpang), dan humor. Analisis posisi pemaknaan informan pada sepuluh

elemen ini, mencakup sebelas adegan yang telah di analisis makna dominannya

menggunakan the codes of television dari John Fiske, yang kemudian ditanyakan pada

lima informan dengan wawancara mendalam.

4.2.1 Posisi Pemaknaan Informan Terhadap Adegan Moon Sang Tae Menolong

Orang Lain

Dari adegan Moon Sang Tae menolong orang lain akan dilihat bagaimana

tampilan karakteristiknya yang berbeda dari gangguan difabel tersebut melalui analisis

179
preferred reading. Hasil dari analisis makna dominan dari adegan tersebut menekankan

adanya sifat empati dan kepedulian dari tokoh difabel autisme, meskipun dalam

penggambarannya masih menampilkan unsur-unsur yang mendramatisir untuk

menarik perhatian penonton.

Tabel 4. 9 Pemaknaan Informan Terhadap Adegan Moon Sang Tae Menolong


Orang Lain

INFORMAN TEMA POSISI PEMAKNAAN


KHALAYAK
2 Pembentukan sifat empati difabel Dominant position
1 Adanya faktor pengalaman difabel Negotiated position
4
5 Kesengajaan penyorotan sisi
positif difabel
3 Reaksi difabel yang kurang Oppositional position
realistis

4.2.1.1 Posisi Pemaknaan Dominan

Berdasarkan pengelompokan hasil posisi pemaknaan informan yang telah dilakukan,

terdapat satu informan yang memaknai teks dengan posisi dominant reading yaitu

informan 2. Dalam posisi ini, informan memunculkan satu tema yaitu pembentukan

sifat empati pada difabel yang akan dijabarkan sebagai berikut:

4.2.1.1.1 Pembentukan sifat empati difabel

“Jadi adegan ini menggambarkan kalau Sang Tae ga cuma udah empati aja
tapi dia juga belajar cara menenangkan diri ketika sedang tidak dalam kondisi yang
baik-baik aja”

180
Menurut informan 2, tokoh Sang Tae mengalami perkembangan yang menunjukkan

dia mulai bisa berempati dengan orang lain, sehingga dia membantu kakeknya yang

sedang trauma. Informan 2 melihat bahwa cara yang dipakai saat menolong kakeknya

merupakan hasil belajar dari adiknya yang sering melakukan itu ketika dirinya sendiri

sedang tantrum. Informan 2 berpendapat bahwa adegan ini menggambarkan tokoh

Sang Tae mampu bersikap empati dan belajar cara menenangkan diri ketika sedang

tidak dalam kondisi baik.

4.2.1.2 Posisi Pemaknaan Negosiasi

Berdasarkan pengelompokan hasil posisi pemaknaan informan yang telah dilakukan,

terdapat tiga informan yang memaknai teks dengan posisi negotiated reading yaitu

informan 1, 4, dan 5. Dalam posisi ini, informan menggunakan pemahamannya yang

memunculkan dua tema yang berbeda yaitu adanya faktor pengalaman difabel dan

kesengajaan penyorotan sisi positif difabel yang akan dijabarkan sebagai berikut:

4.2.1.2.1 Adanya Faktor Pengalaman Difabel

Menurut informan 1, gangguan difabel yang dialami oleh tokoh Moon Sang Tae tidak

menjadikannya mengabaikan orang lain, melainkan ia mampu mengerti kondisi orang

lain. Informan 1 berpendapat bahwa hal tersebut dapat terjadi karena dia pernah

mengalami hal yang sama, sehingga dia punya keberanian lebih untuk menolong orang

lain. Meski demikian, informan 1 menganggap bahwa cara Moon Sang Tae menolong

sang kakek yang traumanya kambuh terkesan berlebihan dengan tindakan menutup

181
kepalanya. Cara yang dilakukan oleh Moon Sang Tae merupakan hasil pembelajaran

dari adiknya untuk menenangkan orang lain.

“Aku sih liatnya dari scene tadi mmm autisme punya kepedulian sesama orang yang
punya gangguan mental, terus dia juga aware tentang cara merespon dan menghadapi
difabel mental yang lagi dihadapkan dengan traumanya.”
Selanjutnya dari pernyataan tersebut, informan 4 juga melihat bahwa tokoh Moon Sang

Tae sebagai difabel autisme memiliki kepedulian sesame difabel dan paham cara untuk

menghadapi jika dihadapkan dengan kondisi yang sama. Informan 4 juga merasa

bahwa dalam kondisi tersebut justru orang-orang awam tidak banyak menolong dan

terlihat bingung. Namun informan 4 juga menganggap bahwa hal ini juga dikarenakan

banyak orang awam yang bingung harus bersikap seperti apa karena tidak pernah

mengalami hal tersebut. Oleh karena itu, informan 4 menyimpulkan bahwa tidak semua

orang yang bisa mengerti cara mengatasinya orang yang mengalami gangguan

traumatik dan adanya pengalaman dari tokoh autis membuatnya lebih mengerti akan

tindakan yang harus dilakukan.

4.2.1.2.2 Kesengajaan penyorotan sisi positif difabel

“Jadi sebenernya autis itu juga punya sisi positif, dan kalo di dariama ini
kebetulan memang dia tokohnya suka membantu gitu kan dengan caranya sendiri.”

Informan 5 melihat bahwa orang autis juga memiliki sisi positif dan mungkin memang

kepeduliannya dari tokoh ini sudah cukup tinggi karena dikelilingi dengan orang yang

membantu. Dalam drama ini, tokoh autis memiliki sikap suka membantu dengan

182
caranya sendiri, sedangkan orang awam terlihat diam saja karena tidak memiliki

kepedulian dengan orang yang punya mental health.

“Kalo menurutku ini ada faktor budaya juga. Mungkin di Korea itu orangnya
memang cuek, individualis dan kurang aware sama mereka-mereka yang punya mental
health. Dan kalo ngomongin soal film juga, ya biar keliatan kalo tokoh autis ini
membantu aja, jadi biar dapet spotlight. Padahal orang pada umumnya ya ga akan se
bodo amat itu pasti.”
Selanjutnya informan 5 juga berpendapat bahwa tindakan menolong yang terlihat

dilakukan oleh Moon Sang Tae sendiri dan sedangkan ada banyak orang awam yang

justru terlihat bingung ini dikarenakan faktor budaya dan kesengajaan penyorotan film

saja.

4.2.1.3 Posisi Pemaknaan Oposisi

Berdasarkan pengelompokan hasil posisi pemaknaan informan yang telah dilakukan,

terdapat satu informan yang memaknai teks dengan posisi oppotional reading yaitu

informan 3. Dalam posisi ini, informan menolak pesan teks dari film dengan

menggunakan pemahamannya yang memunculkan satu tema yaitu reaksi difabel yang

kurang realitis, yang akan dijelaskan sebagai berikut:

4.2.1.3.1 Reaksi difabel yang kurang realistis

Informan 3 mengatakan bahwa tokoh Moon Sang Tae dalam adegan tersebut terlihat

sangat peduli dengan menolong orang lain yang mengalami kondisi trauma karena

tokoh autisme ini bisa memahami orang lain yang meiliki gangguan mental sekaligus

peristiwa trauma. Dalam adegan tersebut, tindakan dari Moon Sang Tae cukup cerdas,

183
di mana dia bisa memberi tahu orang lain bahwa tokoh kakek tersebut sedang

mengalami trauma dan Sanf Tae tau apa yang harus dilakukan untuk menenangkan

tokoh kakek tersebut. Namun, menurut informan 3, kepedulian dan sikap yang

ditunjukan oleh Sang Tae ketika menolong tokoh kakek ini terlihat tidak realistis,

karena orang autis hanya akan peduli dengan orang sudah dikenal dalam jangka waktu

lama. Pada adegan ini tokoh kakek tersebut adalah seorang pasien difabel mental di

Rumah Sakit Jiwa OK yang mana tempat dia dan adiknya bekerja. Sehingga, terdapat

relasi dari kedua tokoh sebelum adegan ini ada. Kemudian dari pengalaman informan

3 dalam mengenal seseorang dengan gangguan autisme, informan 3 melihat bahwa

difabel autisme ini baru akan menunjukan kepeduliannya dengan orang yang telah lama

dia kenal. Sehingga sebenarnya adegan ini tidak mencerminkan sifat kepedulian yang

mampu dilakukan autisme ke semua orang, adanya penekanan konteks kedekatan relasi

dari autisme yang tidak disampaikan dalam drama ini membuat reaksi tersebut tidak

realistis. Selain itu, informan 3 juga menambahkan bahwa ketika dihadapkan dengan

kondisi seperti ini, pada realitanya sangat memungkinkan bagi mereka untuk terpicu

rasa paniknya dan mengalami tantrum.

4.2.2 Posisi Pemaknaan Informan Ketika Moon Sang Tae Menceritakan Peristiwa

Traumatiknya

Dari adegan Moon Sang Tae menceritakan peristiwa traumatiknya akan dilihat

bagaimana tampilan karakteristiknya yang berbeda dari gangguan difabel tersebut

melalui analisis preferred reading. Hasil dari analisis makna dominan dari adegan

184
tersebut menunjukkan adanya keberanian dari tokoh difabel autisme dalam membuka

diri dengan orang lain untuk menyelesaikan suatu konflik, meskipun dalam

penayangannya masih menggunakan unsur dramatisasi untuk membuat pengemasan

cerita menjadi lebih menarik.

Tabel 4. 10 Pemaknaan Informan Terhadap Adegan Moon Sang Tae


Menceritakan Peristiwa Traumatiknya

INFORMAN TEMA POSISI PEMAKNAAN


KHALAYAK
3 Sikap difabel yang wajar Dominant position
5 Ruang yang aman bagi difabel
1 Penyebab keterbukaan diri difabel Negotiated position
4
2 Penekanan pada keterbatasan Oppositional position
difabel

4.2.2.1 Posisi Pemaknaan Dominan

Berdasarkan pengelompokan hasil posisi pemaknaan informan yang telah dilakukan,

terdapat dua informan yang memaknai teks dengan posisi dominant reading yaitu

informan 3 dan 5. Dalam posisi ini, informan menggunakan pemahamannya yang

memunculkan dua tema yaitu sikap difabel yang wajar dan ruang yang aman bagi

difabel yang akan dijabarkan sebagai berikut:

4.2.2.1.1 Sikap difabel yang wajar

Menurut informan 3, adegan ini menggambarkan bahwa pada akhirnya tokoh difabel

autisme Moon SangTae mau menjelaskan tentang kondisi traumanya. Informan 3

185
berpendapat bahwa apakah adanya kondisi gangguan kejiwaan dapat mempengaruhi

keterbukaan diri dari seseorang yang memiliki keterbatasan mental karena kesulitan

orang dengan gangguan autisme untuk menyampaikan dan mengekspresikan apa yang

dia lihat dengan jelas. Sehingga, salah satu penyebab utama kesulitannya untuk

menjabarkan & menyampaikan sesuatu secara verbal dengan jelas adalah kondisi

gangguan autismenya. Namun, informan 3 juga melihat bahwa sikap dari tokoh Moon

Sang Tae ini sangat wjar karena memang tidak semua orang mampu untuk mengatasi

traumanya termasuk orang yang non-difabel. Apalagi ketika mengalami peristiwa

trauma, terlebih lagi dengan konteks tentang kriminalitas, seperti pembunuhan dan

ancaman oleh pelaku itu. Dengan demikian, informan 3 menganggap bahwa rasa takut

dan trauma yang dialami oleh tokoh Sang Tae adalah hal yang wajar. Dari pengalaman

informan 3 juga menyatakan ketika mengalami kondisi yang membuatnya sedih atau

merasa terpuruk, informan 3 juga sulit untuk terbuka dan memilih untuk memendam

hal tersebut secara sementara hingga muncul perasaan aman untuk menceritakan hal

tersebut kembali.

4.2.2.1.2 Ruang yang aman bagi difabel

Menurut informan 5, tokoh dalam adegan tersebut digambarkan tidak memiliki siapa-

siapa untuk bercerita, sehingga tidak memiliki rasa aman dalam dalam membagikan

ceritanya. Seiring berjalannya waktu, ia bisa menceritakan rasa traumanya kepada

dokter professional yang dapat membantunya berbicara dengan nyaman dan aman.

Informan 5 melihat pentingnya perasaan nyaman agar orang yang memiliki trauma

186
bersedia terbuka dan menceritakan trauma yang dialaminya. Dalam hal ini, peran dari

dokter professional yang memiliki pendekatan-pendekatan tertentu dalam menangani

pasien dengan trauma mendalam menjadi sangat penting, di mana pasien tersebut

menjadi belajar untuk lebih terbuka dengan peristiwa-peristiwa traumatik yang selama

ini hanya dipendam dan dihindari. Informan 5 melihat bahwa sikap keterbukaan ini

bagus untuk mental health dari para pasien yang memiliki keterbatasan dalam

menceritakan peristiwa-peristiwa traumatik yang pernah dialaminnya.

4.2.2.2 Posisi Pemaknaan Negosiasi

Berdasarkan pengelompokan hasil posisi pemaknaan informan yang telah dilakukan,

terdapat dua informan yang memaknai teks dengan posisi negotiated reading yaitu

informan 1 dan 4. Dalam posisi ini, informan menggunakan pemahamannya yang

memunculkan tema yang sama yaitu penyebab keterbukaan diri difabel yang akan

dijabarkan sebagai berikut:

4.2.2.2.1 Penyebab keterbukaan diri difabel

“Adegan ini menurutku kaya nunjukin keberanian dari Moon Sangtae buat
terbuka dengan masa lalunya gitu si. Walopun dia ke trigger untuk cerita ini kan
karena ada kejadian dari orang lain yang akhirnya buat dia berani untuk menghadapi
masa lalunya itu.”
Menurut informan 1, adegan tersebut menunjukkan keberanian Moon Sang Tae untuk

bersikap terbuka dengan masa lalunya karena dari pengalaman informan 1 untuk

menggali memori yang membuat trauma itu membutuhkan keberanian lebih besar

dalam merasakan trauma yang akan terputar kembali di pikiran dan menghadapi

187
perasaan itu lagi. Selain itu, informan 1 melihat bahwa orang-orang berkebutuhan

khusus akan memiliki kesulitan untuk mengungkapkan pikiran dan perasaannya ketika

memiliki rasa trauma. Hal ini dilihat oleh informan 1 dari dramanya sendiri yang

menampilkan tokoh Sang Tae yang cenderung belum bisa berdamai dengan trauma

tersebut sehingga mengalami kesusahan untuk mengungkapkan apa yang terjadi di

masa lalu yang menjadi penyebab dan menghindari. Selain itu Sang Tae lebih susah

mengungkapkan karena cara berbicaranya kurang lugas.

Selanjutnya, informan 4 berpendapat bahwa keterbukaan Sang Tae dengan orang lain

tidak terjadi karena perasaan berani, melainkan karena dia takut terus terjebak dalam

traumanya, sebagaimana yang dialami oleh sang kakek yang ditolong.

“Aku memkanainya dia udah mulai bisa terbuka sama orang lain tentang
traumanya dulu dan kayanya itu di trigger saat dia nolongin pasien kakek-kakek yang
trauma juga.”
Oleh karena itu, informan 4 menyimpulkan bahwa keterbukaan diri dari Moon Sang

Tae ini bukan semata-mata karena keberanian dia dalam menghadapi trauma. Namun,

informan 4 merasa bahwa hal tersebut terjadi karena adanya ketakutan Moon Sang Tae

jika mengalami hal yang sama seperti orang yang ditolongnya yaitu pasien gangguan

trauma yang terus terjebak di traumanya.

4.2.2.3 Posisi Pemaknaan Oposisi

Berdasarkan pengelompokan hasil posisi pemaknaan informan yang telah dilakukan,

terdapat satu informan yang memaknai teks dengan posisi oppotional reading yaitu

188
informan 2. Dalam posisi ini, informan menolak pesan teks dari film dengan

menggunakan pemahamannya yang memunculkan tema yaitu penekanan pada

keterbatasan difabel yang akan dijelaskan sebagai berikut:

4.2.2.3.1 Penekanan pada keterbatasan difabel

“Menurutku perbedaan usia yang cukup jauh ketika dia mengalami trauma dan
menceritakan hal itu secara ga langsung menggambarkan ketidakmampuan dan
ketakutan Sang Tae untuk menghadapi traumanya”

Informan 2, perbedaan usia yang cukup jauh ketika dia mengalami trauma dan

menceritakan rasa traumanya secara tidak langsung menggambarkan ketidakmampuan

dan ketakutan Sang Tae untuk menghadapi traumanya.

“Menurutku adanya gangguan jiwa autisme nya menurutku cukup


mempengaruhi cara dia mengekspresikan apa yang dia lihat.”

Informan 2 merasa Moon Sang Tae sulit untuk membuka diri dan lepas dari traumanya

saat sebelum dia menceritakan hal tersebut, bahkan kepada keluarganya sendiri yaitu

Gang Tae. Informan 2 berpendapat bahwa gangguan jiwa autisme cukup

mempengaruhi cara orang mengekspresikan apa yang dilihat.

4.2.3 Posisi Pemaknaan Informan Terhadap Adegan Moon Sang Tae Membina

Persahabatan

Dari adegan Moon Sang Tae membina persahabatan akan dilihat bagaimana

tampilan karakteristiknya yang berbeda dari gangguan difabel tersebut melalui analisis

189
preferred reading. Hasil dari analisis makna dominan dari adegan tersebut

memunculkan suatu stereotip bahwa adanya hubungan persahabatan yang dibina oleh

tokoh difabel autisme adalah suatu hal yang jarang atau sulit terjadi. Sehingga, ketika

difabel autisme memiliki hubungan persahabatan dengan orang lain, hal tersebut

sangat membuat dirinya sangat merasa bahagia.

Tabel 4. 11 Pemaknaan Informan Terhadap Adegan Moon Sang Tae Membina


Persahabatan

INFORMAN TEMA POSISI PEMAKNAAN


KHALAYAK
2 Penyampaian ekspresi yang wajar Dominant position
1 Pengekspresian difabel autisme Negotiated position
5 yang berbeda
4
3 Penggambaran ekspresi autisme Oppositional position
yang tidak sesuai

4.2.3.1 Posisi Pemaknaan Dominan

Berdasarkan pengelompokan hasil posisi pemaknaan informan yang telah dilakukan,

terdapat satu informan yang memaknai teks dengan posisi dominant reading yaitu

informan 2. Dalam posisi ini, informan menggunakan pemahamannya yang

memunculkan tema yaitu penyampaian ekspresi yang wajar, yang akan dijabarkan

sebagai berikut:

190
4.2.3.1.1 Penyampaian ekspresi yang wajar

Menurut Informan 2, adegan tersebut menunjukkan bahwa mereka yang memiliki

keterbatasan dapat merasa sangat senang apabila menemukan orang yang tepat untuk

dijadikan sebagai seorang sahabat. Orang autis yang semula susah menjalin hubungan

dengan orang lain, akan merasa sangat bahwa ketika mereka mampu menjalin

hubungan sosial. Menurut informan 2, tidak banyak orang autis yang dapat

bersosialisasi dengan orang normal, sehingga ketika hal tersebut terjadi maka akan

sangat wajar apabila muncul perasaan bahagia.

4.2.3.2 Posisi Pemaknaan Negosiasi

Berdasarkan pengelompokan hasil posisi pemaknaan informan yang telah dilakukan,

terdapat tiga informan yang memaknai teks dengan posisi negotiated reading yaitu

informan 1, 4, dan 5. Dalam posisi ini, informan menggunakan pemahamannya yang

memunculkan satu tema yang sama yaitu pengekspresian difabel autisme yang berbeda

yang akan dijabarkan sebagai berikut:

4.2.3.2.1 Pengekspresian difabel autisme yang berbeda

Informan 1 berpendapat bahwa perasaan senang yang muncul dalam tokoh Sang Tae

ketika memiliki sahabat setelah sekian lama, menunjukkan bahwa dia jarang

diperlakukan sebagai orang normal dan dia mengekspresikan hal tersebut.

“Kayanya kalo di real life itu ketika mereka punya sahabat itu bakalan tetep seneng
tapi yaudah seneng aja gitu, sedangkan kalo Sang Tae kan kaya menampilkan banget
kan ekspresi kesenengannya aja. Dari yang saya temui, ketika dekat dan berteman

191
dengan orang difabel, mereka tidak terlalu menunjukkan perasaan bahagianya seperti
Sang Tae.”
Dari pernyataan tersebut, dapat disimpulkan bahwa cara dalam mengeskpresikan

kesenangan pada difabel autisme ini berbeda-beda pada realitanya karena adanya

pengalaman dari informan 1. Kemudian, informan 5 berpendapat bahwa mungkin ini

itu memang cara dia dalam menyampaikan ekspresinya kesenangannya ketika

memiliki seorang sahabat, karena pasti setiap orang membutuhkan teman yang bikin

dia nyaman untuk cerita. Namun, sikap yang ditampilkan tokoh tersebut tidak dapat

digeneralisasikan bahwa semua orang autis akan menunjukan kebahagiaannya dengan

cara yang sama. Berdasarkan pengetahuan dari informan 5, pengeskpresian tersebut

bergantung dengan spektrum gangguan yang dimiliki dan karakteristik pribadinya. Jadi

informan 5 memaknai bahwa mungkin tokoh Moon Sang Tae ini merupakan autisme

dengan tipe aktif sehingga memang mampu untuk diajak komunikasi dengan

nyambung. Dari pengalaman informan 5 saat bertemu dengan beberapa difabel autisme

di Rumah Sakit Jiwa, terdapat tipe autisme yang cenderung tertutup, bahkan ada yang

sampai tidak memikirkan untuk memliki sahabat karena sibuk dengan dunianya

sendiri. Selanjutnya informan 4 juga melihat bahwa scene ini memiliki penggambaran

yang bagus dalam memperlihatkan bahwa orang dengan gangguan jiwa dapat menjalin

hubungan yang baik atau hubungan persahabatan dengan orang lain. Namun, informan

4 menyayangkan bagaimana drama ini membingkai persahabatan antar difabel sebagai

sesuatu yang spesial, seolah-olah persahabatan diantara mereka merupakan sesuatu

yang jarang terjadi. Padahal dalam realitanya, sudah menjadi hal yang lazim apabila

192
difabel dapat menjalin hubungan pertemanan dengan orang lain, terlepas dari

beragamnya karakteristik autisme dan kemampuannya dalam mengekspresikan

perasaannya secara jelas dengan orang lain. Meskipun begitu, dalam scene tersebut

informan 4 melihat bahwa framing tersebut sengaja dipilih karena kesesuaian dengan

jalan cerita tokoh Sang Tae yang memang tidak memiliki teman dekat selain adiknya,

sehingga ketika Ia berhasil menemukan seseorang seperti Moon Young yang mengerti

dirinya merasa sangat senang. Namun, informan 4 juga merasa bahwa mungkin

memang terdapat tipe autis yang cukup ekspresif seperti Moon Sang Tae ini, di mana

dia dapat menunjukan ekspresi kesenangannya dalam ketika menjalin hubungan

dengan orang lain.

4.2.3.3 Posisi Pemaknaan Oposisi

Berdasarkan pengelompokan hasil posisi pemaknaan informan yang telah dilakukan,

terdapat satu informan yang memaknai teks dengan posisi oppotional reading yaitu

informan 3. Dalam posisi ini, informan menolak pesan teks dari film dengan

menggunakan pemahamannya yang memunculkan tema yaitu penggambaran ekspresi

autisme yang tidak sesuai, yang akan dijelaskan sebagai berikut:

4.2.3.3.1 Penggambaran ekspresi autisme yang tidak sesuai

Menurut informan 3, adegan ini menggambarkan perasaan bahagia dari tokoh autisme

yang pada akhirnya memiliki kedekatan emosional yang intensif dengan orang lain

kaya Ko Moon Young sebagai seorang sahabat yang dapat memahaminya. Informan 3

193
melihat dari ekspresi senyum yang ditunjukan, kemudian cara berbicaranya dengan

nadanya yang terdengar autusias ini seolah-olah ingin memberi tahu semua orang

bahwa akhirnya Moon Sang Tae itu juga memiliki sahabat. Selain itu, kesenangannya

yang ditampilkan ini juga menunjukan bahwa pada akhirnya tokoh autisme ini

memiliki seseorang untuk berbagi cerita, dan bisa mengerti dirinya dengan sepenuhnya

selain keluarganya sendiri. Menurut informan 3, sikap yang ditampilkan tokoh tersebut

dalam menyatakan komitmennya persahabatannya ini tidak sesuai dengan raksi yang

akan dilakukan oleh mereka yang autis. Berdasarkan pengalaman informan 3, tetangga

yang memiliki gangguan autis seperti Moon Sang Tae ini ketika memiliki sahabat tidak

menunjukan ekspresi maupun reaksi kebahagiaan yang berlebihan karena mereka tidak

ingin menunjukan sikap yang berbeda karena enggan dilihat sebagai sesuatu yang

spesial.

4.2.4 Posisi Pemaknaan Informan Terhadap Adegan Koo Moon Young

Menyatakan Perasaannya

Dari adegan Ko Moon Young menyatakan perasaanya akan dilihat bagaimana

tampilan karakteristiknya yang berbeda dari gangguan difabel tersebut melalui analisis

preferred reading. Hasil dari analisis makna dominan dari adegan tersebut

menunjukkan bahwa drama ini justru menenggelamkan bentuk karakteristik dari

difabel anti-sosial dan menampilkan tokoh Ko Moon Young dengan menggunakan

konsep romatisme dengan gaya khas drama Korea.

194
Tabel 4. 12 Pemaknaan Informan Terhadap Adegan Ko Moon Young
Menyatakan Perasaannya

INFORMAN TEMA POSISI PEMAKNAAN


KHALAYAK
1 Kemampuan mengendalikan diri Dominant position
2 Adanya perubahan karakteristik Negotiated position
tokoh
3 Perbedaan penyampaian ekspresi Oppositional position
pada difabel
4 Romantisasi drama melalui
5 karakter

4.2.4.1 Posisi Pemaknaan Dominan

Berdasarkan pengelompokan hasil posisi pemaknaan informan yang telah dilakukan,

terdapat satu informan yang memaknai teks dengan posisi dominant reading yaitu

informan 1. Dalam posisi ini, informan menggunakan pemahamannya yang

memunculkan tema yaitu kemampuan mengendalikan diri yang akan dijabarkan

sebagai berikut:

4.2.4.1.1 Kemampuan mengendalikan diri

“Drama tersebut ini berada di episode akhir jadi memperlihatkan suatu


perkembangan ketika dari awalnya dia hanya mengatakan kata-kata tidak dipikir
terlebih dahulu menjadi bisa mengendalikan diri. Dia juga bisa lebih mengekspresikan
hatinya dengan tulus dan lebih komitmen.”

Menurut informan 1, tokoh Moon Young sebagai seseorang yang memiliki gangguan

sudah mampu mengendalikan dirinya dan membangun suasana untuk menyatakan

perasaannya.

195
“Menurut aku pribadi jika ada perkembangan dari seseorang dengan ASPD,
mereka belajar dan mendapat dukungan, ada moment di mana mereka bisa
mengendalikan diri dan bisa menjadi lebih tertata.”
Selanjutnya informan juga 1 membandingkan cara pengekspresian perasaan kelompok

difabel dan non-difabel dalam drama dan kehidupan nyata memiliki kesamaan ketika

kelompok difabel sudah mampu mengendalikan diri.

4.2.4.2 Posisi Pemaknaan Negosiasi

Berdasarkan pengelompokan hasil posisi pemaknaan informan yang telah dilakukan,

terdapat satu informan yang memaknai teks dengan posisi negotiated reading yaitu

informan 2. Dalam posisi ini, informan menggunakan pemahamannya yang

memunculkan tema yaitu adanya perubahan karakteristik tokoh yang akan dijabarkan

sebagai berikut:

4.2.4.2.1 Adanya perubahan karakteristik tokoh

“Ko Moon Young disini keliatan normal dan kaya bukan orang yang memiliki
gangguan atau agak sedikit beda dengan karakternya dia sebelumnya yang agak bar-
bar. Tapi ini mungkin karena adegan ini di akhir episode jadi dia seperti sudah
berkembang karakternya.”

Informan 2 melihat tokoh Ko Moon Young sebagai orang normal dan tidak memiliki

gangguan. Informan 2 menilai bahwa hal ini terjadi karena adegan tersebut berada di

akhir episode, sehingga tokoh karakter tokoh Ko Moon Young sudah mengalami

perkembangan. Oleh sebab itu, Ko Moon Young mampu meluapkan emosinya dengan

tenang, dan membangun suasana santai sebagai hasil dari proses pembelajarannya.

196
4.2.4.3 Posisi Pemaknaan Oposisi

Berdasarkan pengelompokan hasil posisi pemaknaan informan yang telah dilakukan,

terdapat tiga informan yang memaknai teks dengan posisi oppotional reading yaitu

informan 3, 4 dan 5. Dalam posisi ini, informan menolak pesan teks dari film dengan

menggunakan pemahamannya yang memunculkan dua tema yaitu perbedaan

penyampaian ekspresi pada difabel dan romantisasi drama melalui karakter, yang akan

dijelaskan sebagai berikut:

4.2.4.3.1 Perbedaan penyampaian ekspresi pada difabel

“Adegan ini menggambarkan Ko Moon Young yang menekankan kalo dia


beneran suka sama si Gang Tae ini. Di kehidupan nyata kayanya cara
mengekspresikannya berbeda sih sama adegan tadi. Perbedaannya di bagian cara
interaksinya, biasanya pendekatannya kaya lebih lama selain itu disini kaya adegan
romance orang non-difabel pada umumnya aja jadi kurang menggambarkan
bagaimana mereka yang difabel kalo mengekspresikan perasaannya.”

Menurut informan 3, cara pengekspresian antara kehidupan nyata dan adegan dalam

drama menunjukkan perbedaan yang cukup signifikan. Perbedaan tersebut muncul

pada pola interaksi, yang memiliki cara pendekatan lebih lama dibandingkan pada

adegan drama. Selain itu, informan 3 menilai bahwa adegan romantis kurang

menggambarkan bagaimana kelompok difabel mengekspresikan perasaannya.

4.2.4.3.2 Romantisasi drama melalui karakter

Informan 4 berpendapat bahwa adegan dalam drama memperlihatkan adanya

komitmen mendalam. Hal tersebut terlihat melalui pernyataan berikut:

197
“Menurutku disitu keliatan lebih dari bisa berkomitmen si, mmm cuma aku
gatau ya ini karena konteksnya romance di dalam drama korea, ya jadi dia keliatan
kaya mampu aja.”

Informan 4 merasa bahwa sifat Ko Moon Young yang cukup sinis dan asal bicara, juga

membuat tidak semua orang bisa bertahan dan berkomitmen dengan dirinya. Selain itu,

informan 4 baru melihat bahwa sikap peduli dan merasa bersalah dari Ko Moon Young

ini ke orang lain itu baru ditunjukan kepada tokoh Moon Gang Tae saja. Sehingga

menurut informan 4, terdapat kemungkinan juga bahwa sifat empati ini hanya

ditujukan ke orang yang disukai oleh Ko Moon Young saja, bukan ke semua orang.

Selanjutnya, menurut informan 5 penggambaran hubungan romantis antara orang anti-

sosial dalam drama tersebut tidak sesuai, karena orang anti-sosial cenderung berpikiran

negatif, egois, dan dominan. Pendapat dari informan 5 tersebut terlihat melalui

pernyataan berikut:

“Menurutku adegan ini cuma ada di drama atau film aja, karena disitu kan Ko
Moon Young punya gangguan anti-sosial ya kalo ga salah. Nah orang yang ansos atau
sociopath itu bakalan susah menjalin hubungan romantis yang normal kaya tadi itu.
Dalam adegan tersebut tampak sang tokoh anti-sosial memiliki sifat penurut dan
peduli dengan pasangannya.”

Informan 5 menganggap bahwa walaupun tokoh anti-sosial dalam drama ini

menunjukan kepeduliannya di adegan tersebut, namun tokoh tersebut akan selalu

punya pemikiran negatif. Selain itu, informan 5 merasa apabila memiliki hubungan

juga pun seseorang dengan anti-sosial akan bersikap manipulatif dan mengendalikan

198
pasangannya karena sifat dasarnya yang dominan. Oleh karena itu, informan 5

menyimpulkan bahwa penggambaran hubungan romantic yang ditampilkan terebut

tidak sesuai dan hanya bagian dari romantisme drama saja.

4.2.5 Posisi Pemaknaan Informan Terhadap Adegan Moon Sang Tae Bekerja

Sebagai Ilustrator Buku Dongeng

Dari adegan Moon Sang Tae bekerja sebagai ilustrator buku dongeng akan

dilihat bagaimana tampilan karakteristiknya yang berbeda dari gangguan difabel

tersebut melalui analisis preferred reading. Hasil dari analisis makna dominan dari

adegan tersebut menunjukkan adanya gangguan komunikasi secara lisan pada difabel

autisme, tidak membatasi interaksi sosial maupun pembinaan hubungan kerjasama

mereka dengan orang lain.

Tabel 4. 13 Pemaknaan Informan Terhadap Adegan Moon Sang Tae Bekerja


Sebagai Ilustrator Buku Dongeng

INFORMAN TEMA POSISI PEMAKNAAN


KHALAYAK
2 Kemampuan kerjasama difabel Dominant position
1 Pendekatan yang intensif Negotiated position

5 Ketergantungan pada kondisi taraf


gangguan
3 Adanya faktor kedekatan relasi Oppositional position
4 difabel

199
4.2.5.1 Posisi Pemaknaan Dominan

Berdasarkan pengelompokan hasil posisi pemaknaan informan yang telah dilakukan,

terdapat satu informan yang memaknai teks dengan posisi dominant reading yaitu

informan 2. Dalam posisi ini, informan menggunakan pemahamannya yang

memunculkan tema yaitu kemampuan kerjasama difabel yang akan dijabarkan sebagai

berikut:

4.2.5.1.1 Kemampuan kerjasama difabel

Informan 2 melihat bahwa orang dengan difabilitas memiliki kemampuan yang sama

seperti orang lain dalam hal bekerjasama. Adegan dalam drama di mana tokoh difabel

autis berdiskusi dengan penulis Moon Young dan terlibat dalam proyek buku cerita,

secara tidak langsung menunjukkan bahwa tokoh autis tidak hanya mampu

mengembangkan kemampuan menggambarnya dan pemikiran kreatifnya secara baik,

namun juga menggambarkan kapabilitas mereka dalam bekerjasama dengan orang lain.

Informan 2 melihat bahwa difabel autis memiliki keunggulan dalam hal berpikir

kreatif. Sementara untuk kemampuan bekerja sama, tokoh Moon Young di scene

tersebut memiliki cara dan pendekatannya sendiri sehingga dapat menjalin kerjasama

dengan tokoh difabel autis tanpa memberikan kesan memaksa.

4.2.5.2 Posisi Pemaknaan Negosiasi

Berdasarkan pengelompokan hasil posisi pemaknaan informan yang telah dilakukan

terdapat dua informan yang memaknai teks dengan posisi negotiated reading yaitu

200
informan 1 dan 5. Dalam posisi ini, informan menggunakan pemahamannya yang

memunculkan dua tema yaitu pendekatan yang intensif dan ketergantungan pada

kondisi taraf gangguan yang akan dijabarkan sebagai berikut:

4.2.5.2.1 Pendekatan yang intensif

Informan 1 berpendapat bahwa, komunikasi yang terlihat dalam adegan tersebut sangat

lancar dan saling memahami satu sama lain. Hal ini ditunjukkan dengan kemampuan

Sang Tae dalam berbicara dengan orang lain, merespon komplain yang ditujukan pada

karyanya dengan sangat baik dan memperhatikan detail. Meskipun dalam

penyampaiannya Sang Tae terlihat terbata-bata, namun adegan tersebut cukup

memperlihatkan bahwa kedua belah pihak saling memahami pembicaraan yang sedang

berlangsung.

“Kataku, karena ini di drama aja. Karena ya kalo di real life ketika kita ngobrol
sama mereka itu pasti butuh effort yang lebih, kadang kaya mau di deketin aja susah
gitu apalagi kalo kaya kerjasama gitu kan”
Meskipun begitu, informan 1 melihat bahwa penggambaran ini tidak sejalan dengan

kondisi di dunia nyata, yang menunjukkan bahwa kelompok difabel mental akan

kesulitan diajak bekerjasama dan membutuhkan waktu serta usaha yang lebih banyak

untuk melakukan komunikasi dua arah. Hal ini dikarenakan dari pengalaman pribadi

informan 1 yang menyatakan bahwa mereka yang autis ini ebih lamban dalam

memahami sesuatu atau dalam mengkomunikasikan sesuatu, jadi memang harus lebih

sabar.

201
4.2.5.2.2. Ketergantungan pada kondisi taraf gangguan

“Sebenernya ini tergantung dengan tingkatan autis sih, ada yang segitunya
sampe ga bisa diajak kerjasama.”
Menurut informan 5, hubungan dengan orang autis akan bergantung pada tingkatan

kondisi autismenya, sebab ada beberapa diantara mereka yang dapat diajak bekerja

sama dan ada beberapa yang tidak bisa diajak kerjasama. Kemudian informan 5 melihat

bahwa adegan ini cukup menggambarkan bentuk kerjasama dari tokoh autisme, di

mana ketika bekerja orang yang autis ini seperti memiliki dunia sendiri dan atas hal

tersebut mereka cenderung kerasa kepala atau dominan.

“Susahnya kerja sama dengan mereka itu ya tadi keras kepalanya, karena autis
itu punya hal yang rutin dia lakukan, kalo missal itu ga sesuai dia bisa marah kayak
tokoh Sang Tae tadi. Kalo hal baiknya itu, mereka kreativitasnya bagus dibandingkan
orang pada umumnya, soalnya mereka lebih nangkep kalo belajar tentang kesenian
atau olahraga daripada akademik/pelajaran”

Selain itu, informan 5 juga menyatakan terkait kesulitan dan hal yang yang dapat

dilakukan jika bekerja sama dengan autisme. Sehingga, informan 5 menyimpulkan

bahwa autisme dapat melakukan kerjasama ini bergantung dengan tingkatan gangguan

autisme yang dimilikinya. Apabila menunjukan kemampuan kerjasamanya pun hal ini

tidak terlepas dari sifat-sifat yang disampaikan oleh informan 5 pada pernyataan diatas.

4.2.5.3 Posisi Pemaknaan Oposisi

Berdasarkan pengelompokan hasil posisi pemaknaan informan yang telah dilakukan,

terdapat dua informan yang memaknai teks dengan posisi oppotional reading yaitu

202
informan 3 dan 4. Dalam posisi ini, informan menolak pesan teks dari film dengan

menggunakan pemahamannya yang sama mengenai adanya faktor kedekatan relasi

difabel yang akan dijelaskan sebagai berikut:

4.2.5.3.1 Adanya faktor kedekatan relasi difabel

Informan 3 melihat bahwa adegan ini memperlihatkan diskusi kerjasama antara tokoh

Ko Moon Young dengan Moon Sang Tae dalam pekerjaan. Selain itu Moon Sang Tae

juga terlihat mampu menyampaikan opininya ketika dikritik oleh Ko Moon Young.

“Menurutku, penggambaran kerjasama di realitanya kurang sesuai si.


Menurutku, autisme itu dikenal dengan salah satu cirinya yang dia baru akan
mendengarkan orang lain ketika dia udah mengenal orang tersebut.”
Dari pernyataan informan 3 diketahui bahwa orang autis cenderung fokus dengan

dirinya sendiri dan susah untuk diajak bekerjasama, terlebih bekerja sama dengan

orang asing. Hal tersebut karena orang autis baru akan mendengarkan dan merespon

orang lain mereka sudah benar-benar mengenal orang tersebut.

Hal tersebut juuga dimaknai secara sama oleh informan 4, melalui pernyataan berikut:

“Di dunia nyata kayanya juga ga semua autis ya bisa diajak diskusi bareng
atau kerjasama soalnya mereka cenderung tertutup bahkan di drama ini pun
kerjasama yang ditampilin itu dengan orang terdekatnya mereka bukan orang
eksternal yang hubungannya harus di jaga dari awal banget.”

Dari pernyataan tersebut informan 4 merasa bahwa adanya penggambaran adegan

kerjasama ini tidak mewakili kemampuan kerja sama difabel autis karena kerjasama

tersebut hanya ditampilkan dengan orang yang sudah memiki relasi bukan yang

203
sepenuhnya asing. Selanjutnya, informan 4 berpendapat bahwa tidak semua autis dapat

diajak bekerja sama juga karena mereka cenderung memiliki sifat tertutup.

4.2.6 Posisi Pemaknaan Informan Terhadap Adegan Moon Sang Tae

Bersosialisasi

Dari adegan Moon Sang Tae bersosialisasi akan dilihat bagaimana tampilan

karakteristiknya yang berbeda dari gangguan difabel tersebut melalui analisis preferred

reading. Hasil dari analisis makna dominan dari adegan tersebut menunjukan adanya

pembentukan impresi yang didasarkan keterbatasan difabel itu adalah hal yang

seharusnya tidak boleh dilakukan. Selain itu, masih terdapat beberapa orang yang

dapat menerima orang yang memiliki kebutuhan khusus seperti Moon Sang Tae tanpa

melihat keterbatasannya.

Tabel 4. 14 Pemaknaan Informan Terhadap Adegan Moon Sang Tae


Bersosialisasi

INFORMAN TEMA POSISI PEMAKNAAN


KHALAYAK
3 Ketidaksetujuan pada tindakan Dominant position
judgemental
1 Sikap paranoid Negotiated position

4 Penekanan pada faktor kedekatan


relasi difabel
5 Perbedaan karakteristik difabel

2 Penolakan eksistensi dari tokoh Oppositional position


difabel autisme

204
4.2.6.1 Posisi Pemaknaan Dominan

Berdasarkan pengelompokan hasil posisi pemaknaan informan yang telah dilakukan,

terdapat satu informan yang memaknai teks dengan posisi dominant reading yaitu

informan 3. Dalam posisi ini, informan menggunakan pemahamannya yang

memunculkan tema yaitu ketidaksetujuan pada tindakan judgmental yang akan

dijabarkan sebagai berikut:

4.2.6.1.1 Ketidaksetujuan pada tindakan judgemental

Menurut informan 3, adegan ini mengajarkan untuk tidak langsung menghakimi dan

memberi penilaian negatif kepada orang yang berkebutuhan khusus. Terlebih dalam

konteks kerjasama professional, informan 3 berpendapat bahwa kita tidak boleh

langsung meragukan dan meremehkan kemampuan orang berkebutuhan khusus

sebelum mengenalnya lebih dalam. Adanya respon kurang baik dari orang lain saat

pertama kali berkenalan dengan penyandang difabel autisme ditakutkan justru dapat

membuat mereka tidak percaya diri dalam berkenalan dengan dengan orang lain.

Informan 3 juga mengapresiasi cara penyandang difabel autisme dalam adegan ini

ketika memperkenalkan diri, di mana Ia cukup detail dan memberitahu orang lain

bahwa meskipun Ia autis Ia dapat mengurus dirinya sendiri. Secara tidak langsung,

terdapat kemampuan dan kesadaran diri dari difabel autis dalam memberi pengertian

pada orang lain bahwa Ia dapat mengurus dirinya sendiri dan tidak merepotkan.

205
4.2.6.2 Posisi Pemaknaan Negosiasi

Berdasarkan pengelompokan hasil posisi pemaknaan informan yang telah dilakukan,

terdapat tiga informan yang memaknai teks dengan posisi negotiated reading yaitu

informan 1, 4, dan 5. Dalam posisi ini, informan menggunakan pemahamannya yang

memunculkan tiga tema yaitu sikap paranoid, penekanan pada faktor kedekatan relasi

difabel, dan perbedaan karakteristik difabel yang akan dijabarkan sebagai berikut:

4.2.6.2.1 Sikap Paranoid

Menurut informan 1, tidak semua orang bisa berada dalam situasi yang sama orang

dengan berkebutuhan khusus. Tokoh manajer Ko Moon Young merasa takut jika Moon

Young kambuh karena akan menjadikannya kewalahan mengurus orang berkebutuhan

khusus, sehingga ia melakukan judgmental berdasarkan pada keterbatasan Sang Tae.

“Disini memang ada orang yang nerima buat menjalin hubungan buat
kerjasama sama Sang Tae tapi tokoh yang managernya Ko Moon Young itu kaya
terlalu kolot ya, walopun dia sebenernya lebih ke takut kalo Moon Young kumat itu”
Informan 1 merasa bahwa tokoh manager tersebut seperti parno terlebih dahulu dan

menilai Sang Tae beradarkan keterbatasannya saja dan beberapa dari mereka mungkin

bingung cara berinteraksinya, bingung gimana memperlakukan atau ya memang ada

yang menghindari.

4.2.6.2.2 Penekanan pada faktor kedekatan relasi difabel

Informan 4 melihat bahwa dalam menggambarkan kemampuan difabel mental dalam

memperluas relasi dengan orang lain pada adegan tersebut menunjukan bahwa orang

206
autis hanya dapat menjalin relasi sosial dalam lingkup kecil, yang masih berkaitan

dengan orang-orang terdekatnya. Hal ini dikarenakan dalam adegan perkanalan diri,

tokoh Moon Sang Tae hanya berkenalan dengan orang yang telah mengenal Ko Moon

Young bukan dari relasi yang didapatkannya secara sendiri tanpa bantuan orang lain.

Kemudian lingkup relasi yang ditampilkan juga dapat dibilang sangat kecil yaitu

berada disekitar relasi antar tokohnya. Oleh karena itu informan 4 menilai bahwa orang

autis tidak dapat menjalin relasi sosial dengan orang asing. Dari sepenglihatan

informan 4 pada saudaranya yang memiliki gangguan autisme ini juga tidak memiliki

relasi yang cukup luas dan setiap relasinya juga berkaitan dengan orang-orang

terdekatnya.

4.2.6.2.3 Perbedaan karakteristik difabel

Menurut informan 5, adegan ini menampilkan tokoh autis dengan tipe kepribadian

yang aktif, ekspresif, terus bisa mengungkapkan ide kreativitasnya dia sendiri, dan

dalam hal ini adalah secara aktif mampu berkenalan ataupun berinteraksi dengan orang

lain. Namun, berdasarkan pengetahuan dari informa 5 tidak semua autis seperti itu, dan

ini tergantung juga dengan karakteristik orang masing-masing. Memang terdapat orang

autis yang kalo mengenalkan diri cukup detail seperti yang ada di adegan ini tapi ada

juga yang seperlunya. Namun, informan 5 melihat bahwa cara dia komunikasi yang

ditampilin itu mirip yaitu sedikit gagap atau terbata-bata seperti orang autis yang

informan 5 pernah temui di salah satu tempat di Semarang ketika sedang bekerja

sebagai terapis.

207
4.2.6.3 Posisi Pemaknaan Oposisi

Berdasarkan pengelompokan hasil posisi pemaknaan informan yang telah dilakukan,

terdapat satu informan yang memaknai teks dengan posisi oppotional reading yaitu

informan 2. Dalam posisi ini, informan memaknai pesan dari teks media secara berbeda

dengan memunculkan satu tema yaitu penolakan eksistensi dari tokoh difabel autisme,

yang akan dijabarkan sebagai berikut:

4.2.6.3.1 Penolakan eksistensi dari tokoh difabel autisme

Menurut informan 2, tokoh Moon Sang Tae sedang mencoba membangun relasinya

dengan orang lain, hanya saja justru orang lain lah yang tidak menerima eksistensi

dirinya. Adegan ini secara implisit menonjolkan tokoh manajer Ko Moon Young yang

menolak keberadaan Sang Tae sebagai ilustrator karena dia akan merasa kesulitan

menghadapi dua orang dengan gangguan mental.

“Sebenernya pemikiran dari tokoh managernya Ko Moon Young tu sangat


biasa terjadi di sekitar kita, dan mungkin udah menjadi hal yang wajar ketika kita takut
cenderung menghindari.”

Informan 2 berpendapat bahwa sesungguhnya pemikiran dari tokoh managernya Ko

Moon Young adalah hal yang wajar terjadi di lingkungan sekitar kita. Karena hal

tersebut terjadi pada beberapa orang disekitar informan 2 juga secara terang-terangan

juga menyatakan keengganannya untuk berkomunikasi dan bersosialisasi dengan

mereka yang berkebutuhan khusus.

208
4.2.7 Posisi Pemaknaan Informan Terhadap Adegan Ko Moon Young Berpergian

Dengan Orang Lain

Dari adegan Ko Moon Young bepergian dengan orang lain akan dilihat

bagaimana tampilan karakteristiknya yang berbeda dari gangguan difabel tersebut

melalui analisis preferred reading. Hasil dari analisis makna dominan dari adegan

tersebut menunjukan adanya kecerdikan dari difabel mental anti-sosial dalam

memanfaatkan suatu kesempatan untuk memperdalam hubungan percintaannya,

meskipun dengan cara atau strategi tersebut secara tidak langsung membuat orang

lain merasa bersalah apabila tidak melakukannya.

Tabel 4. 15 Pemaknaan Informan Terhadap Adegan Ko Moon Young


Berpergian Dengan Orang Lain

INFORMAN TEMA POSISI PEMAKNAAN


KHALAYAK
2 Kemampuan persuasif difabel Dominant position
3 Bentuk taktik dan Strategi
5
1 Penggunaan cara difabel yang Negotiated position
kurang tepat
4 Sikap manipulatif difabel anti- Oppositional position
sosial

4.2.7.1 Posisi Pemaknaan Dominan

Berdasarkan pengelompokan hasil posisi pemaknaan informan yang telah dilakukan,

terdapat tiga informan yang memaknai teks dengan posisi dominant reading yaitu

209
informan 2, 3, dan 5. Dalam posisi ini, informan menggunakan pemahamannya yang

memunculkan dua tema yaitu kemampuan persuatif difabel dan bentuk taktik dan

strategi yang akan dijabarkan sebagai berikut:

4.2.7.1.1 Kemampuan persuasif difabel

Menurut informan 2, adegan tersebut menunjukkan inisiatif spontan Ko Moon Young

untuk membantu orang lain dengan caranya sendiri, dan cara yang tidak hanya

membuat ornag yang dibantu merasa senang tetapi juga menjadikan dirinya dan Gang

Tae dapat menghabiskan waktu bersama. Infroman 2 menilai karakter tokoh Moon

Young memiliki kemampuan dalam membujuk orang, sehingga Gang Tae mau

menolong Moon Young sebagai seorang pasien.

4.2.7.1.2 Bentuk taktik dan Strategi

Menurut informan 3, adegan ini menggambarkan interaksi pasangan pada umumnya,

yaitu dengan jalan-jalan dan menghabiskan waktu bersama. Kemudian, strategi dan

tindakan yang dilakukan oleh tokoh Ko Moon Young pada adegan tersebut dimaknai

oleh informan 3 sebagai niat awal yang baik dari tokoh Ko Moon Young tetapi ternyata

ada hal lainnya. Selain itu, cara atau strateginya untuk memperlama waktu bersama

tokoh Moon Gang Tae ini juga tidak tertebak di mana dia selalu mampu memanfaatkan

situasi untuk membuat dirinya dan orang lain senang. Informan 3 melihat hal ini

sebagai sesuatu taktik dan strategi yang biasa di mana kadang dirinya jika mengetahui

kesempatan yang baik juga akan bertindak langsung untuk mengambil momen tersebut.

210
Selanjutnya, informan 5 berpendapat bahwa strategi dan tindakan yang dilakukan oleh

tokoh Ko Moon Young hanyalah sekedar membuat taktik dan strategi untuk menikmati

waktu lebih lama. Selain itu, hal ini juga berkaitan dengan sifat anti-sosialnya yang

mau menang sendiri dan egois, makanya dia bikin taktik dan strategi aja untuk

memenuhi keinginannya buat nginep walaupun pasangannya tidak mau. Menurut

informan 5, penggambaran karakter anti-sosial dan tindakannya dalam adegan ini

kurang lebih sesuai sama realitanya karena beberapa anti-sosial atau sociopath yang

pernah ditemui informan 5 bersikap dan bertindak lebih parah dari Ko Moon Young.

4.2.7.2 Posisi Pemaknaan Negosiasi

Berdasarkan pengelompokan hasil posisi pemaknaan informan yang telah dilakukan,

terdapat satu informan yang memaknai teks dengan posisi negotiated reading yaitu

informan 1. Dalam posisi ini, informan menggunakan pemahamannya yang

memunculkan tema yaitu penggunaan cara difabel yang kurang tepat yang akan

dijabarkan sebagai berikut:

4.2.7.2.1 Penggunaan cara difabel yang kurang tepat

Infroman 1 berpendapat bahwa kecerdikan Moon Young dalam memanfaatkan


kesempatan agar Gang Tae mau menerima tawarannya untuk tinggal di rumah Moon
Young.
“Menurutku, posisi dia manfaatin kesempatan dan momen buat bisa nginep
dan quality time sama Moon Gang Tae itu bagus si. Cuma caranya dia bisa dapet
waktu bareng juga agak ga baik ya, harusnya dia ngomong aja dan jangan seolah-
olah bikin Gang Tae bertanggung jawab juga atas apa yang dia udah lakuin gitu”

211
Menurut informan 1, apa yang dilakukan oleh Moon Young secara tidak langsung

mempererat hubungannya dengan Gang Tae. Hanya saja, informan 1 menilai bahwa

cara yang dilakukan oleh Moon Young agar dia bisa hidup bersama Gang Tae kurang

tepat, alih-alih membuat Gang Tae merasa bertanggung jawab sebaiknya ajakan

tersebut dapat disampaikan dengan baik-baik.

4.2.7.3 Posisi Pemaknaan Oposisi

Berdasarkan pengelompokan hasil posisi pemaknaan informan yang telah dilakukan,

terdapat satu informan yang memaknai teks dengan posisi oppotional reading yaitu

informan 4. Dalam posisi ini, informan menolak pesan teks dari film dengan

menggunakan pemahamannya mengenai sikap manipulatif difabel anti-sosial yang

akan dijelaskan sebagai berikut:

4.2.7.3.1 Sikap manipulatif difabel anti-sosial

“Menurutku dari scene itu yang keliatan nonjol banget adalah emmm
kemampuan si Moon Young untuk memanipulasi Gang Tae merasa bersalah dan
bertanggung jawab demi keinginannya Moon Young tercapai.”

Menurut informan 4, dalam adegan tersebut terlihat kemampuan Moon Yong dalam

memanfaatkan keadaan yang ada untuk mencapai tujuan pribadinya. Hal ini terlihat

dari cara Moon Young memanipulasi tokoh Gang Tae agar merasa bersalah dan

bertanggung jawab atas keadaan yang ada, di mana dalam adegan tersebut

digambarkan Moon Young tahu bahwa terdapat peraturan yang mengikat pasien di

mana sesama pasien dilarang menjalin hubungan romantik. Informan 4 melihat bahwa

212
adegan ini justru menggambarkan sikap yang kurang baik dari Moon Young, di mana

Ia justru terlihat memfasilitasi pasangan tersebut untuk bermalam demi mencapai

kepentingan pribadinya.

4.2.8 Posisi Pemaknaan Informan Terhadap Adegan Ko Moon Young

Berkomunikasi Menggunakan Telepon Seluler

Dari adegan Ko Moon Young berkomunikasi menggunakan telepon seluler

akan dilihat bagaimana tampilan karakteristiknya yang berbeda dari gangguan difabel

tersebut melalui analisis preferred reading. Hasil dari analisis makna dominan dari

adegan tersebut menunjukan ekspresivitas dari tokoh difabel anti-sosial dalam

menyampaikan emosinya ketika menjalin hubungan jarak jauh melalui media telepon

seluler.

Tabel 4. 16 Pemaknaan Informan Terhadap Adegan Ko Moon Young


Berkomunikasi Menggunakan Telepon Seluler

INFORMAN TEMA POSISI PEMAKNAAN


KHALAYAK
2 Efektivitas penggunaan media Dominant position
3 komunikasi
1 Preferensi komunikasi langsung Negotiated position

4 Penekanan faktor tingkatan Oppositional position


keparahan gangguan
5

213
4.2.8.1 Posisi Pemaknaan Dominan

Berdasarkan pengelompokan hasil posisi pemaknaan informan yang telah dilakukan,

terdapat dua informan yang memaknai teks dengan posisi dominant reading yaitu

informan 2 dan 3. Dalam posisi ini, informan menggunakan pemahamannya yang

memunculkan tema ang sama yaitu efektivitas penggunaan media komunikasi yang

akan dijabarkan sebagai berikut:

4.2.8.1.1 Efektivitas penggunaan media komunikasi

“Penggunaan handphone menurutku cukup efektif, soalnya Moon Young ga


bersosialisasi sama banyak orang, kecuali kalau dia lagi kerja sebagai penulis yang
lagi jumpa fans atau yang lainnya. Jadi handphone nya itu berguna sebagai
penghubung dia ke dunia luar.”

Dari pernyataan tersebut, informan 2 menyatakan bahwa komunikasi melalui media

atau secaa virtual pada tokoh Ko Moon Young ini dapat berjalan secara efektif sebagai

penghubung ke dunia luar termasuk pekerjaannya sebagai penulis yang terkenal.

Menurut Informan 2, meskipun tokoh Ko Moon Young suka menyendiri, tetapi dia bisa

menjalin hubungan baik dengan orang lain secara langsung maupun virtual dengan

telepon atau chat. Ketika Ko Moon Young membutuhkan seseorang, dia tahu siapa

yang harus dihubungi yaitu Gang Tae.

Hal ini juga dimaknai secara sama oleh informan 3 melalui pernyataan berikut,

“Menurutku malah media ini membantu, orang-orang yang punya mental


health disekitarku itu cenderung lebih lancar lewat hp, dan mungkin mereka lebih
leluasa daripada komunikasi langsung.”

214
Dari pernyataan tersebut, informan 3 berpendapat bahwa adegan ini menggambarkan

keaktifan Moon Young dalam menyampaikan apa yang dia inginkan. Menurut

informan 3, media komunikasi melalui hp membantu orang-orang dengan gangguan

mental untuk mengeskrpresikan dirinya dalam berkomunikasi dengan lancar dan lebih

bebas.

4.2.8.2 Posisi Pemaknaan Negosiasi

Berdasarkan pengelompokan hasil posisi pemaknaan informan yang telah dilakukan,

terdapat satu informan yang memaknai teks dengan posisi negotiated reading yaitu

informan 1. Dalam posisi ini, informan menggunakan pemahamannya dengan

mengkomromikan pesan media dan memunculkan satu tema yaitu preferensi

komunikasi langsung, yang akan dijabarkan sebagai berikut:

4.2.8.2.1 Preferensi Komunikasi Langsung

“Dia juga ga gaptek, bisa manfaatin handphone untuk tetep connect sama
Gang Tae. Walaupun telepon ini juga kurang efektif menurutku karena dia orangnya
selalu pengen ketemu sama Gang Tae.”

Informan 1 melihat bahwa tokoh Moon Young dapat memanfaatkan telepon seluler

untuk tetap terhubung dengan orang yang disayanginya, yaitu Gang Tae. Namun,

informan 1 melihat bahwa telepon menjadi kurang efektif karena sebenarnya Moon

Young memiliki kecenderungan untuk selalu ingin bertemu dan terlibat dalam kegiatan

Gang Tae. Selain itu, penggunaan telepon juga dapat membuat orang salah paham,

215
terlebih bagi Moon Young yang memilliki kepribadian sangat ekspresif, emosional,

dan menggebu-gebu, atau dapat dikatakan cukup dominan. Dalam adegan, hal ini

ditunjukkan dengan Moon Young yang menyusul Gang Tae dan kakaknya yang sedang

makan berdua dan terlihat ingin selalu ada di semua kegiatan Gang Tae.

4.2.8.3 Posisi Pemaknaan Oposisi

Berdasarkan pengelompokan hasil posisi pemaknaan informan yang telah dilakukan,

terdapat dua informan yang memaknai teks dengan posisi oppotional reading yaitu

informan 4 dan 5. Dalam posisi ini, informan menolak pesan teks dari film dengan

menggunakan pemahamannya sendiri. Pada posisi ini, informan memunculkan satu

tema yaitu bergantung dengan tingkat keparahan gangguan yang dimiliki difabel, yang

akan dijelaskan sebagai berikut:

4.2.8.3.1 Bergantung dengan tingkat keparahan gangguan yang dimiliki difabel

Menurut informan 4, adegan tersebut menggambarkan sifatnya dia yang egois dan

selalu memaksakan kehendaknya dan karena dia cukup ekspresif jadi dapat

menunjukannya dengan nada suaranya itu. Informan 4 memaknai bahwa baik cara

virtual maupun komunikasi secara langsung tidak semua anti-sosial dapat menunjukan

ekspresivitasnya. Kemudian, informan 4 melihat pada kemampuannya berkomunikasi

secara virtual, bahwa hal ini bergantung dengan seberapa parah gangguan yang dimiliki

difabel. Apabila sudah terlalu parah komunikasi sepertinya akan sangat memungkinkan

untuk tidak bisa memfungsikan handphone sebagai komunikasi, tapi kalo dari

216
karakternya Moon Young informan 4 melihat bahwa masih sangat mampu untuk

melakukannya. Sedangkan jika melihat bagaimana tokoh Ko Moon Young ini dalam

berkomunikasi, informan 4 merasa bahwa Ko Moon Young harus bertemu secara

langsung untuk dapat menjalin dan mempertahankan hubungan, daripada komunikasi

menggunakan telepon seluler atau media kurang efektif untuk Moon Young, hal ini

tampak pada tindakan Moon Young yang langsung menemui Gang Tae.

Selanjutnya informan 5 berpendapat bahwa komunikasi melalui handphone harus

dinilai berdasarkan taraf gangguan dan sikap anti-sosial yang dimiliki oleh sang tokoh,

Informan 5 berpendapat bahwa orang yang memiliki sikap anti-sosial tinggi tidak akan

bisa memfungsikan handphone sebagai media komunikasi. Namun, karakter Moon

Young dalam adegan tersebut tidak menunjukkan taraf anti-sosial yang tinggi,

sehingga penggunaan handphone menjadi cukup efektif. Menurut informan 5, sikap

Moon Young yang jarang bersosialisasi dengan banyak orang menjadikan handphone

sebagai penghubung ke dunia luar.

4.2.9 Posisi Pemaknaan Informan Terhadap Adegan Ko Moon Young Membatasi

Diri

Dari adegan Ko Moon Young membatasi diri akan dilihat bagaimana tampilan

karakteristiknya yang berbeda dari gangguan difabel tersebut melalui analisis preferred

reading. Hasil dari analisis makna dominan dari adegan tersebut menunjukan bahwa

adegan tersebut menggunakan unsur-unsur dramatisasi adegan dalam

217
menggambarkan keterbatasan pengelolaan emosional atau keterguncangan mental

yang dialami oleh difabel anti-sosial untuk menarik perhatian penoton.

Tabel 4. 17 Pemaknaan Informan Terhadap Adegan Ko Moon Young


Membatasi Diri

INFORMAN TEMA POSISI PEMAKNAAN


KHALAYAK
2 Tindakan difabel yang wajar Dominant position
1 Dramatisasi cara penyampaian
4 emosi karakter Negotiated position
5
3 Sikap rela berkorban dari difabel Oppositional position
anti-sosial

4.2.9.1 Posisi Pemaknaan Dominan

Berdasarkan pengelompokan hasil posisi pemaknaan informan yang telah dilakukan,

terdapat satu informan yang memaknai teks dengan posisi dominant reading yaitu

informan 2. Dalam posisi ini, informan memaknai teks dengan sama seperti yang

disampaikan oleh media, dan memunculkan satu tema yang sama yaitu tindakan difabel

yang wajar, yang akan dijabarkan sebagai berikut:

4.2.9.1.1 Tindakan difabel yang wajar

Menurut informan 2, adegan ini menunjukan ketakutan dan kepanikannya Ko Moon

Young saat mengetahui Ibunya kembali dan ternyata berada di sekitarnya selama ini.

Sehingga informan melihat bahwa Ko Moon Young secara sengaja meminta kedua

tokoh lainnya ini untuk pergi karena mengetahui betapa berbahayanya tokoh Ibu Ko

218
Moon Young ini. Tindakan menghindar dan menutup diri yang dilakukan oleh tokoh

Ko Moon Young dimaknai oleh informan 2 sebagai suatu tindakan yang sangat wajar

dan biasa karena traumanya yang terlihat seperti kambuh dan takut jika keluarganya

menyakiti Moon Gang Tae dan Moon Sang Tae kembali, mengingat dia mengetahui

bahwa Ibunya juga yang dahulu membunuh Ibu dari Moon Gang Tae. Informan 2

bependapat bahwa pada ralitanya, jika dia dihadapkan dengan kondisi tersebut maka

informan 2 juga akan menunjukkan respon yang sama seperti Ko Moon Young yaitu

dengan akan sangat emosional dan ingin menyendiri terlebih dahulu karena itu sifat

dasar manusia saat menghadapi sesuatu yang traumatik dan menakutkan.

4.2.9.2 Posisi Pemaknaan Negosiasi

Berdasarkan pengelompokan hasil posisi pemaknaan informan yang telah dilakukan,

terdapat tiga informan yang memaknai teks dengan posisi negotiated reading yaitu

informan 1, 4, dan 5. Dalam posisi ini, informan menggunakan pemahamannya dengan

mengkompromikan pesan dari media dan memunculkan satu tema yaitu dramatisasi

cara penyampaian emosi karakter, yang akan dijabarkan sebagai berikut:

4.2.9.2.1 Dramatisasi cara penyampaian emosi karakter

Menurut informan 1, adegan ini menunjukan keterkejutan dan ketekutan Ko Moon

Young yang tidak mengenali keberadaan Ibunya. Sehingga, dia meminta Gang Tae

untuk meninggalkannya sendiri karena adanya ketakutan Ko Moon Young bahwa

Ibunya dapat melukai orang-orang disekitarnya dan kondisi ini membuat mentalnya

219
menjadi tidak stabil. Informan 1 merasa bahwa tindakan menghindar dan menutup diri

yang dilakukan oleh tokoh Ko Moon Young ini adalah hal yang wajar terjadi dalam

kondisi seperti itu. Karena jika berada disituasi yang sama informan 1 juga akan

melakukan hal tersebut karena itu adalah sifat naluriah dari manusia. Kemudian,

informan 1 melihat cara Moon Young mengekspresikan ketakutan dan keterkejutannya

sebagai suatu hal yang bagus, karena sikap emosional sampai kepada penonton.

Namun, adanya penambahan latar musik yang intens ini semakin membuat adegan

menjadi sedikit terlalu dramatis.

Kemudian menurut informan 4, tindakan respon yang dilakukan Ko Moon Young itu

biasa karena dia terkejut kalau orang yang selama ini ditakutinya ini ternyata berada

disekitarnya tanpa dia sadari. Namun informan 4 merasa bahwa cara penggambaran

adegan ini yang lumayan intens dan dramatis ini membuat kesannya reaksi dari Ko

Moon Young itu menjadi terlihat berlebihan, padahal itu wajar kan kalo dia merasa

takut dan terkejut. Informan 4 melihat bahwa penggambaran adegan yang dramatis ini

memiliki kelebihan dan kekurangan yaitu dapat mendukung suasana dan penonton jadi

ikut merasakan apa yang dirasakan Ko Moon Young dalam kondisi tersebut.

Sedangkan hal yang kurang menurut informan 4 adalah dramatisasi ini secara ga

langsung juga bikin penonton melihat ketidakstabilan dari difabel mental itu sebagai

sesuatu yang agak menakutkan juga.

Selanjutnya informan 5 juga memaknai bahwa adegan ini menggambarkan kepanikan,

dan sikap menggabu-gebu dari tokoh Ko Moon Young dan karena tokoh ini cukup

220
ekspresif sehingga terlihat melalui mimik wajahnya atau sikapnya. Informan 5 melihat

bahwa tokoh tersebut terkejut karena baru menyadari keberadaan Ibunya sehinga

langsung bertindak sendiri tanpa berpikir panjang dengan meminta tokoh Moon Gang

Tae untuk pergi. Berkaitan dengan tindakan menghindar dan menutup diri yang

dilakukan oleh tokoh Ko Moon Young ini dimaknai oleh informan 5 sebagai hal yang

wajar dan semua orang ketika berada di kondisi tersebut juga akan seperti itu, hanya

yang membedakan adalah tindakan spontannya yang sesuai dengan kehendaknya.

Informan mengatakan bahwa ketika dirinya berada diposisi tersebut juga akan

melakukan hal yang sama sih yaitu dengan menutup diri untuk mendapatkan tenang

diri

4.2.9.3 Posisi Pemaknaan Oposisi

Berdasarkan pengelompokan hasil posisi pemaknaan informan yang telah dilakukan,

terdapat satu informan yang memaknai teks dengan posisi oppotional reading yaitu

informan 3. Dalam posisi ini, informan menolak pesan teks dari film dengan

menggunakan pemahamannya sendiri dan memunculkan tema yaitu sikap rela

berkorban dari difabel anti-sosial yang akan dijabarkan sebagai berikut:

4.2.9.3.1 Sikap rela berkorban dari difabel anti-sosial

Menurut informan 3, adegan ini menggambarkan kesadaran Ko Moon Young tentang

keberadaan Ibunya yang bukan merupakan orang yang baik, sehingga dia tidak ingin

membahayakan orang yang dia sayang dengan terus tinggal bersama mereka. Menurut

221
informan 3, seseorang dengan kondisi rapuh seharusnya tidak diperbolehkan sendirian

karena ini dapat membahayakan diri dari tokoh tersebut mengingat Ko Moon Young

juga merupakan seseorang yang memiliki sifat-sifat dan tindakan yang kadang ekstrim.

“Dia memikirkan keselamatan orang lain, jadi biar dia aja yang berkorban
gitu kesannya. Menurutku apa yang dilakukan Ko Moon Young juga ini bentuk sikap
kepeduliannya dengan berkorban ya, dia gamau orang yang dia sayang terluka lagi
jadi mending kaya dia aja gitu.”
Dari pernyataan tersebut, informan 3 merasa bahwa tokoh Ko Moon Young ini

memikirkan keselamatan orang lain, maka dari itu dia ingin mengorbankan dirinya

saja. Oleh karena itu, informan 3 menyimpulkan bahwa apa yang dilakukan Ko Moon

Young itu adalah bentuk kepeduliannya dengan orang yang disayanginya dengan

mengorbankan diri.

4.2.10 Posisi Pemaknaan Informan Terhadap Adegan Ko Moon Young Menusuk

Orang Lain Dengan Sengaja

Dari adegan Ko Moon Young menusuk orang lain dengan sengaja akan dilihat

bagaimana tampilan karakteristiknya yang berbeda dari gangguan difabel tersebut

melalui analisis preferred reading. Hasil dari analisis makna dominan adegan tersebut

menampilkan dan mengkaitkan tindakan impulsif yang menyimpang dengan

keterbatasan kontrol diri dari difabel anti-sosial sebagai penggambaran dan

penjelasan mengenai gangguan kepribadian anti-sosial.

222
Tabel 4. 18 Pemaknaan Informan Terhadap Adegan Ko Moon Young Menusuk
Orang Lain Dengan Sengaja

INFORMAN TEMA POSISI PEMAKNAAN


KHALAYAK
2 Hanya penggambaran sifat dari Dominant position
4 gangguan anti-sosial saja
1 Adanya faktor pemicu tindakan Negotiated position
difabel
5 Penyamaan ciri dan tindakan
gangguan anti sosial
3 Penggambaran karakteristik Oppositional position
gangguan anti-sosial yang
berlebihan

4.2.10.1 Posisi Pemaknaan Dominan

Berdasarkan pengelompokan hasil posisi pemaknaan informan yang telah dilakukan,

terdapat dua informan yang memaknai teks dengan posisi dominant reading yaitu

informan 2 dan 4. Dalam posisi ini, informan menggunakan pemahamannya yang

memunculkan tema yaitu hanya penggambaran sifat dari gangguan anti-sosial saja,

yang akan dijabarkan sebagai berikut:

4.2.10.1.1 Hanya penggambaran sifat dari gangguan anti-sosial saja

Menurut informan 2, adegan ini menunjukkan sifat Ko Moon Young yang sebenarnya

baik namun memiliki pemikiran dan cara yang berbeda dari orang pada umumnya.

Informan 2 melihat bahwa cara Moon Young membela diri dan menyelamatkan anak

kecil itu memang lumayan ekstrim tetapi mungkin memang seperti itulah karakternya

223
dilihat dari pemikirannya. Kemudian, informan 2 melihat bahwa bahwa cara tersebut

dapat dibilang cukup ekstrim dari tindakannya yang melukai orang lain. Selain itu,

dilihat dari gesture dan ekspresinya, dia sama sekali tidak merasa bersalah atas apa

yang dilakukannya. Sehingga informan 2 menganggap bahwa memang pola pikirnya

dari tokoh tersebut yang berbeda. Namun, informan 2 juga menyimpulkan bahwa

penggambaran dari sifat-sifat maupun tindakan ekstrim yang dilakukan oleh tokoh

tersebut ini memang ditujukan untuk menjelaskan dan menggambarkan kondisi orang

dengan gangguan anti sosial, bukan dengan maksud mengkaitkannya ke hal-hal yang

negatif.

Menurut informan 4, adegan tersebut menonjolkan reaksi dari penyandang difabel

mental yang kerap diasosiasikan dengan tindakan spontan yang tidak dipikirkan.

Dalam adegan ini, terdapat beberapa sikap-sikap yang dapat dibilang cukum impulsif

seperti menampar pasien bapak-bapak dengan menggunakan tas, secara sengaja ingin

memberi sayatan kecil dan apa yang dia katakan juga secara tidak langsung itu

memprovokasi pasien difabel tersebut untuk menyerangnya. Akibat dari tidakan

impulsif tersebut, Ko Moon Young juga di serang oleh pasien tersebut karena sikapnya

yang spontan dan provokatif itu. Selain itu, dari penggambaran sifatnya keliatan, tokoh

Moon Young terlihat orang yang manipulatif karena upaya membela dirinya itu

dilakukan melalui cara yang ekstrim tapi sebenarnya hal tersebut hanya seperti ingin

memuaskan egonya saja dengan melukai orang lain. Informan 4 merasa bahwa

serangkaian penggambaran sifat yang ditampilkan oleh tokoh Ko Moon Young melalui

224
tindakannya yang impulsif ini secara tidak langsung menimbulkan kesan bahwa

gangguan pada tokoh tersebut identik dengan sifat, pemikiran, dan tindakan impulsif

yang menyimpang dan membahayakan orang lain.

4.2.10.2 Posisi Pemaknaan Negosiasi

Berdasarkan pengelompokan hasil posisi pemaknaan informan yang telah dilakukan,

terdapat dua informan yang memaknai teks dengan posisi negotiated reading yaitu

informan 1, dan 5. Dalam posisi ini, informan menggunakan pemahamannya yang

memunculkan dua tema yaitu adanya faktor pemicu tindakan difabel, dan penyamaan

ciri dan tindakan gangguan anti sosial yang akan dijabarkan sebagai berikut:

4.2.10.2.1 Adanya faktor pemicu tindakan difabel

Menurut informan 1, adegan ini menunjukan niat baik Ko Moon Young yang ingin

menolong tokoh anak kecil dari pasien difabel mental tersebut namun cara yang

dilakukan oleh Ko Moon Young juga salah yaitu dengan berusaha buat melukai orang

lain juga. Namun, informan 1 juga merasa bahwa mungkin ketika Moon Young

mencoba menolong anak kecil tersebut, dia sempat terpicu dengan ingatan masa kecil

yang cukup membuatnya trauma hingga sekarang. Dari penggambaran sifat dan

tindakan Ko Moon Young yang cukup manipulatif, di mana dia terlihat membela diri

dengan tindakannya yang salah. Informan merasa bahwa tokoh Ko Moon Young

digambarkan kurang baik dan hal ini terlihat dari tindakannya dan kata-kata yang

diucapkan sebagai pembelaan diri yang mencerminkan sifatnya. Informan 1

225
menyimpulkan bahwa mungkin dalam penggambarannya akan lebih baik jika ingin

menjelaskan sisi gangguan dari tokoh Ko Moon Young ini akan lebih baik jika tidak

menonjolkan hal-hal yang negatifnya saja, tapi mungkin bisa dengan hal yang lain juga.

Informan 1 percaya jika media dapat menampilkan dan menggambarkan gangguan

jiwa secara baik tanpa mengaitkan dengan hal-hal yang negatif maka tidak akan

menimbulkan stereotip tertentu dalam masyarakat.

4.2.10.2.2 Penyamaan ciri dan tindakan gangguan anti sosial

Menurut informan 5, adegan ini menunjukan sifat dari gangguan anti sosialnya, yang

tidak takut dengan apa yang dia perbuat, tidak mikir panjang, spontan, tidak peduli

dengan orang lain, sampe dia sendiri tidak memikirkan konsekuensi perbuatannya

meskipun hal tersebut sangat riskan dan menyalahkan kesalahannya pada orang lain.

Informan 5 berpendapat bahwa sebenarnya tidak ada salahnya menunjukkan tindakan-

tindakan yang menyimpang dari anti-sosial karena drama ini memang membawa isu

tersebut. Informan 5, justru mengatakan kalau adegan dalam drama ini memperlihatkan

isu gangguan mental yang terlalu dalam dengan mengaitkannya pada genre romance.

Karena informan 5 melihat bahwa sebenarnya tidakan anti-sosial itu kalo sudah parah

bisa sampai melanggar hukum, hal ini diketahui informan ketika memilki punya temen

yang mempunyai gangguan anti sosial. Di mana ketika teman dari informan 5 ingin

punya sesuatu dari orang lain, maka dia akan melakukan hal-hal hingga menusuk kaki

orang lain hanya karena ingin mempunyai kaki yang sama.

226
4.2.10.3 Posisi Pemaknaan Oposisi

Berdasarkan pengelompokan hasil posisi pemaknaan informan yang telah dilakukan,

terdapat satu informan yang memaknai teks dengan posisi oppotional reading yaitu

informan 3. Dalam posisi ini, informan menolak pesan teks dari film dengan

menggunakan pemahamannya yang memunculkan tema yaitu hanya penggambaran

karakteristik gangguan anti-sosial yang berlebihan, yang akan dijabarkan sebagai

berikut:

4.2.10.3.1 Penggambaran karakteristik gangguan anti-sosial yang berlebihan

Menurut informan 3, adegan ini menggambarkan tokoh Ko Moon Young yang ingin

menyelamatkan seseorang namun dengan cara yang salah yaitu melukai tokoh ayah

pasien difabel mental. Informan 3 berpendapat bahwa Ko Moon Young memiliki

perspektifnya yang berbeda dan terkesan bahwa dia menantang pasien tersebut.

Sehingga, informan 3 melihat jika caranya dilakukan oleh tokoh tersebut tidak

menunjukan bahwa dia bertindak seperti orang lain pada umumnya. Namun, secara

keseluruhan informan 3 menyimpulkan bahwa adegan tersebut terkesan dramatis,

karena dalam pada realitanya sikap empati tidak akan muncul dengan cara melukai

orang lain menggunakan benda tajam. Kemudian, infroman 3 berpendapat bahwa

penggambaran adegan tersebut sebaiknya tidak seperti itu, walaupun mungkin

produser dari drama ini dalam menunjukkan sikap anti-sosial tidak seharusnya

dilakukan dengana degan seperti itu.

227
4.2.11 Posisi Pemaknaan Informan Terhadap Adegan Moon Sang Tae

Mencairkan Ketegangan Hubungan

Dari adegan Moon Sang Tae mencairkan ketagangan hubungan akan dilihat

bagaimana tampilan karakteristiknya yang berbeda dari gangguan difabel tersebut

melalui analisis preferred reading. Hasil dari analisis makna dominan dari adegan

tersebut menunjukkan adanya ketenangan sikap dan kedewasaan pola pikir tokoh

difabel autisme dalam mengatasi ketegangan situasi yang sedang terjadi dengan cara

menghibur orang lain untuk mencairkan suasana.

Tabel 4. 19 Pemaknaan Informan Terhadap Adegan Moon Sang Tae


Mencairkan Ketegangan Hubungan

INFORMAN TEMA POSISI PEMAKNAAN


KHALAYAK
1 Kemampuan kontrol diri difabel Dominant position
2 Kedewasaan difabel autisme
4 Bergantung dengan tingkat Negotiated position
keparahan gangguan autisme
5 Pemikiran difabel autisme yang
tidak logis
3 Penggambaran reaksi difabel Oppositional position
autisme yang tidak sesuai

4.2.11.1 Posisi Pemaknaan Dominan

Berdasarkan pengelompokan hasil posisi pemaknaan informan yang telah dilakukan,

terdapat dua informan yang memaknai teks dengan posisi dominant reading yaitu

informan 1 dan 2. Dalam posisi ini, informan menggunakan pemahamannya yang

228
memunculkan dua tema yaitu kemampuan kontrol diri difabel dan kedewasaan difabel

autisme yang akan dijabarkan sebagai berikut:

4.2.11.1.1 Kemampuan kontrol diri difabel

Menurut informan 1, adegan ini memperlihatkan bahwa Moon Sang Tae mampu

mengontrol diri karena sudah berhasil melewati masa krisis yang sebelumnya, sehingga

dia menjadi jauh lebih tenang. Selain itu, karakter dari tokoh autis ini yang llulmayan

unik, di mana dia suka menyeletuk dengan polos ini dapat menghibur orang lain dan

diadegan tersebut membuat adiknya tertawa. Namun, informan 1 melihat hal tersebut

bahwa apa yang disampaikan oleh Moon Sang Tae benar-benar akan dilakukannya

yaitu tidak meninggalkan Ko Moon Young berada dalam kondisi seperti itu sendirian.

Informan 1 juga merasa bahwa Moon Sang Tae dapat merasakan perasaannya Moon

Young yang kesepian itu, makanya dia akan tetap menemani meski Moon Young

mintanya buat pergi.

4.2.11.1.2 Kedewasaan difabel autisme

Menurut informan 2, adegan tersebut menunjukkan bahwa Sang Tae sudah

menganggap Moon Young sebagai bagian dari keluarga. Sehingga, informan 2 merasa

jika seseorang sudah memilki keterikatan dan kedekatan emosional seperti layaknya

keluarga hal ini membuat siapapun pasti tidak akan ingin meninggalkan keluarganya

sendirian, apalagi di kondisi yang sangat tidak memungkinkan. Oleh sebab itu, Moon

Sang Tae dapat memposisikan dirinya sebagai kakak yang baik dan lebih dewasa.

229
Informan 2 merasa, meskipun belum pernah adanya interaksi atau komunikasi dengan

autisme, tapi informan 2 percaya bahwa seorang kakak juga dapat memposisikan

dirinya sebagai seseorang yang lebih dewasa dan ini berlaku bagi mereka yang difabel

maupun yang tidak. Sehiingga, ketika ada permasalahan ini terjadi tokoh Moon Sang

Tae dapat menenangkan suasana dan membuat adiknya juga menjadi tidak begitu

khawatir setelah bercengkrama bersama.

4.2.11.2 Posisi Pemaknaan Negosiasi

Berdasarkan pengelompokan hasil posisi pemaknaan informan yang telah dilakukan,

terdapat dua informan yang memaknai teks dengan posisi negotiated reading yaitu

informan 4 dan 5. Dalam posisi ini, informan menggunakan pemahamannya yang

memunculkan dua tema yaitu bergantung dengan tingkat keparahan gangguan autisme

dan pemikiran difabel autisme yang tidak logis yang akan dijabarkan sebagai berikut:

4.2.11.2.1 Bergantung dengan tingkat keparahan gangguan autisme

Menurut informan 4, adegan tersebut menggambarkan tokoh Sang Tae mampu

memikirkan posisi Ko Moon Young dan berusaha mencairkan suasana rumah yang

sedikit kurang nyaman atau tegang untuk adiknya. Namun, menurut informan 4

beberapa orang autis belum tentu bisa menjadi dewasa seperti Sang Tae ketika

dihadapkan dengan situasi yang sama. Karena berdasarkan pengetahuan informan 4

dari kerabatnya yang memilki gangguan autis, mereka tidak menunjukan sisi

kedewasaan tersebut dan informan 4 juga mempercayai bahwa hal ini juga bergantung

230
dengan seberapa parah kondisi dari gangguan autis yang dialami oleh difabel tersebut.

Sehingga, informan 4 menyimpilkan bahwa orang yang memilki gangguan autisme ini

belum tentu bisa sedewasa itu seperti pola pemikirannya Sang Tae.

4.2.11.2.2 Pemikiran difabel autisme yang tidak logis

Menurut informan 5, orang autis memiliki pola pemikiran yang tidak logis, sehingga

dia tidak mengerti situasi atau reaksi yang harus ditunjukan dan dapat biasa aja karena

dia tidak mengerti. Informan 5 merasa bahwa mungkin kalo tokoh autismenya ini

ditinggal atau kehilangan orang yang selalu ada buat dia kayak orangtuanya atau

adiknya, dia bakal nunjukin kesedihannya. Selain itu, adanya konteks pindah, yang

memang mungkin sudah menjadi hal yang umum bagi tokoh Moon Sang Tae. Oleh

karena itu dalam adegan tersebut, informan 5 menilai bahwa sang tokoh tidak mengerti

apa yang sudah terjadi, sehingga dia hanya berusaha menghibur orang lain. Dari

beberapa orang yang pernah ditemui oleh informan 5 di RSJ, jika ada sesuatu yang

terjadi pada orang lain orang autis cenderung tidak mengerti kondisi tersebut sehingga

hanya mampu berusaha dengan menghibur saja.

4.2.1.1.3 Posisi Pemaknaan Oposisi

Berdasarkan pengelompokan hasil posisi pemaknaan informan yang telah dilakukan,

terdapat satu informan yang memaknai teks dengan posisi oppotional reading yaitu

informan 3. Dalam posisi ini, informan menolak pesan teks dari film dengan

231
menggunakan pemahamannya sendiri dan memunculkan tema yaitu penggambaran

reaksi difabel autisme yang tidak sesuai yang akan dijabarkan sebagai berikut:

4.2.11.3. 1 Penggambaran reaksi difabel autisme yang tidak sesuai

Informan 3 melihat bahwa dari cara Sang Tae mengekspresikan perasaannya menjuru

ke satu jawaban yaitu keluarga. Sang Tae seperti punya ikatan persahabatan yang sudah

sangat hinga merasa Ko Moon Young juga keluarganya. Namun, menurut informan 3

orang autis dalam dunia nyata tidak akan memiliki sikap yang tenang apabila

dihadapkan pada kondisi tersebut. Dalam adegan tersebut tampak Moon Gang Tae

sabagai sebagai seorang non-difabel ketika berada di kondisi tersebut saja telihat

bingung, sehingga orang yang memiliki gangguan difabel juga pasti akan merasa

bingung apabila dihadapkan pada situasi tersebut. Hal ini dikearenakan pada dunia

nyatanya, tidak semua orang yang autis mengetahui bagaimana caranya menghadapi

orang lain yang sedang dalam masalah, atau bahkan kadang cara berinteraksi sama

orang lain saja mereka masih sulit. Selain itu, orang autis juga dapat terpengaruh dari

kondisi orang lain, yang mana bahkan orang biasa saja juga akan bingung kalau

menghadapi orang yang sedang bingung.

4.3 Definisi Teoritis

Menurut Oliver, Barnes, and Aberley, teori Social Model of Disability ini

menekankan bahwa kontruksi sosial terkait kelompok difabel bukan berada pada

konsekuensi dari keterbatasan fisik ataupun mental dari seseorang, melainkan terletak

232
dalam faktor eksternal yang lebih luas yaitu masyarakat sosial. Social Model of

disability telah menegasan bahwa disabilitas merupakan suatu konstruksi sosial.

Artinya, disabilitas sebagai kondisi sosial harus dilihat sebagai suatu penindasan pada

kelompok tertentu dan pendekatan dengan model sosial harus digunakan sebagai upaya

pemberdayaan dan penegasan hak dari difabel sebagai warga negara dalam lingkungan

sosial. Di Amerika Serikat, model sosial disabilitas juga disebut dengan istilah lain

yaitu Minority-Group Model of Disability yang membawa perspektif serah dengan

model sosial dengan menekankan aspek sosial dan politik dari isu disabilitas. Teori ini

meletakan bahwa disabilitas muncul sebagai dampak dari kegagalan masyarakat sosial

dalam menampung aspirasi kelompok disabilitas yang merupakan kaum minoritas atau

dengan kata lain, teori ini mencoba untuk membawa kesetaraan ras dari kelompok

minoritas (Ro'fah, 2015: 146-149).

Sehingga, dapat disimpulkan bahwa teori ini menitikberatkan pada asumsi

masyarakat mengenai konstruksi sosial negatif terkait isu difabilitas yang memperkuat

posisi kelompok difabel sebagai minoritas. Atau dengan kata lain, teori ini juga

mencoba untuk mengubah stereotip pada konstruksi sosial masyarakat dengan

mengajak masyarakat untuk berpikir bahwa kondisi difabel itu adalah hal yang wajar

dan bukan sesuatu perbedaan yang harus ditonjolkan. Selain itu, teori ini juga

digunakan untuk melihat beragam pemaknaan khalayak terkait stereotip ataupun

empowerment kelompok difabel yang ditampilkan pada tindakan karakter dalam film.

Dari hasil temuan pada penelitian ini, memang terdapat beberapa pemaknaan

informan yang mendukung dan memperkuat teori dari Minority-Group Model of

233
Disability. Penguatan pada teori tersebut terletak pada adegan ketika tokoh difabel

autisme yang sedang mencoba untuk memperluas relasi sosialnya, dari adegan tersebut

terdapat beberapa informan yang menyatakan bahwa tidak semua orang dapat mau

memiliki keterikatan hubungan dengan mereka yang difabel dan adapula yang

menyatakan bahwa wajar untuk menghindar dari difabel karena ada rasa takut.

Informan-informan tersebut memaknai bahwa tindakan orang awam yang cenderung

menghindar atau bahkan mengabaikan difabel ini adalah hal yang biasa dan sangat

sering terjadi karena kurangnya pemahaman mereka dalam menyikapi orang-orang

yang memiliki kebutuhan khusus. Oleh karena itu adanya pemaknaan tersebut

mendukung teori ini bahwa stigma yang telah di konstruksi telah melekat dalam pikiran

masyarakat sehingga membuat kelompok difabel sebagai masyarakat minoritas

semakin dipinggirkan karena tindakan menghindari difabel dan tindakan menilai

berdasarkan keterbatasan difabel telah menjadi hal yang biasa terjadi di masyarakat.

Sedangkan, hasil temuan peneliti tidak hanya menunjukan penguatan pada teori

difabilitas yang telah digunakan oleh pada penelitian ini. Tetapi peneliti juga

menemukan bahwa sebagian besar hasil pemaknaan informan terkait penggambaran

kelompok difabel ini juga dilihat melalui perspektif secara medis. Artinya, informan

melihat dan memaklumi bahwa penggambaran sifat maupun gangguan jiwa dari tokoh

difabel ini adalah bentuk keterbatasan mental yang merupakan suatu penyakit medis

dan membutuhkan bantuan dari tenaga professional. Adanya pemaknaan informan

yang menggunakan perspektif medis ini sejalan dengan teori Medical Model of

Disability dari Oliver, yang menekankan bahwa dasar permasalahan dari difabilitas

234
adalah kondisi medis individu yang mengalami keterbatasan fungsi maupun mental.

Selain itu, teori ini juga berpendapat bahwa kelompok difabilitas juga harus mengakui

bahwa mereka membutuhkan bantuan pengobatan dari tenaga professional, seperti

dokter, perawat dan psiklog (Ro’fah, 2015 :144-145).

Adanya hasil temuan tersebut, menambahkan adanya penggunaan teori medical

model of disability dalam penelitian ini yang mana dapat dibuktikan dari hasil

pemaknaan informan pada adegan-adegan tertentu. Pada adegan munculnya tokoh Ko

Moon Young ketika melihat Moon Sang Tae yang di cap ‘gila’ oleh orang lain saat

berada di pameran bukunya, dimaknai oleh beberapa informan sebagai bentuk

pembelaan pada tokoh autisme yang secara tidak langsung mengaitkan dengan kondisi

medis dari tokoh difabel autis tersebut. Kemudian pada adegan keterbukaan dari tokoh

Moon Sang Tae, terdapat informan yang memaknai bahwa pembukaan diri autisme

untuk menghadapi traumanya ini tidak terlepas dari pendekatan khusus dari dokter

professional yang membuat difabel autisme tersebut dapat merasa aman dan nyaman

untuk menceritakan trauma yang selama ini disembunyikannya. Selain itu juga di

dukung dengan pemaknaan beberapa informan pada adegan pengalihan perhatian

dengan penggunaan obat pada tokoh difabel anxiety and depression disorder (Lee Ah

Reum) yang dimakani oleh informan sebagai suatu cara untuk menggambarkan bahwa

gangguan mental ini bukan sebuah penyakit yang aneh atau menyimpang, melainkan

sama seperti penyakit lain pada umumnya yang membutuhkan fungsi dari suatu obat.

235

Anda mungkin juga menyukai