Bab 5
Bab 5
PENUTUP
Pada bab ini, peneliti akan menjabarkan menganai kesimpulan dan implikasi
penelitian dari keberagaman dan posisi pemaknaan informan pada setiap elemen,
implikasi praktis, implikasi sosial dan implikasi akademik. Sejauh ini, representasi
kelompok difabel yang digambarkan dalam media film masih ditampilkan dengan
menggunakan berbagai konstruksi sosial masyarakat. Selain itu, tidak banyak dari
Sehingga, penelitian ini dilakukan dengan latar belakang drama korea It’s Okay to Not
be Okay yang membahas mengenai isu kesehatan mental dari berbagai variasi
gangguan jiwa dan pembinaan hubungan sosial dari tokoh difabel mental. Dalam
pengambilan data dengan cara interview dan menunjukan beberapa potongan adegan
dari drama korea It’s Okay to Not be Okay. Pada poin inilah khalayak aktif memiliki
peran yang sangat penting dalam memaknai isi pesan teks yang disampaikan oleh
kepercayaan dan pengalaman dari setiap informan membuat teks pada media dimaknai
secara beragam yang memungkinkan untuk tidak simetris dengan teks dalam film. Oleh
236
khalayak aktif mengenai kelompok difabel sebagai kelompok minoritas dan termasuk
pembinaan hubungan sosialnya dalam drama korea It’s Okay to Not be Okay.
5.1 Kesimpulan
drama Korea It’s Okay to Not be Okay menunjukan adanya pola pembelaan difabel
yang berdampingan dengan pola penguatan posisi kelompok difabel sebagai bagian
kelompok minoritas. Kemudian, pada elemen kelompok minoritas, posisi film ini
masih menggunakan sudut pandang yang negatif dengan menampilkan stereotip untuk
karakter difabel mental. Sedangkan dalam aspek pembinaan hubungan, hasil analisis
pemaknaan dominan dari adegan-adegan yang telah diseleksi oleh peneliti menunjukan
posisi film yang secara positif membela kelompok difabel untuk dapat menjalin suatu
hubungan. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa drama Korea It’s Okay to Not be
Okay ini masih menggunakan sudut pandang yang negatif dalam membangun karakter
difabel.
237
5.1.2 Keberagaman Makna
Berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan, peneliti menemukan bahwa informan
menggunakan berbagai perspektif dalam memaknai isu difabel mental termasuk cara
tokoh difabel mental dalam membina hubungan. Di mana informan tidak hanya
memaknai isu maupun adegan dengan menggunakan stereotip pada difabel saja, namun
juga melihat dengan menggunakan perspektif medis dan juga pandangan terkait
tindakan difabel sebagai suatu hal yang wajar ataupun biasa saja. Artinya, keterbatasan
mental dari difabel dimaknai oleh beberapa informan sebagai suatu hal yang wajar
karena adanya gangguan medis atau penyakit yang dimiliki oleh difabel tersebut.
Kemudian jika melihat spesifik pada pembentukan karakter tokoh difabel, informan
membina hubungan namun dengan beberapa pertimbangan tertentu baik itu melihat
pemaknaan khalayak pada isi pesan teks yang ditawarkan oleh media dalam drama
Korea It’s Okay to Not be Okay. Dari seluruh informan yang memiliki latar belakang
pendidikan, status pekerjaan dan jenis kelamin yang berbeda ini menghasilkan
238
pemaknaan informan yang berada pada negosiasi, kemudian disusul dengan posisi
dominan, dan sisanya berada pada posisi oposisional yang menolak ideologi yang
disampaikan oleh media. Selanjutnya sisa dari keberagaman pemaknaan khalayak yang
muncul berada dalam posisi dominan dan yang terakhir adalah posisi oposisi. Artinya,
sebagian besar khalayak yang menjadi informan peneliti ini mulai menunjukan
kesadaran dan pemahaman terkait isu difabel mental, karena tidak hanya menerima
konstruksi terkait isu difabel mental dari drama ini saja. Tetapi para informan juga
Pada penelitian ini ditemukan bahwa para informan sebagai khalayak aktif dari
drama Korea It’s Okay to Not be Okay baik yang memiliki keterkaitan dengan
kelompok difabel mental maupun tidak ini menunjukan bahwa mereka memaknai
secara beragam terkait kelompok difabel mental sebagai bagian dari kelompok
meliputi adanya penerimaan ideologi dominan yang disampaikan oleh film, kemudian
menolakan secara kritis terkait ideologi yang ditawarkan pada teks media dengan
239
menggunakan pemahamannya sendiri. Adanya keberagaman pemaknaan ini juga tidak
terlepas dari peran dan kekuatan khalayak dari memilih konten media, kemudian
sendiri sebagai hasil dalam mengonsumsi media. Maka dari itu, munculah
keberagamaan pemaknaan informan sebagai hasil konsumsi media terkait isu difabel
mental dan pembinaan hubungan sosialnya dalam drama Korea It’s Okay to Not be
Okay.
kelompok difabel bukan berada pada konsekuensi dari keterbatasan fisik ataupun
mental dari seseorang, melainkan terletak dalam faktor eksternal yang lebih luas yaitu
masyarakat sosial. Model sosial difabilitas juga disebut dengan istilah lain yaitu
sosial dengan menekankan aspek sosial dan politik dari isu disabilitas. Sehingga, dapat
konstruksi sosial negatif terkait isu disabilitas yang memperkuat posisi kelompok
difabel sebagai minoritas. Dari hasil temuan pada penelitian ini, memang terdapat
beberapa pemaknaan informan yang mendukung dan memperkuat teori dari Minority-
orang awam yang cenderung menghindar atau bahkan mengabaikan difabel ini adalah
hal yang biasa dan sangat sering terjadi karena kurangnya pemahaman mereka dalam
menyikapi orang-orang yang memiliki kebutuhan khusus. Oleh karena itu adanya
240
pemaknaan tersebut mendukung teori ini bahwa stigma yang telah di konstruksi telah
tindakan menilai berdasarkan keterbatasan difabel telah menjadi hal yang biasa terjadi
di masyarakat.
Sedangkan, hasil temuan peneliti tidak hanya menunjukan penguatan pada teori
difabilitas yang telah digunakan oleh pada penelitian ini. Tetapi peneliti juga
kelompok difabel ini juga dilihat melalui perspektif secara medis. Adanya pemaknaan
informan yang menggunakan perspektif medis ini sejalan dengan teori Medical Model
of Disability dari Oliver, yang menekankan bahwa dasar permasalahan dari difabilitas
adalah kondisi medis individu yang mengalami keterbatasan fungsi maupun mental.
Selain itu, teori ini juga berpendapat bahwa kelompok difabilitas juga harus mengakui
dokter, perawat dan psiklog (Ro’fah, 2015 :144-145). Adanya hasil temuan tersebut,
ini yang mana dapat dibuktikan dari hasil pemaknaan informan pada adegan-adegan
yang menunujukan bahwa informan memaknai adanya kebutuhan bantuan dari tenaga
dokter professional dan pengguanaan obat sebagai salah satu cara dalam
menggambarkan bahwa gangguan mental ini bukan sebuah penyakit yang aneh atau
241
menyimpang, melainkan sama seperti penyakit lain pada umumnya yang
telah mengakar sebelumnya. Hal ini mengakibatnya kelompok difabel cukup sulit
membina suatu hubungan sosial di masyarakat karena adanya sterotipe yang membuat
dan juga membuat kelompok difabel menjadi membatasi dirinya dari kehidupan sosial.
Berdasarkan dari hasil penelitian ini, ditemukan bahwa sebagian besar masyarakat di
Indonesia, baik yang sudah memiliki keterkaitan hubungan dengan kelompok difabel
ideologi dominan dari film yang menyampaikan tentang penguatan kelompok difabel
sebagai kelompok minoritas dan kemampuan difabel mental dalam membina hubungan
sosial. Apabila masyarakat sosial memaknai isu difabel mental secara sama seperti para
informan, maka hal ini dapat membuka cara pandang masyarakat dalam memaknai isu
difabel mental dan juga membuka kesempatan bagi kelompok difabel untuk dapat
membangun hubungan sosial secara terbuka tanpa merasa distigmatisasi. Oleh karena
terkait stereotip yang menjatuhkan kelompok difabel yang sudah tidak relevan lagi dan
membuka diri untuk dapat menerima eksistensi dari kelompok difabilitas mental.
242
Selain itu diharapkan dalam penerapannya, praktisi media sebagai penyebar
pengatahuan dan pemikiran yang baru dapat lebih kritis dalam menampilkan dan
membingkai konstruksi isu difabel mental agar kelompok difabel juga dapat
ini juga dapat melengkapi penelitian sebelumnya yang mengangkat isu difabel mental
dan termasuk pembinaan hubungannya yang tidak banyak ditemukan, dan menjadi
memiliki peran dalam membentuk pesan yang disampaikan oleh media. Di mana
khalayak tidak hanya secara pasif menerima isi teks yang sampaikan oleh media,
namun juga dapat mengkompromikan teks tersebut sesuai pemahaman dari setiap
khalayak, hingga dapat menolak pesan yang ditawarkan oleh media. Kekuatan
khalayak dalam mengolah dan memproses pesan media ini terjadi karena adanya
hasil dari penelitian ini dapat digunakan sebagai rujukan yang membantu
mental. Hasil dari penelitian ini juga setelahnya akan dipublikasikan dengan bentuk
243
jurnal online yang mana nantikan dapat diakses sebagai bahan rujukan untuk
masyarakat.
5.3 Saran
karena status mereka sebagai kelompok minoritas. Selain itu dari pemaknaan khalayak
terkait kelompok difabel sebagai bagian dari kelompok minoritas dan pembinaan
hubungannya dalam drama Korea It’s Okay to Not be Okay, ditemukan bahwa perlu
dengan kelompok difabel. Masyarakat dapat secara perlahan membuka diri untuk
menjalin koneksi dan relasi secara terbuka dengan kelompok difabel agar dapat
menenggelamkan stereotip negatif yang selama ini terus melekat dan merugikan
selanjutnya yang akan mengangkat topik serupa di masa yang akan datang untuk dapat
melibatkan informan yang merupakan bagian dari kelompok difabel mental, guna
mendapatkan sudut pandang mereka terkait isu difabel mental dan pembinaan
hubungan sosialnya.
244