Anda di halaman 1dari 4

PEMUDA MALAS

Jangan bersikap tawadhu dan rendah hati


‘bila kerendah hatian mu jadi alasan
Untuk mundur dari kompetensi
Jangan pernah ingin mengalah bila hanya
Kamuflase untuk bersembunyi
Dari kelemahan jiwamu

Bumi ini gelora api yang berkobar


Dan debu yang berserak
Mendekatlah pada api spirit
Nyalakan hati yang lemah
Penuhilah kalbumu dengan kemarahan
Marah karena malas
Marah karena tak pernah dewasa
Marah karena lemah hati
Marah karena tidak marah melihat kemajuan
Sedang kita selalu dalam kemunduran

Majulah dari debu yang berserak


Karena debu tak pernah ciptakan sejarah
Karena debu adalah sampah
yang selalu diinjak-injak waktu
Tawadhulah di saat kemenangan
Karena saat itu
Kau bagai sedang berdiri
Di antara gunung dan ngarai
Terua naik ke puncak berikutnya
Atau meluncur ke ngarai yang terjal

Menangislah di saat kalah


Karena air mata mu akan jadi saksi
Bahwa dirimu tak menghendaki kekalahan itu
Bahwa dirimu juga memimpikan gelora api kemenamgan
Bahwa dirimu ingin sekali ‘bertobat’
Bertobat untuk tidak lagi berkubang
Dalam lumpur kemalasan
DIPONEGORO

Di masa pembangunan ini...


Tuan hidup kembali
Dan bara kagun menjadi api..

Di depan sekali tuan menanti


Tak gentar. Lawan banyaknya seratus kali...
Pedang di kanan, keris di kiri
Berselempang semangat yang tak bisa mati..

MAJU..

Ini barisan tak bergendang-berpalu


Kepercayaan tanda menyerbu...

Sekali berarti
Sudah itu mati...

MAJU....

Bagimu negeri
Menyediakan api...

Punah di atas menghamba..


Binasa di atas ditindas...
Sesungguhnya jalan ajal baru tercapai..
Jika hidup harus merasai...

Maju....
Serbu...
Serang...
Terjang...
MANUNGGAL DALAM BHINEKA TUNGGAL IKA

Ibu menanam doa yang di gurat pada dada sang garuda


Lantunan syair mengiring takdir,
Mengelopak indah bahasa-bahasa rahim yang keluar dari mulut sucinya
Segala makna terkandung dalam warna pelangi, menjunjung tinggi setaip
perbedaan
Saling silang bergandeng tangan, memupus api permusuhan
“Kau tak perlu mengingat doa-doa itu, nak!”
“Larena ia merasuk pada relung hati yang paling dalam”
Persaudaraan memupuk persatuan bangsa dan negara
Maka kesatuan adalah kunci kebenaran

Pada suatu subuh,


Di balik sekat pagar, kidung mantra terdengar samar
Ibu duduk bersimpuh penghadap kiblat
Membaca kitab kakawin yang tak kunjung tamat
Dan sutasoma yang terlupakan
Sedang mpu tantular terisak tangis menanti
Langgam nyanyian serupa maskumambang
Tapi obat yang mujarab adalah bukan dari zaman jahiliyah
Melainkan, Majapahit adalah sumber kedigdayaan sekaligus kemakmuran
Melahirkan bhinneka yang mamunggal dalam ika

Anda mungkin juga menyukai