0 penilaian0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara)
32 tayangan4 halaman
Dokumen tersebut berisi nasihat untuk pemuda agar tidak malas dan selalu berapi-api dalam berkompetisi. Pemuda didorong untuk keluar dari zona nyaman dan memanfaatkan kemarahan akibat kemalasan sebagai motivasi untuk terus maju. Dokumen ini mengingatkan bahwa debu tidak akan pernah menciptakan sejarah dan pemuda harus berani menuju puncak kemenangan.
Dokumen tersebut berisi nasihat untuk pemuda agar tidak malas dan selalu berapi-api dalam berkompetisi. Pemuda didorong untuk keluar dari zona nyaman dan memanfaatkan kemarahan akibat kemalasan sebagai motivasi untuk terus maju. Dokumen ini mengingatkan bahwa debu tidak akan pernah menciptakan sejarah dan pemuda harus berani menuju puncak kemenangan.
Dokumen tersebut berisi nasihat untuk pemuda agar tidak malas dan selalu berapi-api dalam berkompetisi. Pemuda didorong untuk keluar dari zona nyaman dan memanfaatkan kemarahan akibat kemalasan sebagai motivasi untuk terus maju. Dokumen ini mengingatkan bahwa debu tidak akan pernah menciptakan sejarah dan pemuda harus berani menuju puncak kemenangan.
‘bila kerendah hatian mu jadi alasan Untuk mundur dari kompetensi Jangan pernah ingin mengalah bila hanya Kamuflase untuk bersembunyi Dari kelemahan jiwamu
Bumi ini gelora api yang berkobar
Dan debu yang berserak Mendekatlah pada api spirit Nyalakan hati yang lemah Penuhilah kalbumu dengan kemarahan Marah karena malas Marah karena tak pernah dewasa Marah karena lemah hati Marah karena tidak marah melihat kemajuan Sedang kita selalu dalam kemunduran
Majulah dari debu yang berserak
Karena debu tak pernah ciptakan sejarah Karena debu adalah sampah yang selalu diinjak-injak waktu Tawadhulah di saat kemenangan Karena saat itu Kau bagai sedang berdiri Di antara gunung dan ngarai Terua naik ke puncak berikutnya Atau meluncur ke ngarai yang terjal
Menangislah di saat kalah
Karena air mata mu akan jadi saksi Bahwa dirimu tak menghendaki kekalahan itu Bahwa dirimu juga memimpikan gelora api kemenamgan Bahwa dirimu ingin sekali ‘bertobat’ Bertobat untuk tidak lagi berkubang Dalam lumpur kemalasan DIPONEGORO
Di masa pembangunan ini...
Tuan hidup kembali Dan bara kagun menjadi api..
Di depan sekali tuan menanti
Tak gentar. Lawan banyaknya seratus kali... Pedang di kanan, keris di kiri Berselempang semangat yang tak bisa mati..
MAJU..
Ini barisan tak bergendang-berpalu
Kepercayaan tanda menyerbu...
Sekali berarti Sudah itu mati...
MAJU....
Bagimu negeri Menyediakan api...
Punah di atas menghamba..
Binasa di atas ditindas... Sesungguhnya jalan ajal baru tercapai.. Jika hidup harus merasai...
Maju.... Serbu... Serang... Terjang... MANUNGGAL DALAM BHINEKA TUNGGAL IKA
Ibu menanam doa yang di gurat pada dada sang garuda
Lantunan syair mengiring takdir, Mengelopak indah bahasa-bahasa rahim yang keluar dari mulut sucinya Segala makna terkandung dalam warna pelangi, menjunjung tinggi setaip perbedaan Saling silang bergandeng tangan, memupus api permusuhan “Kau tak perlu mengingat doa-doa itu, nak!” “Larena ia merasuk pada relung hati yang paling dalam” Persaudaraan memupuk persatuan bangsa dan negara Maka kesatuan adalah kunci kebenaran
Pada suatu subuh,
Di balik sekat pagar, kidung mantra terdengar samar Ibu duduk bersimpuh penghadap kiblat Membaca kitab kakawin yang tak kunjung tamat Dan sutasoma yang terlupakan Sedang mpu tantular terisak tangis menanti Langgam nyanyian serupa maskumambang Tapi obat yang mujarab adalah bukan dari zaman jahiliyah Melainkan, Majapahit adalah sumber kedigdayaan sekaligus kemakmuran Melahirkan bhinneka yang mamunggal dalam ika