Anda di halaman 1dari 8

PERTEMUAN 7

VALUE-CHAIN ANALYSIS

Capaian Pembelajaran Pertemuan 7


 Mahasiswa mampu menjelaskan konsep value-chain analysis (analisis rantai nilai)
 Mahasiswa mampu menjelaskan perbedaan value-added analysis (analisis nilai tambah)
dan value-chain analysis (analisis rantai nilai)
 Mahasiswa mampu memahami kerangka rantai nilai menurut Porter dan mengaitkannya
dengan implementasi di dunia bisnis
 Mahasiswa mampu menjelaskan hubungan kerangka rantai nilai dan sistem akuntansi
manajemen

Materi Pembelajaran
Analisis Rantai Nilai
Rantai nilai merupakan suatu kumpulan fungsi yang saling berkaitan dan menghasilkan
suatu nilai, serta perusahaan membutuhkannya untuk menawarkan suatu produk atau jasa
kepada pelanggan. Rantai ini dimulai sejak proses penerimaan bahan baku mentah dari
pemasok, proses konversi menjadi barang jadi, hingga pengiriman produk atau proses
pemberian jasa kepada pelanggan akhir. Pakar manajemen Michael Porter mencetuskan
kerangka rantai nilai di tahun 1985 untuk membantu perusahaan menganalisis struktur biaya
yang mereka miliki dan menciptakan suatu keunggulan kompetitif. Kumpulan aktivitas yang
didefinisikan oleh Porter dalam kerangka rantai nilainya akan dibahas pada sub bab
berikutnya.

Analisis Nilai Tambah vs Analisis Rantai Nilai


Pada materi sebelumnya mengenai activity based management, dipelajari tentang
bagaimana perusahaan melakukan analisis terhadap setiap proses atau aktivitas bisnisnya.
Analisis ini dilakukan untuk mengklasifikan antara aktivitas yang memberikan nilai tambah
pada konsumen dengan yang tidak. Jika aktivitas dikategorikan sebagai aktivitas bernilai
tambah, maka kinerjanya perlu ditingkatkan agar efisien, sedangkan aktivitas yang tidak
bernilai tambah harus dieliminasi. Meskipun sama-sama berhubungan dengan “nilai untuk
pelanggan”, analisis rantai nilai tidaklah sama dengan analisis nilai tambah. Pada analisis
rantai nilai, perusahaan memandang nilai untuk pelanggan dari sudut pandang yang lebih luas,
tidak hanya proses bisnis di dalam perusahaan melainkan juga dalam sebuah industri. Proses
analisis ini meliputi aktivitas yang dilakukan perusahaan dengan pemasok maupun
pelanggannya. Seperti yang kita bahas sebelumnya mengenai strategi cost leadership dan
differentiation, pada proses analisis rantai nilai ini perusahaan akan berusaha memiliki
keunggulan kompetitif dibanding pesaingnya dari segi harga atau dengan keunikan
produk/jasanya. Oleh karena, melibatkan pemasok, aktivitas ini membutuhkan fokus juga
pada area seleksi bahan baku dan hubungan jangka panjang dengan pemasok yang berkualitas.
Berdasarkan sisi pelanggan, perusahaan tidak hanya menjalin hubungan sampai produk
sampai di tangan pelanggan melainkan juga mengadakan fasilitas layanan pasca-penjualan
yang bertujuan meningkatkan loyalitas pelanggan.

Kerangka Rantai Nilai menurut Porter


Porter mengemukakan bahwa ada sembilan kategori aktivitas yang saling berkaitan satu
sama lain dan membentuk suatu rantai nilai bagi perusahaan. Rantai nilai ini melibatkan
pemasok, pelanggan, bahkan pesaing. Sembilan aktivitas tersebut dikelompokkan lagi ke
dalam aktivitas utama dan aktivitas pendukung seperti diagram berikut :

Sumber: Porter (1998)

Aktivitas utama yang tergambar dalam diagram tersebut terdiri atas :


1. Inbound logistic : kegiatan ini berkaitan dengan logistik (barang fisik) yang
masuk ke dalam perusahaan dari pemasok. Contoh : inspeksi bahan baku dan
penyimpanan di gudang.
2. Operations : merupakan kegiatan inti yakni proses konversi barang yang
diterima dari pemasok menjadi barang jadi (untuk perusahaan manufaktur) atau
barang yang siap jual (untuk perusahaan dagang). Contoh : kegiatan
produksi/manufaktur, riset dan pengembangan.
3. Outbound logistics : kegiatan ini berkaitan dengan logistik (barang fisik) yang
keluar dari perusahaan kepada konsumen. Contoh : aktivitas pergudangan untuk
barang jadi/persediaan barang dagang, pengiriman atau distribusi.
4. Pemasaran dan penjualan : kegiatan pada kategori ini bertujuan menarik
konsumen untuk menggunakan layanan atau membeli produk dari perusahaan.
Contoh : periklanan.
5. Layanan : kegiatan ini dilakukan perusahaan untuk menjaga performa dan
kualitas dari produk yang sudah diterima oleh konsumen. Contoh : pemberian
garansi, layanan konsumen, dan perbaikan/reparasi.

Selain kelima aktivitas utama tadi, perusahaan membutuhkan aktivitas pendukung yang
tujuannya menyokong performa dari aktivitas utama tadi. Terdapat empat aktivitas
pendukung yang terdiri atas :
1. Pembelian/pengadaan : kegiatan ini berkaitan dengan proses pemenuhana kebutuhan
bahan baku maupun peralatan, gedung dan aset lainnya dari pemasok atau pihak
tertentu.
2. Manajemen sumber daya manusia : setiap perusahaan pasti membutuhkan karyawan
untuk menjalankan aktivitas bisnis, karena itu harus ada manajemen yang baik atas
sumber daya manusia tersebut. Selain aktivitas berupa perekrutan, pemberian
penghargaan, dan penggajian, perusahaan juga perlu meningkatkan kompetensi
karyawan lewat pelatihan dan evaluasi secara berkala agar layanan kepada konsumen
selalu memuaskan.
3. Pengembangan teknologi (riset dan pengembangan) : teknologi untuk mengolah
informasi dan memanfaatkannya untuk keunggulan perusahaan sangatlah penting.
Selain itu kegiatan ini memegang peran penting bagi kelangsungan perusahaan,
karena perusahaan tidak boleh berpuas diri dengan posisinya saat ini dan belajar dari
kesalahan di masa lalu. Riset mengenai selera konsumen, kondisi pesaing maupun
pemasok akan memberikan inovasi bagi perusahaan. Jika ingin berkembang dengan
melakukan ekspansi, perusahaan juga membutuhkan pertimbangan yang matang
terlebih dahulu.
4. Infrastruktur perusahaan : perusahaan harus memiliki bagian keuangan, akuntansi
maupun perencanaan stratejik sebagai pendukung kegiatan yang dilaksanakan
sehari-hari.
Jika kita perhatikan lagi diagram kerangka rantai nilai Porter, aktivitas utama merupakan
proses yang berurutan, sedangkan aktivitas pendukung merupakan kegiatan yang memberikan
manfaat sepanjang proses bisnis perusahaan, sehingga kedua kelompok aktivitas ini
sama-sama berperan penting bagi kelangsungan perusahaan yang ingin memenangkan
persaingan di pasar.
Porter menyarankan bahwa langkah awal yang dilakukan adalah membaca peluang dan
ancaman yang ada di pasar atau lingkungan eksternal melalui five forces yang sudah di
bahas pada pertemuan 2. Setelah itu, perusahaan akan menetapkan tujuan dan strategi yang
paling tepat untuk mencapainya, bisa dengan cost leadership atau differentiation. Strategi
apapun yang digunakan, semua aktivitas utama dan pendukung yang telah dijabarkan di atas
perlu dijalankan dengan biaya yang lebih efisien dan efektif dibandingkan pesaing. Beberapa
karakteristik khusus dalam kerangka rantai nilai milik Porter antara lain adalah keterkaitan
antara suatu unit bisnis strategis, pelanggannya, pemasok, dan juga sumber daya internalnya.
Jika berbagai pihak ini saling bersinergi maka suatu unit bisnis strategis tersebut akan
memiliki keunggulan kompetitif.

Rantai Nilai Korporasi vs Rantai Nilai Suatu Produk


Masing-masing produk bisa dianalisis secara terpisah mengenai rantai nilainya. Namun,
jika produk tersebut menggunakan sistem produksi yang mirip dalam satu perusahaan, maka
perusahaan bisa mengintegrasikan beberapa produk menjadi sebuah rantai nilai korporasi.
Wheelen dan Hunger (2012) menyatakan bahwa untuk mendapatkan sebuah rantai nilai yang
sifatnya menyeluruh secara korporat, terlebih dahulu perusahaan perlu menentukan rantai
nilai masing-masing lini produk yang dimiliki beserta kekuatan dan kelemahannya. Setelah
itu, hubungan antar rantai nilai masing-masing lini produk dicari untuk kemudian dilakukan
sinergi di antara beberapa produk tersebut. Sebagai contoh, jika perusahaan bisa
mengiklankan dua jenis produk dalam satu desain iklan maka itu akan menghemat biaya
pemasaran. Selain itu, jika bahan baku atau mesin pengemasan untuk dua jenis produk bisa
menggunakan sumber daya yang sama, maka biaya produksi bisa lebih ditekan karena ada
skala ekonomi yang dimanfaatkan.

Peranan Akuntansi Manajemen dalam Rantai Nilai


Dengan adanya fokus terhadap pihak eksternal yaitu pemasok, pesaing dan pelanggan
dalam analisis rantai nilai, maka sistem akuntansi manajemen juga perlu disesuaikan agar bisa
memberikan informasi yang tepat. Pandangan akuntansi manajemen tradisional menganggap
bahwa kunci kesuksesan sebuah perusahaan adalah jika ia berhasil meraih profit sebesar
mungkin (biaya produksi yang kecil dan penjualan yang tinggi). Pandangan ini dikritik oleh
akuntansi manajemen stratejik/kontemporer dengan menyatakan bahwa mengabaikan
pelanggan dan pemasok akan berpengaruh terhadap kelangsungan perusahaan secara jangka
panjang. Strategi penjualan ke pelanggan untuk melakukan pembelian dengan memberikan
produk dengan harga murah, tetapi tidak bertahan lama akan meningkatkan nilai penjualan
secara jangka pendek saja. Pelanggan tidak akan membeli lagi produk tersebut, sehingga
profit yang diraih perusahaan tidak bisa bertahan lama. Begitu juga tentang hubungan dengan
pemasok. Perusahaan bisa mengadakan kontrak jangka panjang dengan pemasok bahan baku
penting bagi suatu produk untuk mencegah selisih yang timbul dari fluktuasi harga bahan
baku tersebut di pasar. Tentu saja kontrak kerja sama ini perlu dilakukan dengan pemasok
yang sudah memenuhi standar minimum yang ditentukan perusahaan dan melalui negosiasi
yang menguntungkan perusahaan di masa depan.
Masih berkaitan dengan activity based management, semua aktivitas yang bernilai
tambah perlu dihitung biaya dan pendapatannya. Biaya yang muncul kemudian dicari pemicu
atau penyebabnya, sehingga bisa dikendalikan oleh perusahaan. Dengan mengendalikan
pemicu biaya tersebut secara lebih baik dibandingkan pesaing lain atau dengan cara mengatur
ulang rantai nilai, maka perusahaan dapat memiliki keunggulan kompetitif yang bertahan
lama.
Biaya yang termasuk dalam sebuah kerangka rantai nilai terdiri atas dua jenis, yakni
biaya yang dipicu oleh struktur ekonomi dan eksekusi/pelaksanaan (Hoque, 2003). Biaya
yang dipicu oleh struktur ekonomi akan tergantung pada pilihan perusahaan terkait lima hal
yaitu :
1) Scale, atau ukuran dari besarnya biaya investasi perusahaan untuk aktivitas
produksi, riset, dan pemasaran.
2) 2)Scope, atau ruang lingkup yang menggambarkan seberapa panjang rantai nilai
perusahaan dalam industri (tergambar dalam derajat integrasi vertikal).
3) Experience, semakin lama perusahaan berpengalaman meluncurkan produk dalam
suatu industri akan berpengaruh terhadap kemampuannya dalam mengendalikan
biaya.
4) Technology, terkait dengan teknologi yang dimanfaatkan perusahaan dalam setiap
proses sepanjang rantai nilai.
5) Complexity, hal ini merupakan faktor yang berhubungan dengan tingkat kerumitan
produk atau jasa yang ditawarkan perusahaan.

Biaya yang dipicu oleh faktor eksekusi tergantung pada bagaimana perusahaan
menjalankan bisnisnya dengan sukses, yang meliputi antara lain faktor tenaga kerja, tata letak
pabrik, hubungan dengan pemasok, hubungan dengan pelanggan, dan total manajemen
kualitas (TQM). Sebuah perusahaan yang menerapkan strategi cost leadership biasanya akan
menekankan fokus pada faktor pemicu biaya yang didasarkan pada struktur ekonomi, karena
perusahaan mengendalikan biaya dengan prinsip skala ekonomi dan berdasarkan sistem
perhitungan biaya konvensional (biaya standar, varians, dan anggaran fleksibel). Di sisi lain,
perusahaan dengan strategi differentiation lebih mengutamakan faktor eksekusi dimana
perusahaan mempertimbangkan masalah terkait pelanggan, karyawan, maupun pemasok
dalam menjalankan bisnis dan menciptakan sesuatu yang unik bagi pengguna produk atau
jasanya. Dalam kaitannya dengan pendekatan praktis strategi yang digunakan perusahaan,
rantai nilai ini mendukung suksesnya penerapan just-in-time, maupun perhitungan biaya
menurut siklus hidup produk karena keduanya berkaitan dengan pemasok dan/atau pelanggan.

Rangkuman
Sebuah rantai nilai merupakan kumpulan dari aktivitas yang memberikan nilai tambah
dan berlangsung mulai dari aktivitas perusahaan yang berkaitan dengan pemasok, proses
manufaktur, hingga aktivitas yang memberikan pelayanan setelah produk sampai di tangan
pelanggan. Porter mengemukakan sembilan kelompok aktivitas yang membentuk kerangka
rantai nilai tersebut, yang terdiri atas lima aktivitas utama dan empat aktivitas pendukung.
Semuanya perlu dijalankan perusahaan secara lebih hemat biaya dibandingkan pesaing atau
dengan suatu keunikan yang tidak dimiliki pesaing, agar keunggulan kompetitif bisa tercapai.
Akuntansi manajemen stratejik juga memberikan informasi yang tidak bisa diberikan oleh
akuntansi manajemen konvensional kepada manajer berkaitan dengan pemasok, pelanggan
dan pesaing.

Contoh Soal
1. Kategorikan proses berikut sebagai aktivitas bernilai tambah atau aktivitas tidak bernilai
tambah!
Transportasi / distribusi : tidak bernilai tambah
limbah material : tidak bernilai tambah
rework : tidak bernilai tambah
inspeksi kualitas: bernilai tambah
perakitan : bernilai tambaj
rapat : bernilai tambah
Pewarnaan : bernilai tambah

2. Apa perbedaan antara aktivitas primer dan aktivitas pendukung dalam rantai nilai?
Primary activities (aktivitas primer), yaitu aktivitas yang berkaitan dengan penciptaan fisik
produk, penjualan dan distribusinya ke para pembeli, dan layanan setelah penjualan.
Aktivitas ini terdiri dari inbound logistics (logistik ke dalam), operations (kegiatan
operasi), outbound logistics (logistik ke luar), marketing and sales (pemasaran dan
penjualan), servis (pelayanan) sedangkan Support activities (aktivitas pendukung), yaitu
aktivitas yang menyediakan dukungan yang diperlukan bagi berlangsungnya aktivitas
primer. Aktivitas ini terdiri dari procurement (pembelian/pengadaan), technology
development (pengembangan teknologi), human resource management (manajemen
sumber daya manusia) dan firm infrastructure (infrastruktur perusahaan)
Latihan Soal
1. Jelaskan konsep rantai nilai. Bagaimana rantai nilai dapat membantu bisnis?
2. Apa saja langkah-langkah dalam analisis rantai nilai perusahaan?
3. Apa perbedaan antara rantai nilai produk perusahaan dan individu?
4. Jika sebuah perusahaan memiliki ‘Cost Leadership' sebagai strateginya, bagaimana
akuntansi dapat berkontribusi untuk memenuhi tujuan ini?
5. Jelaskan hubungan antara rantai nilai, perencanaan strategis, dan pengambilan keputusan.
berikan contoh!

Referensi
Hoque, Z. (2003). Strategic Management Accounting,2nd Ed. Pearson Education Australia
Wheelen, T.L. dan Hunger, J.D. (2012). Strategic management and business policy : toward
global sustainability, 13th ed. Prentice Hall.

Bacaan Artikel Pendukung


Anderson, S.W. (2005). ’Managing Cost and Cost Structure throughout the Value Chain
Research on Strategic Cost Management’, Handbooks of Management Accounting
Research, Vol. 2 (3), pp. 481 – 506
Brargava, A., Bafna, A. dan Shabarisa, N. (2018). ’A Review on Value Chain’ , Account and
Financial Management Journal, Vol. 3 (03), pp.1386 – 1393.
Chartered Institute of Management Accountants. (2014). CGMA Briefing : Rethinking the
Value Chain - the extended value chain.
https://www.cgma.org/resources/reports/the-extended-value-chain.html
Feller, A. S. dan Callarman. T. (2006). ’Value Chain Versus Supply Chain’.
Hidayati, J. dan Hasibuan, S. (2019). ’Value Chain Analysis and Value Added Enchancement
of Indonesia Crude Palm Oil Supply Chain’, International Journal on Advanced Science
Engineering Information Technology, Vol. 9 (2), pp.397 – 404
Institute of Management Accountants. (1996). Value Chain Analysis for Assessing
Competitive Advantage. Montvale , NJ:Institute of Management Accountants.
Kirli, M. dan Gumus, H. (2011). ‘The Implementation of Strategic Management Accounting
based on Value Chain Analysis : Value Chain Accounting’, International Journal of
Social Sciences and Humanities Studies, Vol.3 (1), pp. 307 - 321
Kouwenhoven, G. (2012). ’Creating sustainable business by reducing food waste : A value
chain framework for eliminating inefficiencies, The international Food and Agribusiness
Management Review, Vol. 15 (3), pp. 119 – 13
Pande, B. dan Adil, G. K. (2019). ‘ A Value Chain Framework for Assessment of
Sustainable Practices in Manufacturing Firms’, European Journal of Sustainable
Development, Vol.8 (3), pp. 95-107
Popescu, M. dan Dascalu, A. (2011). ‘Value Chain Analysis in Quality Management
Context’, Bulletin of the Transylvania University of Brascov, Vol.4 (53), pp.121-128
Porter, E. M. (1998). Competitive Advantage Creating and Sustaining Superior Performance.
The Free Press
Zamora, E. (2016). ‘Value Chain Analysis : A Brief Review’, Asian Journal of Innovation
and Policy, Vol.5 (2), pp. 116-128

Anda mungkin juga menyukai