Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH KELOMPOK 5

Manajemen Biaya :
Analisis Rantai Nilai (Value Chain Analysis)

Disusun oleh:
• Zerti Oktaveni (01031482225010)
• Nabilah Delia Hapsari (01031482225011)

PROGRAM STUDI AKUNTANSI S1 ASAL D3


FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2023
Pembahasan

Definsi Value Chain

Value Chain atau rantai nilai dalam bahasa Indonesia adalah proses bisnis

berskala besar yang diprakarsai oleh permintaan pelanggan, dan menghasilkan

pengiriman proses atau layanan kepada pelanggan. Value chain mencakup segala

sesuatu yang berkontribusi pada pengiriman produk tertentu. Dengan

menjumlahkan semua biaya setiap aktivitas dalam value chain, dan mengurangkan

total dari harga penjualan, organisasi dapat menentukan margin keuntungan pada

value chain. Sebagian besar organisasi mendukung dari 3 hingga 15 rantai nilai.

Diperkenalkan oleh Michael Porter dalam bukunya tahun 1985 yang berjudul

COMPETITIVE ADVANTAGE (KEUNGGULAN KOMPETITIF), pendekatan

ini menekankan menangkap proses dan aktivitas yang “menambah nilai” pada

layanan atau produk yang diberikan kepada pelanggan. Value chain memberikan

pandangan strategis tentang proses bisnis di seluruh organisasi dan produk yang

mereka dukung.

Definisi Analisis Value Chain

Analisis rantai nilai (VCA) adalah proses di mana perusahaan mengidentifikasi

aktivitas utama dan aktivitas pendukungnya yang menambah nilai pada produk
akhir dan kemudian menganalisa kegiatan ini untuk mengurangi biaya atau

meningkatkan diferensiasi produk. Rantai nilai mewakili aktivitas internal yang

dilakukan oleh perusahaan ketika mengubah input menjadi output.

Analisis rantai nilai adalah alat strategi yang digunakan untuk menganalisis

aktivitas internal perusahaan. Tujuannya adalah untuk mengenali kegiatan mana

yang paling berharga (yaitu sumber biaya atau keunggulan diferensiasi) kepada

perusahaan dan mana yang dapat ditingkatkan untuk memberikan keunggulan

kompetitif.

Analisis tersebut pertama kali dikenalkan oleh Profesor di Harvard Business

School, Amerika Serikat, yaitu Michael Porter. Pada tahun 1985, Porter menulis

buku berjudul Competitive Advantage: Creating and Sustaining Superior

Performance.

Tujuan dan Fungsi Penerapan Value Chain

Tujuannya sendiri adalah untuk meningkatkan keuntungan perusahaan dengan

menekan biaya produksi. Sementara itu, Fungsinya untuk meningkatkan nilai

(value) dan manfaat dari produk yang dihasilkan.

Lebih spesifik lagi, fungsi dari value chain adalah sebagai berikut:

• Membantu perusahan untuk lebih mudah melakukan penelitian dan

pengembangan produk.
• Membantu perusahaan merancang produk agar lebih berkualitas.

• Membantu perusahaan merancang proses pemasaran.

• Membantu perusahaan menekan biaya produksi.

• Membantu perusahaan meningkatkan peluang pasar dan proses penjualan.

Aktivitas analisis value chain sendiri terbagi dua, yaitu sebagai berikut:

1. Primary Activities

Aktivitas pertama adalah primary activities (kegiatan utama) yang

berhubungan dan berkaitan langsung dengan produksi, penjualan, pengiriman,

pengawasan dan pelayanan. Dalam istilah bisnis, aktivitas ini dikenal dengan.

1. Inbound Logistic – semua proses yang terkait dengan menerima,

menyimpan, dan mendistribusikan input internal.

2. Operations – kegiatan transformasi yang mengubah input menjadi output

yang akan dijual kepada pelanggan.

3. Outbond Logistic – kegiatan ini memberikan produk atau layanan kepada

pelanggan.

4. Marketing & Sales – proses yang digunakan untuk membujuk pelanggan

untuk membeli produk yang dijual.


5. Service – kegiatan yang berkaitan dengan mempertahankan nilai dari

produk atau layanan kepada pelanggan setelah membeli produk.

Kegiatan utama dari value chain adalah seluruh kegiatan bisnis itu sendiri

yang tujuannya mampu menciptakan nilai atau manfaat bagi para konsumen

itu sendiri.

2. Support Activities

Aktivitas kedua adalah support activities. Ini merupakan aktivitas yang

berhubungan dengan operasional perusahaan dan memiliki peran mendukung

kegiatan utama. Kegiatan ini akan berkaitan dengan proses seperti :

1. Procurement (Purchasing) – kegiatan organisasi untuk mendapatkan

sumber daya yang dibutuhkan untuk beroperasi.

2. Human Resource Management – seberapa baik sebuah perusahaan

merekrut, melatih, memotivasi, memberi penghargaan, dan

mempertahankan para pekerjanya.

3. Technological Development – kegiatan ini berhubungan dengan

pengelolaan dan pengolahan informasi, serta melindungi basis

pengetahuan perusahaan.

4. Infrastructure – sistem dukungan perusahaan, dan fungsi-fungsi yang

memungkinkan untuk mempertahankan operasi sehari-hari seperti

akuntansi, hukum, administrasi, dan manajemen.


5. Kendati merupakan kegiatan pendukung, support activities dalam value

chain adalah hal yang sangat penting. Tanpa aktivitas ini, rantai kegiatan

pada perusahaan mustahil terjadi. Jika pun berjalan, tidak mungkin akan

berjalan dengan maksimal.

Kategori Rantai Nilai

A. Hierarchical/Vertical Value Chains(Supplier-Driven):

Pada kategori ini, rantai nilai dan tata kelolanya terikat dalam perusahaan trans-

nasional yang terintegrasi secara vertikal (misalnya, anak perusahaan dan afiliasi

yang harus tunduk pada perintah dari kantor pusat). Kategori ini merupakan jenis

rantai nilai paling tradisional dan paling mendekati bentuk penanaman modal

asing yang mulai tersebar.

B. Captive/Directed Value Chains(Buyer-Driven):

Dalam hal ini, produsen hulu sangat bergantung pada pembeli hilir yang lebih

besar dan mapan (atau disebut dengan lead firms). Hal ini tidak hanya terkait

dengan transaksi bisnis atau pesanan, tetapi juga untuk mendapatkan bahan,

desain, eknologi, dll. Seringkali produsen harus melakukan investasi yang spesifik

untuk memenuhi suatu transaksi, dengan tingkat fleksibilitas rendah. Dengan

demikian, diperlukan biaya peralihan yang tinggi untuk pindah ke bidang bisnis

baru. Produsen hulu tersebut seringkali perusahaan kecil yang kerap “terkurung”

oleh kendali leadfirm.


C. Relational Value Chains:

Jenis rantai nilai ini mengacu pada suatu situasi dimana perusahaan produsen,

berdasarkan desain dan kapasitas produksi yang disyaratkan, dapat

menegosiasikan hubungannya dengan pembeli hilir secara lebih setara. Dengan

arusin formasi dua arah pada masalah seperti kondisi pasar, tecknologi/desain

produk dan proses dsb., maka hubungan intra rantai nilai dalam kategori ini

dicirikan dengan adanya saling ketergantungan dalam lingkup tertentu. Peralihan

dari rantai nilai pasti (captive) ke hubungan (relational) dalam literatur lain

(contoh: bidang ekonomi, teknologi dan perdagangan, literatur bisnis

internasional) disatukan dengan kemajuan dari penataan bergaya OEM (original

equipment manufacturing) menjadi lebih ODM (own design manufacturing).

D. Modular atau Balanced ValueChains:

Dalam situasi seperti ini, perusahaan produsen kurang begitu bergantung pada

lead firm karena penataan produksinya yang lebih fleksibel, sehingga

memungkinkan penggunaan peralatan, bahan, teknologi dan lain sebagainya yang

lebih generik dan tidak terlalu spesifik terhadap transaksi yang dilakukan. Ini

mencakup penggunaan arsitektur produk dan standar teknis modular yang

mengurangi variasi komponen dan menyatukan spesifikasi komponen, produk dan

proses.

E. Market Driven Value Chains:


Tipe ini mengacu pada suatu situasi yang mendekati struktur pasar yang benar-

benar kompetitif dalam literatur ekonomi mikro. Dalam kategori ini, terdapat

berbagai pilihan pasokan/permintaan dan switching costs ke mitra Rantai Nilai

baru cukup rendah bagi kedua belah pihak.

Pemdekatan Cara Melakukan Analisis Value Chain

Terdapat dua pendekatan melakukan analisis Value Chain, yaitu sebagai berikut –

1. Cost Advantage

Pendekatan analisis ini akan berfungsi untuk mengetahui sumber

keuntungan dan kerugian biaya produksi. Dengan begitu bisa mengetahui

faktor apa saja yang menyebabkan rugi dan menyebabkan untung.

Perusahaan akan dapat mengidentifikasi kegiatan beserta dengan biayanya.

Lalu, dapat mengidentifikasikan peluang untuk mengurangi biaya

produksi.

Untuk mendapatkan keuntungan biaya perusahaan harus melalui 5 langkah

analisis:

Langkah 1.

Identifikasi aktivitas utama dan aktivitas pendukung perusahaan. Semua

kegiatan (mulai dari menerima dan menyimpan bahan untuk pemasaran,


penjualan dan pendukung purna jual) yang dilakukan untuk menghasilkan

barang atau jasa harus diidentifikasi secara jelas dan dipisahkan satu sama

lain. Proses ini membutuhkan pengetahuan yang memadai tentang operasi

perusahaan karena aktivitas rantai nilai tidak diatur dengan cara yang sama

seperti perusahaan itu sendiri. Manajer yang mengidentifikasi aktivitas

rantai nilai harus melihat bagaimana suatu pekerjaan dilakukan untuk

memberikan nilai kepada pelanggan.

Langkah 2.

Tetapkan kepentingan relatif dari setiap aktivitas dalam total biaya produk.

Total biaya produksi suatu produk atau jasa harus dipecah dan ditetapkan

untuk setiap kegiatan.  Metode Activity based costing digunakan untuk

menghitung biaya untuk setiap proses. Kegiatan yang merupakan sumber

utama biaya atau dilakukan secara tidak efisien (ketika dibandingkan

dengan pesaing) harus ditangani terlebih dahulu.

Langkah 3.

Identifikasi pengendali biaya untuk setiap kegiatan. Hanya dengan

memahami faktor apa yang mendorong biaya, manajer dapat fokus untuk

meningkatkannya. Biaya untuk kegiatan padat karya akan didorong oleh

jam kerja, kecepatan kerja, tingkat upah, dll. Kegiatan yang berbeda akan

memiliki pengendali biaya yang berbeda.

Langkah 4.
Identifikasi hubungan antar aktivitas. Pengurangan biaya dalam satu

kegiatan dapat menyebabkan pengurangan biaya lebih lanjut dalam

kegiatan selanjutnya. Misalnya, lebih sedikit komponen dalam desain

produk dapat menyebabkan bagian yang kurang rusak dan biaya layanan

yang lebih rendah. Oleh karena itu mengidentifikasi hubungan antara

kegiatan akan mengarah pada pemahaman yang lebih baik bagaimana

perbaikan biaya akan mempengaruhi seluruh rantai nilai. Terkadang,

pengurangan biaya dalam satu aktivitas menyebabkan biaya yang lebih

tinggi untuk kegiatan lain.

Langkah 5.

Identifikasi peluang untuk mengurangi biaya. Ketika perusahaan

mengetahui kegiatan yang tidak efisien dan penggerak biaya, ia dapat

merencanakan bagaimana memperbaikinya. Tingkat upah yang terlalu

tinggi dapat ditangani dengan meningkatkan kecepatan produksi,

pekerjaan outsourcing ke negara-negara upah rendah atau menginstal lebih

banyak proses otomatis.

2. Differentiation Advantage

Pendekatan ini sangat cocok untuk perusahaan yang hendak membuat

produk atau jasa yang memiliki keunggulan di pasar (branding).

Pendekatan ini juga dapat melakukan evaluasi strategi yang dapat

mengidentifikasi setiap masalah terkait


VCA dilakukan berbeda ketika perusahaan bersaing dalam hal diferensiasi

daripada keunggulan biaya. Hal ini dikarenakan sumber keunggulan

diferensiasi berasal dari menciptakan produk unggulan, menambahkan

lebih banyak fitur dan memuaskan berbagai kebutuhan pelanggan, yang

menghasilkan struktur biaya yang lebih tinggi.

Langkah 1.

Identifikasi kegiatan penciptaan nilai pelanggan. Setelah mengidentifikasi

semua aktivitas rantai nilai, manajer harus fokus pada kegiatan-kegiatan

yang berkontribusi paling banyak untuk menciptakan nilai pelanggan.

Misalnya, kesuksesan produk Oppo terutama tidak berasal dari fitur

kamera produk yang hebat (perusahaan lain memiliki penawaran

berkualitas tinggi juga) tetapi dari aktivitas pemasaran yang sukses.

Langkah 2.

Evaluasi strategi diferensiasi untuk meningkatkan nilai

pelanggan. Manajer dapat menggunakan strategi berikut untuk

meningkatkan diferensiasi produk dan nilai pelanggan: Tambahkan lebih

banyak fitur produk;

1. Fokus pada layanan pelanggan dan responsif;

2. Tingkatkan kustomisasi;

3. Menawarkan produk pelengkap.


Langkah 3.

Identifikasi diferensiasi berkelanjutan terbaik. Biasanya, diferensiasi

superior dan nilai pelanggan akan menjadi hasil dari banyak kegiatan dan

strategi yang saling terkait yang digunakan. Kombinasi terbaik dari

diferensiasi dan nilai pelanggan harus digunakan untuk mengejar

keunggulan diferensiasi yang berkelanjutan.

Keuntungan Analisis Value Chain

Value chain membantu perusahaan untuk mengidentifikasi dan mengevaluasi

sumber efisiensi biaya, baik positif maupun negatif, dan menguntungkan

perusahaan dalam beberapa cara.

 Meningkatkan keuntungan: Dapat meningkatkan

margin keuntungan perusahaan karena logistik dan distribusi

yang efisien. Peningkatan nilai konsumen dan penurunan redundansi

memberikan pendapatan setinggi mungkin bagi bisnis. Misalnya, fasilitas

pemasaran dan purna jual Apple menarik lebih banyak pelanggan dan

membujuk mereka untuk membeli barang dengan harga lebih tinggi.

 Meningkatkan kualitas penawaran: Dapat meningkatkan kualitas pasar dan

membuatnya lebih kompetitif. Peninjauan terus menerus terhadap kegiatan

utama dan pendukung serta pengetahuan tentang selera dan preferensi

konsumen meningkatkan kualitas produk karena persaingan yang ketat.


 Menghilangkan pemborosan dan memberikan pengenalan merek yang

lebih kuat: Ini membantu mengurangi biaya perusahaan dengan

menghilangkan hal-hal yang lebih mahal atau menghabiskan terlalu banyak

waktu karyawan. Selain itu, ini meningkatkan citra merek dengan secara

konsisten memberikan nilai kepada pelanggan dan mencari keunggulan

diferensiasi dan biaya.

 Meningkatkan keberlanjutan: Ini dapat meningkatkan kemampuan

beradaptasi dan keberlanjutan jangka panjang perusahaan sambil meningkatkan

penawarannya yang berharga. Ini dapat dilakukan dengan memetakan proses

rantai nilai dan menghilangkan aktivitas kasar yang tidak berkontribusi pada

produk akhir.

Kekurangan Analisis Value Chain

Meskipun ada banyak manfaat untuk melakukan analisis value chain, ada

beberapa kelemahan signifikan karena proses yang berupaya meningkatkan

efisiensi kerja dan menambah nilai sambil mengurangi biaya dapat memiliki

beberapa kelemahan.

 Kehilangan target: Pandangan strategis yang lebih besar dapat hilang jika

terlalu banyak perhatian diberikan pada microdata. Analisis rantai nilai

bertujuan untuk menganalisis operasi perusahaan, segmen demi segmen tetapi


kadang-kadang mudah untuk melupakan bagaimana berbagai peristiwa

berinteraksi secara umum.

 Kesulitan dalam mengembangkan rantai: Meskipun analisis rantai nilai

dilakukan dalam tahap yang berbeda, pembuatannya merupakan tugas yang

sulit. Proses pengumpulan data lambat dan membosankan, menentukan apa

yang menambah nilai atau tidak terkadang bisa menjadi subjektif (karena

perilaku pelanggan yang tidak masuk akal), dan menerapkan rencana dapat

menjadi padat karya dan memakan waktu.

 Biaya implementasi yang tinggi: Analisis value chain adalah operasi yang

tidak pernah berakhir, karena persaingan tidak pernah berhenti, dan tolok ukur

yang konstan diperlukan untuk selangkah lebih maju dari yang lain. Biaya

implementasi untuk organisasi yang belum pernah menggunakan analisis rantai

nilai sebelumnya bisa menjadi tinggi.

 Mempertahankan proses bisa menjadi tugas yang sulit: Untuk merancang

value chain hanyalah setengah dari perjuangan. Ini dapat memakan banyak

waktu sehingga staf tidak dapat berkonsentrasi pada tugas-tugas lain.


Kesimpulan

Dari uraian mengenai analisis rantai nilai diatas dapat disimpulkan sebagai berikut :

1. Analisis value chain

merupakan alatanalisis yang berguna untuk memahami posisi perubahan dalam suatu rantai

yang membentuk nilai suatu produk. Analisis value chain harus dipandangdalam skala

yang luas, skala industri. Analisis Value Chain merupakan analisis aktifitas-aktifitas yang

menghasilkan nilai,baik yang berasal dari dalam dan luar perusahaan. Perusahaan harus

mampu mengenali posisinya pada rantai nilai yang membentuk produk atau jasa tersebut.

Hal ini sangat penting untuk mengidentifikasi kesempatan dari persaingan. Setelah

mengidentifikasi posisinya, maka perusahaan mengenali aktifitas-aktifitas yang

membentuk nilai tersebut

2. Perusahaan harus mampu memahami posisinya dalam rantai nilai tersebut, kemudian

menentukan strategi kompetitifnya: Low Cost atau Diferensiasi untuk bersaing dengan

pesaingnya. Perusahaan harus melakukan hubungan yang baik dengan supplier dan

distributor untuk memaksimalkan nilai produknya serta menimbulkan rasa percaya dari

supplier dan distributor supaya dapat tercipta hubungan yang baik, yang pada akhirnya

meningkatkan daya saing produk

Anda mungkin juga menyukai