Anda di halaman 1dari 6

Berdebat dalam Perspektif Hadis

Mutiara Rini
Universitas Islam Negeri Imam Bonjol Padang
E-Mail : mutiararini97@gmail.com

Abstrak
Perdebatan mengenai suatu masalah merupakan hal lumrah yang sering dijumpai
dalam setiap perkumpulan. Perdebatan seputar soal duniawi hingga yang menyangkut
permasalahan ukhrawi. Mulai dari urusan ekonomi, agama, budaya, sosial politik dan
masih banyak lagi. Namun, perdebatan bisa menjadi bahaya ketika sampai pada ranah
agama. hal-hal yang berhubungan dengan agama kerap menjadi penyebab perseteruan
antara agama yang satu dengan yang lainnya, bahkan sesama penganut agama yang
sama juga terlibat aksi ini. Debat menurut pandangan Islam merupakan hal yang
dibencil oleh Allah SWT. Allah membenci perdebatan karena menyebabkan
perselisihan dan permusuhan. Dalam hadist riwayat At-Tirmidzi, Rasulullah SAW
bersabda, "Tidak ada kaum yang sesat setelah petunjukku kecuali orang-orang yang
suka berdebat".

Kata kunci: Perdebatan, pandangan islam dan hadis

PENDAHULUAN
Kamus besar Bahasa Indonesia memberikan definisi bahwa debat adalah
pembahasan dan pertukaran pendapat mengenai sesuatu hal dengan saling memberi
alasan untuk mempertahankan pendapat masing-masing. Jadi berdebat ialah bertukar
pikiran tentang sesuatu hal dengan saling memberi alasan untuk mempertahankan
argumen.1
Secara etimologi, kata ”mujadalah” terambil dari kata “jadala” yang bermakna
memintal, melilit. Apabila kata “jadala” ini ditambah dengan huruf alif pada huruf jim
yang mengikuti wazan “fa‘ala”, “jadala” dapat bermakna berdebat dan “mujadalah”
adalah perdebatan. Sebagian ulama mengartikan kata “jadala” sebagai menarik tali
dan mengikatnya guna menguatkan sesuatu. Jadi dalam kata lain, orang yang berdebat
bagaikan menarik tali dengan ucapan untuk meyakinkan lawannya dengan
menguatkan pendapatnya melalui argumentasi yang disampaikan. 2 Kata jadala juga
biasa digunakan untuk menggambarkan upaya seseorang untuk menyampaikan
pandangannya dengan sungguh-sungguh di hadapan pihak lain yang tidak sependapat
dengannya. Dengan kata lain penggunaan kata tersebut adalah penggambaran
kesungguhan dari setiap jiwa untuk membela diri dan menyampaikan dalihnya.
Secara garis besar, Jadala terdiri dari 2 macam yaitu buruk dan baik. Buruk
jika disampaikan secara kasar, mengandung amarah bahkan mengundang amarah
lawan dengan menampilkan dalil-dalil yang tidak benar sehingga menimbulkan
1
Depdikbud, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Cet. Ke-2 (Yogyakarta: Balai Pustaka, 1994), h 214.
2
M. Quraish Shihab, Tafsir al- Misbah: Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur’an, Cet.IV, (Jakarta:
Lentera Hati, 2005), h 553.
masalah baru yang bisa jadi lebih besar dari sebelumnya. Disebut baik jika
disampaikan dengan baik dan sopan serta menggunakan dalil atau argumen yang tepat
sehingga mampu diterima lawan bahkan dapat membungkam lawan agar tidak
melakukan perdebatan lagi.
Setiap orang berlomba memenangkan argumennya, dengan mengeluarkan
dalil yang mereka anggap bisa menyokong pendapat yang dianggapnya paling benar
sehingga hanya ketegangan urat yang terjadi antara orang-orang yang
menyombongkan dirinya dengan sedikit pengetahuan yang mereka miliki, yang
demikian ini termasuk dalam jadala yang buruk.

A. Berdebat dalam Perspektif Hadis

Imam Abu Hamid Al Ghazali berpandangan bahwa berdebat pada


perkara khilafiyah (perkara yang di dalamnya terdapat ragam pandangan)
mengandung bahaya dan keburukan. Salah satunya ialah memunculkan sikap
mencari-cari kelemahan lawan di antara kaum Muslim yang sedang berdebat.
Padahal, Allah SWT berfirman: 

۟ ‫ْض ٱلظَّنِّ ْث ٌم ۖ َواَل تَ َج َّسس‬


‫ُوا َواَل يَ ْغتَب‬ ۟ ُ‫ٰيََٓأيُّهَا ٱلَّ ِذينَ َءامن‬
۟ ‫وا ٱجْ تَنِب‬
َ ‫ُوا َكثِيرًا ِّمنَ ٱلظَّنِّ ِإ َّن بَع‬
‫ِإ‬ َ
‫ض ُكم بَ ْعضًا‬ ُ ‫ ۚ بَّ ْع‬ 
"Wahai orang-orang yang beriman! Jauhilah banyak dari prasangka, sesungguhnya
sebagian prasangka itu dosa dan janganlah kalian mengintip dan memata-matai
kelemahan orang lain..." (QS Al Hujurat ayat 12)

Dalam kitab Ihya Ulumiddin, Al Ghazali juga mengutarakan, berdebat pada


masalah khilafiyah cenderung menimbulkan sikap mengumpat atau ghibah di antara
kaum Muslim. Allah SWT telah memperingatkan, bahwa sikap mengumpat bagaikan
memakan bangkai saudara sendiri yang telah meninggal dunia. "Kecenderungan
seorang pendebat akan mencari-cari dan mengungkapkan kebodohan, kelemahan,
kekurangan serta ketidaktahuan lawan bicaranya," tuturnya. 

Selain itu, berdebat soal khilafiyah juga bisa memunculkan sikap mengklaim bahwa
dirinyalah yang suci di antara kaum Muslim yang sedang berdebat. Allah SWT
berfirman: 

‫فَاَل تُزَ ُّكوا َأ ْنفُ َس ُك ْم ۖ هُ َو َأ ْعلَ ُم بِ َم ِن اتَّقَ ٰى‬


"Janganlah kalian menyatakan diri kalian suci. Sesungguhnya hanya Allah yang
paling mengetahui siapa orang yang paling bertakwa di antara kalian." (QS An
Najm ayat 32).

Al Ghazali juga mengingatkan, perdebatan pada masalah khilafiyah dapat


menimbulkan sikap nifaq atau munafik pada diri Muslim yang berdebat. Orang yang
berdebat memang menunjukkan sikap yang bersahabat kepada lawan debatnya, tetapi
itu hanya secara lahiriah. Sebab, jauh di dasar sanubari, dia memendam kebencian
kepada lawan debatnya. Rasulullah SAW pun melarang perdebatan walaupun sekadar
berbincang tetapi isinya tidak bermanfaat dan dapat mengarah pada perdebatan.
Rasulullah SAW bersabda:

‫ ومن ترك المراء وهو محق بني‬،‫من ترك الكذب وهو باطل بني له في ربض الجنة‬
‫ ومن حسن خلقه بني له في أعالها‬،‫له في وسطها‬.
"Siapa yang meninggalkan perdebatan, sementara dia berada di atas kebatilan, maka
Allah akan bangunkan sebuah rumah baginya di pinggiran surga. Dan barangsiapa
yang meninggalkan perdebatan, padahal dia berada di atas kebenaran, maka Allah
akan membangun sebuah rumah baginya di atas surga." (HR Tirmidzi dan Ibnu
Majah dari Anas bin Malik).3

B. Hukum Berdebat dalam Islam dan Dalilnya

Hukum berdebat dalam islam adalah dibolehkan selama kedua belah pihak sama-
sama punya dalil yang kuat dan mengedepankan logika. Sedangkan debat yang tercela
dalam islam adalah suatu perbedatan yang tidak memakai dasar ilmu, tanpa dalil, dan
sepenuhnya subjektif. Debat yang tercela adalah debat yang lebih mengutamakan otot,
bukannya argumen.

Secara umum, debat dalam menghilangkan keberkahan dari ilmu. Allah sendiri
pun sangat membenci orang yang paling keras dalam berdebat atau merasa diri paling
benar. Orang seperti ini hanya ingin dirinya menang, oleh karena itulah Allah sangat
tidak menyukainya. Perhatikan hadits nabi Muhammad shallallahu alaihi wasallam
berikut ini:

ِ ‫َأ ْب َغضُ ال ِّر َجا ِل ِإلَى هَّللا ِ اَأللَ ُّد ْال‬


‫خَص ُم‬
“Orang yang paling dibenci oleh Allah adalah orang yang paling keras debatnya.”
(HR. Bukhari, No. 4523)

Tujuan debat sejatinya hanyalah untuk mencari kebenaran. Maka ketika


kebenaran sudah diterima dengan akal sehat dan logika, maka tidak perlu ada lagi
perdebatan yang panjang. Contoh perdebatan yang tidak disukai adalah debat para
pelaku bid’ah yang mendukung kebid’ahannya. Saat berdebat ia hanya ingin menang
tanpa berusaha mencari tujuan sama sekali. Karena apa yang dicari hanyalah
kemenangan diri sendiri, maka ilmunya yang banyak tidak akan mendatangkan
berkah sama sekali. Oleh karena itu, siapa saja yang berdebat hanya untuk cari
membenarkan dirinya sendiri, maka Allah tidak akan memberikan keberkahan pada
ilmunya. Namun bagi siapapun yang berdebat hanya untuk mencari kebenaran dan
ilmu, maka ia akan mendapatkannya.

C. Cara Berdebat yang Benar dalam Islam

3
Umar Mukhtar, Alasan Mengapa Dianjurkan Hindari Debat Menurut Ghazali, Alasan Mengapa Dianjurkan
Hindari Debat Menurut Ghazali | Republika Online, (diakses pada 16 Desember 2022).
Sebagai muslim, sudah menjadi kewajiban kita untuk menjaga akhlak dalam
setiap perbuatan yang dilakukan, termasuk salah satunya ketika berdebat. Berikut ini
adalah cara berdebat yang benar dan tepat sesuai ajaran agama Islam.

1. Hukum Berdebat Tanpa Ilmu

Sesungguhnya Allah sangat murka kepada orang yang hanya bisa berdebat
tanpa ilmu. Saat berdebat seharusnya kita tidak hanya berfokus pada inti masalah,
namun juga harus menggunakan akal yang rasional, bukan prasangka buruk semata.
Tujuan debat sebenarnya adalah untuk menjatuhkan argumentasi-argumentasi yang
batil, kemudian memberikan argumentasi bantahan yang benar dan akurat yang
berdasarkan pada kajian hingga menemukan suatu kebenaran.

Tata cara berdebat dengan ilmu yang baik bisa dicontoh dari perdebatan Nabi
Ibrahim dengan raja Namruz, yang diabadikan dalam kitab suci Al Quran:

‫ك ِإ ْذ قَا َل ِإ ْب َرا ِهي ُم َربِّ َي الَّ ِذي يُحْ يِي‬َ ‫َألَ ْم ت ََر ِإلَى الَّ ِذي َحا َّج ِإب َْرا ِهي َم فِي َربِّ ِه َأ ْن آتَاهُ هَّللا ُ ْال ُم ْل‬
‫ت بِهَا‬ِ ‫ق فَْأ‬ ِ ‫س ِمنَ ْال َم ْش ِر‬
‫ْأ‬
ِ ‫ال ِإب َْرا ِهي ُم فَِإ َّن هَّللا َ يَ تِي بِال َّش ْم‬ ُ ‫يت قَا َل َأنَا ُأحْ يِي َوُأ ِم‬
َ َ‫يت ۖ ق‬ ُ ‫َويُ ِم‬
َ‫ب فَبُ ِهتَ الَّ ِذي َكفَ َر ۗ َوهَّللا ُ اَل يَ ْه ِدي ْالقَوْ َم الظَّالِ ِمين‬ ِ ‫ِمنَ ْال َم ْغ ِر‬
“Apakah kamu tidak memperhatikan orang yang mendebat Ibrahim tentang
Tuhannya (Allah) karena Allah telah memberikan kepada orang itu pemerintahan
(kekuasaan). Ketika Ibrahim mengatakan: “Tuhanku ialah Yang menghidupkan dan
mematikan,” orang itu berkata: “Saya dapat menghidupkan dan mematikan”.
Ibrahim berkata: “Sesungguhnya Allah menerbitkan matahari dari timur, maka
terbitkanlah dia dari barat,” lalu terdiamlah orang kafir itu; dan Allah tidak memberi
petunjuk kepada orang-orang yang zalim”. (QS. Al Baqarah: 258)

2. Pelajari Topik Debat

Perhatikan topik yang akan diperdebatkan. Pastikan dirimu sudah menguasai


ilmunya, jika tidak lebih baik tidak ikut masuk ke dalam perdebatan tersebut. Selain
itu, pastikan topik debat adalah hal-hal yang boleh dibahas, bukannya hal yang
dilarang seperti memperdebatkan ketuhanan Allah Ta’ala.

ِ ‫ق فَي‬
‫ُصيبُ بِهَا َم ْن يَ َشا ُء َوهُ ْم‬ َّ ‫َويُ َسبِّ ُح ال َّر ْع ُد بِ َح ْم ِد ِه َو ْال َماَل ِئ َكةُ ِم ْن ِخيفَتِ ِه َويُرْ ِس ُل ال‬
َ ‫ص َوا ِع‬
ِ ‫ي َُجا ِدلُونَ فِي هَّللا ِ َوهُ َو َش ِدي ُد ْال ِم َح‬
‫ال‬
“Dan guruh itu bertasbih dengan memuji Allah, (demikian pula) para malaikat
karena takut kepada-Nya, dan Allah melepaskan halilintar, lalu menimpakannya
kepada siapa yang Dia kehendaki, dan mereka berbantah-bantahan tentang Allah,
dan Dialah Tuhan Yang Maha keras siksa-Nya”. (QS. Ar-Ra’d: 13)

Menyampaikan kebenaran islam dan Allah sebagai tuhan semesta alam


memang kewajiban seorang muslim. Namun jika ada orang kafir yang mendebatnya
terus menerus setelah diberi jawaban yang benar lebih baik tinggalkan perdebatan
tersebut. Kita sebagai umat islam hanya bertugas untuk menyampaikan saja, bukan
yang menentukan beriman atau tidaknya seseorang kafir.
َ‫ع ِإلَ ٰى َسبِي ِل َربِّكَ بِ ْال ِح ْك َم ِة َو ْال َموْ ِعظَ ِة ْال َح َسنَ ِة ۖ َو َجا ِد ْلهُ ْم بِالَّتِي ِه َي َأحْ َس ُن ۚ ِإ َّن َربَّك‬ ُ ‫ا ْد‬
َ‫ض َّل ع َْن َسبِيلِ ِه ۖ َوهُ َو َأ ْعلَ ُم بِ ْال ُم ْهتَ ِدين‬
َ ‫هُ َو َأ ْعلَ ُم بِ َم ْن‬
“Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik
dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang
lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih
mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk”. (QS. An-Nahl: 125)

3. Tidak Berdebat untuk Kesenangan

Orang yang suka menjatuhkan dirinya dalam perdebatan dengan tujuan hanya
ingin mendapati dirinya menang, maka semua keberkahan ilmunya akah hilang.
Contohnya dapat kita lihat pada pelaku bid’ah, dia sama sekali tidak mencari
kebenaran melainkan hanya ingin mencari-cari pembenaran atas apa yang ia sukai.
Pada tahap ini semua ilmunya tidak berguna lagi karena ia lebih mengedepankan
nafsunya.

4. Tidak Menggunakan Kata-Kata Kasar saat Berdebat

Seorang muslim yang benar tidak suka menggunakan kata kasar, laknat, atau
celaan ke orang lain. Oleh karena itu, selama berdebat hindari menggunakan kata
kasar dan celaan yang bisa membuat hati orang lain terluka dan merasa direndahkan.
Kata-kata kasar tidak mencerminkan akhlak terpuji dalam ajaran agama Islam.

D. Hukum Meninggalkan Debat Menurut Islam

Berdebat memang diperbolehkan jika diperlukan, tapi alangkah baiknya jika


seorang muslim menghindari perdebatan sekalipun dia berada di pihak yang benar.
Karena debat hanya akan menimbulkan amarah, menyebabkan dengki yang
merupakan salah satu penyakit hati, serta menimbulkan celaan terhadap orang lain.
Nabi Muhammad shallallahu alaihi wasallam bersabda:

‫ت فِى َو َس ِط ْال َجنَّ ِة‬ٍ ‫ض ْال َجنَّ ِة لِ َم ْن تَ َركَ ْال ِم َرا َء َوِإ ْن َكانَ ُم ِحقًّا َوبِبَ ْي‬ ٍ ‫َأنَا زَ ِعي ٌم بِبَ ْي‬
ِ َ‫ت فِى َرب‬
ُ‫ت فِى َأ ْعلَى ْال َجنَّ ِة لِ َم ْن َح َّسنَ ُخلُقَه‬ ٍ ‫ازحًا َوبِبَ ْي‬ َ ‫ك ْال َك ِذ‬
ِ ‫ب َوِإ ْن َكانَ َم‬ َ ‫لِ َم ْن ت ََر‬
“Aku menjamin sebuah rumah di pinggir jannah (surga) bagi siapa saja yang
meninggalkan perdebatan berkepanjangan meskipun ia dalam kebenaran (al haq),
juga sebuah rumah di tengah jannah bagi siapa saja yang meninggalkan berbohong
walaupun ia sedang bercanda, serta sebuah rumah di puncak jannah bagi siapa saja
yang berakhlak mulia”. (HR. Abu Daud, No. 4800).
DAFTAR KEPUSTAKAAN
Abdul Majid Khon, ‘Ulũmul Hadīs (Jakarta: AMZAH, 2008).
Depag RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Jakarta: Rilis Grafika, 2009).
Depdikbud, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Cet. Ke-2 (Yogyakarta: Balai Pustaka,
1994).
Muhammad bin Isma>’il Abu ‘Abdillah al Bukhari, Sahih al Bukhari, (tt: Dar Tuq al
Najah, 1422 H).
Mukhtar Umar, Alasan Mengapa Dianjurkan Hindari Debat Menurut Ghazali, Alasan
Mengapa Dianjurkan Hindari Debat Menurut Ghazali | Republika Online,
(diakses pada 16 Desember 2022).
Shihab M. Quraish, Tafsir al- Misbah: Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur’an,
Cet.IV, (Jakarta: Lentera Hati, 2005).

Anda mungkin juga menyukai