Memberikan Pelayanan Komunikatif, cepat dan tepat selama 24 jam terus menerus
Tercapainya suatu pelayanan kesehatan yang optimal terarah dan terpadu bagi setiap pasien
kegawat daruratan
Mencegah kematian dan kecacatan pada pasien gawat darurat
Menerima dan merujuk pasien gawat darurat melalui sistem rujukan terpadu untuk mendapatkan
penanganan medis yang lebih baik.
Pasien yang datang di IGD dilakukan penilaian melalui sistem Triase untuk memprioritaskan
Pasien sesuai dengan Kegawat Daruratannya.
Prioritas 1 (Resuscitation) : Kondisi pasien yang mengancam nyawa dan memerlukan
penanganan yang agresif/segera
Prioritas 2 (Emergent) : Kondisi pasien yang berpotensi mengancam nyawa, dan / atau anggota
tubuh beserta fungsinya, dan membutuhkan intervensi medis segera (waktu tunggu pasien – 15
menit)
Prioritas 3 (Urgent) : Kondisi pasien yang dapat berpotensi menyebabkan kegawatan dan
membutuhkan penanganan yang cepat (waktu tunggu < 30 menit)
Prioritas 4 (Less Urgent) : Kategori pasien dengan resiko rendah untuk terjadinya
perburukan kondisi saat pasien menunggu Treatment (waktu tunggu < 60 menit)
Prioritas 5 (Non Urgent) : Kondisi pasien yang stabil dan cukup aman untuk menunggu
tindakan selanjutnya (waktu tunggu < 120 menit)
TRIAGE PASIEN
Tindakan triage pasien merupakan tindakan penilaian penderita secara cepat untuk
memprioritaskan pertolongan, perawatan dan transportasi ke fasilitas kesehatan. Hal tersebut
perlu dilakukan, terlebih pada saat terjadi bencana dimana terdapat banyak korban. Triage
pasien perlu dipahami dan diterapkan sehingga pertolongan yang diberikan kepada korban
dapat dioptimalkan, sehingga korban jiwa dapat diminimalkan.
Sistem START (Simple Triage and Rapid Treatment) yang digunakan untuk
melakukan triage pasien terdiri dari 4 langkah, yaitu :
1. Langkah Pertama
Korban yg dapat ditunda
Kelompokkan korban yg mampu berjalan. Kemudian arahkan ke tempat yg sudah
ditentukan dan beri tanda HIJAU.
2. Langkah Kedua
Pemeriksaan pernapasan
Bila korban tidak bernapas, buka jalan napas,bila tetap tdk bernapas beri tanda
HITAM.
3. Langkah Ketiga
4. Penilaian sirkulasi.
5. Periksa pengisian kapiler, tekan di atas ujung kuku jari sehingga menjadi pucat.
Bila tekanan dilepas ujung jari mjd merah lagi.
Bila ?2 detik berikan warna MERAH
Bila < 2 detik lanjutkan langkah Keempat
6. Langkah Keempat
Penilaian mental
Minta korban mengikuti perintah sederhana ("buka mata", "gerakkan jari").
Bila tidak mampu beri label MERAH
Bila masih mampu beri KUNING
Bila ada tenaga yg lebih ahli maka dapat dilakukan triage sekunder atau pemilahan
tahap kedua. Hasil yg berbeda tidak masalah. Evakuasi korban tetap dilakukan
berdasarkan warna yg paling akhir diberikan kepadanya, sesuai prioritasnya mulai
dari MERAH, KUNING, HIJAU dan terakhir HITAM
,
Contoh dalam hal ini adalah pasien yang kesulitan bernapas, terkena serangan
jantung, menderita trauma kepala serius akibat kecelakaan lalu lintas, dan
mengalami perdarahan luar yang besar.
2. Kuning
Warna kuning menandakan pasien pioritas kedua yang memerlukan
perawatan segera, tetapi penanganan medis masih dapat ditunda beberapa
saat karena pasien dalam kondisi stabil.
Meski kondisinya tidak kritis, pasien dengan kode warna kuning masih
memerlukan penanganan medis yang cepat.
Pasalnya, kondisi pasien tetap bisa memburuk dengan cepat dan berisiko
menimbulkan kecacatan atau kerusakan organ.
Pasien yang termasuk kategori kode warna kuning contohnya adalah pasien
dengan patah tulang di beberapa tempat akibat jatuh dari ketinggian, luka
bakar derajat tinggi, dan trauma kepala ringan.
3. Hijau
Warna hijau menunjukkan pasien prioritas ketiga yang memerlukan perawatan
di rumah sakit, tetapi masih dapat ditunda lebih lama (maksimal 30 menit).
Ketika tenaga medis telah menangani pasien lain yang kondisinya lebih
darurat (kategori warna merah dan kuning), maka mereka akan langsung
melakukan pertolongan pada pasien pioritas ketiga.
Pasien yang cedera tetapi masih sadar dan bisa berjalan biasanya termasuk
dalam kategori triase gawat darurat ini.
Contoh lain dalam kategori adalah pasien dengan patah tulang ringan, luka
bakar derajat rendah, atau luka ringan.
4. Putih
Pasien yang mengalami cedera minimal yang tidak memerlukan penanganan
medis secara khusus atau hanya membutuhkan obat-obatan masuk ke dalam
kategori putih.
Pada kondisi ini gejala bisanya tidak berisiko bertambah parah jika
pengobatan tidak segera diberikan.
5. Hitam
Kode warna hitam menandakan pasien berada dalam kondisi yang sangat
kritis, tetapi sulit untuk diselamatkan nyawanya. Sekalipun segera ditangani,
pasien tetap akan meninggal.
Kondisi ini biasanya terjadi pada pasien yang mengalami cedera parah yang
bisa menyulitkan pernapasan atau kehilangan banyak darah akibat luka
tembak.
Dokter juga akan memeriksa seberapa parah luka atau cedera yang terlihat.
Pioritas penanganan akan diutamakan untuk pasien dengan triase merah jika
tenaga medis yang tersedia terbatas.
Namun, setiap pasien bisa langsung mendapatkan perawatan luka atau gejala
lain yang sesuai jika jumlah tenaga medis cukup untuk menangani pasien.
Meskipun begitu, menurut penjelasan dalam buku Emergency Department
Triage, status triase gawat darurat dapat berubah.
Artinya, tenaga medis menilai kondisi pasien secara berulang selama berada di
IGD ataupun ketika diberikan perawatan.
Jika pasien yang berstatus triase merah telah mendapat penanganan, melalui
bantuan pernapasan misalnya, dan kondisinya sudah lebih stabil, status triase
pasien bisa berubah menjadi kuning.
Sebaliknya, bila pasien berstatus triase kuning yang kondisinya bertambah
parah, statusnya bisa berubah menjadi triase merah.
Oleh karena itu, sistem triase IGD yang baik harus melakukan pemantauan
kondisi secara berkala pada setiap pasien dan memberikan penanganan yang
tepat sesuai perubahan kondisinya.
Demensia
Cedera kepala berat
Dengan kriteria GCS : 14-15 : CKR (Cedera kepala ringan), 9-13 : CKS (Cedera Kepala Sedang),
3-8 : CKB (Cedera Kepala Berat)
Syok
Penyakit jantung
Penyakit hati
Gagal ginjal
Hipoglikemia
Stroke
Beberapa kondisi di atas dapat merusak sel-sel otak, sehingga memengaruhi
kesadaran seseorang. Penurunan tingkat kesadaran terparah adalah ketika seseorang
mengalami koma.
Tingkat kesadaran tertinggi berada di skala 15, sedangkan tingkat kesadaran terendah
atau dapat dikatakan koma berada di skala 3. Nah, untuk mengetahui skala tersebut,
cara mengukur tingkat kesadaran dengan skala GCS adalah sebagai berikut:
Mata (EYE)
Berikut ini adalah panduan pemeriksaan mata untuk menentukan angka GCS:
Poin 1: mata tidak bereaksi dan tetap terpejam meski telah diberi rangsangan, seperti
cubitan pada mata.
Poin 2: mata terbuka setelah menerima rangsangan.
Poin 3: mata terbuka hanya dengan mendengar suara atau dapat mengikuti perintah
untuk membuka mata.
Poin 4: mata terbuka secara spontan tanpa perintah atau sentuhan.
Suara (VERBAL)
Untuk pemeriksaan respons suara, panduan untuk menentukan nilai GCS adalah
sebagai berikut:
Poin 1: tidak mengeluarkan suara sedikit pun meski sudah dipanggil atau diberi
rangsangan.
Poin 2: suara yang keluar berupa rintihan tanpa kata-kata.
Poin 3: suara terdengar tidak jelas atau hanya mengeluarkan kata-kata, tetapi bukan
kalimat yang jelas.
Poin 4: suara terdengar dan mampu menjawab pertanyaan, tetapi orang tersebut
tampak kebingungan atau percakapan tidak lancar.
Poin 5: suara terdengar dan mampu menjawab semua pertanyaan yang diajukan
dengan benar serta sadar penuh terhadap lokasi, lawan bicara, tempat, dan waktu.
Gerakan (MOTORIK)
Panduan penentuan angka GCS untuk pemeriksaan respons gerakan adalah sebagai
berikut:
Poin 1: tidak mampu menggerakkan tubuhnya sama sekali walau sudah diperintahkan
atau diberi rangsangan nyeri.
Poin 2: hanya dapat mengepalkan jari tangan dan kaki atau meluruskan kaki dan
tangan saat diberi rangsangan nyeri.
Poin 3: hanya mampu menekuk lengan dan memutar bahu saat diberi rangsangan
nyeri.
Poin 4: mampu menggerakkan tubuh menjauhi sumber nyeri ketika dirangsang nyeri.
Misalnya, orang tersebut merespons dengan menarik tangannya ketika dicubit.
Poin 5: mampu menggerakkan tubuhnya ketika diberikan rangsangan nyeri dan orang
tersebut dapat menunjukkan lokasi nyeri.
Poin 6: mampu melakukan gerakan tubuh apa pun saat diperintahkan.
Skala GCS diperoleh dengan menjumlahkan setiap poin dari ketiga aspek pemeriksaan
di atas. Skala ini dipakai sebagai tahap awal evaluasi kondisi seseorang yang pingsan
atau baru mengalami kecelakaan dan kemudian tidak sadarkan diri sebelum diberi
pertolongan lebih lanjut.
Initial Assessment adalah suatu penilian kondisi awal korban maupun pasien yang
dilakukan dengan cepat dan tepat.
Dalam penilaian initial assessment ada 5 komponen yang harus dinilai, yaitu
Airway, Breathing, Circulation, Disability, Exposure atau lebih dikenal ABCDE.
Tujuan dari penilaian ABCDE adalah memberikan pengobatan yang
menyelamatkan jiwa, mengelompokan tingkat keparahan pasien sehingga bisa
ditangani secara efektif dan efisien, sebagai algoritma penilaian dan pengobatan,
membangun kesadaran situasional yang sama dia antara semua penyedia
pengobatan, mengulur waktu untuk menefakan diagnosis dan pengobatan.
Penilaian ABCDE bisa diberikan kepada semua korban maupun pasien dengan
tanda dan gejala klinis yang bersifat darurat. Seperti korban kecelakaan dan
keadaan kritis yang melibatkan lebih dari satu orang. Penilaian ABCDE tidak
disarankan untuk korban atau pasien dengan gagal jantung.
D. Mengenal ABCDE
1). A (Airway)
Apabila pasien memberi respon dengan suara normal maka jala napas itu normal
(paten). Tanda-tanda adanya obstruksi jalan napas atau jalan napas yang terganggu
adalah sebagai berikut :
2). B (Breathing)
Apakah ada sesak nafas ? pada komponen ini penilaian bisa dilakukan dengan
penilaian frekuensi respirasi, apakah normal ? Apakah lambat ? apalah terlalu cepat
? Apakah tidak ada ? Apakah ada sianosis ? Berikut adalah penilaian yang perlu
dilakukan dalam tahap penilaian pernapasan :
Frekuensi
Adanya retraksi dinding dada
Perkusi dada
Auskultasi paru
Oksimetri (97%-100%)
3). C (Circulation)
Pada penilaian sikulasi ini menitikberatkan pada penilaian tentang sirkulasi darah
yang dapat dilihat dengan penilaian sebagai berikut :
Warna kulit
Bekeringat
CRV (Capillary Refill time)<2 detik
Palpasi denyut nadi (60-100) menit
Auskultasi jantung (sistolik 100-140 mmHg)
Penilaian EKG
Penanganan masalah sirkulasi adalah sebagai berikut :
4). D (Disability)
A (alert) – Kewaspadaan
V (voice responsive) – Respon Suara
P (pain responsive) – Respon Rasa Nyeri
U (unresponsive) – Tidak Responsif
Reflex pupil terhadap cahaya
Kadar gula darah
Gerakan (movement)
5). E (Exposure)
Adanya suatu trauma dapat mempengaruhi exposure, reaksi kulit, adanya tusukan
dan tanda-tanda lain yang harus diperhatikan. Dalam penilaian exposure dapat
diperhatikan hal-hal sebagai berikut :
Eksposur kulit
Keadaan suhu tubuh
Pengertian : tindakan yang dilakukan untuk membebaskan jalan napas dengan tetap memperhatikan
kontrol servikal
Tujuan : membebaskan jalan napas untuk menjamin jalan masuknya udara ke paru secara normal
sehingga menjamin kecukupan oksigenase tubuh
L = Look/Lihat gerakan nafas atau pengembangan dada, adanya retraksi sela iga, warna mukosa/kulit
dan kesadaran
Ingat! Pada pasien dengan dugaan cedera leher dan kepala, hanya dilakukan maneuver jaw
thrust dengan hati-hati dan mencegah gerakan leher.
Untuk memeriksa jalan nafas terutama di daerah mulut, dapat dilakukan teknik Cross Finger yaitu
dengan menggunakan ibu jari dan jari telunjuk yang disilangkan dan menekan gigi atas dan bawah.
Bila jalan nafas tersumbat karena adanya benda asing dalam rongga mulut dilakukan pembersihan
manual dengan sapuan jari.
Kegagalan membuka nafas dengan cara ini perlu dipikirkan hal lain yaitu adanya sumbatan jalan nafas di
daerah faring atau adanya henti nafas (apnea)
Bila hal ini terjadi pada penderita tidak sadar, lakukan peniupan udara melalui mulut, bila dada tidak
mengembang, maka kemungkinan ada sumbatan pada jalan nafas dan dilakukan maneuver Heimlich.
Mendengkur(snoring), berasal dari sumbatan pangkal lidah. Cara mengatasi : chin lift, jaw thrust,
pemasangan pipa orofaring/nasofaring, pemasangan pipa endotrakeal.
Berkumur (gargling), penyebab : ada cairan di daerah hipofaring. Cara mengatasi : finger sweep,
pengisapan/suction.
Dilakukan bila jalan nafas tersumbat karena adanya benda asing pada rongga mulut belakang atau
hipofaring seperti gumpalan darah, muntahan, benda asing lainnya sehingga hembusan nafas hilang.
Cara melakukannya :
Miringkan kepala pasien (kecuali pada dugaan fraktur tulang leher) kemudian buka mulut dengan jaw
thrust dan tekan dagu ke bawah bila otot rahang lemas (maneuver emaresi)
Gunakan 2 jari (jari telunjuk dan jari tengah) yang bersih atau dibungkus dengan sarung
tangan/kassa/kain untuk membersihkan rongga mulut dengan gerakan menyapu.
Abdominal thrust
Chest thrust
Back blow
Prioritas utama dalam manajemen jalan nafas adalah JALAN NAFAS BEBAS!
Pasien sadar, ajak bicara. Bicara jelas dan lancar berarti jalan nafas bebas
Beri oksigen bila ada 6 liter/menit
Jaga tulang leher : baringkan penderita di tempat datar, wajah ke depan, posisi leher netral
Nilai apakah ada suara nafas tambahan.
Lakukan teknik chin lift atau jaw thrust untuk membuka jalan nafas. Ingat tempatkan korban pada
tempat yang datar! Kepala dan leher korban jangan terganjal!
Chin Lift
Caranya : gunakan jari tengah dan telunjuk untuk memegang tulang dagu pasien kemudian angkat.
Head Tilt
Dlilakukan bila jalan nafas tertutup oleh lidah pasien, Ingat! Tidak boleh dilakukan pada pasien dugaan
fraktur servikal.
Caranya : letakkan satu telapak tangan di dahi pasien dan tekan ke bawah sehingga kepala menjadi
tengadah dan penyangga leher tegang dan lidahpun terangkat ke depan.
Gambar 5. tangan kanan melakukan Chin lift ( dagu diangkat). dan tangan kiri melakukan head tilt.
Pangkal lidah tidak lagi menutupi jalan nafas.
Jaw thrust
Caranya : dorong sudut rahang kiri dan kanan ke arah depan sehingga barisan gigi bawah berada di
depan barisan gigi atas manuver Jaw thrust dikerjakan oleh orang yang terlatih
Mengatasi sumbatan parsial/sebagian. Digunakan untuk membebaskan sumbatan dari benda padat.
Abdominal Thrust (Manuver Heimlich)
Caranya berikan hentakan mendadak pada ulu hati (daerah subdiafragma – abdomen).
Caranya : penolong harus berdiri di belakang korban, lingkari pinggang korban dengan kedua lengan
penolong, kemudian kepalkan satu tangan dan letakkan sisi jempol tangan kepalan pada perut korban,
sedikit di atas pusar dan di bawah ujung tulang sternum. Pegang erat kepalan tangan dengan tangan
lainnya. Tekan kepalan tangan ke perut dengan hentakan yang cepat ke atas. Setiap hentakan harus
terpisah dan gerakan yang jelas.
Caranya : korban harus diletakkan pada posisi terlentang dengan muka ke atas. Penolong berlutut di sisi
paha korban. Letakkan salah satu tangan pada perut korban di garis tengah sedikit di atas pusar dan jauh
di bawah ujung tulang sternum, tangan kedua diletakkan di atas tangan pertama. Penolong menekan ke
arah perut dengan hentakan yang cepat ke arah atas.
Berdasarkan ILCOR yang terbaru, cara abdominal thrust pada posisi terbaring tidak dianjurkan, yang
dianjurkan adalah langsung melakukan Resusitasi Jantung Paru (RJP).
Caranya : kepalkan sebuah tangan, letakkan sisi ibu jari pada perut di atas pusar dan di bawah ujung
tulang sternum, genggam kepala itu dengan kuat, beri tekanan ke atas kea rah diafragma dengan
gerakan yang cepat, jika tidk berhasil dapat dilakukan tindakan dengan menekan perut pada tepi meja
atau belakang kursi
Bila penderita sadar dapat batuk keras, observasi ketat. Bila nafas tidak efektif atau berhenti, lakukan
back blow 5 kali (hentakan keras pada punggung korban di titik silang garis antar belikat dengan tulang
punggung/vertebrae)
Bila penderita sadar, lakukan chest thrust 5 kali (tekan tulang dada dengan jari telunjuk atau jari tengah
kira-kira satu jari di bawah garis imajinasi antara kedua putting susu pasien). Bila penderita sadar,
tidurkan terlentang, lakukan chest thrust, tarik lidah apakah ada benda asing, beri nafas buatan
DENGAN ALAT
• OROPHARYNG
• NASOPHARYNG
• SUCTION
• MAGYL FORCEP
• ETT
• LMA
• TRACHEOSTOMY
Jenis-jenis napas bunyi
Rales digambarkan sebagai suara klik yang kecil atau berderak di paru-
paru. Biasanya suara ini terdengar ketika seseorang menarik napas.
Kondisi ini muncul ketika udara membuka ruang udara yang tertutup. Jika
terus berlanjut, rales biasanya akan digambarkan bunyi yang terdengar
becek, kering, halus, atau kasar.
Ronki
Penyebab napas bunyi
Penyebab napas bunyi akan berbeda tergantung jenis bunyi dan bagian
mana yang mengalami gangguan. Beberapa penyebab di bawah ini bisa
diketahui berdasarkan jenis suara napas yang dihasilkan.
Penyebab rales atau crackling
Radang paru-paru
Penyakit jantung
Fibrosis paru
Fibrosis kistik
Bronkitis
Asbestosis
Perikarditis
Penyebab ronki
Bronkitis
Bronkiektasis
Penyebab stridor
Laryngomalacia
Croup
Epiglottitis
Asma
Alergi
Bronkitis
Bronkiolitis
Epiglottitis
Gagal jantung
Kanker paru-paru
Apnea tidur
Radang paru-paru
Pneumonia
Emfisema
Edema paru
Trakebronkitis