Anda di halaman 1dari 16

Tujuan pelayanan IGD

 Memberikan Pelayanan Komunikatif, cepat dan tepat selama 24 jam terus menerus
 Tercapainya suatu pelayanan kesehatan yang optimal terarah dan terpadu bagi setiap pasien
kegawat daruratan
 Mencegah kematian dan kecacatan pada pasien gawat darurat
 Menerima dan merujuk pasien gawat darurat melalui sistem rujukan terpadu untuk mendapatkan
penanganan medis yang lebih baik.
Pasien yang datang di IGD dilakukan penilaian melalui sistem Triase untuk memprioritaskan
Pasien sesuai dengan Kegawat Daruratannya.
 Prioritas 1 (Resuscitation) : Kondisi pasien yang mengancam nyawa dan memerlukan
penanganan yang agresif/segera

 Prioritas 2 (Emergent) : Kondisi pasien yang berpotensi mengancam nyawa, dan / atau anggota
tubuh beserta fungsinya, dan membutuhkan intervensi medis segera (waktu tunggu pasien – 15
menit)

 Prioritas 3 (Urgent) : Kondisi pasien yang dapat berpotensi menyebabkan kegawatan dan
membutuhkan penanganan yang cepat (waktu tunggu < 30 menit)

 Prioritas 4 (Less Urgent) : Kategori pasien dengan resiko rendah untuk terjadinya
perburukan kondisi saat pasien menunggu Treatment (waktu tunggu < 60 menit)

 Prioritas 5 (Non Urgent) : Kondisi pasien yang stabil dan cukup aman untuk menunggu
tindakan selanjutnya (waktu tunggu < 120 menit)

TRIAGE PASIEN
Tindakan triage pasien merupakan tindakan penilaian penderita secara cepat untuk
memprioritaskan pertolongan, perawatan dan transportasi ke fasilitas kesehatan. Hal tersebut
perlu dilakukan, terlebih pada saat terjadi bencana dimana terdapat banyak korban. Triage
pasien perlu dipahami dan diterapkan sehingga pertolongan yang diberikan kepada korban
dapat dioptimalkan, sehingga korban jiwa dapat diminimalkan.

Sistem START (Simple Triage and Rapid Treatment) yang digunakan untuk
melakukan triage pasien terdiri dari 4 langkah, yaitu :
1. Langkah Pertama
Korban yg dapat ditunda
Kelompokkan korban yg mampu berjalan. Kemudian arahkan ke tempat yg sudah
ditentukan dan beri tanda HIJAU.

2. Langkah Kedua
Pemeriksaan pernapasan
Bila korban tidak bernapas, buka jalan napas,bila tetap tdk bernapas beri tanda
HITAM.

 Bila bernapas, hitung frekuensinya, >30x/mnt beri tanda MERAH.


 Bila frekuensi napas ?30 x/menit, lanjutkan langkah ketiga

3. Langkah Ketiga

4. Penilaian sirkulasi.

5. Periksa pengisian kapiler, tekan di atas ujung kuku jari sehingga menjadi pucat.
Bila tekanan dilepas ujung jari mjd merah lagi.
Bila ?2 detik berikan warna MERAH
Bila < 2 detik lanjutkan langkah Keempat

6. Langkah Keempat
Penilaian mental
Minta korban mengikuti perintah sederhana ("buka mata", "gerakkan jari").
Bila tidak mampu beri label MERAH
Bila masih mampu beri KUNING

Bila ada tenaga yg lebih ahli maka dapat dilakukan triage sekunder atau pemilahan
tahap kedua. Hasil yg berbeda tidak masalah. Evakuasi korban tetap dilakukan
berdasarkan warna yg paling akhir diberikan kepadanya, sesuai prioritasnya mulai
dari MERAH, KUNING, HIJAU dan terakhir HITAM
,

Kategori pasien dalam triase IGD


1. Merah
Warna merah dalam triase IGD menunjukkan pasien pioritas pertama yang
berada dalam kondisi kritis (mengancam nyawa) sehingga memerlukan
pertolongan medis sesegera mungkin.

Jika tidak diberikan penanganan dengan cepat, kemungkinan besar pasien


akan meninggal.

Contoh dalam hal ini adalah pasien yang kesulitan bernapas, terkena serangan
jantung, menderita trauma kepala serius akibat kecelakaan lalu lintas, dan
mengalami perdarahan luar yang besar.

2. Kuning
Warna kuning menandakan pasien pioritas kedua yang memerlukan
perawatan segera, tetapi penanganan medis masih dapat ditunda beberapa
saat karena pasien dalam kondisi stabil.

Meski kondisinya tidak kritis, pasien dengan kode warna kuning masih
memerlukan penanganan medis yang cepat.

Pasalnya, kondisi pasien tetap bisa memburuk dengan cepat dan berisiko
menimbulkan kecacatan atau kerusakan organ.

Pasien yang termasuk kategori kode warna kuning contohnya adalah pasien
dengan patah tulang di beberapa tempat akibat jatuh dari ketinggian, luka
bakar derajat tinggi, dan trauma kepala ringan.

3. Hijau
Warna hijau menunjukkan pasien prioritas ketiga yang memerlukan perawatan
di rumah sakit, tetapi masih dapat ditunda lebih lama (maksimal 30 menit).

Ketika tenaga medis telah menangani pasien lain yang kondisinya lebih
darurat (kategori warna merah dan kuning), maka mereka akan langsung
melakukan pertolongan pada pasien pioritas ketiga.

Pasien yang cedera tetapi masih sadar dan bisa berjalan biasanya termasuk
dalam kategori triase gawat darurat ini.

Contoh lain dalam kategori adalah pasien dengan patah tulang ringan, luka
bakar derajat rendah, atau luka ringan.
4. Putih
Pasien yang mengalami cedera minimal yang tidak memerlukan penanganan
medis secara khusus atau hanya membutuhkan obat-obatan masuk ke dalam
kategori putih.

Pada kondisi ini gejala bisanya tidak berisiko bertambah parah jika
pengobatan tidak segera diberikan.

5. Hitam
Kode warna hitam menandakan pasien berada dalam kondisi yang sangat
kritis, tetapi sulit untuk diselamatkan nyawanya. Sekalipun segera ditangani,
pasien tetap akan meninggal.

Kondisi ini biasanya terjadi pada pasien yang mengalami cedera parah yang
bisa menyulitkan pernapasan atau kehilangan banyak darah akibat luka
tembak.

Tata cara dan prosedur triase gawat darurat


Saat tiba di IGD, dokter akan langsung memeriksa kondisi pasien secara cepat.
Pemeriksaan akan mengutamakan pengecekan tanda-tanda vital seperti
pernapasan, denyut nadi, dan tekanan darah.

Dokter juga akan memeriksa seberapa parah luka atau cedera yang terlihat.

Setelah melakukan pemeriksaan cepat, dokter dan perawat akan menentukan


status triase berdasarkan warna yang sesuai dengan kondisi pasien.

Pioritas penanganan akan diutamakan untuk pasien dengan triase merah jika
tenaga medis yang tersedia terbatas.

Namun, setiap pasien bisa langsung mendapatkan perawatan luka atau gejala
lain yang sesuai jika jumlah tenaga medis cukup untuk menangani pasien.
Meskipun begitu, menurut penjelasan dalam buku Emergency Department
Triage, status triase gawat darurat dapat berubah.
Artinya, tenaga medis menilai kondisi pasien secara berulang selama berada di
IGD ataupun ketika diberikan perawatan.

Jika pasien yang berstatus triase merah telah mendapat penanganan, melalui
bantuan pernapasan misalnya, dan kondisinya sudah lebih stabil, status triase
pasien bisa berubah menjadi kuning.
Sebaliknya, bila pasien berstatus triase kuning yang kondisinya bertambah
parah, statusnya bisa berubah menjadi triase merah.
Oleh karena itu, sistem triase IGD yang baik harus melakukan pemantauan
kondisi secara berkala pada setiap pasien dan memberikan penanganan yang
tepat sesuai perubahan kondisinya.

TINGKAT KESADARAN PASIEN GCS

Penyebab Turunnya Tingkat Kesadaran Seseorang


Otak merupakan organ utama yang bertugas untuk menjaga kesadaran. Agar bekerja
dengan baik, otak membutuhkan asupan oksigen dan glukosa yang cukup.
Konsumsi minuman beralkohol dan obat-obatan tertentu, seperti obat penenang, obat
penghilang rasa sakit, obat epilepsi, atau obat stroke, dapat menyebabkan menurunnya
tingkat kesadaran dan memberikan efek kantuk.
Sementara itu, konsumsi minuman seperti kopi, cokelat, teh, dan minuman berenergi
yang mengandung kafein, memiliki efek stimulan pada otak yang justru dapat membuat
Anda lebih terjaga.
Selain itu, ada beberapa kondisi medis yang juga dapat menyebabkan penurunan
kesadaran, yaitu:

 Demensia
 Cedera kepala berat
Dengan kriteria GCS : 14-15 : CKR (Cedera kepala ringan), 9-13 : CKS (Cedera Kepala Sedang),
3-8 : CKB (Cedera Kepala Berat)
 Syok
 Penyakit jantung
 Penyakit hati
 Gagal ginjal
 Hipoglikemia
 Stroke
Beberapa kondisi di atas dapat merusak sel-sel otak, sehingga memengaruhi
kesadaran seseorang. Penurunan tingkat kesadaran terparah adalah ketika seseorang
mengalami koma.

Cara Mengukur Tingkat Kesadaran

Tingkat kesadaran tertinggi berada di skala 15, sedangkan tingkat kesadaran terendah
atau dapat dikatakan koma berada di skala 3. Nah, untuk mengetahui skala tersebut,
cara mengukur tingkat kesadaran dengan skala GCS adalah sebagai berikut:

Mata (EYE)
Berikut ini adalah panduan pemeriksaan mata untuk menentukan angka GCS:

 Poin 1: mata tidak bereaksi dan tetap terpejam meski telah diberi rangsangan, seperti
cubitan pada mata.
 Poin 2: mata terbuka setelah menerima rangsangan.
 Poin 3: mata terbuka hanya dengan mendengar suara atau dapat mengikuti perintah
untuk membuka mata.
 Poin 4: mata terbuka secara spontan tanpa perintah atau sentuhan.
Suara (VERBAL)
Untuk pemeriksaan respons suara, panduan untuk menentukan nilai GCS adalah
sebagai berikut:

 Poin 1: tidak mengeluarkan suara sedikit pun meski sudah dipanggil atau diberi
rangsangan.
 Poin 2: suara yang keluar berupa rintihan tanpa kata-kata.
 Poin 3: suara terdengar tidak jelas atau hanya mengeluarkan kata-kata, tetapi bukan
kalimat yang jelas.
 Poin 4: suara terdengar dan mampu menjawab pertanyaan, tetapi orang tersebut
tampak kebingungan atau percakapan tidak lancar.
 Poin 5: suara terdengar dan mampu menjawab semua pertanyaan yang diajukan
dengan benar serta sadar penuh terhadap lokasi, lawan bicara, tempat, dan waktu.

Gerakan (MOTORIK)
Panduan penentuan angka GCS untuk pemeriksaan respons gerakan adalah sebagai
berikut:

 Poin 1: tidak mampu menggerakkan tubuhnya sama sekali walau sudah diperintahkan
atau diberi rangsangan nyeri.
 Poin 2: hanya dapat mengepalkan jari tangan dan kaki atau meluruskan kaki dan
tangan saat diberi rangsangan nyeri.
 Poin 3: hanya mampu menekuk lengan dan memutar bahu saat diberi rangsangan
nyeri.
 Poin 4: mampu menggerakkan tubuh menjauhi sumber nyeri ketika dirangsang nyeri.
Misalnya, orang tersebut merespons dengan menarik tangannya ketika dicubit.
 Poin 5: mampu menggerakkan tubuhnya ketika diberikan rangsangan nyeri dan orang
tersebut dapat menunjukkan lokasi nyeri.
 Poin 6: mampu melakukan gerakan tubuh apa pun saat diperintahkan.

Skala GCS diperoleh dengan menjumlahkan setiap poin dari ketiga aspek pemeriksaan
di atas. Skala ini dipakai sebagai tahap awal evaluasi kondisi seseorang yang pingsan
atau baru mengalami kecelakaan dan kemudian tidak sadarkan diri sebelum diberi
pertolongan lebih lanjut.

Berikut beberapa penilaian GCS dan interpretasinya terhadap tingkat


kesadaran :

 Nilai GCS (15-14) : Composmentis


 Nilai GCS (13-12) : Apatis
 Nilai GCS (11-10) : Delirium
 Nilai GCS (9-7) : Somnolen
 Nilai GCS (6-5) : Sopor
 Nilai GCS (4) : Semi-coma
 Nilai GCS (3) : Coma
tingkat kesadaran ini dibedakan menjadi beberapa tingkat yaitu :

1. Composmentis, yaitu kondisi seseorang yang sadar sepenuhnya, baik


terhadap dirinya maupun terhadap lingkungannya dan dapat menjawab
pertanyaan yang ditanyakan pemeriksa dengan baik.
2. Apatis, yaitu kondisi seseorang yang tampak segan dan acuh tak acuh
terhadap lingkungannya.
3. Delirium, yaitu kondisi seseorang yang mengalami kekacauan gerakan,
siklus tidur bangun yang terganggu dan tampak gaduh gelisah, kacau,
disorientasi serta meronta-ronta.
4. Somnolen yaitu kondisi seseorang yang mengantuk namun masih
dapat sadar bila dirangsang, tetapi bila rangsang berhenti akan tertidur
kembali.
5. Sopor, yaitu kondisi seseorang yang mengantuk yang dalam, namun
masih dapat dibangunkan dengan rangsang yang kuat, misalnya
rangsang nyeri, tetapi tidak terbangun sempurna dan tidak dapat
menjawab pertanyaan dengan baik.
6. Semi-coma yaitu penurunan kesadaran yang tidak memberikan respons
terhadap pertanyaan, tidak dapat dibangunkan sama sekali, respons
terhadap rangsang nyeri hanya sedikit, tetapi refleks kornea dan pupil
masih baik.
7. Coma, yaitu penurunan kesadaran yang sangat dalam, memberikan
respons terhadap pertanyaan, tidak ada gerakan, dan tidak ada respons
terhadap rangsang nyeri.

Apa itu Initial Assessment  ?

Initial Assessment adalah suatu penilian kondisi awal korban maupun pasien yang
dilakukan dengan cepat dan tepat. 

Penilaian Initial Assessment

Dalam penilaian initial assessment ada 5 komponen yang harus dinilai, yaitu
Airway, Breathing, Circulation, Disability, Exposure atau lebih dikenal ABCDE. 
Tujuan dari penilaian ABCDE adalah memberikan pengobatan yang
menyelamatkan jiwa, mengelompokan tingkat keparahan pasien sehingga bisa
ditangani secara efektif dan efisien, sebagai algoritma penilaian dan pengobatan,
membangun kesadaran situasional yang sama dia antara semua penyedia
pengobatan, mengulur waktu untuk menefakan diagnosis dan pengobatan.

C. Siapa saja yang membutuhkan penilaian ABCDE ?

Penilaian ABCDE bisa diberikan kepada semua korban maupun pasien dengan
tanda dan gejala klinis yang bersifat darurat. Seperti korban kecelakaan dan
keadaan kritis yang melibatkan lebih dari satu orang. Penilaian ABCDE tidak
disarankan untuk korban atau pasien dengan gagal jantung. 
D. Mengenal ABCDE

1). A (Airway)

Apabila pasien memberi respon dengan suara normal maka jala napas itu normal
(paten). Tanda-tanda adanya obstruksi jalan napas atau jalan napas yang terganggu
adalah sebagai berikut :

 Adanya suara bising (seperti stridor)


 Sesak napas (kesulitan bernapas)
 Resirasi paradox
 Penurunan  tingkat kesadaran
 Adanya suara mendengkur

Penanganan masalah Airway adalah :

 Head tilt and chin lift


 Pemberian oksigen
 Suction

2). B (Breathing)

Apakah ada sesak nafas ?  pada komponen ini penilaian bisa dilakukan dengan
penilaian frekuensi respirasi, apakah normal ? Apakah lambat ? apalah terlalu cepat
? Apakah tidak ada ? Apakah ada sianosis ? Berikut adalah  penilaian yang perlu
dilakukan dalam tahap penilaian pernapasan :

 Frekuensi
 Adanya retraksi  dinding dada
 Perkusi dada
 Auskultasi paru
 Oksimetri (97%-100%)

Penanganan dalam maasalah pernapasan “

 Berikan posisi yang nyaman


 Menyelamatkan jalan napas
 Pemberian bantuan napas/oksigen
 Pemberian inhalasi
 Pemberian Ventilasi Bag-Mask
 Dekompresi ketegangan apabila ada pneumothorax

3). C (Circulation)

Pada penilaian sikulasi ini menitikberatkan pada penilaian tentang sirkulasi darah
yang dapat dilihat dengan penilaian sebagai berikut :

 Warna kulit
 Bekeringat
 CRV (Capillary Refill time)<2 detik
 Palpasi denyut nadi (60-100) menit
 Auskultasi jantung (sistolik 100-140 mmHg)
 Penilaian EKG
Penanganan masalah sirkulasi adalah sebagai berikut :

 Menghentikan pendarahan (apabila ada)


 Mengangkat kaki lebih tinggi dari kepala
 Akses intravena
 Pemberian infus saline

4). D (Disability)

Disability menilai tentang tingkat kesadaran, dapat dengan cepat dinilai


menggunakan metode AVPU :

 A (alert) – Kewaspadaan
 V (voice responsive) – Respon Suara
 P (pain responsive) – Respon Rasa Nyeri
 U (unresponsive) – Tidak Responsif
 Reflex pupil terhadap cahaya
 Kadar gula darah
 Gerakan (movement)

Penanganan masalah disability adalah sebagai berikut :

 Tangani jalan napas


 Manajemen pernapasan
 Manajemen sirkulasi
 Pemulihan posisi
 Manajemen glukosa untuk hipoglikemia

5). E (Exposure)

Adanya suatu trauma dapat mempengaruhi exposure, reaksi kulit, adanya tusukan
dan tanda-tanda lain yang harus diperhatikan. Dalam penilaian exposure dapat
diperhatikan hal-hal sebagai berikut :

 Eksposur kulit
 Keadaan suhu tubuh

Penanganan masalah exposure adalah sebagai berikut :

 Berikan perawatan untuk mengatasi trauma


 Ceri penyebab utama

Resusitasi Jantung Paru dan Cara Tepat Melakukannya


 

Resusitasi jantung paru merupakan pertolongan medis untuk mengembalikan


kemampuan napas dan sirkulasi darah yang terhenti karena kondisi atau situasi
tertentu. Tindakan ini perlu dilakukan secara cepat dan tepat sebagai langkah
awal menyelamatkan nyawa seseorang.
Resusitasi jantung paru (RJP) atau disebut juga CPR merupakan upaya pertolongan
pertama pada orang yang mengalami henti napas dan henti jantung karena berbagai
alasan, seperti serangan jantung, kecelakaan, atau tenggelam.
Tahap Melakukan Resusitasi Jantung Paru
Sebelum melakukan RJP, ada beberapa hal yang perlu Anda perhatikan. Hal pertama
adalah memastikan lokasi aman untuk menolong korban. Misalnya, jika korban
ditemukan di tengah jalan, sebaiknya pindahkan korban ke trotoar atau tepi jalan
terlebih dahulu sebelum diberikan RJP.
Selanjutnya, periksa tingkat kesadaran korban. Anda bisa coba memanggilnya dengan
suara keras dan menepuk bahunya secara perlahan. Jika tidak ada respons, coba
perhatikan apakah dada atau perut korban bergerak naik-turun.
Anda juga bisa meletakkan jari di depan lubang hidung korban secara vertikal untuk
memeriksa apakah ada embusan napas. Setelah itu, periksa denyut nadi di
pergelangan tangan atau bagian sisi leher korban untuk memastikan jantungnya tetap
berdetak.
Jika korban tidak menunjukkan respons atau tetap tidak sadarkan diri, segera hubungi
tenaga medis di nomor 112 atau rumah sakit terdekat dan lakukan RJP hingga bantuan
datang.
Teknik resusitasi jantung paru terbagi menjadi tiga tahapan yang dikenal dengan istilah
C-A-B (compression, airways, breathing). Berikut ini adalah langkah untuk
melakukannya:

Memberikan tekanan atau kompresi dada (compression)


Kompresi dada dilakukan dengan meletakkan salah satu telapak tangan di bagian
tengah dada korban dan tangan lainnya di atas tangan pertama.
Berikan tekanan di dada korban sebanyak 100–120 kali per menit, dengan kecepatan
1–2 tekanan per detik hingga pertolongan medis datang atau hingga korban
menunjukkan respons.

Membuka jalur napas (airways)


Tahap ini dilakukan saat korban tidak kunjung menunjukkan respons setelah diberikan
kompresi dada. Untuk membuka jalur napas, Anda bisa mendongakkan kepala korban
dengan meletakkan tangan Anda di dahinya, kemudian angkat dagu korban secara
perlahan.

Memberi bantuan napas (breathing)


Bila korban tetap tidak menunjukkan tanda-tanda pernapasan, langkah selanjutnya
adalah pemberian napas buatan dari mulut ke mulut atau mulut ke hidung bila mulut
korban terluka parah atau sulit dibuka.
Langkah pertama pemberian napas buatan adalah dengan menjepit hidung korban,
kemudian posisikan mulut Anda di mulut korban. Berikan napas atau udara dari mulut
Anda sebanyak dua kali sambil memperhatikan apakah dada korban terlihat
mengembang dan mengempis layaknya orang yang bernapas.
Jika korban belum menunjukkan tanda bernapas, coba perbaiki posisi lehernya atau
periksa kembali apakah ada sumbatan di jalan napasnya. Selanjutnya, lakukan kembali
kompresi dada sebanyak 30 kali yang diselingi dengan dua kali pemberian napas
buatan.
Apabila Anda belum mendapatkan pelatihan bantuan hidup dasar atau belum
menguasai cara melakukan resusitasi jantung paru, Anda disarankan untuk melakukan
pertolongan dengan kompresi dada saja (hands only CPR) tanpa memberikan napas
bantuan.
Kompresi dada terus dilakukan hingga bantuan medis datang atau dihentikan saat
korban mulai bernapas dan menunjukkan pergerakan.
Resusitasi jantung paru merupakan pertolongan medis darurat yang perlu dilakukan
sesegera mungkin. Meski sangat penting, masih banyak orang yang tidak bisa atau
takut melakukannya karena merasa tidak memiliki keahlian yang cukup.

Pengelolaan Jalan Napas (Airway Management) Tanpa Alat

Pengertian : tindakan yang dilakukan untuk membebaskan jalan napas dengan tetap memperhatikan
kontrol servikal

Tujuan : membebaskan jalan napas untuk menjamin jalan masuknya udara ke paru secara normal
sehingga menjamin kecukupan oksigenase tubuh

1.Pemeriksaan Jalan Napas :

L = Look/Lihat gerakan nafas atau pengembangan dada, adanya retraksi sela iga, warna mukosa/kulit
dan kesadaran

L = Listen/Dengar aliran udara pernafasan

F = Feel/Rasakan adanya aliran udara pernafasan dengan menggunakan pipi penolong

Tindakan Membuka jalan nafas dengan proteksi cervikal

 Chin Lift maneuver (tindakan mengangkat dagu)


 Jaw thrust maneuver (tindakan mengangkat sudut rahang bawah)
 Head Tilt maneuver (tindakan menekan dahi)

Ingat! Pada pasien dengan dugaan cedera leher dan kepala, hanya dilakukan maneuver jaw
thrust dengan hati-hati dan mencegah gerakan leher.

Untuk memeriksa jalan nafas terutama di daerah mulut, dapat dilakukan teknik Cross Finger yaitu
dengan menggunakan ibu jari dan jari telunjuk yang disilangkan dan menekan gigi atas dan bawah.

Bila jalan nafas tersumbat karena adanya benda asing dalam rongga mulut dilakukan pembersihan
manual dengan sapuan jari.

Kegagalan membuka nafas dengan cara ini perlu dipikirkan hal lain yaitu adanya sumbatan jalan nafas di
daerah faring atau adanya henti nafas (apnea)

Bila hal ini terjadi pada penderita tidak sadar, lakukan peniupan udara melalui mulut, bila dada tidak
mengembang, maka kemungkinan ada sumbatan pada jalan nafas dan dilakukan maneuver Heimlich.

Tanda-tanda adanya sumbatan (ditandai adanya suara nafas tambahan) :

Mendengkur(snoring), berasal dari sumbatan pangkal lidah. Cara mengatasi : chin lift, jaw thrust,
pemasangan pipa orofaring/nasofaring, pemasangan pipa endotrakeal.

Berkumur (gargling), penyebab : ada cairan di daerah hipofaring. Cara mengatasi : finger sweep,
pengisapan/suction.

Stridor (crowing), sumbatan di plika vokalis. Cara mengatasi : cricotirotomi, trakeostomi.

2. Membersihkan jalan nafas

Sapuan jari (finger sweep)

Dilakukan bila jalan nafas tersumbat karena adanya benda asing pada rongga mulut belakang atau
hipofaring seperti gumpalan darah, muntahan, benda asing lainnya sehingga hembusan nafas hilang.
Cara melakukannya :

Miringkan kepala pasien (kecuali pada dugaan fraktur tulang leher) kemudian buka mulut dengan jaw
thrust dan tekan dagu ke bawah bila otot rahang lemas (maneuver emaresi)

Gunakan 2 jari (jari telunjuk dan jari tengah) yang bersih atau dibungkus dengan sarung
tangan/kassa/kain untuk membersihkan rongga mulut dengan gerakan menyapu.

3. Mengatasi sumbatan nafas parsial

Dapat digunakan teknik manual thrust

Abdominal thrust

Chest thrust

Back blow

Jika sumbatan tidak teratasi, maka penderita akan :

1. Gelisah oleh karena hipoksia


2. Gerak otot nafas tambahan (retraksi sela iga, tracheal tug)
3. Gerak dada dan perut paradoksal
4. Sianosis
5. Kelelahan dan meninggal

Prioritas utama dalam manajemen jalan nafas adalah JALAN NAFAS BEBAS!

 Pasien sadar, ajak bicara. Bicara jelas dan lancar berarti jalan nafas bebas
 Beri oksigen bila ada 6 liter/menit
 Jaga tulang leher : baringkan penderita di tempat datar, wajah ke depan, posisi leher netral
 Nilai apakah ada suara nafas tambahan.

Lakukan teknik chin lift atau jaw thrust untuk membuka jalan nafas. Ingat tempatkan korban pada
tempat yang datar! Kepala dan leher korban jangan terganjal!

Chin Lift

Dilakukan dengan maksud mengangkat otot pangkal lidah ke depan

Caranya : gunakan jari tengah dan telunjuk untuk memegang tulang dagu pasien kemudian angkat.

Head Tilt

Dlilakukan bila jalan nafas tertutup oleh lidah pasien, Ingat! Tidak boleh dilakukan pada pasien dugaan
fraktur servikal.

Caranya : letakkan satu telapak tangan di dahi pasien dan tekan ke bawah sehingga kepala menjadi
tengadah dan penyangga leher tegang dan lidahpun terangkat ke depan.

Gambar 5. tangan kanan melakukan  Chin lift ( dagu diangkat). dan tangan kiri melakukan head tilt.
Pangkal lidah tidak lagi menutupi jalan nafas.

Jaw thrust

Caranya : dorong sudut rahang kiri dan kanan ke arah depan sehingga barisan gigi bawah berada di
depan barisan gigi atas manuver Jaw thrust dikerjakan oleh orang yang terlatih

Mengatasi sumbatan parsial/sebagian. Digunakan untuk membebaskan sumbatan dari benda padat.
Abdominal Thrust (Manuver Heimlich)

Dapat dilakukan dalam posisi berdiri dan terlentang.

Caranya berikan hentakan mendadak pada ulu hati (daerah subdiafragma – abdomen).

Abdominal Thrust (Manuver Heimlich) pada posisi berdiri atau duduk

Caranya : penolong harus berdiri di belakang korban, lingkari pinggang korban dengan kedua lengan
penolong, kemudian kepalkan satu tangan dan letakkan sisi jempol tangan kepalan pada perut korban,
sedikit di atas pusar dan di bawah ujung tulang sternum. Pegang erat kepalan tangan dengan tangan
lainnya. Tekan kepalan tangan ke perut dengan hentakan yang cepat ke atas. Setiap hentakan harus
terpisah dan gerakan yang jelas.

Abdominal Thrust (Manuver Heimlich) pada posisi tergeletak (tidak sadar)

Caranya : korban harus diletakkan pada posisi terlentang dengan muka ke atas. Penolong berlutut di sisi
paha korban. Letakkan salah satu tangan pada perut korban di garis tengah sedikit di atas pusar dan jauh
di bawah ujung tulang sternum, tangan kedua diletakkan di atas tangan pertama. Penolong menekan ke
arah perut dengan hentakan yang cepat ke arah atas.

Berdasarkan ILCOR yang terbaru, cara abdominal thrust pada posisi terbaring tidak dianjurkan, yang
dianjurkan adalah langsung melakukan Resusitasi Jantung Paru (RJP).

Abdominal Thrust (Manuver Heimlich) pada yang dilakukan sendiri

Pertolongan terhadap diri sendiri jika mengalami obstruksi jalan napas.

Caranya : kepalkan sebuah tangan, letakkan sisi ibu jari pada perut di atas pusar dan di bawah ujung
tulang sternum, genggam kepala itu dengan kuat, beri tekanan ke atas kea rah diafragma dengan
gerakan yang cepat, jika tidk berhasil dapat dilakukan tindakan dengan menekan perut pada tepi meja
atau belakang kursi

Back Blow (untuk bayi)

Bila penderita sadar dapat batuk keras, observasi ketat. Bila nafas tidak efektif atau berhenti, lakukan
back blow 5 kali (hentakan keras pada punggung korban di titik silang garis antar belikat dengan tulang
punggung/vertebrae)

Chest Thrust (untuk bayi, anak yang gemuk dan wanita hamil)

Bila penderita sadar, lakukan chest thrust 5 kali (tekan tulang dada dengan jari telunjuk atau jari tengah
kira-kira satu jari di bawah garis imajinasi antara kedua putting susu pasien). Bila penderita sadar,
tidurkan terlentang, lakukan chest thrust, tarik lidah apakah ada benda asing, beri nafas buatan

DENGAN ALAT

• OROPHARYNG
• NASOPHARYNG
• SUCTION
• MAGYL FORCEP
• ETT
• LMA
• TRACHEOSTOMY
Jenis-jenis napas bunyi

Ada beberapa jenis napas bunyi yang menandakan adanya


ketidaknormalan. Jenis tersebut adalah:
 Rales

Rales digambarkan sebagai suara klik yang kecil atau berderak di paru-
paru. Biasanya suara ini terdengar ketika seseorang menarik napas.

Kondisi ini muncul ketika udara membuka ruang udara yang tertutup. Jika
terus berlanjut, rales biasanya akan digambarkan bunyi yang terdengar
becek, kering, halus, atau kasar.
 Ronki

Ronki digambarkan sebagai suara yang mirip dengkuran. Kondisi ini


muncul saat udara tersumbat atau aliran udara menjadi kasar ketika
melalui saluran udara yang besar.
 Stridor

Stridor merupakan suara yang menyerupai mengi yang terdengar ketika


seseorang bernapas. Umumnya, stridor terjadi karena penyumbatan
aliran udara di tenggorokan atau di bagian belakang tenggorokan.
 Mengi

Mengi adalah suara bernada tinggi yang dihasilkan oleh penyempitan


saluran udara. Mengi dan suara abnormal lainnya terkadang bisa
terdengar tanpa harus memakai stetoskop.

 
Penyebab napas bunyi

Penyebab napas bunyi akan berbeda tergantung jenis bunyi dan bagian
mana yang mengalami gangguan. Beberapa penyebab di bawah ini bisa
diketahui berdasarkan jenis suara napas yang dihasilkan.
Penyebab rales atau crackling

 Radang paru-paru

 Penyakit jantung

 Fibrosis paru

 Fibrosis kistik

 Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK)

 Bronkitis

 Asbestosis

 Perikarditis

Penyebab ronki

 Bronkitis

 Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK)

 Bronkiektasis

Penyebab stridor

 Laryngomalacia

 Pita suara lumpuh

 Kotak suara menyempit

 Hemangioma di bawah pita suara

 Croup

 Infeksi batang tenggorokan

 Epiglottitis

 Benda tersangkut di tenggorokan


Penyebab mengi

 Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK)

 Asma

 Alergi

 Bronkitis

 Bronkiolitis

 Epiglottitis

 Penyakit gastroesophageal refluks (GERD)

 Gagal jantung

 Kanker paru-paru

 Apnea tidur

 Radang paru-paru

 Virus respiratory syncytial (RSV)

 Pita suara bermasalah

 Benda terjebak di kotak suara

 Benda terjebak di tenggorokan

 Pneumonia

 Emfisema

 Penyakit paru interstisial

 Edema paru

 Trakebronkitis

Anda mungkin juga menyukai