Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH

KAIDAH FIQHIYAH DALAM IBADAH MAHDHOH


Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Qowaid Fiqhiyah
Dosen Pengampu : Sholihah Sari Rahayu, S.Ag. M.H

Disusun :
Kelompok 14
Heni Suryani (2021034)
Siti Wardiyatul Azizah (2122001)

FAKULTAS TARBIYAH
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISALM
INSTITUT AGAMA ISLAM LATIFAH MUBAROKIYAH SURYALAYA
TAHUN 2021/2022
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmaanirrahim
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah swt. yang telah
memberikan kekuatan dan keteguhan hati kepada kami untuk menyelesaikan
makalah ini. Shalawat beserta salam semoga senantiasa tercurah limpahan kepada
nabi Muhammad saw. yang menjadi tauladan para umat manusia.
Terima kasih kepada Ibu Sholihah Sari Rahayu, S.Ag. M.H selaku dosen
pengampu mata kuliah Qowaid Fiqhiyah yang telah memberikan tugas kepada
kami, sehingga kami bisa membuat makalah ini dengan penuh rasa bangga dan
rasa tanggung jawab yang tinggi.
Kami menyadari, sebagai seorang pelajar yang pengetahuannya tidak
seberapa yang masih perlu belajar dalam penulisan makalah, bahwa makalah ini
masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan kritik
dan saran yang positif demi terciptanya makalah yang lebih baik lagi, serta
berdayaguna di masa yang akan datang. Besar harapan, mudah-mudahan makalah
yang sangat sederhana ini dapat bermanfaat dan maslahat bagi semua orang.

Tasikmalaya, 19 April 2022

Penulis
DAFTAR ISI
Kata Pengantar ...................................................................................................
Daftar isi ..............................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................
A. Latar belakang ..........................................................................................
B. Rumusan masalah .....................................................................................
C. Tujuan masalah .........................................................................................
BAB II PEMBAHASAN ....................................................................................
A. Pengertian ibadah mahdhah ......................................................................
B. Kaidah-kaidah fikih dalam ibadah mahdhah ............................................
C. Bentuk-bentuk ibadah mahdhah ...............................................................
D. Syarat dalam ibadah mahdhah ..................................................................
BAB III PENUTUP ............................................................................................
A. Kesimpulan ...............................................................................................
B. Saran .........................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA .........................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Dalam kehidupan sehari-hari umat Islam sering menyaksikan beberapa
amalan ibadah mahdhah yang dikerjakan orang lain bahkan terkadang kita
sendiri, di antaranya ada yang menggabungkan amalan-amalan tersebut dalam
dua niat dengan satu ibadah mahdhah. Sehingga sah tidaknya dua niat yang
diucapkan atau diyakini dalam perbuatan tersebut tergantung dengan niat lain
yang diniati dari niat yang utama tersebut atau tergantung dari konteks
niatnya.
Kaidah fiqhiyyah sebagai salah satu disiplin ilmu tidak berdiri sendiri
dalam tema dan kajiannya. Ibadah mahdhah merupakan jenis ibadah antara
hubungan hamba dengan sang pencipta Allah SWT yang segala perintah dan
larangan Allah secara tegas dan terperinci ketentuan dan klasifikasi ayatnya
dari Alquran dan Assunnah, serta manusia tidak berhak mencipta atau
merekayasa bentuk jenis ibadah ini.

B. Rumusan masalah
1. Apa pengertian ibadah mahdhah ?
2. Bagaimana kaidah-kaidah fikih dalam ibadah mahdhah ?
3. Bagaimana bentuk-bentuk ibadah mahdah pada suatu niat dalam ibadah ?
4. Bagaimana syarat dalam ibadah mahdhah ?
C. Tujuan masalah
Tujuan dari permasalahan yang telah diuraikan, sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui dan memahami arti dari ibadah mahdhah.
2. Untuk mengetahui kaidah fikih dalam suatu ibadah mahdhah.
3. Untuk mengetahui dan memahami bentuk ibadah mahdhah dalam niat
ibadah.
4. Untuk memahami syarat-syarat yang menjadi ibadah dalam ibadah
mahdhah.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Ibadah Mahdhah
Secara etimologis atau bahasa, Ibadah diambil dari kata ta’abbud yang
berarti menundukkan dan mematuhi dikatakan thariqunmu’abbad yaitu jalan
yang ditundukkan yang sering dilalui orang. Dalam bahasa Arab, ibadah
berasal dari kata abda’ yang artinya menghamba. Jadi, meyakini bahwasanya
dirinya hanyalah seorang hamba yang tidak memiliki keberdayaan apa- apa
sehingga ibadah merupakan bentuk taat dan hormat kepada Tuhan-Nya.
Secara terminologis, ibadah mempunyai banyak pengertian, hal ini
didasarkan perbedaan pandangan dan maksud yang dikehendaki oleh masing-
masing ahli fikih. Menurut ulama Fikih, ibadah merupakan segala kepatuhan
yang dilakukan manusia untuk mencapai ridha Allah swt, dengan
mengharapkan pahala-Nya di akhirat. Ibadah Mahdhah adalah ibadah yang
ketentuannya sudah pasti atau jelas, maksudnya ketentuan dan pelaksanaannya
telah ditetapkan oleh nash Alquran dan hadis, seperti shalat, puasa, zakat, haji,
dan lain sebagainya.
Ibadah mahdhah merupakan jenis ibadah antara hubungan hamba dengan
sang pencipta Allah SWT yang segala perintah dan larangan Allah secara
tegas dan terperinci ketentuan dan klasifikasi ayatnya dari Alquran dan
Assunnah, serta manusia tidak berhak mencipta atau merekayasa bentuk jenis
ibadah ini. Syarat-syarat yang perlu dipenuhi sebelum melakukan suatu ibadah
mahdhah serta rukun, cara-cara, dan tahapan atau urutannya pula dalam
melaksanakan suatu ibadah mahdhah.
B. Kaidah-kaidah fiqih dalam ibadah mahdhah
Hubungan manusia dengan Tuhannya, yaitu hubungan yang akrab dan suci
antara seorang muslim dengan Allah SWT yang bersifat ritual (peribadatan),
seperti: shalat, zakat, puasa, dan haji. Dalam ibadah mahdhah, harus ada dalil
dan mengikuti tuntunan. Banyak kaidah-kaidah yang berhubungan dengan
bidang ibadah mahdhah, dan para penulis hanya menyebutkan sebagian
kaidah-kaidah tersebut, diantaranya:
‫األصل يف العبادة البطالن حىت يقوم الدليل على األمر‬
“Hukum asal dalam ibadah mahdhah adalah batal sampai ada dalil yang
memerintahkannya’.
kaidah ini mengandung makna (arti), yaitu apabila kita melaksanakan
ibadah mahdhah harus jelas dalilnya, baik dari alquran maupun hadis Nabi
saw. Ibadah Mahdhah itu tidak sah apabila tanpa dalil yang
memerintahkannya atau menganjurkannya.
‫اإليثار يف القرب مكروه ويف غريها حمبوب‬
“Mengutamakan orang lain pada urusan ibadah adalah makruh dan dalam
urusan selainnya adalah disenangi”.
Maksud dari kaidah ini bahwa dalam urusan ubudiyah atau pendekatan
diri kepada Allah, apabila seseorang mengutamakan orang lain dari dirinya,
maka dipandang makruh. Seperti mengutamakan orang lain untuk berdiri pada
shaf awal diwaktu shalat jama’ah, mengutamakan atau mendahulukan orang
lain dalam bershadaqoh kepada fakir miskin, mengutamakan orang lain dalam
menutup ‘aurat pada hal dirinya masih belum menutup ‘aurat dan sebagainya.
Sebaliknya, dalam urusan selain ibadah yaitu urusan mu’amalat atau
dalam urusan keduniaan pada umumnya mengutamakan orang lain dari
padanya adalah dipandang sunnah, seperti mengutamakan orang lain dalam
menerima/mengambil bagian dari harta zakat, mengutamakan orang lain
dalam dunia perniagaan dengan harapan agar orang itu mendapat keuntungan
dan sebagainya.
َ ‫العبَا َد ِة قَ ْب َل ُو ُجو ِد‬
ِ َ‫سبَبِ َها الَي‬
‫ص ُّح‬ ِ ‫تَ ْق ِد ْي ُم‬
“Tidaklah sah mendahulukan ibadah sebelum ada sebabnya”
Contoh dari kaidah ini adalah tidak sah shalat, haji, puasa Ramadhan
sebelum datang waktunya. Kekecualiannya apabila ada cara-cara lain yang
ditentukan karena ada kesulitan atau keadaan darurat, seperti jama’ taqdim,
misalnya melakukan shalat ashar pada waktu zhuhur.
َ َ‫شيٌْئ فَقَاتَ لَ ِز َمهُ ق‬
ُ‫ضاُؤ ه‬ َ ‫ُك ُّل َما ُو ِج َب َعلَ ْي ِه‬
"Setiap sesuatu yang diwajibkan kepada seseorang, kemudian dia lewatkan
(tidak dilakukan), maka dia wajib mengqadha-nya”.
Ulama-ulama Syafi’iyah menggunakan kaidah ini secara ketat dalam
setiap kewajiban kecuali wanita yang meniggalkan shalat karena haid. Ulama-
ulama lain memberikan banyak kekecualian seperti tidak ada qadha untuk
shalat wajib, sebab shalat harus dilakuakan sesuai dengan kemampuan yang
ada. Tetapi untuk kewajiban puasa Ramadhan, ulama sepakat ada qadha
berdasar alquran surat al-Baqarah ayat 184-185.
‫العبادة الوارد على وجوه متنوعة جيوز فعلها على مجيع تلك الوجوه الواردة فيها‬
“Ibadah yang kedatangannya (ketentuannya) dalam bentuk yang berbeda-
beda, boleh melakukannya dengan cara keseluruhan bentuk-bentuk tersebut”.
Maksud kaidah ini adalah dalam beribadah seing ditemukan tidak hanya
satu cara. Dalam hal ini, boleh memilih salah satu cara yang didawamkannya
(konsisten melakukannya). Boleh pula dalam satu waktu dengan cara tertentu
dan pada waktu lain dengan cara yang lain. Boleh pula menggabungkan cara-
cara tersebut karena keseluruhannya mencontoh dari hadis Nabi saw.
Contohnya seperti pada bacaan doa Takbirat al-Ihram. Ada bermacam-
macam doa yang diriwayatkan. Berdasarkan kaidah ini, boleh dipilih salah
satunya. Contoh lainnya seperti shalat ba’diyah jumat (shalat sunnah setelah
shalat jumat), boleh dua rakaat dan boleh pula empat rakaat.
C. Bentuk-bentuk kaidah fiqih
Ibadah mahdhah merupakan jenis ibadah antara hubungan hamba dengan sang
pencipta Allah swt. Ibadah mahdhah (ibadah khusus) dikategorikan dalam
beberapa kelompok, yaitu :
1) Ibadah yang bersifat ma’rifat kepada Allah dengan sifat atau ucapan
tertentu seperti takbir, tahmid dan tahlil.
2) Ibadah yang merupkan perbuatan tertentu yang ditujukan kepada sang
pencipta Allah swt. Ibadah ini dikategorikan seperti ibadah haji, umrah,
ruku’, sujud, puasa, thawaf dan i’tiqaf.
3) Ibadah yang lebih menonjolkan hak Allah dari hak hamba. Ibadah ini
dikategorikan seperti ibadah shalat fardu dan shalat sunnat.
4) Ibadah yang mengumpulkan atau menghimpun hak Allah dan hak hamba
secara bersama-sama. Ibadah ini dikategorikan seperti ibadah zakat,
kafarat dan menutup aurat.
Dalam bentuk ibadah, para ulama membagikan ibadah mahdhah menjadi dua,
yaitu :
1. Ibadah Maqshudah Li Dzatiha
Ibadah maqshudah li dzatiha merupakan ibadah yang berdiri sendiri dan
diperintahkan agar dilaksanakan secara khusus, tidak boleh digabungkan
secara bersamaan dengan ibadah lain yang bentuk nash perintahnya sama.
Seperti, shalat wajib, puasa wajib, puasa syawal, shalat witir, shalat dhuha,
dan seterusnya.
2. Ibadah Ghairu Maqsudah Li Dzatiha
Ibadah ghairu maqsudah li dzatiha merupakan ibadah yang tidak berdiri
sendiri. Tujuan disyariatkannya adalah yang penting amalan itu ada di
kesempatan tersebut, apapun bentuknya.
Contohnya puasa senin-kamis, shalat tahiyatul masjid, Shalat Sunnah
wudhu dan seterusnya.
Untuk memahami perbedaan antara ibadah maqshudah li dzatiha dan ibadah
ghairu maqshudah lidzatihah,semuanya dikembalikan kepada bentuk nash atau
dalil yang memerintahkannya. Dalam dua bentuk ibadah tersebut boleh
dilakukan dalam satu niat dan hukumnya diperbolehkan, asalkan bentuk dan
tujuan ibadah tersebut tidak berbeda atau salah satu di antara keduanya
tergolong ibadah yang tidak berdiri sendiri (ghairu maqshudah li dzatiha).
Sedangkan bentuk ibadah yang sama-sama masuk dalam (maqshudah lid
dzatiha) maka tidak boleh digabungkan dalam satu amalan, seperti shalat
rawatib dengan shalat fardhu atau puasa wajib dengan puasa syawal. Sebab,
masing-masing dari keduanya berdiri sendiri dan tidak boleh disatukan dalam
satu amalan.
D. Syarat dalam ibadah mahdhah
Pada umumnya, ibadah memiliki ketentuan atau aturan tentang syarat dan
kaifiyat, sehingga ibadah itu dapat dinilai sah atau diterima oleh Allah swt.
Adapun syarat-syarat umum suatu ibadah sebagai berikut:
1. Ibadah dilaksanakan dalam keadaan beriman
Dalam melaksanakan suatu ibadah, seorang hamba harus beriman atau
beragama Islam, sehingga orang kafir tidak melaksanakan ibadah seperti
yang dilakukan orang mukmin.
2. Ibadah dilaksanakan dalam keadaan sadar
Kesadaran merupakan kondisi yang baik bagi jasmani maupun rohani
seseorang, yang dikontrol melalui fungsi saraf dan akal pikiran yang baik,
sehat, normal, dan tidak ada yang mengalami gangguan ataupun
goncangan kejiwaan sedikitpun.
3. Ibadah dilaksanakan sendiri
Suatu ibadah atau amal harus dikerjakan sendiri oleh setiap manusia dan
tidak dapat diwakili oleh orang lain atau kepada siapapun, karena setiap
orang dalam melakukan suatu ibadah diberi pahala sesuai dengan yang
dikerjakannya atau sesuai amal dan usaha yang dikerjakannya.
4. Ibadah dilaksanakan dengan ikhlas
Keikhlasan dalam beribadah atau beramal kepada Allah swt Merupakan
tuntutan yang harus dilaksanakan oleh setiap manusia ketika mereka
beribadah dan beramal akan mendapatkan apa yang mereka amalkan.
5. Ibadah dilaksanakan sesuai dengan ketentuan agama
Pelaksanaan ibadah harus dilaksanakan sesuai dengan ketentuan yang
telah disyariatkan oleh Allah swt. dan telah dicontohkan oleh Rasulullah
saw. serta tata cara dan pelaksanaannya telah diterangkan melalui Alquran
dan al- Hadist.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Ibadah mahdhah merupakan jenis ibadah antara hubungan hamba dengan
sang pencipta Allah SWT yang segala perintah dan larangan Allah secara
tegas dan terperinci ketentuan dan klasifikasi ayatnya dari Alquran dan
Assunnah, serta manusia tidak berhak mencipta atau merekayasa bentuk jenis
ibadah ini.
Hubungan manusia dengan Tuhannya, yaitu hubungan yang akrab dan suci
antara seorang muslim dengan Allah SWT yang bersifat ritual (peribadatan),
seperti: shalat, zakat, puasa, dan haji. Dalam ibadah mahdhah, harus ada dalil
dan mengikuti tuntunan. Banyak kaidah-kaidah yang berhubungan dengan
bidang ibadah mahdhah. ‫األصل يف العبادة البطالن حىت يقوم الدليل على األمر‬
Ibadah mahdhah merupakan jenis ibadah antara hubungan hamba dengan
sang pencipta Allah swt. Para ulama membagi bentuk ibadah mahdah terbagi
menjadi dua, yaitu Ibadah maqshudah li dzatiha dan Ibadah ghairu maqsudah
li dzatiha.
Pada umumnya, ibadah memiliki ketentuan atau aturan tentang syarat dan
kaifiyat, yaitu Ibadah dilaksanakan dalam keadaan beriman, Ibadah
dilaksanakan dalam keadaan sadar, Ibadah dilaksanakan sendiri, Ibadah
dilaksanakan dengan ikhlas, dan Ibadah dilaksanakan sesuai dengan ketentuan
agama.
B. Saran
Dengan segala keterbatasan selesailah makalah fiqih ini dengan jauh dari
kesempurnaan. Maka dari itu kami selaku penyusun makalah mengharapkan
sebuah saran dan kritikan yang membangun agara kami bisa memperbaiki
dalam tugas dikemudian hari. Mudah-mudahan makalah ini bisa memberikan
manfaat yang menjadi amala jariah bagi penulis ataupun pembaca.
DAFTAR PUSTAKA
Suparmin, Sudirman. ‫القواعد الفقهية اخالصة يف العبادة وتطبيقتها‬. (PDF)
Amin Syukur, Pengantar Studi Islam, Semarang, CV. Bima Sakti,2003, h. 80.
Muhammad Alim, Pendidikan Agama Islam, Bandung, PT. Remaja
Rosdakarya,2006, h. 144.
Muhammad bin Ismail al-Bukhari, Shahih Bukhari, Juz I
Ambo Asse, Ibadah Sebagai Petunjuk Praktis, h. 32.
M.Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah (Jakarta: Lentera Hati, 2002), h. 718.

Anda mungkin juga menyukai