Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PRAKTIKUM TEKNOLOGI SEDIAAN

LIKUIDA DAN SEMI SOLIDA (NON STERIL)


PERCOBAAN 3
ELIKSIR

Disusun oleh:
Yunita Putri (10060321089)
Sarah (10060321090)
Sulistia Rahmawati (10060321092)
Irma Darmawati (10060321093)
Syahla Mutiara (10060321094)
Fadira Crysta Ratu Fasma (10060321095)
Shift / Kelompok : C/4
Tanggal Praktikum : 2 Maret 2023
Tanggal Laporan : 9 Maret 2023
Nama Asisten : Desi Wulandari, S.Farm

LABORATORIUM FARMASI TERPADU UNIT E


PROGRAM STUDI FARMASI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS ISLAM BANDUNG
2023 M / 1444 H
PERCOBAAN 3
ELIKSIR

I. Teori Dasar
Menurut Dirjen POM (1979), eliksir adalah sediaan berupa larutan yang
mempunyai rasa dan bau sedap,mengandung selain obat, juga zat tambahan
seperti gula atau zat pemanis lainnya, zatpengawet, zat warna, dan zat wewangi,
digunakan untuk obat dalam. Sedangkan menurut (Sulistyowati ,2010), eliksir
adalah suatu larutan alkaholis dan diberi pemanis, mengandung obat dan diberi
bahan pembantu.
Menurut Ansel (1989: 344), pembagian eliksir yaitu:
a. Eliksir bukan obat
Eliksir bukan obat dapat digunakan untuk ahli farmasi dalam pembuatan
resep yang dibuat segar, yang meliputi: penambahan zat-zat obat untuk pembawa
yang memberi rasa enak dan pengencer eliksir obat yang ada. Pada tahun-tahun
yang lalu, waktu ahli farmasi diminta lebih sering meracik resep daripada
sekarang, ada tiga eliksir bukan obat yang biasa digunakan yaitu: eliksir aromatik,
eliksir benzaldehid campuran, dan eliksir iso-alkohol.
b. Eliksir obat
Eliksir obat digunakan untuk keuntungan pengobatan dari zat obat yang ada.
Umunya, eliksir-eliksir resmi yang ada diperdagangan mengandung zat obat
tunggal. Keutungan utama dari hanya satu obat tunggal yang terkandung, bahwa
dosis yang diperlukan dapat dinaikkan atau diturunkan dengan meminum eliksir
lebih banyak atau kurang, padahal bila dua atau lebih zat obat ada dalam sediaan
yang sama, tidak mungkin meningkatkan atau menurunkan kadar suatu zat obat
yang diminum tanpa secara otomatis dan kebersamaan mengatur dosis obat lain
yang ada perubahan yang mungkin tidak diinginkan.
Kelebihan dan Kekurangan Eliksir menurut Ansel (1998), yaitu:
a. Kelebihan
1. Mudah ditelan dibanding tablet dan kapsul.
2. Rasanya enak.
3. Dosis yang diperlukan dapat dilakukan perubahan sesuai keinginan dokter
atau kebutuhan pasien apabila eliksir hanya mengandung satu zat tunggal.
b. Kekurangan
1. Alkohol kurang baik untuk kesehatan anak karena mengandung bahan yang
mudah menguap, maka harus disimpan dalam botol tertutup dan jauh dari
sumber api.
2. Dibandingkan dengan sirup, eliksir biasanya kurang manis dan kental karena
mengandung gula lebih sedikit, maka kurang efektif untuk menutupi rasa
obatyang kurang menyenangkan.
II. Data Preformulasi
2.1 Data Preformulasi Zat Aktif
Paracetamol
• Pemerian: Serbuk hablur, putih, tidak berbau, rasa sedikit pahit (Depkes RI,
2020).
• Kelarutan: Larut dalam air mendidih dan dalam natrium hidroksida 1 N,
mudah larut dalam etanol (Depkes RI, 2020).
• Titik Leleh: 168℃ – 172℃ (British Pharmacopoeia, 2022).
• pH : 5,3 – 6,5 (Lund, 1994).
• pKa: 9,5 pada suhu 25℃ (Lund, 1994).
• Stabilitas: Paracetanol relatif stabil terhadap agen pengoksidasi,
paracetamol menyerap 90% kelembaban pada suhu 25℃, paracetamol
stabil di berbagai pH (Lund, 1994).
• Inkompatibilitas: Ikatan hidrogen menjadi mekanisme paracetamol yang
dikaitkan dengan permukaan nilon dan rayon (Lund, 1994).
• Kegunaan: Analgesik, antipiretik (British Pharmacopoeia, 2022).
• Wadah dan Penyimpanan: Dalam wadah tertutup rapat, tidak tembus
cahaya. Simpan pada suhu ruang, terlindung dari kelembapan dan panas
(Depkes RI, 2020).
2.2 Data Preformulasi Zat Tambahan
2.2.1 Aquadest
• Pemerian : Cairan jenuh, tidak berwarna, sedikit berbau (FI IV, hal
112)
• Ukuran partikel : 18,02 (FI IV, hal 112).
• Titik leleh/lebur : 100 C (HOPE, hal 766).
• Bobot jenis : 0,9971 di suhu 25oC (HOPE, hal 766).
• PH larutan : Antara 5 dan 7 (FI IV,hal 122).
• Stabilitas : Dalam semua keadaan fisik (es, cair, udara) (Hope, hal
766).
• Inkompatibilitas : Bereaksi dengan obat-obatan dan ekspesien yang
rentan terhadap hidrolisis berekasi dengan logam alkali dan dapat
bereaksi dengan garam anhidrat dengan berbagai komposisi (Hope,
hal 766).
2.2.2 Gliserin
• Pemerian : Cairan yang jernih, tidak berwarna, tidak berbau,
higroskopis, kental, memiliki rasa manis sekitar 0,6 kali lebih manis
dari sukrosa (Hope, hal 283)
• Kelarutan : Dapat bercampur dengan air dan etanol, tidak larut dalam
kloroform dan eter (FI VI, hal 681)
• Titik lebur :17,80C (HOPE, hal 283)
• Bobot jenis :1260 gr/cm3 (HOPE, hal 283)
• Stabilitas : Higroskopis, murni tidak rentang terhadap oksidasi oleh
atmosfer dalam kondiai penyimpanan biasa tetapi terurai pada
pemanasan dengan repolusi acrolein beracun, campuran dan gliserin
dengan air, etanol 95%, dan propile glikol stabil secara kimia
(HOPE, hal 284).
• Inkompatibilitas : Gliserin dapat meledak jika dicampur dengan zat
pengoksidasi kuat, larutan larutan encer, reaksi berlangsung lebih
lembut dan beberapa produk, perubahan warna hitam dengan cahaya
(HOPE , hal 283).
2.2.3 Natrium Benzoat
• Pemerian: Granul atau serbuk hablur, putih, tidak berbau atau praktis
tidak berbau, stabil di udara (Depkes RI, 2020).
• Kelarutan: Mudah larut dalam air, agak sukar larut dalam etanol dan
lebih mudah larut dalam etanol 90% (Depkes RI, 2020).
• pH: 8.0 pada suhu 25℃ (Sheskey, et al, 2017).
• Bobot Jenis: 1.497-1.527 g/cm3 pada suhu 24℃ (Sheskey, et al,
2017).
• Stabilitas: Larutan dapat disterlisisasi menggunakan autoklaf dan
difiltrasi. Bahan curah harus disimpan dalam wadah tertutup, di
tempat sejuk dan kering (Sheskey, et al, 2017).
• Inkompatibilitas: Natrium benzoat inkompatibilitas dengan senyawa
kuarterner, gelatin, garam besi, garam kalsium, dan garam logam
berat. Aktivitas pengawet dapat berkurang oleh interaksi dengan
kaolin atau surfaktan noniokik. Natrium benzoat dapat bereaksi
dengan asam askorbat membentuk senyawa benzene (Sheskey, et al,
2017).
• Kegunaan: antimikroba (pengawet) (Sheskey, et al, 2017).
• Wadah dan Penyimpanan: Dalam wadah tertutup baik (Depkes RI,
2020).
2.2.4 Orange Essence
• Pemerian: Serbuk kuning kemerahan atau larutan berai berwarna
orange cerah (Sheskey, et al, 2017).
• Kelarutan: Larut dalam 38,5 bagian aseton, dalam 33,3 bagian etanol
(75%), dalam 45,5 bagian propilen glikol, dalam 5 bagian gliserin,
dalam 5 bagian propilen glikol (50%), dalam 5,3 bagian air pada
suhu 25℃ (Sheskey, et al, 2017).
• Inkompatibilitas: Kurang kompatibel dengan asam sitrat, larutan
sakarosa, dan larutan natrium bikarbonat jenuh. Tidak kompatibel
dengan asam askorbat, gelatin dan glukosa (Sheskey, et al, 2017).
• Kegunaan: coloring agent, flavouring agent (Sheskey, et al, 2017).
2.2.5 Propilen Glikol
• Pemerian: Cairan kental, jernih, tidak berwarna, rasa khas, praktis
tidak berbau, menyerap air pada udara lembab (Depkes RI, 2020).
• Kelarutan: Dapat bercampur dengan air, dengan aseton, dan dengan
kloroform, larut dalam eter dan dalam beberapa minyak esensial,
tidak dapat bercampur dengan minyak lemak (Depkes RI, 2020).
• Bobot Jenis: 1.0361 g/cm3 pada suhu 20℃ (Sheskey, et al, 2017).
• Titik didih: 187℃-188℃ (Sheskey, et al, 2017).
• Titik leleh: -59℃ (Sheskey, et al, 2017).
• pKa: 14,8 pada suhu 25℃ (Sheskey, et al, 2017).
• Stabilitas: Pada suhu rendah, propilen glikol stabil dalam wadah
tertutup rapat. Propilen glikol secara kimiawi stabil bila dicampur
dengan etanol (95%), gliserin atau air. Larutan dapat disterilkan
dengan autoklaf. Propilen glikol bersifat higroskopis dan harus
disimpan dalam wadah tertutup baik (Sheskey, et al, 2017).
• Inkompatibilitas: Pada suhu tinggi, di tempat terbuka cenderung
teroksidasi sehingga menimbullkan produk propionaldehida, asam
laktat, asam piruvat, dan asam asetat. Saat dipanaskan hingga
terdekomposisi, propilen glikol mengeluarkan asap tajam dan
beracun dari CO dan CO2. Propilen glikol inkompatibel dengan
reagen pengoksidasi seperti kalium permanganat (Sheskey, et al,
2017).
• Kegunaan: pelarut, antimikroba, humektan (Sheskey, et al, 2017).
• Wadah dan Penyimpanan: Dalam wadah tertutup rapat (Depkes RI,
2020).
III. Alat dan Bahan
3.1 Alat
Alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah batang pengaduk,
botol 100 ml, corong, gelas kimia, gelas ukur, mixer, spatel, indikator
ph, viskometer hoopler, dan timbangan
3.2 Bahan
Bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah aquadest, gliserin,
Na. benzoat, orange essence, paracetamol 120 mg/5 ml, propilen glikol
IV. Perhitungan dan Penimbangan
4.1 Perhitungan Titrasi Paracetamol
• Paracetamol → 120 mg/5 mL dilarutkan dalam 50 mL
100 𝑚𝐿
= 𝑥 120 𝑚𝑔 = 1,2 𝑔𝑟𝑎𝑚
5 𝑚𝐿

• Dititrasi dengan etanol


V0 = 20 mL
Vt = 36 mL
V1 = Vt - V0
=36 mL – 20 mL
= 16 mL
𝑉𝑎𝑞𝑢𝑎𝑑𝑒𝑠𝑡
• % Volume aquadest = 𝑉𝑎𝑞𝑢𝑎𝑑𝑒𝑠𝑡+𝑉𝑒𝑡𝑎𝑛𝑜𝑙 𝑥 100%
50 𝑚𝐿
= 50 𝑚𝐿+16 𝑚𝐿 𝑥 100%

= 75,76 %
𝑉𝑒𝑡𝑎𝑛𝑜𝑙
• % Volume etanol = 𝑉𝑎𝑞𝑢𝑎𝑑𝑒𝑠𝑡+𝑉𝑒𝑡𝑎𝑛𝑜𝑙 𝑥 100%
16 𝑚𝐿
= 𝑥 100%
50 𝑚𝐿+16 𝑚𝐿

= 24,24 %
• KD Pelarut Campur
= (% Aquadest x KD aquadset) + (% Etanol x KD etanol)
= (75,76% x 78,5) + (24,24% x 24,3)
= 59,47 + 5,89
= 65,36
% Aquadest = 79% - A
% Gliserin = A%
• KD Pelarut Campur = (% Gliserin x KD gliserin) + (%Propilenglikol x
KD propilenglikol) + (%Aquadest x KD aquadest)
65,36 = (A% x 42,5) + (21% x 32) + ((79% - A) x 78,5)
65,36 = 42,5 A% + 6,72 + 62,0 – 78,5 A%
78,5 A% - 42,5 A% = 6,72 + 62,0 – 65,36
36 A% = 3,36
3,36
A% = 36

A% = 0,093
A = 9,3 %
• % Aquadest = 79 % - 9,3 % = 69,7 %
4.2 Perhitungan (untuk 1 botol)
• Paracetamol
120 mg/5 mL dibuat dalam 100 mL
100 𝑚𝐿
= 𝑥 120 𝑚𝑔 = 2400 𝑚𝑔 = 2,4 gram
5 𝑚𝐿

• Propilen glikol
21
= 100 𝑥 100 𝑚𝐿 = 21 𝑚𝐿

• Gliserin
9,3
= 100 𝑥 100 𝑚𝐿 = 9,3 mL

• Aquadest
69,7
= 𝑥 100 𝑚𝐿 = 69,7 mL
100
4.3 Penimbangan

Volume Untuk 6 Botol (100


Nama Zat Konsentrasi
mL)
Paracetamol 120 mg/ 5 mL 2,4 gram x 6 = 14,4 gram
Propilenglikol 21% 21 gram x 6 = 126 mL
Gliserin 9,3% 9,3 gram x 6 = 55,8 mL
Natrium Benzoat 0,2% 0,2 gram x 6 = 1,2 gram
Orange Essense q.s 3 tetes x 6 = 18 tetes
Aquadest 69,7% 69,7 gram

V. Prosedur Pembuatan
5.1 Titrasi
Dalam percobaan kali ini dilakukan metode titrasi terlebih dahulu,
bertujuan untuk menentukan konstanta dielektrik zat aktif paracetamol.
Ditimbang paracetamol dengan konsentrasi 120 mg/mL, lalu dilarutkan
dalam 50 mL aquadest. Setelah itu dilakukan titrasi menggunakan etanol
sampai larutan menjadi bening. Kemudian dihitung konstanta dielektrik
paracetamol berdasarkan data konstanta dielektrik pelarut campur yang
didapatkan dari hasil titrasi.
5.2 Pembuatan Sediaan dengan Cara 1
Disiapkan alat dan bahan, paracetamol ditimbang sebanyak 7,2 gram.
Lalu paracetamol dilarutkan dalam 63 mL Propilenglikol, kemudian diaduk
menggunakan stirer sampai larut, setelah itu ditambahkan gliserin sebanyak
27,9 mL dan aquadest sebanyak 209,1 mL ad homogen. Setelah larutan
eliksir homogen, lalu dimasukkan kedalam botol 100 mL yang telah
dikalibrasi sebanyak 3 botol.
5.3 Pembuatan Sediaan dengan Cara 2
Disiapkan alat dan bahan, paracetamol ditimbang sebanyak 7,2 gram.
Lalu dicampur pelarut campur seperti 209,1 mL aquadest, 27,9 mL gliserin
dan 63 mL Propilenglikol, kemudian diaduk menggunakan stirer, setelah itu
ditambahkan paracetamol sedikit demi sedikit kedalam pelarut campur.
Diaduk ad homogen. Setelah larutan eliksir homogen, lalu dimasukkan
kedalam botol 100 mL yang telah dikalibrasi sebanyak 3 botol.
5.4 Evaluasi Sediaan
5.4.1 Organoleptik
Evaluasi organoleptik dilakukan menggunakan indra diantaranya indra
penglihatan untuk menguji warna sediaan, indra penciuman untuk menguji
bau sediaan, dan indra perasa untuk menguji rasa sediaan.
5.4.2 Kejernihan Larutan
Evaluasi kejernihan larutan dilakukan secara visual menggunakan indra
penglihatan dengan dituangkan sediaan dalam gelas kimia / gelas ukur
bening pada alas / latar belakang berwarna hitam atau putih. Pengujian
kejernihan larutan ini dilakukan dengan membandingkan kejernihan sediaan
yang dibuat dengan suspensi padanan (pembanding).
5.4.3 Pengukuran Viskositas Sediaan
Pengukuran viskositas sediaan dilakukan berdasarkan jenis larutan
yang akan diuji, karena sediaan yang dibuat termasuk ke dalam larutan non
newton maka digunakan alat viskometer hoppler untuk menentukan
viskositas sediaan. ⅓ bagian tabung pada viskometer hoppler diisi dengan
sediaan yang akan diuji. Tabung hanya diisi ⅓ bagiannya agar ke dalam
tabung dapat dimasukkan bola yang sesuai untuk menentukan viskositas
cairan. Jika bola telah dimasukkan ke dalam tabung, maka tabung dapat diisi
dengan sediaan hingga memenuhi tabung tanpa ada gelembung udara di
dalamnya sehingga tabung dapat ditutup. Ketika bola berada pada dasar
tabung maka dapat dilakukan pengujian viskositas sediaan dengan
membalikkan posisi tabung sehingga bola berada di atas tabung. Pengujian
viskositas dilakukan dengan menghitung waktu yang dibutuhkan oleh bola
untuk bergerak dari M1 (tabung bagian atas) menuju M3 (tabung bagian
bawah).
Pengukuran viskositas sediaan dilakukan melalui perhitungan dengan
rumus:
𝜂 = 𝐵 (𝜌1 − 𝜌2)𝑡

Keterangan:
η = viskositas cairan
B = konstanta bola
ρ1 = bobot jenis bola
ρ2 = bobot jenis cairan
t = waktu yang dibutuhkan bola menempuh jarak tertentu
5.4.4 Penetapan Bobot Jenis Cairan
Penetapan bobot jenis cairan digunakan piknometer bersih dan kering
yang telah dicuci dengan larutan sulfokromik dan dibilas dengan etanol dan
aseton. Piknometer kosong ditimbang dan dijadikan sebagai W1.
Piknometer diisi dengan aquadest mememenuhi piknometer dan bagian luar
piknometer di lap hingga kering agar tidak ada cairan di luar piknometer
yang mempengaruhi bobot jenis cairan sebenarnya. Bobot piknometer berisi
aquadest ditetapkan sebagai W2. Aquadest pada piknometer di buang lalu
diganti dengan sediaan larutan yang akan diuji. Sama seperti pada aquadest,
bagian luar piknometer di lap hingga kering agar tidak ada cairan di luar
piknometer yang mempengaruhi bobot jenis cairan sebenarnya. Bobot
piknometer berisi sediaan larutan ditetapkan sebagai W3.
Pengukuran bobot jenis sediaan dilakukan melalui perhitungan dengan
rumus:
𝑑𝑡 = 𝑊3 − 𝑊1 𝑊2 − 𝑊1
Keterangan:
dt = bobot jenis pada suhu t
W1 = bobot piknometer kosong
W2 = bobot piknometer + aquadest
W3 = bobot piknometer + cairan sediaan
5.4.5 Pengukuran pH Larutan
Pengukuran pH larutan dilakukan menggunakan pH meter. Sebelumnya
pH meter perlu dikalibrasi terlebih dahulu dengan digunakannya buffer
standar. Setelah dilakukan kalibrasi maka pH meter dapat digunakan untuk
menentukan pH larutan dengan memasukkan elektroda yang terdapat pada
pH meter ke dalam sediaan yang diuji. pH meter akan menunjukkan
beberapa kemungkinan pH sediaan, sehingga perlu ditunggu 1-2 menit
hingga pH meter menunjukkan nilai pH stabil yang menunjukkan pH
sediaan yang diuji.
5.4.6 Volume Terpindahkan
Evaluasi volume terpindahkan dilakukan menggunakan 6 botol sediaan
yang dibuat. Pengujian dilakukan dengan larutan dalam botol dituangkan ke
dalam gelas ukur kering yang telah dikalibrasi untuk memastikan jumlah
sediaan dalam botol apakah sesuai dengan jumlah seharusnya yang tertera
dalam etiket. Dari keenam botol dibuat rata rata kemudian dihitung volume
terpindahkan pada sediaan uji berdasarkan rumus:
volume hasil sediaan yang diukur
𝑥 100%
volume etiket (100 ml)
VI. Data Pengamatan

Volume
Organoleptis BJ Kejernihan PH
Botol Terpindahkan (mL)
Warna Bau Rasa
1 jernih tak berbau sedikit pahit Jernih 100
2 jernih tak berbau sedikit pahit Jernih 98
3 jernih tak berbau sedikit pahit Jernih 99
1,1 5,9
4 agak keruh tak berbau sedikit pahit agak keruh 98
5 agak keruh tak berbau sedikit pahit agak keruh 99
6 agak keruh tak berbau sedikit pahit agak keruh 98

6.1 Volume Terpindahkan


volume hasil sediaan yang diukur
= 𝑥 100%
volume etiket (100 ml)
98,67 mL
= 𝑥 100%
100 mL

= 98,7 %
6.2 Penetapan BJ
W1 = 15,8 gram
W2 = 25,7 gram
W3 = 26,2 gram
w3 − w1 26,2 g − 15,8 g 10,4
dt = = = = 1,1
w2 −w1 25,7 g −15,8 g 9,9

6.3 Viskositas
B = 0,007
P1 = 2,2
P2 = 1,1
t = 2,45 detik
η = B (P1 - P2) t
= 0,007 x (2,2 – 1,1) x 2,45 detik
= 0,019 P
VII. Pembahasan
Pada percobaan kali ini dilakukan pembuatan sediaan eliksir yang bertujuan
untuk penentuan konstanta dielektrik zat aktif, melakukan formulasi sediaan
eliksir, merancang prosedur pembuatan sediaan eliksir dan melakukan evaluasi
mutu sediaan eliksir. Eliksir merupakan suatu larutan oral yang mengandung
pelarut campur atau kosolven dengan tujuan untuk meningkatkan kelarutan zat
aktif. Pelarut campur yang digunakan dapat berupa etanol, gliseril, sorbitol, dan
propilenglikol. Sediaan eliksir termasuk kedalam kelompok sediaan larutan
dengan karakteristik yaitu jernih, homogen, dan satu fase. Sehingga dapat
disimpulkan bahwa eliksir merupakan salah satu bentuk larutan sejati yang
menggunakan pelarut campur seperti etanol, gliserin, sorbitol dan propilenglikol
yang bertujuan untuk meningkatkan kelarutan zat aktifnya.
Eliksir adalah larutan hidroalkohol yang jernih dan manis dimaksudkan
untuk penggunaan vital, dan biasanya diberi rasa untuk menambah kelezatan.
Eliksir bukan obat yang digunakan sebagai pembawa tetapi eliksir obat untuk efek
terapi dari senyawa obat yang dikandungnya. Dibandingkan dengan sirup, eliksir
biasanya kurang manis dan kurang kental karena mengandung kadar gula yang
lebih rendah dan akibatnya kurang efektif dibanding sirup dalam menutupi rasa
senyawa obat. Walaupun demikian, karenasifat hidroalkohol, eliksir lebih mampu
mempertahankan komponen-komponen larutanyang larut dalam air dan yang larut
dalam alkohol daripada sirup. Juga karena stabilitasnya yang khusus dan
kemudahan dalam pembuatannya, dari sudut pembuatan eliksir lebih disukai dari
sirup (Ansel, 2005).
Zat aktif yang digunakan untuk sediaan eliksir yang dibuat pada percobaan
ini adalah paracetamol. Pacetamol Paracetamol merupakan obat yang bersifat
analgesik (penahan rasa sakit/ nyeri) dan antipiretik (penurun panas/demam).
Umumnya obat yang bersifat analgetik dan antipiretik ini mengandung zat aktif
yang disebut asetaminofen atau lebih dikenal dengan nama paracetamol
(Rachdiati, 2008).
Sebelum dilakukan pembuatan eliksir maka dilakukan titrasi pada
paracetamol terlebih dahulu. Pertama-tama menyetarakan timbangan untuk
memastikan apakah timbangan yang dipakai baik digunakan dan untuk memberi
kekuratan pada dosis. Ditimbang Paracetamol sebanyak 1,2 gram lalu dilarutkan
dengan aquadest hingga terlarut sempurna. Kemudian dilakukan titrasi dengan
larutan etanol kedalam buret sebagai titran dan titratnya paracetamol di dalam
erlenmeyer. Volume etanol yang dibutuhkan untuk mencapai titik akhir titrasi
pada paracetamol hingga menjadi bening yaitu sebesar 16 mL. Larutan yang
beribah menjadi bening menandakan bahwa paracetamol membutuhkan pelarut
campur untuk meningkatkan kelarutannya. Hal tersebut sesuai dengan data
kelarutan paracetamol dalam FI III yaitu paracetamol larut dalam 70 bagian air,
dalam 7 bagian etanol (95%), dalam 13 bagian aseton. dalam 40 bagian gliserol,
dan dalam 9 bagian propilenglikol (Departemen Kesehatan RI, 1979).
Sebanyak 3 botol eliksir dibuat dengan cara pertama yaitu dengan dilarutkan
paracetamol kedalam propilenglikol kemudian dikocok dan ditambahkan gliserin
serta air menghasilkan sediaan eliksir yang jernih. Paracetamol dilarutkan didalam
propilenglikol terlebih dahulu karena kelarutan paracetamol lebih tinggi
dibandingkan dengan gliserin, sehingga menghasilkan sediaan yang jernih.
Dilakukan pengocokan menggunakan stirrer untuk menghomogenkan dan
membuat paracetamol bisa lebih melarut didalam pelarutnya, karena salah satu
factor yang berpengaruh dalam kelarutan zat aktif adalah kecepatan pengadukan.
Sebanyak 3 botol lainnya eliksir dibuat dengan cara yang kedua dengan
dilarutkan zat aktif pada seluruh pelarut (dalam percobaan ini adalah aquadest,
propilenglikol dan gliserin yang telah dicampur). Semua bahan dimasukkan
kedalam beaker glass besar dotambahkan aquadest ad 500 mL kocok ad homogen.
Lalu sediaan dikocok dengan alat headstirer agar sediaan terlarut dengan
sempurna. Kemudian dimasukkan kedalam botol sampai tanda kalibrasi.
Setelah sediaan jadi, dilakukan evaluasi sediaan yaitu uji organoleptis,
kejernihan, berat jenis, pH, dan viskositas. Uji organoleptis meliputi pengujian
warna, bau, dan rasa. Didapatkan hasil warna sediaan yang jernih, sediaan tidak
memiliki bau dan memiliki rasa sedikit pahit. Uji kejernihan dilakukan dengan
melihat sediaan dilatar hitam dan putih hasilnya sediaan eliksir jernih.
Penetapan pH dilakukan dengan cara potensiometri atau kolorimetri. Semua
sediaan untuk penetapan pH menggunakan air bebas karbondioksida p.
pengukuran pada suhu 25°C 2°C, kecuali dinyatakan lain dalam masing- masing
(FI IV. Hal. 1039). Kemudian diperoleh pH yaitu 5,9 menunjukkan sediaan eliksir
tersebut asam. Maka sediaan sesuai dengan rentang pH paracetamol dalam
Farmakope Indonesia III yaitu 5,2-6,5 (Departemen Kesehatan RI, 1979).
Evaluasi bobot jenis digunakan piknometer bersih, kering, dan sudah
dikalibrasi dengan menetapkan bobot piknometer dan bobot air yang telah
dididihkan pada suhu 25°C. Atur suhu zat uji hingga +20°C dan dimasukkan
piknometer yang sudah diisi zat uji hingga 25°C buang kelebihan lalu ditimbang.
Kurangkan bobot piknometer kosong dari bobot piknometer yang telah diisi
hasilnya (FI IV, Hal 1030). Bobot jenis larutan diperlukan untuk mengetahui
kemurnian dari suatu sediaan khususnya yang berbentuk larutan atau eliksir.
Bobot jenis yang didapat sesuai dengan data pengamatan yaitu sebesar 1,1 yang
dimana 1 banyaknya dari aquadest dan lebihnya dari zat lain selain aquadest.
Viskositas adalah ukuran tahanan (resistensi) dari suatu cairan untuk
mengalir. Metode yang digunakan pada percobaan ini adalah viskometer bola
jatuh. viskositas yang diperolah dari percobaan yaitu 0,019 P ini menunjukkan
hasil yang baik karena jika viskositas dari sediaan terlalu tinggi maka sediaan akan
sulit dituang dan dikocok.
Pada pengujian volume terpindahkan rata-rata yang dihasilkan dari 6botol
larutan yaitu 98,7 %, ini menunjukkan volume kurang dari 100%. Pengujian ini
dirancang sebagai jaminan bahwa larutan oral yang dikemas dalam wadah dosis
ganda dengan volume yang tertera dalam etiket tidak lebih dari 100 mL, yang
tersedia dalam bentuk sediaan cair atau sediaan cair yang dikonstitusi dari bentuk
padat dengan penambahan bahan pembawa tertentu dengan volume yang
ditentukan jika dipindahkan dari wadah asli akan memberikan volume sediaan
yang tertera pada etiket. Akan tetapi pada pengujian ini hasil yang didapat
menunjukkan volume kurang dari 100%. Hal ini kemungkinan disebabkan kurang
ketepatan pada saat pengkalibrasian.
Hasil yang didapatkan sesuai dengan literatur yang mengatakan bahwa
sediaan eliksir harus jernih, homogen dan terbentuk satu fasa karena zat aktifnya
terdispersi secara molecular, sehingga tidak dapat dipisahkan antara pelarut dan
zat terlarutnya.
VIII. Usulan Formulasi Akhir
Paracetamol 120 mg/5ml
Propilen glikol 21%
Gliserin 9,3%
Na. benzoat 0,2%
Orange essence q.s
Aquadest 69,7%
Paracetamol dibuat menjadi eliksir karena tidak larut sempurna dalam air
pada konsenterasi 120mg/5ml. Paracetamol sebagai zat aktif yang bersifat
sebagai analgetik dan antipiretik (Departemen Kesehatan RI, 1979, hal. 37).
Paracetamol akan terabsorbsi baik dalam saluran pencernaan ketika digunakan
secara per oral. Sehingga untuk memudahkan pemberian obat dan mempercepat
absorbsi maka obat dibuat dalam bentuk sediaan eliksir. Selain itu, untuk
menjaga paracetamol agar tetap stabil dalam bentuk sediaan eliksir (Ambari,
2018).
Propilen glikol yaitu sebagai pelarut campur, karena untuk membantu
paracetamol larut dalam air, dimana paracetamol kelarutannya dalam air yaitu
agak sukar larut.
Gliserin yaitu sebagai pelarut campur, karena untuk membantu paacetamol
larut dalam air, dimana paracetamol kelarutannya dalam air yaitu agak sukar
larut. Dan juga sebagai pemanis, agar dapat menutupi rasa pahit dari
paracetamol, dan untuk meningkatkan keterimaan sediaan untuk kalangan bayi,
anak-anak, dan lansia.
Na. benzoat sebagai pengawet, karena pelarut campur yang lebih banyak
digunakan yaitu air, dimana air merupakan media yang baik untuk pertumbuhan
mikroorganisme dan sediaan larutan ini merupakan sediaan yang multiple dose
atau akan dipakai berulang sehingga rentan adanya kontaminasi dari
mikroorganisme, maka dari itu perlu ditambahkan pengawet antimikroba.
Orange essence sebagai perasa untuk menutupi rasa pahit dari paracetamol
dengan konsenterasi secukupnya, dan agar sediaan lebih menarik dengan perisa
buah-buahan, khususnya untuk pasien anak-anak.
Aquadest merupakan pelarut campur, dan pelarut universal yang umum
digunakan untuk sediaan larutan oral.
IX. Kesimpulan
Paracetamol dapat dibuat eliksir dengan konsentrasi 120 mg/ 5 mL dalam
pelarut campur. Sediaan eliksir yang baik yaitu pada botol pertama, yang dibuat
dengan cara melarutkan paracetamol pada campuran pelarut ppg dan gliserin. Hal
ini terbukti dari kejernihan sediaan, dimana zat aktif yang dilarutkan pada
campuran pelarut lebih jernih dibandingkan zat aktif yang dilarutkan pada pelarut
dengan kelarutan tinggi.
DAFTAR PUSTAKA
Allen, L. V., (2009), Handbook of Pharmaceutical Excipients, Sixth Edition,Rowe
R. C., Sheskey, P. J., Queen, M. E., (Editor), London, Pharmaceutical Press
and American Pharmacists Assosiation.
Ansel, H.C., 1989. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. diterjemahkan oleh Farida
Ibrahim, Asmanizar, Iis Aisyah, Edisi keempat, Jakarta, UI Press.
Ansel, C.H, 1998. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Edisi IV, Jakarta.
Ansel, H. (2018). Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi Edisi IV. Jakarta: UI Press.
Ansel, Howard, 2005, Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi, Edisi keempat, UI
Press, Jakarta.
British Pharmacopoeia. (2022). British Pharmacopoeia Volume II. London:
Medicines and Healthcare products Regulatory Agency.
Depkes RI. (2020). Farmakope Indonesia Edisi 6. Jakarta: Kementrian Kesehatan
Republik Indonesia.
Dirjen POM. 1979. Farmakope Indonesia Edisi III. Jakarta: Departemen Kesehatan
RI.
Lund, W. (1994). The Pharmaceutical COdex. London: Pharmaceutical Press.
Rachdiati, H. (2008). Penentuan Wakru Kelarutam Paracetamol pada Uji Disolusi.
Jurnal Nusa K.
Sheskey, P., Cook, W., & Cable, C. (2017). Handbook of Pharmaceutical
Excipients 8th Edition. London: Pharmaceutical Press.

Anda mungkin juga menyukai