Anda di halaman 1dari 26

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Karakteristik Kapal Tunda1


Kapal tunda merupakan jenis kapal khusus yang digunakan untuk
menarik atau mendorong kapal di pelabuhan, laut lepas atau melalui sungai.
Kapal ini digunakan pula untuk menarik tongkang, kapal rusak dan
peralatan lainnya dan memiliki tenaga yang besar bila dibandingkan dengan
ukurannya.
Kapal tunda memiliki tenaga yang besar bila dibandingkan dengan
ukurannya. Kapal tunda zaman dulu menggunakan mesin uap, saat ini
menggunakan mesin diesel. Mesin Induk kapal tunda biasanya berkekuatan
antara 750 sampai 3000 tenaga kuda (500 s.d. 2000 kW), tetapi kapal yang
lebih besar (digunakan di laut lepas) dapat berkekuatan sampai 25.000
tenaga kuda (20.000 kW). Kebanyakan mesin yang digunakan sama dengan
mesin kereta api, tetapi di kapal menggerakkan baling-baling. Dan untuk
keselamatan biasanya digunakan minimum dua buah mesin induk.
Kapal tunda memiliki kemampuan manuver yang tinggi, tergantung
dari unit penggerak. Kapal Tunda dengan penggerak konvensional memiliki
baling-baling di belakang, efisien untuk menarik kapal dari pelabuhan ke
pelabuhan lainnya. Jenis penggerak lainnya sering disebut Schottel
propulsion system (azimuth thruster/Z-peller) di mana baling-baling di
bawah kapal dapat bergerak 360° atau sistem propulsi Voith-Schneider yang
menggunakan semacam pisau di bawah kapal yang dapat membuat kapal
berputar 360°.
Sesuai dengan daerah pelayarannya (menurut Tasrun Sjahrun) kapal
tunda dapat digolongkan menjadi :
a. Kapal tunda pelayaran besar (Ocean Going Tug), merupakan salah satu
jenis kapal tunda yang daerah pelayarannya di lautan lepas dan kapal ini
biasanya digunakan sebagai penyuplai bahan bakar dari hasil kilang
minyak (Anchor Handling Suplay Vessel) dan juga digunakan untuk

1
repository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/438/BAB II Landasan Teori.pdf?sequence=3

UPN "VETERAN" JAKARTA


7

operasi tengah laut seperti pelaksanaan mooring dan unmooring, kapal


tunda jenis ini memiliki bentuk haluan yang tinggi serta secara
keseluruhan berukuran lebih besar dari pada jenis kapal tunda lainnya,
memiliki mesin dan tenaga yang sangat besar.
b. Kapal tunda pelabuhan dan pengeruk (Estuary and Harbour Tug)
merupakan salah satu jenis kapal tunda yang beroperasi didaerah
pelabuhan. Kapal Tunda Jenis ini berfungsi untuk menarik atau
mendorong kapal yang ada di pelabuhan, melayani kapal merapat ke
dermaga dan sebagai penarik kapal keruk.
c. Kapal tunda sungai (River Tug) merupakan jenis kapal tunda yang
beropersi di sungai-sungai yang mempunyai aliran yang tenang, river tug
boat tidak dapat dan sangat berbahaya untuk melakukan operasinya di
laut lepas, karena desain hullnya yang rendah dan kotak sehingga tidak
memiliki kemampuan untuk memcah ombak dan sangat rentan terhadap
gelombang. Lebih sering digunakan untuk menarik atau mendorong
kapal tongkang, sehingga kapal ini disebut juga towboats atau pushboats.
Kapal tunda sungai biasanya tidak memiliki tambang kapal yang
signifikan atau winch.
Kapal tunda memiliki ciri-ciri umum sebagai berikut:
1. Sistem Thruster
Kapal tunda memiliki dua propeller besar yang sangat kuat dengan
menggunakan sistem thruster, yaitu propeller n p p 360
penuh. Jadi tug boat dapat bermanuver dengan mudah dan lincah.
2. Heavy Displacement Hull
Kapal tunda memiliki desain hull (lambung) yang unik yaitu Heavy
Displacement Hull. Prinsip kerjanya pada saat tenaga rendah bagian
depan kapal tunda sejajar dengan air (stabil), tetapi pada saat tenaga
penuh bagian depan kapal tunda terangkat (trim belakang), hal ini
bermaksud untuk mengurangi bidang gesekan antara kapal dengan air.
Sehingga bahan bakar yang digunakan minimal, dan tenaga yang
dihasilkan maksimal.

UPN "VETERAN" JAKARTA


8

3. Damprah
Pada sisi-sisi kapal tunda terdapat damprah yaitu bantalan yang terbuat
dari karet tebal yang berfungsi mencegah kerusakan kapal pada saat
bersinggungan dengan kapal lain.
4. Keel di Depan
Biasanya keel terdapat pada bagian bawah kapal di dekat propeller, tetapi
pada kapal tunda, keel terdapat di depan kapal. Ini berfungsi untuk
memfokuskan arus air dan tenaga kapal pada saat menunda kapal, agar
kapal tunda tidak mudah ditarik ke arah kapal yang ditundanya.
5. Winch
Pada bagian depan atau belakang kapal tunda terdapat winch, yaitu mesin
yang bekerja seperti mesin penderek, juga memiliki tali yang terbuat dari
serat fiber yang sangat kuat sepanjang ratusan meter, berfungsi untuk
menarik kapal besar, memutar kapal, serta juga dapat digunakan sebagai
„emergency brake‟ p s k p l n m n o on k p l sar.
Bangunan kapal tunda hampir sama dengan bangunan kapal barang.
Hanya saja tidak dilengkapi dengan palka barang besar, sehingga ukurannya
lebih kecil untuk tenaga penggerak yang sama. Karena kapal tunda
dirancang untuk dapat melakukan bermacam pekerjaan seperti menarik,
menunda, menggandeng dan menambatkan kapal – kapal dan alat apung
lainnya yang mempunyai bobot yang jauh lebih besar. Begitupula dengan
konstruksinya dirancang lebih kuat untuk menahan getaran, pada kapal
tunda dilengkapi dengan peralatan tarik seperti towing hook, stabilizher
guilding ring, towing beam, dan juga derek tambang tarik pada geladak
tengah kapal. Untuk perancangan kapal ini yaitu yang dirancang adalah
kapal tunda Jenis Harbour Tug yang akan beroperasi di Pelabuhan Bitung,
Sulawesi Utara.
II.2 Pelabuhan Bitung2
Pelabuhan Bitung adalah pelabuhan yang terletak di Jalan D.S
Sumolang, Kota Bitung, Sulawesi Utara merupakan pelabuhan terbesar di

2
https://id.wikipedia.org/wiki/Pelabuhan_Bitung 29 Oktober 2016

UPN "VETERAN" JAKARTA


9

Sulawesi Utara yang disinggahi kapal-kapal penumpang antar kota besar di


Indonesia. Adanya Pelabuhan Bitung merupakan salah satu faktor penting
yang mendorong pertumbuhan ekonomi dan perkembangan di Sulawesi
Utara, selain dari kegiatan perkebunan, pertanian dan perikanan.
II.2.1 Profil Pelabuhan
Nama Pelabuhan : Bitung
Koordinat : 01° 26‟ 00” N/125° 11‟ 00” E
Alamat : Jl. D. S. Sumolang Pateten, Bitung, 95522
Kelurahan : Pateten
Kecamatan : Bitung Timur
Kabupaten : Kodya Bitung
Propinsi : Sulawesi Utara
Status Pelabuhan : Pelabuhan Diusahakan
Jenis Pelabuhan : Pelabuhan Umum
Telepon : (0438) 21196,21310,21313
Fax : (0438) 21380
Email : bitung@pelabuhan4.co.id
Waktu operasional : Buka 24 jam, bahkan di hari libur, pasang tidak
mempengaruhi entri.

Sumber : https://id.wikipedia.org/wiki/Pelabuhan_Bitung

Gambar 2.1 Layout Pelabuhan Bitung 1

UPN "VETERAN" JAKARTA


10

Sumber : Google Map

Gambar 2.2 Layout Pelabuhan Bitung 23

II.2.2 Keadaan Hidro Pelabuhan


Panjang alur pelayaran : 9 Mil
Lebar alur pelayaran : 600 Meter
Kedalaman Minimum : 16 M.LWS
Luas kolam pelabuhan : 4,32 Ha
Kedalaman kolam minimum : 7 M.LWS
Kedalaman kolam didermaga : 12 M.LWS
Kecepatan angin : 3 Knot
Kecepatan arus : 3 Knot
Tinggi gelombang : 1 Meter
Pasang surut tertinggi : 1,8 M.LWS
Pasang surut terendah : 1,2 M.LWS
Dasar laut : pasir/tanah liat
Waktu lokal : GMT + 8 hours
Waktu operasional : Buka 24 jam, bahkan dihari libur, pasang
tidak Mempengaruhi.

3
https://www.google.co.id/maps/search/pelabuhan+bitung/@1.4401908,125.194846,784m/data
=!3m1!1e3?hl=id

UPN "VETERAN" JAKARTA


11

II.2.3 Sarana dan Fasilitas Pelabuhan


a. Dermaga :
1) Samudera ( 607 M)
2) Nusantara ( 652 M)
3) Kontainer :
a) Dermaga VIII (panjang 182 m,kedalaman 20 m)
b) Dermaga IX (panjang 60 m,kedalaman 10 m)
b. Selain itu juga terdapat fasilitas-fasilitas lain yang menunjang
pengoperasian Pelabuhan, yaitu :
1) Sarana pemanduan dan penundaan ( untuk membantu dalam berlabuh)
a) Kapal Pandu ( 2 Unit ) :
MPS Siladen ( 2 x 130 HP ) dan MPI Sarena ( 2 x 300 HP )
b) Kapal Tunda ( 2 Unit ) :
KT Selat Lembeh ( 1.160 HP ) dan KT Bunaken ( 2 x 750 HP)
c) Personil Pandu : 5 Orang
2) Peralatan Penanganan Pemindahan (Handling Equipment) :
a) Container Crane (CC) 26.5 ton (1 unit)
b) Transtainer 36.5 tons (2 unit)
c) Reach Staker 42 tons (1 unit)
d) Reach Staker 45 tons (1 unit)
e) Head Truck 24 tons (5 unit)
f) Chassis 40 feet, 36 tons (4 unit)
g) Chassis 20 feet, 24 tons (4 unit)
h) Forklift 5 tons (1 unit)
i) Forklift 2 tons (2 unit)
j) Forklift Battery 2 tons (2 unit)
k) Tronton 10 tons (2 unit)
l) Mobile Crane 35 tons (1 unit)
3) Air Bersih (Kapasitas pasokan sekitar 100 hingga 150 ton/jam).
4) Pengisian Bahan bakar (hanya diesel dan bahan bakar laut, yang
disediakan oleh PERTAMINA).
5) Dermaga Kering untuk perbaikan (dermaga helling dibawah 100 ton)

UPN "VETERAN" JAKARTA


12

6) Gudang Penyimpanan
7) Imigrasi
8) Fasilitas Medis (Dokter Pelabuhan)
II.3 Penentuan Ukuran Utama
Ukuran utama adalah dimensi yang harus dimiliki oleh semua jenis
produk. Ukuran utama dalam perencanaan ini meliputi :
a. LOA (Length over all) Panjang Keseluruhan
Adalah panjang kapal yang diukur dari sebelah depan depan linggih
haluan sampai ujung belakang buritan pada garis air perencanaan.
b. LPP/Lbp (Length between perpandicular)Panjang antara garis tegak
Adalah panjang sebuah garis horizontal antara garis tegak buritan dan
garis tegak haluan.
c. LWL (Length water line) Panjang garis air
Adalah panjang garis yang diukur dari perpotongan garis sarat air haluan
sampai buritan kapal.
d. B (Breadth) Lebar kapal
Adalah lebar kapal diukur pada bidang tengah kapal dari sisi dalam kulit
kapal.
e. H (Height) atau D (Depth) Tinggi kapal
Adalah jarak garis tegak yang diukur dibidang tengah kapal dan bidang
dasar sampai kesisi atas balok geladak disisi kapal.
f. T/d (Draught/Sarat) Sarat kapal
Adalah jarak garis tegak dari sisi atas lunas sampai permukaan air.
g. CB (Coefficient Block)
Adalah harga perbandingan dari isi (volume) benam kapal terhadap
perkalian panjang garis air, lebar, dan sarat.
h. CM (Coefficient Midship)
Adalah harga perbandingan antara luas penampang tengah kapal yang
terbenam dalam air dan perkalian lebar dengan sarat kapal.
i. CW (Coefficient Waterline)
Adalah harga perbandingan antara luas bidang air dan perkalian panjang
dengan lebar dari segi empat yang membatasi.

UPN "VETERAN" JAKARTA


13

j. CP (Coefficient Prismatic)
Adalah perbandingan antara volume air yang dipindahkan oleh kapal dan
perkalian panjang dengan luas penampang tengah kapal.
Koefisien Prismatik ada 2, yaitu :
1) Koefisien prismatik memanjang
Adalah perbandingan antara volume carena atau volume displasemen
dengan volume prismatik dari hasil kali Am dan Lwl.
2) Koefisien prismatik tegak
Adalah perbandingan antara volume carena atau volume displasemen
dengan volume prismatik dari hasil kali Aw dan T.
k. ΦF (Floutation/Titik Apung)
Adalah titik pusat atau berat dari luas bidang garis air, sebagai titik putar
bidang garis air.
l. ΦB (Bouyancy/titik Benam)
Adalah titik pusat atau berat dari volume badan kapal yang tercelup air.
II.4 Radius Pelayaran
II.4.1Radius Pelayaran Pelabuhan Bitung
Daerah pelayaran mempengaruhi karakteristik sebuah kapal.
Karakteristik yang dimaksud seperti persediaan bahan bakar, jenis-jenis
permesinan, persediaan makanan ABK, bentuk depan kapal (menggunakan
bulbuos bow atau tidak), dimensi lambung kapal dan lain-lain. Dalam hal ini
rute pelayaran yang direncanakan adalah dapat menunda kapal-kapal
berukuran 101 meter sampai dengan 150 meter di perairan Pelabuhan
Bitung; dengan estimasi 4 kali penundaan dalam sehari dari kolam
penantian kapal sampai dengan dermaga yang jaraknya kurang lebih 10 mil
begitu juga sebaliknya; dan dipersiapkan untuk 4 hari pelayaran. Maka
ditentukan radius pelayaran untuk perancangan kapal ini adalah 320 mil
laut.
II.4.2 Penetapan Alur-Pelayaran, sistem rute dan tata cara berlalu lintas
Pelabuhan Bitung
Adapaun ketentuan dan aturan penetapan alur-pelayaran, sistem rute
dan tata cara berlalu lintas di Pelabuhan Bitung sesuai keputusan menteri

UPN "VETERAN" JAKARTA


14

Perhubungan Republik Indonesia nomor : KP 467 tahun 2015. Sebagaimana


isinya yaitu sebagai berikut :
1. Sistem rute pelayaran di Pelabuhan Bitung
Sistem rute yang ditetapkan adlah rute dua arah (two way toute) dengan
lebar variatif yang memiliki lebar kecilnya adalah 130 meter dan lebar
terbesarnya 2.000 meter pada kedua alur. Pada alur utara di sekitar Pulau
Serena, system rute yang ditetapkan adalah dua jalur satu arah dengan
sisi barat Pulau Serena merupakan jalur masuk dan sebelah timur Pulau
Serena merupakan jalur keluar kapal.
2. Tata cara berlalu lintas
Dalam meningkatkan efisiensi dan menekan angka kecelakaan kapal
maka perlu diatur tata cara berlalu lintas terutama di alur-pelayaran
Pelabuhan Bitung sebagaimana diatur sebagai berikut :
1) Pemanduan
a) Setiap kapal berukuran tonage kotor GT 500 atau lebih besar yang
berlayar di perairan wajib pandu, wajib menggunakan pelayanan
jasa pemanduan kapal.
b) Mesin penggerak utama dan alat navigasi harus dalam kondisi baik
dan normal untuk olah gerak kapal.
c) M n i k n n “G” p si n h i n m n l k n l mp
putih merah pada malam hari apabila kapal sedang menunggu
petugas pandu.
d) M n i k n n “H” p si n h i n m n l k n l mp
putih merah pada malam hari apabila petugas pandu diatas kapal.
e) M n i k n n “Q” p si n h i n m n l k n l mp
putih merah pada malam hari bagi kapal yang baru tiba dari luar
negeri, petugas-petugas pandu hanya diperbolehkan naik ke kapal
untuk membawa kapal apabila kapal telah dinyatakan bebas dari
penyakit menular oleh petugas karantina kesehatan (free practique)
dan bendera kuning telah diturunkan.

UPN "VETERAN" JAKARTA


15

2) Komunikasi
a) Pemilik operator kapal atau nahkoda wajib memberitahukan
rencana kedatangan kapalnya kepada kepala kantor
kesyahbandaran dan otoritas Pelabuhan Bitung dengan mengirim
telegram radio nahkoda (master cable) kepada kepala kantor
kesyahbandaran dan otoritas Pelabuhan Bitung melalui stasiun
radio pantai dengan tembusan kepada perusahaan angkutan laut
atau agen umum dalam waktu paling lama 48 jam sebelum kapal
tiba di pelabuhan.
b) Komunikasi sebelum kapl keluar dan atau masuk wajib melapor
kepada Stasiun VTS Bitung.
c) Komunikasi antara petugas pandu/kapal/motor petugas pandu dapat
menggunakan bahasa Indonesia dan atau bahasa Inggris dengan
radio VHF pada Channel 12.
d) Komunikasi dengan kapal sebelum petugas pandu di atas kapal
dilakukan Nahkoda harus memberikan keterangan kepada petugas
pandu antara lain, kondisi, sifat, cara, data, karakter dan lain-lain
yang berkaitan dengan kemampuan olah gerak kapal.
3) Proses Kapal Masuk
Dalam kondisi normal :
a) Kecepatan kapal di sekitar pelampung suar menuju pelampung suar
pengenal disarankan dengan maneuvering speed, sampai motor
petugas pandu dapat merapat di kapal untuk menaikkan petugas
pandu.
b) Setiap kapal harus senantiasa bergerak dengan kecepatan aman
sehingga dapat mengambil tindakan yang tepat dan berhasil guna
untuk menghindari tubrukan dan dapat diberhentikan dalam suatu
jarak yang sesuai dengan keadaan dan suasana yang ada.
c) Setiap tindakan yang dilakukan untuk menghindari tubrukan, jika
keadaan mengizinkan, harus tegas, dilakukan dalam waktu yang
cukup lapang dan benar-benar memperhatikan syarat-syarat
kepelautan yang baik.

UPN "VETERAN" JAKARTA


16

d) Alur Pelayaran Utara


 Arahkan kapal menuju pilot boarding ground atau tempat pandu
naik i p posisi koo in 01º 30‟ 43,5” LU / 125º 15‟
24,0” BT.
 Mendekati daerah Binuang arahkan haluan kapal 215 derajat
menuju Pulau Burung.
 Setelah melewati Pulau Burung arahkan haluan kapal 203
derajat menuju Pasir Panjang. Kapal diarahkan untuk berada di
antara pasir Panjang dan Pulau Serena.
 Mendekati Pulau Serena arahkan haluan kapal 186 derajat dan
usahakan mesin maju seetengah atau pelan untuk mengurangi
squat (karena memasuki daerah yang sempit) smapai dengan
kapal berada di sebelah kiri Pulau Serena Besar.
 Laporkan posisi kepada VTS Bitung/Pos pandu untuk
mengetahui apakah ada kapal yang hendak keluar melalui alur
dua arah, jika menurut laporan pandu ada kapal yang sedang
keluar posisikan kapal untuk masuk ke arah labuh kapal yang
ada di seberang Pulau Serena Kecil untuk menunggu kapal
selesai bermanuver keluar. Posisi area labuh yang sudah
disediakan.
 Setelah dinyatakan aman, kembali arahkan haluan kapal 290
smapi 320 derajat agar kembali ke arah alur dan bergerak
menuju Pelabuhan Bitung.
 Melewati TUKS di sekitar Pelabuhan Bitung atur kecepatan,
gunakan maneuvering speed sesuaikan dimana kapal akan di
labuhkan (bila kapal akan dilabuhkan).
 Setelah kapal sandar informasikan kepada kepanduan dan motor
pandu untuk menjemput petugas pandu.
e) Alur-Pelayaran Selatan :
 Arahkan kapal menuju pilot boarding ground atau tempat pandu
n ik i p posisi koo in 01º 24‟ 50,0” LU / 125º
08‟55,6” BT.

UPN "VETERAN" JAKARTA


17

 Mendekati Pilot Boarding Ground, laporkan posisi kepada


stasiun pandu untuk mengetahui apakah ada kapal yang hendak
keluar melalui alur dua arah, jika menurut laporan pandu ada
kapal yang sedang keluar posisikan kapal untuk masuk ke arah
labuh kapal yang telah disediakan untuk menunggu kapal selesai
bermanuver keluar. Posisi arah labuh yang sudah disediakan.
f) Jika proses administrasi kelengkapan dokumen selesai dan sudah
tersedia posisi tambat untuk kapal di dermaga, petugas pandu akan
menginformasikan ke kapal bahwa petugas pandu akan naik dan
memandu kapal hingga tambat di pelabuhan.
g) Setelah dinyatakan aman, kembali arahkan haluan kapal + 70
derajat menuju ke Pelabuhan Bitung.
h) Dalam kondisi angin di atas normal/kabut/hujan lebat/gelombang
tinggi :
 Kecepatan kapal disekitar pelampung suar pengenal disarankan
menggunakan maneuver speed.
 Untuk memasuki alur-pelayaran dalam kondisi kabut/hujan
lebat, kapal mempergunakan sarana navigasi visual, elektronik
(radar/GPS/AIS) dan peralatan navigasi lainnya secara baik dan
tepat guna.
4) Proses Kapal Keluar
a) Petugas pandu melaporkan kepada Syabandar dan atau Stasiun
VTS Bitung mengenai draft kapal dan jam kapal mulai dipandu
keluar.
b) Meminta informasi ke Stasiun VTS Bitung menegenai pergerakan
kapal yang keluar/masuk alur.
c) Alur-Pelayaran Utara :
 Arahkan haluan kapal 100 derajat menuju keluar kolam
Pelabuhan Bitung.
 Arahkan haluan kapal 246 derajt menuju daerah Aertembaga.
 Melewati Aertembaga arahkan haluan kapal 34 derajat ke arah
sebelah perairan sebelah kiri Pulau Serena Kecil.

UPN "VETERAN" JAKARTA


18

 Melewati bagian depan Pulau Serena Kecil segera arahkan


haluan kapal 60 derajat ke rambu suar merah Pulau Serena.
 Berada di perairan sebelah kiri antara kedua pulau (Pulau Serena
Kecil dan Serena Besar) arahkan haluan kapal 43 derajat menuju
bagian kiri rambu suar merah Pulau Serena.
 Melewati rambu suar Pulau Serena arahkan haluan kapal 61
derajat hingga posisi rambu suar Pulau Serena akan berada di
daerah buritan kapal, arahkan haluan kapal 23 derajat.
 Melintang daerah Sukawari arahkan haluan kapal 35 derajat.
d) Alur selatan
 Arahkan haluan kapal + 265 derajat menuju pilot boarding
ground, petugas pandu turun dan dijemput oleh motor pandu.
 Melewati pilot boarding ground, arahkan haluan kapal 197
j m n j koo in 01º 24‟ 14,8” LU / 125º 08‟ 26,5” BT
setelah itu arahkan haluan kapal sebesar 206 derajat menuju
perairan lepas Selat Lembeh.
II.5 Tahap Perencanaan4
Tahap-tahap untuk merencanakan kapal tunda dapat dilihat sebagai berikut :
1) Lines Plan (Rencana Garis)
2) General Arrangement (Rencana Umum)
3) Profil Construction (Rencana Konstruksi)
4) Midship Sections (Potongan Melintang Kapal) dan Shell Expansion
(Bukaan Kulit)
II.5.1 Rencana Garis (Lines Plan)
Perhitungan rencana garis adalah perhitungan yang mengarah pada
bentuk kapal yang sebenarnya. Fungsi dari rencana garis adalah membentuk
badan kapal (bentuk gading) sampai dengan lengkung sheer dan chamber.
1. Tahap perhitungan dasar
Adalah perhitungan panjang garis air, menentukan koefisien-koefisien
bantuk kapal, luas garis air dan luas midship serta volume displacement.
2. Menentukan letak LCB terhadap Midship

4
http://eprints.undip.ac.id/26620/4/Andhika_BAB_I_Pendahuluan_SAFINA.pdf

UPN "VETERAN" JAKARTA


19

Letak LCB dapat ditentukan menurut diagram NSP, yaitu dengan


menghitung koefisien dari perhitungan di atas, kemudian hasil yang
diperoleh dicari pada diagram NSP, maka akan didapatkan letak LCB
terhadap panjang displacement.
3. Menentukan letak LCB menurut perhitungan tabel Van Lamerent
Perhitungan ini dimulai dengan mencari harga koefisien prismatik bagian
depan (Qf) dan belakang (Qa) dari kapal tersebut. Dari harga-harga
tersebut kita baca luas station yang merupakan harga prosentase terhadap
luas midship, maka akan mendapatkan harga luas masing-masing station.
Kemudian langkah selanjutnya yaitu menghitung volume displacement
untuk menentukan letak LCB.
Koreksi perhitungan untuk :
 Letak LCB adalah 0,1 %
 Volume displacement adalah 0,5 %
4. Perhitungan luas bidang garis air
Dengan mengetahui panjang garis air, lebar kapal dan koefisien prismatik
bagian depan kapal, maka dapat digambarkan lengkung garis air yang
dimana harus terlebih dahulu menentukan sudut masuk garis air dihaluan
kapal berdasarkan koefisien prismatik depan dari diagram sudut masuk
NSP. Kemudian melakukan percobaan pembuatan lengkung garis air dan
menghitung luasnya. Dari luas yang didapat, diperiksa kembali dengan
luas yang diberikan secara perhitungan khusus pada bagian muka.
Apabila hasilnya tidak melebihi dari 0,5 %, maka hasil percobaan
dianggap cukup baik.
5. Merencanakan bentuk kapal
Tahap-tahap yang perlu diselesaikan antara lain :
 Merencanakan sudut masuk garis air
Sudut masuk garis air dapat direncanakan dengan bantuan diagram
NSP dengan berpedoman pada koefisien prismatik bagian depan (Qf).
 Merencanakan jari-jari bilga
Besarnya radius bilga dapat ditentukan berdasarkan luas yang
dibentuk dari lebar kapal, sarat air kapal dan kenaikan dasar (Rise of

UPN "VETERAN" JAKARTA


20

Floor) yang harus sebanding dengan luas midship dari hasil


perhitungan.
 Merencanakan chamber dan sheer kapal
Besarnya chamber kapal adalah ( ) seperlima puluh lebar kapal,

diukur pada tengah kapal diatas H (tinggi kapal).


Sedangkan besarnya sheer kapal adalah :
Lpp dari AP = 2,8 ( + 10 )

Bagian Midship = 0
Lpp dari FP = 5,6 ( + 10 )

Lpp dari FP = 22,2 ( + 10 )

FP = 50 ( + 10 )

6. Merencanakan bangunan atas


Panjang dari bangunan atas, railling dan lain-lainnya ini berdasarkan
standarisasi yang berlaku dan disesuaikan dengan kebutuhan akomodasi,
termasuk juga penempatan sekat tubrukan dan chamber.
7. Merencanakan bentuk body plan
Rencana bentuk body plan dilakukan dengan menggunakan Planimeter
atau menggunakan rumus Simpson. Dengan melakukan beberapa
percobaan, maka dapat direncanakan luasan setiap ordinat dan demikian
juga dapat terbentuk gambaran body plan.
8. Perhitungan luas daun kemudi
Fungsinya untuk menentukan bentuk stern (buritan).
9. Rencana bentuk stern dan clearance
Dalam hal ini perlu menghitung ukuran baling-baling, yang bertujuan
untuk menentukan ruang clearance antara badan kapal (stern kapal)
dengan baling-baling, yang dimana ukuran clearance ditentukan
berdasarkan batasan-batasan dari peraturan Non-Convention Vessel
Standard.
Rencana garis merupakan hal yang paling dasar dari perencanaan sebuah
kapal. Gambar rencana garis adalah suatu gambar yang terdiri dari
bentuk lengkung potongan badan kapal, baik potongan secara vertikal

UPN "VETERAN" JAKARTA


21

memanjang (sheer plan), potongan secara horisontal memanjang (half


breadth plan), maupun potongan secara melintang badan kapal (body
plan). Dalam pembuatan rencana garis kapal tunda ini berdasarkan
general requirement yang meliputi :
1) Kapasitas
2) Bollard Pull
3) Daerah Pelayaran
4) Kecepatan Kapal
Dengan menggunakan metode kapal pembanding, maka diperoleh ukuran
utama kapal yang kemudian dari ukuran tersebut dibuat rencana garis.
II.5.2 Rencana Umum (General Arrangement)
Perhitungan rencana umum merupakan tahap-tahap penyelesaian
suatu bentuk lengkap dengan perlengkapan interiornya. Hal-hal yang
termasuk didalamnya adalah pembagian ruangan-ruangan dan kamar-kamar
beserta fasilitasnya yang diperlukan.
Langkah-langkah perencanaan umum adalah sebagai berikut :
1. Menentukan Jumlah Crew (ABK)
Menentukan jumlah crew adalah berdasarkan kebutuhan sesuai dengan
jenis kapal, aksi radius kapal. Dengan diketahui jumlah crew dan radius
pelayaran maka langkah selanjutnya dapat dengan mudah menentukan
kebutuhan yang diperlukan bagi kapal tersebut.
2. Pembagian Ruangan
 Menentukan jarak gading
Bertujuan untuk mempermudah dalam menentukan jarak setiap
ruangan atau pembagian ruangan. Perhitungan jarak gading dapat
diambil dari perhitungan Lines Plan (Rencana Garis).
 Pemasangan sekat kedap air
Sesuai dengan peraturan NCVS untuk panjang kapal ini sekat yang
terpasang cukup 8 buah. Setiap sekat tersebut yaitu 1 sekat ceruk
buritan, 1 sekat depan kamar mesin, 5 sekat tengah kapal (batas tanki
muat) dan 1 sekat tubrukan. Jarak antar sekat ceruk haluan dan sekat

UPN "VETERAN" JAKARTA


22

ceruk buritan telah ditentukan berdasarkan peraturan NCVS,


sedangkan sekat yang lain diatur sedemikian rupa.
 Menentukan ruang akomodasi crew
Penentuan ruangan ini tergantung pada jumlah crew (anak buah kapal)
yang letak dan kapasitasnya disesuaikan dengan tingkatan jabatannya.
Untuk ruangan lainnya seperti gudang, ruang peta, ruang radio dan
sebagainya disesuaikan dengan kebutuhan dan ketentuan-ketentuan
lain.
3. Menentukan bobot mati kapal (Death Weight Tonage)
Langkah pertamanya yaitu menentukan dahulu besarnya displacement
kapal dengan rumus-rumus yang ada. Langkah keduanya yaitu
berdasarkan jumlah crew, besarnya mesin kapal, dan aksi radius (radius
pelayaran) maka dapat menentukan :
a) Berat bahan bakar,
b) Berat minyak lumas,
c) Berat pemakaian air tawar,
d) Berat kebutuhan bahan makanan,
e) Berat crew dan perlengkapannya.
Bobot mati kapal (DWT) adalah besarnya displacement kapal dikurangi
berat kapal kosong. Sedangkan berat kapal kosong adalah berat baja
kapal tersebut, berat peralatan kapal dan berat mesin kapal. Jadi, DWT
adalah mencakup seluruh kebutuhan pada langkah kedua ditambah
muatan bersih kapal, hingga mencapai sarat air maximum atau
displacement kapal.
4. Perlengkapan kapal
Hal-hal yang perlu ditentukan adalah :
a) Menentukan pintu dan jendela
Ukuran pintu dan jendela diperoleh dari Literature Henske dan
Practical Ship Building II yang sudah merupakan standar
internasional.

UPN "VETERAN" JAKARTA


23

b) Menentukan peralatan di laut


Dari buku perlengkapan kapal, diperoleh ketentuan jumlah, ukuran
dan persyaratan keselamatan kapal yang disesuaikan dengan jumlah
crew. Peralatan keselamatan meliputi : lifebuoy, liferaft dan lain-lain.
c) Jangkar dan rantai
Ukuran jangkar, rantai jangkar dan tali tambat ditentukan berdasarkan
angka petunjuk tabel dari peraturan NCVS Bab II dan III. Hal yang
pertama adalah menghitung terlebih dahulu seluruh bangunan atas
garis air; dari hasil luas ini dihitung pula berdasarkan rumus, maka
didapatkan harga Z. Dengan diperolehnya angka petunjuk Z, maka
dari peraturan NCVS didapat :
 Ukuran jangkar,
 Berat jangkar,
 Ukuran rantai jangkar (panjang dan diameter),
 Ukuran tali tambat dan tali penarik.
Dengan diketahuinya panjang rantai, maka langkah selanjutnya dapat
menghitung volume total seluruh rantai, untuk menentukan volume
bak rantai.
d) Pipa rantai (chain pipe and hawse pipe)
Berdasarkan diameter rantai dapat ditentukan ukuran diameter dan
tebal pipa rantai sekaligus ukuran diameter dan tebal chain pipe.
e) Electric windlass
Dari rule perlengkapan kapal dapat dihitung daya tarik torsi pada
cable lifter, torsi pada poros windlass, dan daya efektif windlass,
kemudian dari hasil perhitungan ini maka dapat menentukan electric
windlass yang dipakai.
f) Bollard
Dengan diketahui diameter rantai jangkar, maka dapat menentukan
ukuran bollard yang diperoleh dari pembacaan gambar berdasarkan
ukuran tabel.

UPN "VETERAN" JAKARTA


24

g) Daun kemudi
Menentukan bentuk/ukuran daun kemudi, maka memungkinkan juga
terbentuknya bentuk stern (buritan) kapal, sehingga terbentuklah
badan kapal keseluruhan. Dalam menentukan ukuran daun kemudi
disesuaikan dengan aturan Det Norske Veritas.
h) Lampu navigasi
Jumlah dan penempatan lampu navigasi diatur sesuai dengan
peraturan dan kebutuhan.
i) Tangga samping
Untuk menentukan tangga samping terutama pada panjangnya, yang
pertama dihitung adalah sarat air minimum kapal, kemudian dari titik
s i ik is mi in 45˚ n m p k n kemiringan tangga
tersebut. Dari situ dapat diketahui ukuran panjang tangga samping
tersebut.
j) Lubang pembebasan air (freeing port)
Bertujuan agar terjadi pembebasan air dari geladak dengan cepat
melalui lubang pembebasan, seperti air hujan atau akibat gelombang
air yang besar.
k) Bumbung udara (deflektor)
Jumlah kapasitas beserta ukuran bumbung udara itu berdasarkan
volume ruangan yang diperlukan.
l) Perencanaan tangki di dalam double bottom
Menyusun dan mengatur susunan tangki dalam double bottom sesuai
yang dibutuhkan.
Rencana umum merupakan penentuan ruangan untuk segala kegiatan,
penentuan segala peralatan yang direncanakan sesuai dengan letaknya
dan sebagai penentuan untuk akses mencapai ruangan-ruangan
tersebut.
II.5.3 Rencana Konstruksi (Profil Construction)
Seluruh perhitungan konstruksi lambung kapal beserta
rekomendasinya didapat dari peraturan NCVS (Non-Convention Vessel
Standard) Bab II mengenai Kontruksi (Contruction). Untuk menjamin

UPN "VETERAN" JAKARTA


25

keamanan kapal dalam operasinya, maka dalam perhitungan baja yang akan
dipakai harus diperhatikan mulai dari mutu baja kapal. Mengenai
perhitungan kekuatan tarik baja yang akan digunakan serta segala sesuatu
yang berkaitan dengan material baja harus sesuai dengan persyaratan yang
diizinkan. Perhitungan ini harus benar dan tepat sebelum digunakan untuk
membangun kapal baru.
Dalam tahap penyelesaian perhitungan konstruksi, semua perhitungan
kekuatan harus ditinjau oleh gaya-gaya maupun beban yang bekerja pada
setiap komponen lambung kapal. Tahap-tahap perencanaan perhitungan
konstruksi lambung kapal adalah :
1. Penentuan Perkiraan Beban
a) Beban geladak
Yang dimaksud beban geladak disini adalah beban geladak cuaca,
beban geladak muatan, beban geladak bangunan atas, beban geladak
akomodasi dan beban pada alas dalam. Perhitungan ini berdasarkan
jenis muatan dan gaya-gaya yang bekerja pada geladak yang
bersangkutan.
b) Beban lajur sisi kapal dan alas kapal
Perhitungan ini dari sisi kapal termasuk pelat sisi bangunan atas dan
juga beban alas kapal. Fungsinya untuk menentukan tebal pelat
bangunan atas, lambung, ukuran-ukuran gading dan semua ukuran
profil yang turut menahan beban sisi dan alas kapal.
2. Pelat Kulit
a) Pelat alas
Adalah perhitungan ukuran dan tebal pelat lunas, pelat alas dan pelat
alas lajur bilga. Dengan diketahuinya beban dan gaya-gaya yang
bekerja maka dapat dihitung tebal pelat.
b) Pelat sisi
Adalah perhitungan pelat sisi tengah kapal sampai bagian haluan dan
buritan, serta ukuran pelat sisi lajur atas.

UPN "VETERAN" JAKARTA


26

c) Penguat alas di haluan


Adalah perhitungan mengenai daerah penguatan, seperti penempatan
dan persyaratan wrang-wrang, pelat lunas samping, pelat alas dan
beberapa penguat pembujur intercostal.
d) Penguat pada linggi buritan, penyangga baling-baling dan lunas bilga
Adalah perhitungan tebal pelat pada linggi buritan yang diperkuat,
linggi poros, sekitar celana poros, pelat penyangga baling-baling dan
pelat lunas bilga.
e) Bukaan pada pelat kulit
Adalah perhitungan bukaan untuk jendela, lubang kluis, lubang
pembuangan, katup laut dan lain-lain pada pelat kulit. Tujuannya agar
setiap bukaan pada sudut-sudutnya harus dibuat radius, khusus pada
bagian 0,4 L tengah kapal harus dipertebal (di-doubling).
3. Geladak
Hal ini meliputi perhitungan ukuran dan tebal pelat geladak sesuai
ketentuan bukaan pelat geladak.
a) Bukaan pada pelat geladak, sudut-sudutnya harus di buat radius dan
harus diperkuat (di-doubling), kecuali untuk bukaan yang mempunyai
ukuran diameter kurang dari 300 mm.
b) Radius pembuatan ambang palka mesin (selubung kamar mesin) harus
diatur sesuai dengan batasan-batasan peraturan yang berlaku.
c) Tentang perhitungan ukuran dan tebal pelat geladak.
4. Konstruksi alas ganda
Hal ini meliputi perhitungan sesuai peraturan pemakaian alas dalam dan
konstruksi yang ada pada sistem konstruksi alas dalam.
Sistem konstruksi dari alas dalam yaitu :
a) Ketentuan ukuran dan tebal pelat penumpu tengah, pelat penumpu
samping, pelat alas dalam, pelat tepi dan pelat buhul.
b) Alas ganda sebagai tangki, disesuaikan dengan ketentuan pemakaian
tangki.
c) Alas ganda dalam sistem gading-gading melintang, disesuaikan
dengan ketentuan ukuran dan wrang kapal.

UPN "VETERAN" JAKARTA


27

d) Konstruksi alas dalam kamar mesin, yaitu perhitungan konstruksi alas


ganda dan pondasi.
5. Gading-gading
a) Perhitungan untuk mencari jarak gading sesuai dengan peraturan
NCVS.
b) Mencari ukuran dan modulus gading-gading dalam tangki, gading
bangunan atas dan rumah geladak, pembujur samping, gading besar
dan lain-lain.
c) Penguat pada haluan kapal dan buritan kapal, yaitu perhitungan balok
ceruk, pelat senta, penyangga jungkir dan sebagainya.
d) Gading-gading besar dalam kamar mesin disesuaikan dengan
ketentuan ukuran gading-gading.
6. Balok geladak dan penumpu konstruksi geladak
a) Perhitungan ini pada dasarnya disesuaikan dengan batasan-batasan
peraturan NCVS
b) Perhitungan balok geladak termasuk geladak utama, geladak akil,
pembujur geladak, pelintang geladak, balok geladak akomodasi dan
bangunan atas yang efektif.
c) Perhitungan penumpu seluruh bangunan atas.
d) Perhitungan pada pelat lutut berdasarkan besarnya modulus profil
yang berhubungan dengan pelat lutut.
7. Sekat kedap air
Perhitungan sekat kedap air berdasarkan beban yang bekerja pada sekat,
dengan memperhatikan batasan-batasan yang telah ditentukan.
Perhitungan ukuran sekat seperti ukuran modulus penegarnya dan juga
ukuran pelat lutut penghubungnya.
8. Tangki-tangki
Perhitungan sekat tangki berdasarkan beban yang bekerja pada sekat,
tinggi dan jenis cairan dalam tangki, dengan mempertimbangkan jarak
bentangan dan lebar tangki. Perhitungan ukuran pelat tangki seperti
modulus penegar-penegarnya dan pelat lutut.

UPN "VETERAN" JAKARTA


28

9. Linggi haluan dan linggi buritan


a) Linggi haluan (Fore stern)
Perhitungan balok linggi haluan dan pelat linggi haluan sesuai dengan
ketentuan.
b) Linggi buritan (Stern stern)
Perhitungan ukuran linggi baling-baling, sepatu kemudi dan tongkat
kemudi sesuai dengan ketentuan.
10. Bangunan atas dan Rumah geladak
Perhitungan pelat samping, pelat geladak, gading-gading bangunan atas,
sekat ujung berdasarkan rumus dan sesuai ketentuan yang berlaku.
11. Lubang palka (Hatch Way)
Perhitungan tebal pelat ambang palka, tinggi pelat ambang palka, tutup
palka, balok palka dengan perencanaan profilnya.
12. Perlengkapan (Equipment)
Perlengkapan kapal adalah semua yang dianggap permanen atau pokok
pada kapal seperti :
a) Perlengkapan jangkar dan tali tambat
b) Jendela dan pintu
a) Pelat kubu-kubu
b) Lubang pembuangan (Scupper)
c) Sanitair
d) Pipa udara
e) Pipa limbah
f) Pipa duga
g) Bumbung udara (Ventilasi)
h) Bak rantai
i) Perlengkapan keselamatan jiwa dan alat peluncur
II.5.4 Potongan Melintang Kapal (Midship Sections) dan Bukaan Kulit
1. Penentuan Perkiraan Beban
a) Beban geladak
Yang dimaksud beban geladak disini adalah beban geladak cuaca,
beban geladak muatan, beban geladak bangunan atas, beban geladak

UPN "VETERAN" JAKARTA


29

akomodasi dan beban pada alas dalam. Perhitungan ini berdasarkan


jenis muatan dan gaya-gaya yang bekerja pada geladak yang
bersangkutan.
b) Beban lajur sisi kapal dan alas kapal
Perhitungan ini dari sisi kapal termasuk pelat sisi bangunan atas dan
juga beban alas kapal. Fungsinya untuk menentukan tebal pelat
bangunan atas, lambung, ukuran-ukuran gading dan semua ukuran
profil yang turut menahan beban sisi dan alas kapal.
2. Pelat Kulit
a) Pelat alas
Adalah perhitungan ukuran dan tebal pelat lunas, pelat alas dan pelat
alas lajur bilga. Dengan diketahuinya beban dan gaya-gaya yang
bekerja maka dapat dihitung tebal pelat.
b) Pelat sisi
Adalah perhitungan pelat sisi tengah kapal sampai bagian haluan dan
buritan, serta ukuran pelat sisi lajur atas.
c) Penguat alas di haluan
Adalah perhitungan mengenai daerah penguatan, seperti penempatan
dan persyaratan wrang-wrang, pelat lunas samping, pelat alas dan
beberapa penguat pembujur intercostal.
d) Penguat pada linggi buritan, penyangga baling-baling dan lunas bilga
Adalah perhitungan tebal pelat pada linggi buritan yang diperkuat,
linggi poros, sekitar celana poros, pelat penyangga baling-baling dan
pelat lunas bilga.
e) Bukaan pada pelat kulit
Adalah perhitungan bukaan untuk jendela, lubang kluis, lubang
pembuangan, katup laut dan lain-lain pada pelat kulit. Tujuannya agar
setiap bukaan pada sudut-sudutnya harus dibuat radius, khusus pada
bagian 0,4 L tengah kapal harus dipertebal (di-doubling).
3. Geladak
Hal ini meliputi perhitungan ukuran dan tebal pelat geladak sesuai
ketentuan bukaan pelat geladak.

UPN "VETERAN" JAKARTA


30

a) Bukaan pada pelat geladak, sudut-sudutnya harus di buat radius dan


harus diperkuat (di-doubling), kecuali untuk bukaan yang mempunyai
ukuran diameter kurang dari 300 mm.
b) Radius pembuatan ambang palka mesin (selubung kamar mesin) harus
diatur sesuai dengan batasan-batasan peraturan yang berlaku.
c) Tentang perhitungan ukuran dan tebal pelat geladak
II.6 Aturan-Aturan Perencanaan Kapal
Perhitungan skripsi perancangan kapal ini mengacu pada aturan-
aturan dalam merancang sebuah kapal. Aturan-aturan yang dipakai adalah :
a. NCVS
Bentuk dan konstruksi kapal Tunda Serbaguna ini menggunakan
peraturan NCVS (Non Convention Vessel Standard) bendera Indonesia,
maka dengan sendirinya semua perhitungan konstruksi yang menyangkut
tentang kapal termasuk rencana umum yang dikerjakan mengacu pada
NCVS.
b. Pemilihan Mesin Induk
Pemilihan mesin induk ini dapat dilihat pada kebutuhan-kebutuhan yang
diperlukan untuk kelancaran selama pelayaran, seperti tenaga pendorong
yang dihasilkan oleh mesin serta kebutuhan peralatan instalasi mesin
lainnya, yaitu seperti generator untuk sistem kelistrikan dikapal, pompa-
pompa dan lain sebagainya. Penentuan tenaga dorong yang sesuai dengan
kebutuhan dalam pelayaran dinasnya, maka pemilihan mesin induk ini
harus mampu memenuhi kriteria persyaratan, seperti :
1) Kemampuan mendorong kapal hingga bergerak sampai kecepatan
maksimum.
2) Ruang lingkup penempatan mesin dan installasinya serta dengan
memperhatikan dimensinya.
3) Efisien dan ekonomis dalam pengoperasiannya.
4) Suku cadang tersedia dan mudah didapat.
c. Peraturan Internasional
Peraturan-peraturan Internasional yang dipakai dalam merancang Kapal
Tunda Serbaguna ini adalah :

UPN "VETERAN" JAKARTA


31

1) SOLAS (International Convention for the Safety of Life at Sea 74/78).


2) MARPOL (International Convention for the Prevention of Pollution
from Ships 73/78).
3) Code on Intact Stability Criteria for All Types of Ships Covered by
IMO Instruments, 2002 Edition, IMO, London
4) “Maritime Labour Conventions and Recommendations”,
International Labour Organization, Geneva, 1994.
a) Accommodation of Crews Convention (Revised), 1949 (No. 92).
b) Accommodation of Crews (Supplementary Provisions) Convention,
1970 (No. 133).
c) Crew Accommodation (Air Conditioning) Recommendation, 1970
(No. 140).
d) Crew Accommodation (Noise Control) Recommendation, 1970
(No. 141).
5) “Convention on the International Regulations for Preventing
Collisions at Sea, 1972”, Consolidated Edition 2002, IMO, London,
2002.
6) International Convention on Load lines 1966 and Protocol of 1988, as
amended in 2003, Consolidated Edition 2005.
7) International Convention on Tonnage Measurements of Ships 1969.
d. Sistem Keselamatan Kapal
Sesuai SOLAS (Safety of Life at Sea), 1974 maka dalam kapal harus
dilengkapi alat-alat keselamatan guna mencegah terjadinya musibah
kehilangan jiwa. Alat-alat keselamatan yang harus ada di kapal adalah
pelampung, serta harus ada live craft dan skoci penolong yang mana
jumlahnya disesuaikan dengan jumlah awak kapal.
e. Kecepatan Kapal Rancangan
Kecepatan sebuah kapal tergantung dari jenis kapal, muatan, yang ditarik
dan jumlah yang diangkut; frekuensi pelayaran serta besar kecilnya daya
muat yang dikehendaki juga mempengaruhi kecepatan kapal yang
dirancang. Dengan mempertimbangkan hal-hal diatas maka penulis
menetapkan kapal yang dirancang ini sebesar 12 knot.

UPN "VETERAN" JAKARTA

Anda mungkin juga menyukai